Seorang wanita duduk di dekat anak tangga, melihat lampu kekuningan yang menyorot anak tangga itu. Dia lalu mendongak, melihat layar yang mati. Berganti dengan lampu berwarna biru dan merah yang menerangi.
Duk... Duk... Duk....Arma menendang ujung tangga itu dengan pelan. Dia sedang menunggu pesanan makanannya datang. Sementara yang lainnya sudah berada di ruang meeting. Sebenarnya, pesanannya agak lama, tetapi Arma memilih menunggu di luar."Mereka asyik sendiri," gumam Arma ingat saat Vezy berbicara dengan Falma. Sementara Razi berbicara dengan Manajer Falma. Dia seperti tidak dianggap. "Risiko anak baru emang kayak gini." Dia memutuskan duduk di tangga lalu mengeluarkan ponsel. Arma menghela napas berat melihat pesanannya masih disiapkan.Arma meletakkan ponsel di anak tangga dan menatap ke depan. Selama libur dua hari, dia teringat Vezy. Tetapi, lelaki itu tidak menghubunginya. Dia mencoba untuk fokus dengan kehidupannya sendiri. Tetapi, tetaPunggung dan kaki Arma terasa nyeri. Berkali-kali kakinya kesemutan. Tetapi, dia tidak bsia bergerak. Arma mengusap pelipis yang basah karena hawa begitu panas. Ini semua karena suhu tubuh Vezy yang kian meningkat."Vez!" Arma memegang kening Vezy yang masih terasa hangat. Dia menggerakkan blouse-nya karena rasa gerah itu kian terasa. Setelah itu dia mendongak, menatap AC yang menyala tetapi tidak terasa."Vezy," panggil Arma sambil memukul punggung Vezy. Kaus lelaki itu telah sepenuhnya basah. Dia lalu mengusap rambut Vezy yang juga basah."Emhh...." Vezy terbangun saat ada benda dingin menyentuh keningnya. Dia menoleh ke samping dan menyadari masih berada di kamar. Lantas dia mendongak dan mendapati Arma.Arma tersenyum melihat Vezy yang terbangun. "Masih pusing?""Hmm...." Vezy lantas bergeser ke samping. "Panas banget.""Iya." Arma sontak berdiri dan membuat kakinya semakin sakit. "Aduh...." Seketika dia kembali duduk dan mem
"Lo udah pacaran sama Falma?"Vezy sontak mendongak dan melepas genggamannya. Dia memperhatikan Arma yang menatap penuh selidik. Entah mengapa Arma bisa berpikiran seperti itu. "Kenapa kok lo mikir gitu?""Ya enggak. Tiba-tiba kepikiran aja," jawab Arma lalu membuang muka. Dia menurunkan tangannya lalu mengusap seprei pelan. Sekarang dia menyesal telah mengajukan pertanyaan seperti itu.Drttt....Perhatian Vezy teralih saat mendengar getar ponsel. Dia mengedarkan pandang, melihat ponselnya tergeletak di meja. "Bisa tolongin?" tanyanya sambil bergeser menjauh dari pangkuan Arma.Tanpa menjawab Arma berdiri dan mengambil benda itu. Ketika melihat siapa yang menelepon, dia segera mengubah ekspresinya menjadi biasa saja. "Nih." Dia meletakkan ponsel itu di ranjang kemudian menjauh.Vezy melihat nama Falma yang muncul. Dia lalu menatap Arma yang memilih pergi. "Mau ke mana?""Toilet!" jawab Arma sekenanya."Oh...." V
Sampai rumah dalam keadaan lampu gelap, perlahan menjadi rutinitas Arma. Dia ingat saat masih di kantor hanya beberapa kali saja lembur hingga menjelang tengah malam. Tetapi, sejak bekerja dengan Vezy, dia lebih sering pulang larut."Baru balik, Ma?"Arma baru masuk saat mendengar pertanyaan itu. Dia mengunci pintu lalu menutup gorden. Barulah dia berbalik dan melihat mamanya berada di ambang pintu dapur. "Iya, Ma," jawabnya kemudian mendekat. "Kok mama belum tidur?""Habis angetin rawon. Sambil nunggu kamu," ujar Mama Arma. "Mau makan dulu atau gimana?""Makan dulu aja." Arma sangat kelaparan. Tadi, dia tidak menyempatkan makan malam, padahal Falma membawa banyak makanan. Gengsi? Entahlah."Ya udah. Mama siapin."Arma mengikuti mamanya. Dia melepas tas slempangnya dan meletakkan di meja. Setelah itu dia mencuci tangan dan mengambil piring. "Mama besok sibuk nggak?""Sibuk apa?" tanya Mama Arma geli. "Paling cuma sibuk b
Selama bekerja dengan Vezy, baru kali ini Arma berangkat di pagi buta. Syuting dimulai pukul tujuh, otomatis satu jam sebelumnya sudah berada di jalan. Hal itu pula membuat Arma harus berangkat dua jam sebelumnya.Jalanan sudah ramai. Banyak pekerja yang sudah berangkat untuk mengais rezeki. Meski matahari belum merangkak naik.Arma berlari keluar lift dan menuju apartemen Vezy. Dia menekan bel dan menghitung sampai sepuluh. Kemarin Razi berpesan agar masuk saja jika Vezy tidak kunjung membuka pintu. Dia baru tahu jika lelaki itu sangat malas jika syuting pagi hari.Bip....Akhirnya, Arma memutuskan masuk. Lampu apartemen Vezy masih sepenuhnya menyala. Dia mematikan beberapa bagian lalu menuju pintu kamar yang tertutup rapat.Tok... Tok... Tok...."Vezy!" panggil Arma tak sabaran.Tidak ada tanggapan.Arma mengambil ponsel melihat waktu telah menunjukkan pukul lima lebih dua puluh menit. Dia memegang gagang pint
Bip....Arma mendorong pintu lalu mengambil kantung yang tergeletak. Dia membawanya masuk lalu menutup pintu dengan kaki. Setelah itu dia menuju ruang tengah dan meletakkan kantung berjumlah lima itu di sana."Baru kali ini gue belanja lima sepatu," gumam Arma. "Tapi, bukan buat gue." Dia menatap kantung yang berjajar itu lalu berjalan menuju dapur. Dia mengambil air mineral dan menegaknya haus.Arma lalu kembali ke ruang tengah dan menuju meja kerjanya. Dia meletakkan tas mengeluarkan struk dan tabletnya di meja. Setelah itu dia segera memasukkan jumlah pemasukan hari ini."Bentar. Dia ngapain nyuruh gue nunggu?" Arma seketika ingat dengan ucapan Vezy tadi. "Ck! Ada meeting lagi." Dia merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Dia tidak mendapati pesan dari Razi yang mengabarkan meeting.Arma mengernyit. "Masa Vezy sakit lagi?" gumamnya lalu meletakkan ponsel di meja. Lebih baik dia mengurus pekerjaan yang lain.Tiga puluh menit kemud
Semalam."Kak Vezy mau makan bareng?"Vezy hendak pulang saat Falma melontarkan pertanyaan. Dia mendapati gadis itu yang menatap penuh harap. "Sama lainnya juga?""Gue balik," bisik Razi yang mendengar ajakan Falma lalu berjalan lebih dulu."Gimana?" Falma menatap Vezy penuh harap.Vezy menoleh ke belakang, melihat tim Falma yang masih berada di ruangan. "Sama mereka juga?""Iya. Mau kan, Kak?""Oke!" Vezy menyanggupi. "Di mana?""Deket sini aja," ujar Falma lalu kembali masuk. Dia mengambil tasnya lalu mengajak Vezy berjalan keluar.Ternyata, Falma ikut satu mobil dengan Vezy. Sementara di mobil itu tinggal Pak Eben. Razi sepertinya memilih naik ojek online."Nanti yang lain nyusul," kata Falma. "Nggak apa-apa numpang mobil Kakak?""Nggak apa-apalah." Vezy memakai jaketnya lalu duduk bersandar. "Falma mengangguk. "Pak, ke resto Hujan, ya!" pintanya ke sopir Vezy. Dia lalu du
Arma tidak menyangka akan seperti ini. Dia mengakui perasaan aneh yang muncul semenjak bekerja bersama Vezy. Berkali-kali dia mengelak, tapi hatinya kembali tertuju ke Vezy. Arma tidak tahu perasaan ini benar atau tidak. Sebenarnya dia tidak ingin kembali jatuh cinta dan tersakiti. Tetapi nyatanya, dia tidak bisa menahan itu."Kita pacaran, kan?" tanya Vezy usai mencium Arma.Arma mengerjab, melihat wajah tampan yang sekarang memerah dan terdapat bintik keringat. Bahu lelaki itu naik turun dan terdengar napasnya yang memburu. Sama sepertinya. "Hmm....""Jawab yang bener.""Hmm....""Arma!" Vezy bangkit lalu bertolak pinggang. Dia memperhatikan Arma yang berbaring di sofa dengan posisi kurang nyaman itu.Arma tersenyum melihat Vezy yang menuntut jawaban. Perlahan dia duduk lalu kepalanya tertunduk. "Menurutmu?""Pacaran," jawab Vezy. "Tapi, jawab dulu. Nanti dikira kegeeran.""Ya udah.""Ya udah apa?" Ve
Saat pulang tadi, Mama Arma sudah terbangun. Tentu menginterogasi anaknya yang baru pulang. Arma merasa bersalah karena berbohong ada pekerjaan keluar kota. Padahal, dia menikmati malam bersama Vezy.Setelah itu Arma memutuskan ke kamar dan menguncinya. Jaga-jaga jika Salma tiba-tiba muncul dan menginterogasi. Dia tidak bisa menahan rahasia di depan Salma. Pasti gadis itu selalu bisa membuatnya untuk bercerita.Sampai rumah, Arma kembali mandi. Yah, hari masih pagi tapi dia mandi dua kali. Tentu saja dia melakukan itu untuk menghilangkan aroma sabun Vezy dan aroma lelaki itu. Arma benar-benar tidak ingin ada yang curiga."Oh iya, gue belum ngabarin," gumam Arma ingat permintaan Vezy sebelum pulang. Dia menggapai ponsel lalu mengirimkan pesan.Arma: Gue udah sampai.Arma meletakkan ponsel lalu berbaring di ranjang. Dia menarik selimut lalu berbaring miring. Saat itulah dia ingat saat tidur dipeluk Vezy. Arma menunduk, terbayang ada tangan