Sara melihat sekeliling dengan gelisah, sedangkan pria di hadapannya agak bingung dan sejak tadi merasa berbicara sendiri. Sara sama sekali tidak fokus. Hal apa yang membuatnya begitu? Padahal, yang meminta waktu makan malam mendadak adalah Sara sendiri."Apa Anda tidak lapar?"Sara langsung tersentak. Dia melihat porsi santapannya yang tidak usak, hanya memotong-motong steak sampai berukuran kecil, sedangkan pria yang menjadi teman makan malamnya hampir selesai. Ternyata dia termenung dan tidak sadar kalau keadaan terus berlalu."Tidak. Saya akan menikmatinya sekarang."Sara berpikir selama itu, apakah peringatannya belum jelas? Rion tidak datang setelah dia menyebutkan di mana tempat dirinya akan makan malam bersama seorang pria.Apa akhirnya akan begini lagi? Rion tidak benar-benar tulus padanya, bahkan mengetahui kalau wanitanya akan pergi bersama pria lain tidak membuat Rion terusik."Setelah makan malam nanti, apa Anda memiliki waktu?""Ah, apa? Waktu?""Ya, waktu."Sara agak fr
Benar. Rion memang mengatakannya, tetapi dia sangat ingin sekali menarik kata-kata itu kembali. Dia tidak ingin Sara membuka hati untuk pria lain. Dia hanya ingin Sara menyukai dirinya seorang."Jadi, kau sudah memutuskannya?" tanya Rion."Memutuskan apa?""Bahwa kau akan bersama dengan pria tadi?""Kau sudah mengacaukannya.""Tadi pria itu mengatakannya sendiri kalau dia tidak akan menyerah padamu. Aku tidak akan mengganggu waktu kencan kalian lagi jika kau memang ingin bersamanya.""K—kenapa berubah pikiran begitu cepat?""Aku tidak berubah pikiran. Seperti yang aku katakan kalau kau bisa bersama pria lain jika dari mereka ada yang membuatmu bahagia. Setelah apa yang kau lalui selama ini, aku tidak ingin menghambat langkahmu di masa depan.""Kau sudah membuatku menunggu begitu lama. Saat kembali, apa tidak ada yang ingin kau lakukan untukku? Bukankah kau sendiri yang meminta diberi kesempatan. Aku belum melihat apa-apa darimu.""Maksudmu soal perjuanganku untuk mendapatkanmu? Aku su
Sara jengkel saat mantan suaminya tertawa, padahal dia sudah begitu serius. Apa yang lucu dari pertanyaannya?"Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu pada Gista.""Memangnya, apa yang aku lakukan tidak wajar?""Wajar. Itu pertanda kau benar-benar memiliki perasaan padaku. Begitu pula dengan aku yang merasa cemburu ketika dirimu pergi makan malam bersama pria lain."Sara mencebik, karena dia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Waktu kebersamaan antara Rion dan Gista membayangi pikiran sampai membuat dia tidak tenang."Aku belum pernah ke rumahnya Gista. Dia memiliki banyak pertimbangan untuk perabotan, jadi meminta penilaianku melalui foto. Di sana aku melihat kalau dia pandai dalam menata barang, karena rumahnya pun sangat rapi dan nyaman untuk dipandang."Sara mengernyitkan alis. "Nyaman untuk dipandang?"Sara menyingsingkan lengan baju, lalu bangkit seraya meletakkan kedua belah tangan di pinggang."Aku akan membuatnya jauh lebih nyaman dipandang."Lagi-lagi sikap
Suasana semakin tegang sesaat Charla berseru. Dia benar-benar tidak menyukai bagaimana ibu dan anak ini berusaha mengambil keuntungan dari Rion, padahal sudah mencicipi dinginnya lantai penjara."Aku akan menyiapkan uangnya," ucap Rion.Sara terkejut, tidak pernah menyangka kalau keinginan ibu dan adik tiri ini akan dipenuhi. Dia hendak menghalangi, tetapi Rion menghentikannya.Malam itu Belinda dan Charla terpaksa menginap, karena tidak memiliki tempat tinggal. Hancur sudah harapan Sara yang menginginkan waktu bersama dengan Rion."Maafkan aku, Sara. Kau jadi harus kembali.""Tidak masalah. Aku hanya tidak habis pikir kalau kau akan memenuhi keinginan mereka setelah apa yang terjadi padaku dan juga padamu.""Aku sudah menyakitimu, karena membiarkan mereka masuk ke kehidupan kita kembali."Sara menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya sekarang. Bagaimana kau akan menghadapi mereka selanjutnya? Apa ingin membuat kesepakatan agar aku mengembalikan warisan kakekmu? Aku akan meminta di
Rion mengusap dagu, memikirkan betul-betul perkataan Auris. Bukan berarti dia tidak ingin menikahi Sara, akan tetapi dia butuh waktu yang pas untuk mengajak mantan istrinya itu untuk berumah tangga kembali.Rion mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam saku, lalu memperlihatkan isinya pada Auris. Itu adalah kotak usang yang berisi cincin pernikahannya dengan Sara sebelum mereka berpisah."Aku selalu membawanya di dalam saku dan selalu ragu untuk memberikannya pada Sara, di samping mencari waktu yang cocok, aku juga ragu apakah harus membeli cincin baru atau tidak."Rion mengeluarkan satu kotak lagi dari saku yang berbeda dan berkata, "Pada akhirnya, aku memesan yang baru dan tadinya ingin aku berikan, tapi suasana hati Sara tampak tidak baik. Aku rasa belum saatnya untuk memberikan cincin ini padanya.""Anda membawa dua kotak cincin dalam saku pada saat bersamaan?""Setiap hari. Aku memikirkan tindakan mana yang pas untuk menggambarkan ketulusanku. Mungkin, aku bisa mati sak
Lima tahun berlalu, kesuksesan semakin menghampiri Sara. Dia sudah berjuang sejauh ini untuk menaikkan harga diri sebagai seorang istri. Bukan hanya kehidupan di rumah, kehidupan di luar pun dia berhasil memperjuangkan dirinya.Sehingga nama Sara dikenal oleh banyak kalangan, bahkan kepopulerannya bisa dikatakan berada di tingkat atas Rion yang notabene lebih dulu menjalani kegiatan berbisnis."Melalui perencanaan, kita perlu mengidentifikasi hasil kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi cara-cara untuk mencapainya. Perhatikan juga soal pengorganisasian, struktur pemberian tugas, pengalokasian sumber daya, pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok agar dapat menerapkan rencana yang sudah disepakati," ucap Sara sesaat mengurungkan niat untuk menaiki mobil."Mama!"Sara menoleh ke sumber suara, menemukan Rion dan putri kecil mereka. Dia tersenyum dan mengakhiri panggilan telepon, lalu menghampiri dua orang yang sangat disayangi."Kau yang menjemputny
Isabella Montague memeriksa kebutuhan rumah tangga, ada yang tidak beres. Pengeluaran bulan lalu tiga kali lipat dari biasanya. Dia yakin kalau dia dan suaminya tidak memerlukan sebagian besar barang-barang yang ada di dalam list bulanan. “Kenapa jadi sebanyak ini?” tanya Isabella. Kepala pelayan menunduk. “Nyonya besar dan Nona muda berkata bahwa mereka membutuhkan semua barang-barang itu.” Sebelumnya, Isabella hanya tinggal bersama Ethan dan kakek, tetapi semenjak kakek telah tiada, mertua serta adik iparnya ikut tinggal bersama di rumah ini. Isabella belum mendapatkan kabar, kapan mereka akan pergi. Isabella tidak begitu senang dengan keberadaan dua orang itu. Menurutnya, mereka suka menghamburkan uang. Dia tidak bisa mengeluh pada suaminya karena saat ini merupakan waktu yang tidak mudah bagi suaminya. Ethan harus menangani perusahaan seorang diri, berbeda dengan dulu di mana hanya perlu menjalankan perintah kakek saja. Maka dari itu, dia ingin menjadi istri yang dapat diandal
Isabella merasa canggung ketika ditatap begitu lama. Dia menebak-nebak, apa yang dipikirkan Ethan saat ini? Jika dilihat dari jarak mereka yang dekat, apa suaminya ingin melakukan percintaan dengannya? Dia sama sekali tidak keberatan kalau memang perkiraannya benar. Isabella menutup mata ketika Ethan menyentuh rambutnya, menyelipkannya ke belakang telinga. Sentuhan jemari yang tidak sengaja bersinggungan dengan kulit sangat lembut. Jujur saja, dia sangat menantikan tindakan Ethan selanjutnya yang kemungkinan besar akan mencium bibirnya. Dia tidak sabar dan juga penasaran, bagaimana Ethan akan memulai percintaan mereka. Sudah lama sejak mereka tidak melakukannya, karena duka yang sedang mereka hadapi—kematian kakek. Mungkin, sekarang adalah saat di mana mereka harus melupakan duka tersebut. Lama waktu berlalu, belum ada tanda-tanda Ethan akan menyentuhnya lebih jauh. Di saat mendebarkan itu, dia dapat mendengar bunyi air dari arah kamar mandi. Dia pun membuka mata perlahan untuk meli