Dua tahun kemudian.
"Aku, akan menjagamu...."Seorang lelaki yang bernyanyi di panggung mengangkat tangan. Para penonton ikut mengangkat tangan dan menggerakkan tangan ke kiri dan ke kanan. Hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempatnya."Papa...."Di tengah kegiatan bernyanyinya, Vezy mendengar suara yang begitu khas. Dia menoleh, melihat bocah lelaki yang mengenakan kemeja dan suspender meloncat kegirangan. "Sini, Sayang!" Seketika dia berlari dan mengendong bocah itu. Perhatiannya lalu tertuju ke seorang wanita yang membawa tas kecil yang berada di dekat tangga. "Kamu ikut juga!"Wanita itu menggeleng tegas."Arma, ayo!" Vezy mengulurkan tangan."Naik aja, Kak!" Beberapa kru berseru.Arma perlahan menaiki tangga dan menerima uluran tangan Vezy. "Di pinggir aja, kasihan Arzy," sarannya karena rintik hujan tidak kunjung berhenti.Vezy mendekap anaknya. Bo"Jadi, mulai hari ini kamu resmi resign."Mendengar kalimat itu, Arma tersenyum samar. Dia sudah menantikan hari ini akan terjadi. Setelah dua tahun bekerja dan tersiksa dengan lingkungan kerja yang toxic."Padahal, saya suka kinerjamu."Arma tersenyum sopan ke lelaki dengan kumis tipis itu. "Maaf, Pak. Tapi, keputusan saya sudah bulat," jawabnya. "Terima kasih sudah membimbing saya selama ini.""Semoga kamu nyaman di tempat baru.""Terima kasih, Pak." Arma maju selangkah lalu mengulurkan tangan. "Saya permisi." Setelah itu dia berbalik dan berjalan keluar. Begitu sampai depan pintu, Arma menghela napas panjang. Dia tidak bisa membendung senyumannya lagi. Kedua tangannya terangkat ke atas, meski tidak bisa berteriak kencang."Yah, Amanda resign?"Senyuman Arma seketika pudar. Dia menoleh ke kiri, di ujung lorong ada beberapa rekan kerjanya yang menatap ingin tahu. Akhirnya dia memutuskan mendekat meski enggan. "Iya. Mulai hari ini.""Yah, udah nggak ada jendes cantik lagi, dong!""Mba
19 Juli 2017Niat Arma untuk keluar dari rumah terlaksana. Setelah tahu rahasia besar sang suami, tidak ada alasan untuk bertahan di rumah itu. Suaminya berusaha mengantarnya ke rumah orangtuanya, tetapi dia menolak. Arma tidak yakin bisa pulang jika kondisinya masih seperti sekarang. Air matanya terus turun, membuat matanya terasa nyeri dan panas. Dia yakin, orangtuanya pasti akan semakin sedih saat melihatnya. Jadilah, Arma memilih menginap di hotel tidak jauh dari rumah."Hiks...." Arma meringkuk di ranjang. Di pikirannya terbayang kehidupan ke depannya nanti akan bagaimana. Dia masih berusia 22 tahun, tetapi sebentar lagi akan menjadi janda. Dia tahu, di luar sana banyak yang menganggap rendah status itu. Padahal, mereka juga tidak mau mengalami seperti itu. Tetapi, janda selalu dilabeli perempuan yang buruk."Demi apapun, gue masih muda!" Arma mengacak rambut lalu mengusap air mata yang menetes. "Gue baru aja lulus. Bahkan, belum wisuda."Arma menatap langit-langit kamar hotel d
Arma merasa, dunia kembali mengajaknya bercanda. Setelah sekian lama, dia kembali mengalami hidup yang jungkir balik dan itu semua karena perbuatan seseorang. Bagaimana mungkin, niat hati ingin interview tapi berakhir di Bali? Itu semua karena ulah Vezy.Saat di perjalanan, Razi memberi tahu pekerjaan yang harus Arma tangani. Dia sempat protes, karena dia lulusan akuntansi. Seharusnya, dia mengatur hal-hal yang berbau keuangan. Tetapi, pekerjaannya kali ini mengurus keperluan artis muda bernama Vezy.Arma pernah mengurus suami. Seperti menyiapkan makan, membantu menyiapkan pakaian, memberi tahu jadwal harian. Tetapi, sekarang dia mengurus Vezy seorang artis. Bagaimanapun, pasti akan ada yang berbeda. Dia melakukannya karena pekerjaan.Sekarang, Arma sudah berada di hotel dengan pintu penghubung ke kamar Vezy. Dia tidak bisa protes karena manajer Vezy sudah memesankan. Sungguh, dia seperti sedang diculik oleh lelaki tampan. Jika dalam angan-angan, pasti ini terasa menyenangkan. Tetapi
Beberapa jam sebelumnya.Suara musik menghentak membuat kepala Arma kian pusing. Belum lagi sorot lampu yang terus bergerak. Matanya terasa panas dan terus berair. Dia heran ke orang-orang yang justru tampak biasa saja. Mereka asyik meminum dan menggoyangkan tubuh mereka."Nggak minum lo?"Arma menoleh ke Razi yang sebelumnya sibuk dengan minumannya. Lelaki itu mengulurkan sebuah botol lalu mengangguk pelan. "Gue nggak bisa minum," jawabnya lalu membuang muka. "Kita masih lama?""Yah. Besok cuma ada jadwal sore," jawab Razi. "Jadi, gue kasih dia kebebasan.""Gue besok balik, kan?" tanya Arma cepat.Razi hendak meminum minumannya saat Arma melontarkan pertanyaan. Dia meletakkan gelas di meja lalu menatap Arma sepenuhnya. "Gue rasa Vezy nggak akan biarin lo balik.""Kenapa gitu?" Arma refleks duduk tegak. "Dari awal gue dipaksa. Gue bisa loh laporin ini ke polisi.""Jangan memperpanjang masalah.""Tapi, ini cara yang salah," tekan Arma. "Apapun yang terjadi, besok gue balik."Razi terse
"Gila! Gue beneran gila!"Wanita yang berbaring terlentang di atas ranjang itu terus menggumam. Dia tidak sadar jika waktu berjalan cepat dan semakin larut. Padahal, dia sudah lelah tetapi tidak kunjung tidur. Itu semua karena godaan Vezy beberapa saat yang lalu."Kerja sama dia bahaya banget!" keluh Arma sambil membingkai kepala. Bibirnya mengerucut lalu ekspresinya berubah frustrasi. "Dia duluan, kan, tadi?"Arma ingat saat bibirnya bersentuhan pelan dengan bibir Vezy, walau hanya sedetik. Dia masih bisa merasakan rasa kenyal dari bibir itu. Tentu itu tidak termasuk ke dalam ciuman. Tetapi, mengecup seseorang yang baru dia kenal itu merupakan hal gila."Nggak boleh! Gue nggak boleh terus mikirin itu!" Arma menarik selimut lebih tinggi lantas bergerak miring. Dia memejamkan mata berusaha untuk terlelap. Sayangnya, bayangan kecupan tadi kembali bermunculan.Arma mencoba biasa saja meski rasanya aneh. Apa karena selama ini dia tidak pernah dekat dengan lelaki? Makanya, hanya kecupan ta
Kemarin begitu sampai rumah, Arma langsung diinterogasi mama dan adiknya. Beruntung, dia sudah menyiapkan alasan pergi bersama teman kampusnya dan ponselnya mati. Meski agak kurang diterima karena manusia sekarang tidak bisa berjauhan dari ponsel. Beruntung pula, Arma memang bukan tipe orang yang selalu peduli dengan ponsel. Hal itu membuat mama dan adiknya sedikit percaya. Meski, mereka masih terlihat marah."Sebenernya lo dari mana?"Arma sedang santai sambil memakan kentang goreng saat adiknya masuk kamar. "Gue udah cerita," jawabnya. "Lo nggak ke kampus?""Tinggal skripsi doang. Ngapain sering-sering ke kampus?" Salma duduk di samping kakaknya lalu mengeluarkan ponsel. Berbeda dengan sang kakak, Salma paling tidak bisa meninggalkan ponselnya."Vezy datang ke kantor polisi diduga telah melakukan pembu....!"Suara dari ponsel itu membuat Arma menoleh. Dia melihat adiknya yang sibuk melihat tayangan video dengan ekspresi kaget. Lantas Arma bergeser, melihat Vezy yang mengenakan hoodi
"Bukan salah dia," jawab Vezy. "Polisi udah kasih tahu, kan? Kenapa diperpanjang?" Vezy menggenggam tangan Arma dan meremasnya pelan. Arma menatap lelaki itu yang melindunginya."Masalahnya banyak klien....""... bagus! Gue nggak mau kerja sama mereka yang terlalu percaya omongan orang!" potong Vezy. "Masih banyak klien yang mau kerja sama karena kemampuan gue."Tedo menghela napas berat. "Apa itu?"Vezy melirik Arma yang terdiam. "Surat kontak kerja sama Arma," jawabnya. "Kayaknya dia nggak mau kerja di sini."Arma memperhatikan wajah Vezy yang begitu pucat. Sorot mata menggoda lelaki itu mendadak hilang. Dia seperti tidak berhadapan dengan Vezy."Ya udah, kalau dia nggak mau," jawab Tedo.Vezy mengambil berkas yang paling atas dan membuangnya. "Tapi, gue bakal pekerjain Arma." Lantas dia menyerahkan berkas lain ke Arma."Agensi nggak bisa bayar kalau gitu.""Tenang. Biar gue yang bayar!" jawab Vezy tanpa menatap lawan bicaranya. "Bisa keluar dari sini? Gue lagi nemuin klien penting.
Sepulang dari kantor agensi, Arma mampir ke rumah Fei. Untungnya wanita itu ada di rumah. Jika teman datang, maka terpikir untuk makan bersama. Pilihannya pasti makanan pedas. Fei kali ini memesan mi pedas dan seblak, makanan pedas favorit mereka."Lo sebenernya dari mana? Pakaian lo rapi," tanya Fei sambil memperhatikan kemeja pink dan rok putih panjang yang dikenakan Arma."Kantor agensi.""Fix kerja di sana?"Arma mengambil air mineral dan menegaknya beberapa kali. "Enggak. Hu...," jawabnya sambil menahan rasa pedas yang membakar."Terus?""Gue diminta kerja di sana. Terus, diinterogasi sama CEO-nya.""Diinterogasi?""Lo nggak lihat berita?" tanya Arma yang langsung dijawab gelengan Fei. Dia mengeluarkan ponsel dari tas dan mencari video tentang Vezy. "Lihat dulu."Fei memakan mi pedasnya sambil melihat video pemberitaan. "Loh, dia?""Cuma dimintai keterangan," jawab Arma cepat. "Tapi, orang-orang pada salah paham duluan.""Terus? Lo diinterogasi gara-gara ini?"Arma mengangguk. "C
Dua tahun kemudian."Aku, akan menjagamu...."Seorang lelaki yang bernyanyi di panggung mengangkat tangan. Para penonton ikut mengangkat tangan dan menggerakkan tangan ke kiri dan ke kanan. Hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempatnya."Papa...."Di tengah kegiatan bernyanyinya, Vezy mendengar suara yang begitu khas. Dia menoleh, melihat bocah lelaki yang mengenakan kemeja dan suspender meloncat kegirangan. "Sini, Sayang!" Seketika dia berlari dan mengendong bocah itu. Perhatiannya lalu tertuju ke seorang wanita yang membawa tas kecil yang berada di dekat tangga. "Kamu ikut juga!"Wanita itu menggeleng tegas."Arma, ayo!" Vezy mengulurkan tangan."Naik aja, Kak!" Beberapa kru berseru.Arma perlahan menaiki tangga dan menerima uluran tangan Vezy. "Di pinggir aja, kasihan Arzy," sarannya karena rintik hujan tidak kunjung berhenti.Vezy mendekap anaknya. Bo
Malam mulai datang. Para tamu undangan mulai banyak yang meninggalkan tempat, terlebih tamu-tamu yang lebih tua. Tetapi, berbeda dengan tamu yang lebih muda. Mereka masih memadati tepat acara lengkap dengan ponsel yang tak henti mengabadikan momen."Arma! Aaaaa!"Arma baru saja menyapa teman-teman Vezy saat teriakan itu terdengar. Dia menoleh, melihat Fei yang baru datang, setelah menemaninya acara pagi. "Lama banget!""Ya gimana, dong? Nggak kebagian tiket!""Kan, gue udah ngasih gratis.""Ya udah, maaf!" Fei memeluk Arma erat. "Maafin temenmu yang masih usaha nyari duit. Hehe."Arma mengurai pelukan, sama sekali tidak marah dengan itu. "Makasih, ya!""Nih, gue bawa kado!" ujar Fei sambil mengangkat kantung berukuran besar. "Ada dari Jola juga.""Lo ngasih tahu dia?"Fei mengangguk lalu menggaruk kepala. "Sorry, ya," ujarnya. "Gue pikir masalah kalian udah kelar.""Ya udah, nggak apa-apa!" Arm
"Will you marry, me?"Tangan Arma yang masih membawa kue tart bergetar. Hingga ada salah satu kru mengambil alih kue itu dan meletakkan di meja. Arma menurunkan tangannya lalu menatap Vezy yang tahu-tahu berpindah. Dia terlalu fokus menatap penonton hingga tidak sadar lelaki di sampingnya tadi beranjak.Suasana mendadak hening. Para penonton yang sebelumnya berteriak, kini terlihat serius. Arma menoleh ke kiri dan dibuat kaget saat melihat kedua orangtuanya beserta Salma naik ke panggung. "Apa ini?"Mama Vezy mengusap punggung Arma. "Kejutan.""Tante...." Arma menatap Mama Vezy dengan berkaca-kaca. Lalu dia menatap mamanya yang terlihat ingin menangis."Ini kejutan yang aku maksud," ujar Vezy setelah melihat kebingungan Arma. "Aku udah koordinasi ini dari lama dan pengen libatin fans di acara spesialku.""Aaaaaa!" Fans Vezy berteriak senang.Arma menutup mulut. Dia tidak menyangka akan diberi kejutan sespesial ini. Dia p
Pulang dari tour, Vezy bergegas ke sebuah kelab. Dia akan menghadiri party yang diadakan Tedo, sebagai acara perpisahan mereka. Akhirnya, Vezy resmi keluar dari manajemen Tedo.Permasalahannya bukan karena Tedo dulu melarang Vezy berpacaran dengan Arma, tapi banyak hal. Tedo selalu menuntut Vezy untuk kerja tanpa banyak istirahat. Di saat remaja, Vezy tentu tidak masalah dengan itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, dia juga ingin menjalani kehidupan di luar dunia keartisannya. Beruntung, Tedo memaklumi setelah melalui perdebatan yang alot.Duarrr....Duarrr...."Selamat, datang!"Vezy berjingkat mendengar suara riuh yang menyambutnya. Dia menatap Tedo dan timnya yang memperhatikan dengan senyuman. Kemudian dia menatap Razi, yang hari ini sempat absen. "Jadi, gara-gara ini lo nggak masuk?""Kasih minum dulu!" saran Razi.Salah seorang mengambil gelas dan menyerahkan ke Vezy. Kemudian menuangkan minumannya. "Mari, masuk.
Falma dan timnya sudah pulang dari apartemen Vezy. Ruangan yang sebelumnya penuh canda dan tawa itu kembali hening. Menyisakan bungkusan makanan yang tergeletak di meja.Semua orang menyukai cake dari Jola. Termasuk Vezy. Sementara Arma tidak tahu rasa cake itu meski dari tampilannya saja dia sudah yakin sangat enak."Nggak udah dibersihin, Sayang," ujar Vezy setelah mengantar Falma ke basement.Arma bertolak pinggang menatap Vezy. "Terus, siapa yang bersihin?""Aku bisa nyuruh orang.""Enggak. Biar aku aja!" Arma mengambil karet gelang lalu mengikat rambutnya ke atas. Tubuhnya terasa begitu gerah dan lelah. Tetapi, dia sangat risih jika melihat ada yang berserakan.Vezy ikut membantu, mengambil sisa makanan dan membuangnya ke tong sampah. "Udah selesai."Arma tidak menjawab. Dia mencuci gelas bekas orang-orang yang meminta kopi. Juga piring tempat cake tadi disajikan.Vezy geleng-geleng melihat Arma yang terus
Setahun kemudian.Vezy dan timnya makin ribet menjelang hari perilisan single terbarunya. Lelaki itu terlihat begitu antusias untuk menunjukkan karya yang dibuat sepenuh hati dan sempat terhalang saat Arma menjauhinya.Jam dua belas siang nanti, Vezy akan melakukan prescon album terbarunya. Dia juga akan bernyanyi live. Acara itu, lebih dikhususkan ke fans Vezy dan beberapa media. Vezy merasa, harus berterima kasih ke para pendukungnya."Venue udah siap belum?" Razi berbicara dengan seseorang di telepon dengan nada tinggi. "Gue sama Vezy, otw ini.""Sudah kok.""Oke! Jangan sampai ada kesalahan," pesan Razi lalu memutuskan sambungan. Dia menoleh ke samping, melihat Vezy yang memangku gitarnya. Terlihat sekali lelaki itu begitu antusias. "Akhirnya, single lo rilis."Vezy menoleh. "Setelah sekian lama.""Semoga sukses terus, Bro.""Ck! Pacar gue udah di tempat, kan?" tanya Vezy karena Arma tidak menemani.
Tour Falma masih berlanjut. Selama itu pula, Vezy mengikuti. Di beberapa kota, ada yang meminta Vezy bernyanyi lebih banyak. Tentu manajemen Vezy mengiakan.Pertemanan Falma dan Vezy kian erat. Mereka seolah melupakan jika salah satu dari mereka pernah ada yang memendam rasa. Bahkan, sekarang Falma digosipkan sedang dekat dengan penyanyi lain."Next, ajak duet gebetan lo.""Apaan, sih, Kak!" Falma menatap Vezy yang sedang di-makeup."Lo pikir gue nggak baca berita apa?"Falma geleng-geleng. "Ih, masih temenan!" jawabnya. "Masih jauh buat bikin lagu. Kak Vezy aja. Kapan rilis single baru?""Gue udah nggak single," jawab Vezy sambil melirik Arma yang sedang menata rambutnya. "Ya, kan, Sayang?""Ihh...." Falma menghentakkan kaki. "Maksud gue lagu baru, Kak.""Tahu, nih. Lagu barunya nggak muncul-muncul." Razi yang duduk di kursi menimpali. "Padahal, inspirasinya ada di depan mata."Arma menjauh setelah men
Usai manggung, Mama Vezy mengajak makan malam bersama. Arma membantu memesankan tempat. Beruntung, ada satu restoran yang bisa di-booking secara dadakan. Meski bukan restoran yang diinginkan Mama Vezy."Ayo, masuk!" Mama Vezy berjalan di belakang pelayan menuju ruangan yang telah dipesan. "Kalian bebas mau makan apa dan sebanyak apa."Vezy dan sang papa berjalan tepat di belakang wanita itu. Mereka masuk ke ruangan dan melihat meja bundar berukuran agak besar dengan enam kursi. Papa Vezy memilih kursi terdekat lalu Vezy duduk di sampingnya."Deg-degan nggak lo?" Razi berjalan di samping Arma, agak jauh dari tiga orang sebelumnya."Deg-deganlah!" jawab Arma sambil mendorong lengan Razi. "Jangan lihat gue kayak gitu.""Kayaknya lo bakal dikenalin sebagai calon mantu.""Enggaklah!""Bener itu, Bu!" Pak Eben yang berjalan paling belakang menimpali.Tiga orang itu masuk ruangan, melihat tiga orang lainnya yang duduk
Glek... Glek... Glek....Arma meminum air mineralnya dengan haus. Dia baru saja meeting dengan Tedo dan karyawan lain tentang kenaikan gaji Vezy. Sebenarnya itu tidak masalah, karena semakin bertambahnya waktu, Vezy semakin profesional dan berhak mendapat gaji yang besar. Sayangnya, Tedo menyampaikan dengan cara kurang pas. Jadi, terkesan mengambil keuntungan besar setelah Vezy hengkang dari tempatnya."Tapi, bagus deh Vezy keluar!" Arma meletakkan botol air mineralnya di dashboard lalu mengendarai motornya.Hari ini, Arma memutuskan untuk membawa motor. Dia merasa harus kejar waktu. Karena nanti Vezy harus terbang ke Jogjakarta untuk manggung bersama Falma.Tak lama kemudian, Arma sampai apartemen. Dia membawa tas punggung dengan isi yang hampir penuh. Sebenarnya, di dalam tas itu hanya berisi dua stel pakaian dan keperluan pribadinya. Sisanya, berisi cemilan dan kebutuhan obat untuk Vezy.Tett....Arma menekan bel sambil mengan