Share

3-SEPERTI DICULIK

Arma merasa, dunia kembali mengajaknya bercanda. Setelah sekian lama, dia kembali mengalami hidup yang jungkir balik dan itu semua karena perbuatan seseorang. Bagaimana mungkin, niat hati ingin interview tapi berakhir di Bali? Itu semua karena ulah Vezy.

Saat di perjalanan, Razi memberi tahu pekerjaan yang harus Arma tangani. Dia sempat protes, karena dia lulusan akuntansi. Seharusnya, dia mengatur hal-hal yang berbau keuangan. Tetapi, pekerjaannya kali ini mengurus keperluan artis muda bernama Vezy.

Arma pernah mengurus suami. Seperti menyiapkan makan, membantu menyiapkan pakaian, memberi tahu jadwal harian. Tetapi, sekarang dia mengurus Vezy seorang artis. Bagaimanapun, pasti akan ada yang berbeda. Dia melakukannya karena pekerjaan.

Sekarang, Arma sudah berada di hotel dengan pintu penghubung ke kamar Vezy. Dia tidak bisa protes karena manajer Vezy sudah memesankan. Sungguh, dia seperti sedang diculik oleh lelaki tampan. Jika dalam angan-angan, pasti ini terasa menyenangkan. Tetapi secara kenyataan, ini menakutkan.

Ceklek....

Arma berjingkat saat pintu penghubung tiba-tiba terbuka. Dia mendapati Vezy yang mengenakan kaus tanpa lengan dengan celana pendek. Rambut lelaki itu basah dan wajahnya terlihat lebih segar.

"Makanan gue udah dateng?" tanya Vezy sambil memperhatikan Arma yang masih mengenakan kemeja dan rok panjang.

"Emang tadi pesen minta makan?"

Vezy menggaruk kepala. "Nggak ada dicatatan Razi?"

Seketika Arma mengambil kertas yang terlipat menjadi empat dan membaca tulisan yang tidak begitu rapi. Hingga, dia menemukan poin yang mengharuskan menyiapkan makanan begitu sampai hotel. Arma menghela napas berat lalu menatap Vezy. "Tadi nggak sarapan?"

"Gue bangun terus lihat kamar kayak kapal pecah. Terus, duit gue diambil. Menurut lo gue sempet sarapan nggak?"

"Ya udah...." Arma seketika berdiri, tidak ingin berdebat. "Mau pesen apa?"

"Terserah asal jangan makanan pedes."

"Ayam betutu?" tawar Arma sambil mengeluarkan ponsel. Dia hendak memesan makanan, tetapi melihat saldo yang tertera dia menahan senyuman. "Emm, uangnya."

"Razi belum ngasih?"

Arma menggeleng pelan. "Tadi cuma bahas kerjaan lo hari ini."

"Sini!" ajak Vezy sambil menuju kamar. Dia mengambil ponsel lantas berbalik. Tetapi, tidak menemukan Arma. "Asisten gue!"

Arma menghela napas panjang. Dia mendekati pintu penghubung dan mengintip. Bagaimanapun tidak etis masuk ke kamar lelaki.

"Nomor lo? Gue transfer," ujar Vezy. "Oh, ya gue juga harus tahu nomor lo buat komunikasi."

"Iya." Arma lalu memberi tahu nomornya.

Vezy segera melakukan top up, lalu menatap Arma.

"Lebih," jawab Arma melihat dana tiga juta yang masuk. "Saya pesankan dulu."

Vezy menahan tawa. "Nggak usah terlalu sopan gitu. Biasa aja."

Arma tidak menjawab dan memilih kembali ke kamar. Tak lupa, dia menutup pintu. Dia mencari restoran terdekat dan memesankan ayam betutu.

Ceklek.... Pintu penghubung itu kembali terbuka.

Seketika Arma berbalik, melihat Vezy yang bersedekap dan bersandar di kusen pintu. "Ada lagi?"

Vezy memperhatikan penampilan Arma. "Cari baju lebih nyaman," ujarnya. "Nanti gue ada party setelah manggung. Lo harus ikut."

"Iya," jawab Arma. "Party biasa, kan?"

"Ya. Lo bisa sesuaiin, kan?"

"Bisa!"

"Oke! Gue tunggu makanannya." Vezy berdiri tegak lalu kembali menuju kamar. Dia kembali berbaring dan bersiap tidur. Nanti siang, dia bertemu promotor sebelum manggung di salah satu festival. Kemudian malamnya, dia mendapat undangan dari teman-temannya untuk party. Besok dia juga harus tampil di festival itu. "Oh, ya Asisten!"

Arma baru saja memesan makanan, tetapi Vezy kembali berteriak. "Apa?"

"Sebenernya kita di sini tiga hari."

"What?" Arma seketika berlari ke pintu penghubung dan melihat Vezy yang berbaring terlentang. "Janjinya cuma sehari."

Verzy perlahan bangkit. "Khusus buat lo sehari," ujarnya. "Besok kasih tahu lo mau lanjut atau enggak."

Arma menghela napas lega. "Oke!"

"Tapi, gue yakin lo bakal lanjut, sih."

"Jangan terlalu percaya diri," gumam Arma lantas berbalik.

"Lo bakal jadi asisten gue terus!"

Arma tidak menggubris. Dia mengambil kertas dari Razi dan membaca catatan yang diberikan. Jika dipikir, rasanya berat. Pasalnya, dia terbiasa bekerja di ruangan dan menghadap komputer. Tetapi, pekerjaannya kali ini mengharuskannya mengikuti Vezy.

"Pasti bakal capek banget," keluh Arma lantas berbaring miring. "Gue mimpi apa dapet apes lagi?" Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri.

***

Suara berisik di luar kian bertambah kala Vezy menaiki panggung. Arma yang berada di salah satu tenda menutup telinga. Suara bising membuatnya pusing. Ditambah, cuaca yang begitu panas.

"Selamat sore!" Teriakan Vezy terdengar.

Arma menatap layar yang menampilkan keadaan di panggung. Dia memperhatikan Vezy yang mengenakan kemeja pantai berwarna biru, celana pendek krem dan topi yang dipakai terbalik. Dia yang menyiapkan pakaian itu, meski Razi yang sebelumnya membawa baju-baju kebutuhan Vezy.

Sebenarnya, Arma kurang mengerti fashion. Dia hanya mendandani Vezy berdasarkan kenyamanan. Untungnya Razi tadi juga memberi tahu, jika Arma tidak perlu belajar fashion. Karena sudah ada tim yang mengurus. Arma hanya diminta benar-benar memperhatikan Vezy. Dia tadi juga menyiapkan minuman isotonik permintaan Vezy.

"Gimana? Nyaman kerja?" Razi masuk ke tenda setelah mengantar Vezy ke panggung.

Arma menatap Razi yang tidak terlihat kelelahan. "Bukan tipe kerjaan gue," jawabnya. "Kayaknya gue bakal nolak."

"Kalau nggak bisa jangan dipaksa." Razi mengambil minuman isotonik dan menegaknya. "Baju ganti Vezy udah lo siapin?"

"Setelah ini dia ke mana?"

"Dia biasa ganti setelah manggung," jawab Rezi. "Dia cuma bawain tiga lagu."

"Bentar lagi kita pergi?"

"Iyalah."

Bahu Arma turun. Tadi siang dia menemani Vezy bertemu dengan promotor dan makan siang bersama. Setelah itu ke lokasi manggung dan menemani Vezy latihan sebentar. Sekarang, Vezy sedang manggung dan sebentar lagi akan pindah. Kaki Arma sudah nyut-nyutan ingin segera istirahat.

"Thank you, Denpasar!"

Arma menatap ke layar, melihat Vezy yang melepas topi lantas melemparnya ke penonton. Lelaki itu lalu berlari ke panggung. Dia menoleh ke samping meja, tetapi Razi sudah menghilang. "Ya ampun. Sigap-sigap banget orang-orang!"

"Baju ganti gue!" Vezy masuk tenda dan langsung melepas kemejanya yang basah.

Seketika Arma berdiri. Dia bahkan belum menyiapkan baju ganti untuk Vezy. Lantas dia mengambil sebuah kemeja berwarna biru. "Ini."

Vezy terdiam. "Percuma gue ganti kalau badan gue keringetan!"

"Oh, iya!" Arma segera mengambil handuk di tas dan menyerahkan ke Vezy.

Vezy menerima handuk itu dan menghapus keringatnya. "Gimana penampilan gue?"

Arma melirik Razi yang membereskan barang-barang. "Keren!" jawabnya lalu memperhatikan Vezy yang masih mengeringkan tubuhnya. Dia terdiam melihat perut Vezy yang rata tanpa lemak. Meski tidak seperti binaragawan yang berotot, tetapi tubuh Vezy tetap terlihat maco. Lelaki itu memiliki bahu lebar dan pinggang yang ramping.

"Minum!"

"Eh...." Arma tersadar dari lamunannya. Dia mengambil air mineral dan menyerahkan ke Vezy. Tetapi, lelaki itu hanya memperhatikannya.

"Nggak tahu tangan gue lagi ngapain?"

"Oh, oke!" Arma segera membukakan botol dan menyerahkan ke Vezy. Tetapi, lelaki itu tetap tidak menerima. Seketika Arma mendekatkan ujung botol itu ke bibir. Barulah lelaki itu meminumnya.

Vezy meminum dengan haus. Dia gampang gerah, terlebih cuaca di luar juga sangat panas. Rasa haus itu seketika bermunculan. "Thanks..." Vezy memundurkan kepala.

Arma menjauhkan botol. Dia melihat ada tetesan air yang berada di sekitaran dagu Vezy. Seketika dia mengusap dagu itu dengan punggung tangan.

Perhatian Vezy seketika tertuju ke Arma. Wanita itu terlihat biasa saja, artinya tidak ada niat lain selain membersihkan tetesan air itu. "Ini momen baru."

"Apanya?" Arma berbalik sambil menutup botol air mineral itu. "Mau ganti celananya sekalian?" tanyanya mengalihkan pembicaraan lain.

"Iya. Kalau bisa celana kain," jawab Vezy. "Tapi, nanti aja sebelum acara. Gue mau jalan-jalan dulu."

Arma mengambil tas Vezy dan menyampirkan ke pundak. Setelah itu dia mengambil kacamata dan jaket yang sempat digunakan lelaki itu. "Sudah?"

Vezy mengedarkan pandang, Razi sudah pergi lebih dulu. "Oke!" Dia mengambil kemeja biru yang menyampir di pundak Arma dan memakainya.

***

"Awas... Awas...."

Duk....

"Kan, gue bilang awas!" geram Arma saat kaki Vezy membentur tembok. Dia menarik tubuh lelaki itu agar kembali berjalan tegak.

Arma baru saja menemani Vezy party. Sudah bisa ditebak lelaki itu banyak minum. Tentu saja dengan beberapa wanita yang menemani. Hanya saja, Vezy menolak ajakan wanita itu untuk lanjut. Razi ternyata juga minum dan sekarang sudah ke kamar lebih dulu. Tinggal Arma yang membantu Vezy.

"Gue capek!" keluh Vezy karena terus berjalan dan tidak kunjung sampai ranjang.

"Gue lebih capek!" jawab Arma tidak terima. "Apalagi, harus mapah lo yang segede ini!" Dia menelan ludah karena tenggorokannya begitu tercekat.

Vezy melingkarkan lengan ke pundak Arma dan menariknya semakin mendekat. "Lo kecil banget, ya!"

Arma berhenti melangkah dan mengambil kartu akses dari saku belakang celana. Dia menempelkan kartu itu lantas pintu terbuka. Arma mendorong pintu dengan kaki lalu membantu Vezy berjalan.

"Biasanya gue nggak secapek ini," racau Vezy. Dia melepas pegangan dan tubuhnya hampir limbung. Beruntung, Arma masih memegangi.

"Gue nggak mau kerja sama lo." Arma merasa harus segera memutuskan. "Gue mau pulang sekarang."

Vezy berdiri tegak lalu mengerjab. Dia tidak bisa melihat jelas seseorang di depannya, hanya terlihat siluetnya saja. Terlihat begitu indah. Lekuk tubuh Arma sempurna dengan bagian wajah yang lebih bercahaya. "Lo udah ada pasangan?"

Arma mengerjab. "Lo belum sadar juga!"

"Jawab!" Vezy maju selangkah, membuat Arma bergerak mundur.

Punggung Arma bersentuhan dengan pintu. Dia melirik pintu penghubung yang terbuka, seperti saat ditinggalkan. Lantas dia bergeser ke samping, tetapi ada kedua tangan yang mengukungnya hingga punggungnya bersandar di tembok.

Vezy tersenyum melihat wajah Arma. Dia memiringkan wajah, tetapi Arma mendorong keningnya. Lantas kepalanya tertunduk, menyandarkan kening di pundak Arma. "Temenin gue," bisiknya. "Please, malam ini temenin gue."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status