Ibu mertua dan Charla tersenyum di balik kepergian Isabella. Mereka sangat senang karena Ethan berpihak pada mereka. Dengan begini, mereka harap pernikahan dua orang itu segera berakhir.
Ethan menyusul Isabella yang saat ini mengambilkan tas yang diletakkan sebelumnya di atas meja dan diserahkan padanya. Dia tidak dapat melihat wajah Isabella karena istrinya itu terus menunduk. Dari suara seperti pilek itu dia tahu kalau Isabella sedang menangis.Ethan menyentuh bahu Isabella, tetapi istrinya berusaha menghindar. Dia harus memakai cara yang sedikit keras agar mereka bisa saling menatap, dengan mendorong Isabella ke dinding. Barulah air mata itu dapat terlihat jelas.“Tolong tinggalkan aku, aku ingin sendirian sekarang,” pinta Isabella.Ethan meraih kedua tangan Isabella, mengamati luka yang didapat akibat perkelahian. Bukan hanya hasil dari menjambak rambut saja, ada juga tanda seperti cakaran dia temukan. Charla memang memiliki kuku panjang, berbanding terbalik dengan Isabella sehingga jelas siapa yang mendapatkan luka paling banyak saat ini.“Jangan lakukan hal seperti ini lagi.”Isabella tersenyum pahit. “Apa kau juga berpikir bahwa aku yang memulai perkelahian itu? Kau percaya akan perkataan soal aku yang menghamburkan uang dan mengusir Ibu serta Charla dari rumah?”Ethan menatap Isabella, lalu berkata, “Kita obati lukamu.”Isabella menarik tangannya sehingga lepas dari genggaman Ethan. “Kau harus pergi bekerja. Jangan sampai terlambat. Aku akan mengurus lukaku, jadi tidak perlu khawatir.”Ethan membawa Isabella menuju kamar mandi, mencucikan tangan yang hampir kering darahnya. Isabella merasa perih, tidak berhasil menahan ringis. Segera setelah itu, Ethan mengambil handuk bersih yang tersimpan di lemari khusus dan mengeringkan tangan Isabella dengan itu.“Aku lembur malam ini, mungkin akan menginap di kantor.”“Baiklah, aku tidak akan membebani pikiranmu selama kau tidak di rumah. Sebisa mungkin aku tidak mendekati Ibu dan juga Charla.”“Bukan itu yang aku maksud.”Isabella memasang tampang heran. “Lalu ... apa?”Ethan mengembuskan napas panjang. Dia menyelesaikan urusan mengeringkan tangan, kemudian menggenggam tangan Isabella perlahan.“Kau melakukan tugas dengan baik selama ini, tidak pernah mengecewakanku. Aku sangat terbantu karena kehadiranmu. Dan yang aku maksud bukan soal kejadian seperti tadi akan terulang, tapi aku ingin memastikan kalau kau tidak mempermasalahkan aku yang tidak pulang nanti malam.”Isabella tersadar. “Oh, benar juga. Ini kali pertama kau tidak pulang ke rumah selama kita menikah. Tentu, aku tidak masalah jika kau tidak pulang nanti malam.”Ethan berganti mengusap kepala Isabella dengan lembut. Isabella melihat kesenduan terpancar di kedua mata Ethan kembali seolah ada kegundahan yang tersembunyi di baliknya. Dari sana Isabella tahu kalau Ethan masih berduka, masih memikirkan soal kepergian kakek.“Untuk kejadian tadi, aku minta maaf. Tidak seharusnya aku membebanimu dengan masalah seperti itu.”Ethan mengangguk. Dia meraih tas yang akan diberikan oleh Isabella padanya tadi, lalu berkata, “Aku berangkat ke kantor sekarang.”Isabella mengangguk tanpa mengantar Ethan, karena dia harus mengobati lukanya jika tidak ingin menjadi beban pikiran bagi Ethan. Pada saat itu, dia tidak sengaja melihat cermin dan menemukan penampilannya dalam keadaan berantakan.Sambil berjalan mendekati cermin, dia berkata, “Ya ampun, Isabella! Kau berpenampilan seperti ini saat bicara dengan Ethan?! Benar-benar memalukan!” Dia memperbaiki penampilannya dengan cepat.Tok tok tok!Suara ketukan pintu membuat Isabella berhenti menggerakkan tangan. Dia penasaran, siapa yang mengetuk pintu kamarnya?“Kak Isabella ....”Kening Isabella mengerut, tahu betul pemilik suara itu. Dia pun menghampiri pintu dan membukanya sehingga tampak jelas sosok Charla berdiri di depan kamar.“Mau apa kau datang kemari?” ketus Isabella.“A—aku hanya ingin minta maaf pada Kakak. Kejadian tadi merupakan kesalahanku. Apa Kakak mau memaafkanku?”Isabella memandangi Charla dari atas sampai bawah. Charla tidak pernah bersikap sopan padanya di belakang Ethan, tetapi sekarang gadis manja yang selalu membuatnya jengkel ini sedang meminta maaf. Bahkan, memanggilnya dengan cara tidak biasa.Dari raut wajah Charla tidak terkesan main-main. Anak ini memang pandai membuat hati luluh dengan tampang polosnya. Isabella tidak akan tertipu karena sudah paham betul sifat asli Charla dan ibu mertua. Namun, kali ini kejutan apa yang sedang dipersiapkan untuknya?“Apa Kakak mau memaafkanku?” tanya Charla sekali lagi.“Charla, berhentilah memaksa dirimu. Aku tahu permintaan maafmu tidak tulus.”Tanpa diduga Charla bersimpuh di lantai sambil memeluk kaki Isabella, membuat Isabella terkejut.“Bagaimana cara agar Kakak mau memaafkanku? Aku akan melakukan apa pun!”Isabella berusaha melepaskan kakinya dari Charla. “Lepaskan aku!”“Aku mengakui kesalahanku selama ini pada Kakak. Kejadian tadi membuat mataku terbuka. Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Kak. Aku mohon!”“Jangan membuatku mengucapkan hal yang sama berulang kali. Sekarang cepat lepaskan aku!” Isabella menarik kakinya yang tidak kunjung lepas.Charla semakin mengeratkan pelukannya. “Tidak! Aku tidak akan melepaskannya sampai Kakak mau memaafkanku. Hanya Kakak yang aku punya saat ini. Kak Ethan mengabaikanku, begitu pula dengan Ibu. Mereka tidak menganggap diriku ada lagi.”Isabella tampak heran, jelas tidak memahami ucapan Charla. “Apa maksudmu? Kenapa mereka mengabaikanmu?’Charla mulai menangis. “Benar, Kak. Ibu tidak ingin melihatku lagi karena membuat Kak Ethan marah atas kejadian tadi. Ibu berkata akan mengeluarkanku dari rumah ini kalau tidak memperbaiki situasinya. Kasihanilah aku, Kak! Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini kecuali kalian.”Isabella memegang kedua bahu Charla, menuntunnya untuk berdiri. “Aku tidak mengerti. Bukankah kalian sangat membenciku? Dan kalian juga kompak memperlakukanku dengan buruk. Lalu, kenapa sekarang justru kau dicampakkan oleh Ibu?”Charla menggeleng sambil terisak. “Aku berjanji tidak akan bersikap buruk lagi padamu, Kak. Tolong maafkan aku!”Isabella menatap Charla yang menangis, kemudian tidak sengaja memperhatikan luka akibat perkelahian mereka yang belum diobati. Meskipun masih heran dengan sikap ibu mertua yang menelantarkan Charla, tetapi dia masih menghormati keluarga suaminya dan tidak mungkin dia saja ketika ada yang terluka.“Kita obati lukamu dulu, baru bicara dengan Ibu.”Charla mengangguk. Isabella mengobati luka sang adik ipar, padahal lukanya belum semua diobati. Seperti perkataan Isabella sebelumnya, setelah mengobati luka Charla, mereka akan pergi menemui Ibu untuk bicara.Saat ini ibu mertua sedang duduk di area taman, membaca koran sambil menyesap secangkir kopi. Melihat kedatangan Isabella dan Charla membuatnya langsung menutup koran tersebut.“Charla datang padaku sambil menangis dan berkata bahwa Tante akan mengusirnya dari rumah. Apa itu benar?”Ibu mertua menatap Charla dengan tajam. “Benar. Aku melakukannya. Dia sudah merendahkan istri dari putraku, sudah sepantasnya dia diberi hukuman.”“Kenapa Tante melakukannya? Apa ingin mengejekku?”“Mengejekmu? Apa maksudmu, Isabella? Bukankah memang begitu aturan di rumah ini?”“Tapi Tante tidak perlu sampai mengusir Charla. Kita masih bisa menyelesaikannya dengan cara baik-baik.”“Jika memang bisa diselesaikan dengan cara baik-baik, maka lakukanlah. Kau tahu bagaimana sikap Charla yang sulit untuk diubah. Aku sudah berulang kali memberi peringatan padanya, tapi semua berakhir percuma.”Isabella terdiam begitu lama, sedangkan ibu mertua kembali membuka koran dan menikmati kopi. Selama itu, Charla hanya bersembunyi di belakang tubuh Isabella seperti ketakutan.“Kalau Tante tidak menginginkannya, maka tidak masalah. Aku akan mengurusnya.” Isabella menarik sang adik ipar menjauh dari ibu mertua.Memasuki rumah kembali, Charla memberatkan langkahnya sehingga Isabella harus berhenti saat itu juga. Isabella melihat Charla yang masih menangis.“Kenapa Kakak begitu baik padaku setelah apa yang aku lakukan?”Isabella merasa iba. Dia mengusap air mata yang membasahi pipi Charla sambil berkata, “Kita memang tidak memiliki hubungan baik sebelumnya, tapi bukan berarti hubungan itu tidak dapat diperbaiki. Kau harus yakin bahwa setiap masalah punya jalan keluar. Jangan berkecil hati atas perkataan ibumu, marahnya hanya sesaat. Kau tidak boleh membencinya. Ok?”“Baik, Kak.” Charla tersenyum.Isabella merasa lega, keyakinannya semakin tumbuh akan hubungan mereka di masa depan. Dia berpikir bahwa sekarang adalah waktu di mana kebencian di dalam rumah ini akan berakhir.Namun, di balik itu Isabella tidak pernah tahu hati seseorang. Charla dan ibu mertua sejatinya hanya bersandiwara.Kepala pelayan menjadi saksi atas drama di rumah itu, termasuk sandiwara yang berlangsung kini. Dia bergegas mencari tempat aman untuk menghubungi tuan rumah dan mengabarkan apa yang terjadi seperti yang terus dilakukannya selama ini.Ethan baru saja menyelesaikan panggilan telepon. Tangannya mengepal erat, tidak terima dengan keadaan menyesakkan ini terus-menerus. Kali ini pun dia tidak tahu apa yang direncanakan Ibu dan Charla selanjutnya. “Sir Ethan, apa kita sudah bisa menghadiri rapatnya sekarang?” Sekretaris wanitanya berkata. “Sudah berapa lama kita terlambat?” “Lebih kurang sepuluh menit. Seluruh peserta rapat sudah hadir, tinggal menunggu Anda untuk memulainya.” “Bisakah mengambilkanku minuman terlebih dahulu?” Ethan yang sejak tadi menghadap jendela lebar dengan pemandangan kota dan gedung-gedung itu membalikkan badan, mukanya tampak pucat. “Anda baik-baik saja, Sir?” Saat sang sekretaris akan mendekat, Ethan kembali berkata, “Ambilkan minuman untukku sekarang juga,” perintahnya dengan suara tegas. “B—baik!” Saat sang sekretaris berjalan cepat keluar dari ruangan, Ethan duduk di kursi jabatan. Dia mengambil sesuatu dari dalam laci, sebuah botol obat. Hanya tersisa dua kapsul. “Sir Ethan! Maaf mem
Di tengah perjalanan, Isabella singgah ke salah satu toko yang ada di jantung kota untuk membeli pakaian sesuai dress code. Dia langsung mengenakannya dan keluar dari butik dengan penampilan yang bisa dikatakan jauh dari kesan seorang Isabella. “Pakaian yang Anda kenakan kini terlihat sangat cocok,” ucap pegawai toko. “Jangan bercanda. Pakaian ini terlalu terbuka dan membuatku jadi terlihat menyedihkan.” Pegawai itu langsung kikuk. “Saya akan mencarikan pakaian lain untuk Anda.” “Tidak perlu. Aku akan membeli ini. Berikan aku satu outer yang cocok.” Perkataan Isabella lain di mulut lain di hati, membuat sang pegawai kebingungan. “Anda akan membelinya? Bukankah tadi Anda berkata kalau—” Isabella menatap pegawai di depannya, lalu berkata, “Aku terburu-buru.” “Baik! Saya akan mengambilnya untuk Anda.” Isabella menunggu di dekat kasir. Outer yang dimintanya datang beberapa saat kemudian. Dia langsung mengenakannya. Selesai membayar, dia pun keluar dari toko dan berkendara kembali.
Ethan menarik selimut untuk menutupi tubuh Isabella. Pandangan matanya sendu, merasa sedih atas apa yang menimpa sang istri dan merasa begitu egois karena menahan istrinya agar tetap di sisinya saat dia tahu bagaimana perlakuan buruk yang diterima Isabella. “Sir Ethan.” Ethan menatap ambang pintu, sekretarisnya sedang menunggu. Dia hampir lupa kalau tadi berada dalam perjalanan. Saat dia mendapatkan kabar dari kepala pelayan, dia langsung meminta sopir berputar arah, itulah alasan kenapa akhirnya dia sampai di Midnight Muse. “Bisakah kau membatalkan semua jadwalku selanjutnya? Aku tidak berada dalam kondisi baik sekarang.” “Itu sulit, tapi saya akan mencobanya.” Ethan kembali menatap Isabella, menyentuh pipi istrinya itu dengan lembut. Dia langsung menjauh saat Isabella bereaksi akan sentuhannya. “Kita pergi sekarang,” ucap Ethan. Dia dengan cepat pergi dari kamar itu. Sebaiknya, Isabella tidak tahu kalau dia sempat datang ke Midnight Muse. Ethan dan sang sekretaris kembali ke m
Isabella mendengar suara ribut dari dalam rumah. Yang menjadi perhatiannya adalah di antara suara itu dia juga mendengar suara Charla. Untuk memastikannya, dia pun pergi ke sumber suara. Pada saat itulah dia berpapasan dengan ibu mertua dan juga adik ipar. “Charla ... bagaimana kau bisa ada di rumah? Bukankah sebelumnya kau diculik?” tanya Isabella dengan tampang heran bercampur tidak percaya. Ibu mertua memandang sinis. Dia berlalu pergi bersama Charla. Merasa diabaikan, Isabella segera meraih tangan Charla agar dirinya dapat menuntut penjelasan. “Kau ini bodoh atau apa?!” teriak Charla, menepis tangan Isabella. Isabella tercenung. Jika sebelumnya Charla bicara sopan, sekarang dia justru melihat sosok yang memeranginya. 180 derajat berbeda. “Kenapa kau berkata seperti itu padaku, Charla?” Charla melipatkan tangan di dada. “Berapa kali harus aku katakan padamu? Berhenti menyebut namaku dengan ekspresi seolah kita dekat!” Segera setelah itu, Charla menyentuh lengan ibunya. “Kita
Kini, Isabella berada di depan sebuah gedung. Ini adalah kali pertama dia menginjakkan kaki di tempat kerja suaminya. Dia sudah mengabari Ethan selama perjalanan, tetapi tidak ada balasan yang diterima sehingga tekadnya juga semakin bulat.“Oh, bukankah Anda istri Sir Ethan?”Isabella menoleh pada seorang wanita berpenampilan formal di sampingnya. Mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Lalu, siapa wanita itu?Wanita itu melihat kebingungan di wajah Isabella, lalu dia menunduk sedikit sambil mengurai senyuman. “Saya Olivia Mitchell, sekretaris Sir Ethan.”Isabella langsung membawa tatapannya ke atas dan ke bawah, mengamati Olivia yang tampak elegan. Dia tidak tahu kalau Ethan memiliki sekretaris yang cantik dan dia juga tidak pernah bertanya—entah kenapa dia jadi menyesal.Isabella mengedikkan dagu. “Ya, aku istri Ethan Sinclair. Kedatanganku kemari untuk bertemu dengan suamiku. Bisakah tunjukkan jalan menuju ruangannya padaku?”“Boleh saya tahu alasan kedatangan Anda?”Isabella merasa
Rion akan selalu menatapnya dalam-dalam ketika sedang bersungguh, sama seperti yang dilakukan saat ini. Jadi, agak sulit mempercayai pria ini sedang berbohong. Tetapi Sara tidak ingin langsung percaya begitu saja, karena setelah kasus perceraian mereka—terlepas dari alasan Rion, kepercayaannya menjadi sangat mahal.Pada pria itu dulu Sara bergantung, hanya menjadi tempat satu-satunya baginya. Kalau tidak karena rencana kakek yang mempertimbangkan tentang kehidupan cucunya, pasti dia akan mengalami banyak kesulitan untuk hidup sendirian di luar sana.Mungkin, untuk sementara waktu dia akan mempercayai perkataan Rion, karena dia butuh informasi lebih banyak mengenai apa yang sebenarnya terjadi."Lalu, kenapa kau masih bertahan dalam lingkungan seperti itu?""Kakek berpesan sebelum meninggal, memintaku untuk menerima kekurangan mereka. Di sisi lain, aku tidak ingin kau menderita. Maka pilihan terbaik untuk semua orang adalah perpisahan kita."Sara menganggukkan kepala dalam kepahitan. Di
Rion memandangi televisi dengan pikiran melayang entah ke mana. Semua sudah sampai sejauh ini dan dia tidak mengira kalau akan mengambil keputusan yang bertolak belakang dengan apa yang sering diucapkan oleh kakeknya.Dia pun sudah begitu muak pada mereka yang bertingkah menyulitkannya. Tetapi sudah melewati batas berulang kali, dia tidak bisa menoleransi lagi. Sebenarnya, tidak masalah jika dia tidak mendapatkan warisan apa-apa, karena sejak awal tidak menginginkan posisi di keluarga Atkinson.Semua hanya karena permintaan kakek.Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian Rion sesaat televisi dimatikan. Dia dengan remote di genggaman tangan terkejut melihat sosok Sara. Apa yang dilakukan wanita itu di sini?"Seseorang membuatku merasa sangat bersalah padamu sehingga akhirnya harus datang ke mari."Sara mengembuskan napas panjang. "Apa yang dipikirkan Auris sebenarnya? Dia bahkan menyiapkan perlengkapan menginap seolah kedatanganku ke rumah sakit seperti sudah direncanakan saja," g
Rion mendesis bersamaan terbukanya kedua mata Sara. Wanita itu langsung menarik tangannya, tidak sadar tadi meletakkannya dengan kuat di atas tangan Rion yang sakit. Rion menyusul membuka mata, keningnya mengerut dalam ketika menatap wanita berbaring di sampingnya."Aku tidak sengaja. M—maafkan aku! Kau tidak apa-apa?""Tidak masalah. Aku sudah bersiap-siap untuk risiko ini."Beberapa detik terasa sangat canggung, Sara segera beranjak dari kasur pasien. Pertama yang dilakukannya adalah melihat sudah pukul berapa sekarang, masih ada banyak waktu untuk bersiap-siap ke kantor."Dibandingkan itu, bisakah kau membantuku?""Membantu apa?""Aku terus terbangun tadi malam dan berkeringat banyak. Mungkin, itu karena aku belum terbiasa dengan keadaannya. Apa ... kau bisa membantuku melepaskan pakaian?"Wajah Rion merona merah, padahal dia yang meminta bantuan. Dia tidak bisa menyembunyikan bagaimana malunya saat ini."Aku merasa tidak nyaman jika perawat membuka pakaianku. K—kau tidak perlu mem