Falma dan timnya sudah pulang dari apartemen Vezy. Ruangan yang sebelumnya penuh canda dan tawa itu kembali hening. Menyisakan bungkusan makanan yang tergeletak di meja.
Semua orang menyukai cake dari Jola. Termasuk Vezy. Sementara Arma tidak tahu rasa cake itu meski dari tampilannya saja dia sudah yakin sangat enak."Nggak udah dibersihin, Sayang," ujar Vezy setelah mengantar Falma ke basement.Arma bertolak pinggang menatap Vezy. "Terus, siapa yang bersihin?""Aku bisa nyuruh orang.""Enggak. Biar aku aja!" Arma mengambil karet gelang lalu mengikat rambutnya ke atas. Tubuhnya terasa begitu gerah dan lelah. Tetapi, dia sangat risih jika melihat ada yang berserakan.Vezy ikut membantu, mengambil sisa makanan dan membuangnya ke tong sampah. "Udah selesai."Arma tidak menjawab. Dia mencuci gelas bekas orang-orang yang meminta kopi. Juga piring tempat cake tadi disajikan.Vezy geleng-geleng melihat Arma yang terusPulang dari tour, Vezy bergegas ke sebuah kelab. Dia akan menghadiri party yang diadakan Tedo, sebagai acara perpisahan mereka. Akhirnya, Vezy resmi keluar dari manajemen Tedo.Permasalahannya bukan karena Tedo dulu melarang Vezy berpacaran dengan Arma, tapi banyak hal. Tedo selalu menuntut Vezy untuk kerja tanpa banyak istirahat. Di saat remaja, Vezy tentu tidak masalah dengan itu. Tetapi, seiring berjalannya waktu, dia juga ingin menjalani kehidupan di luar dunia keartisannya. Beruntung, Tedo memaklumi setelah melalui perdebatan yang alot.Duarrr....Duarrr...."Selamat, datang!"Vezy berjingkat mendengar suara riuh yang menyambutnya. Dia menatap Tedo dan timnya yang memperhatikan dengan senyuman. Kemudian dia menatap Razi, yang hari ini sempat absen. "Jadi, gara-gara ini lo nggak masuk?""Kasih minum dulu!" saran Razi.Salah seorang mengambil gelas dan menyerahkan ke Vezy. Kemudian menuangkan minumannya. "Mari, masuk.
"Will you marry, me?"Tangan Arma yang masih membawa kue tart bergetar. Hingga ada salah satu kru mengambil alih kue itu dan meletakkan di meja. Arma menurunkan tangannya lalu menatap Vezy yang tahu-tahu berpindah. Dia terlalu fokus menatap penonton hingga tidak sadar lelaki di sampingnya tadi beranjak.Suasana mendadak hening. Para penonton yang sebelumnya berteriak, kini terlihat serius. Arma menoleh ke kiri dan dibuat kaget saat melihat kedua orangtuanya beserta Salma naik ke panggung. "Apa ini?"Mama Vezy mengusap punggung Arma. "Kejutan.""Tante...." Arma menatap Mama Vezy dengan berkaca-kaca. Lalu dia menatap mamanya yang terlihat ingin menangis."Ini kejutan yang aku maksud," ujar Vezy setelah melihat kebingungan Arma. "Aku udah koordinasi ini dari lama dan pengen libatin fans di acara spesialku.""Aaaaaa!" Fans Vezy berteriak senang.Arma menutup mulut. Dia tidak menyangka akan diberi kejutan sespesial ini. Dia p
Malam mulai datang. Para tamu undangan mulai banyak yang meninggalkan tempat, terlebih tamu-tamu yang lebih tua. Tetapi, berbeda dengan tamu yang lebih muda. Mereka masih memadati tepat acara lengkap dengan ponsel yang tak henti mengabadikan momen."Arma! Aaaaa!"Arma baru saja menyapa teman-teman Vezy saat teriakan itu terdengar. Dia menoleh, melihat Fei yang baru datang, setelah menemaninya acara pagi. "Lama banget!""Ya gimana, dong? Nggak kebagian tiket!""Kan, gue udah ngasih gratis.""Ya udah, maaf!" Fei memeluk Arma erat. "Maafin temenmu yang masih usaha nyari duit. Hehe."Arma mengurai pelukan, sama sekali tidak marah dengan itu. "Makasih, ya!""Nih, gue bawa kado!" ujar Fei sambil mengangkat kantung berukuran besar. "Ada dari Jola juga.""Lo ngasih tahu dia?"Fei mengangguk lalu menggaruk kepala. "Sorry, ya," ujarnya. "Gue pikir masalah kalian udah kelar.""Ya udah, nggak apa-apa!" Arm
Dua tahun kemudian."Aku, akan menjagamu...."Seorang lelaki yang bernyanyi di panggung mengangkat tangan. Para penonton ikut mengangkat tangan dan menggerakkan tangan ke kiri dan ke kanan. Hujan rintik-rintik membuat suasana menjadi sendu, tapi tidak ada yang beranjak dari tempatnya."Papa...."Di tengah kegiatan bernyanyinya, Vezy mendengar suara yang begitu khas. Dia menoleh, melihat bocah lelaki yang mengenakan kemeja dan suspender meloncat kegirangan. "Sini, Sayang!" Seketika dia berlari dan mengendong bocah itu. Perhatiannya lalu tertuju ke seorang wanita yang membawa tas kecil yang berada di dekat tangga. "Kamu ikut juga!"Wanita itu menggeleng tegas."Arma, ayo!" Vezy mengulurkan tangan."Naik aja, Kak!" Beberapa kru berseru.Arma perlahan menaiki tangga dan menerima uluran tangan Vezy. "Di pinggir aja, kasihan Arzy," sarannya karena rintik hujan tidak kunjung berhenti.Vezy mendekap anaknya. Bo
"Jadi, mulai hari ini kamu resmi resign."Mendengar kalimat itu, Arma tersenyum samar. Dia sudah menantikan hari ini akan terjadi. Setelah dua tahun bekerja dan tersiksa dengan lingkungan kerja yang toxic."Padahal, saya suka kinerjamu."Arma tersenyum sopan ke lelaki dengan kumis tipis itu. "Maaf, Pak. Tapi, keputusan saya sudah bulat," jawabnya. "Terima kasih sudah membimbing saya selama ini.""Semoga kamu nyaman di tempat baru.""Terima kasih, Pak." Arma maju selangkah lalu mengulurkan tangan. "Saya permisi." Setelah itu dia berbalik dan berjalan keluar. Begitu sampai depan pintu, Arma menghela napas panjang. Dia tidak bisa membendung senyumannya lagi. Kedua tangannya terangkat ke atas, meski tidak bisa berteriak kencang."Yah, Amanda resign?"Senyuman Arma seketika pudar. Dia menoleh ke kiri, di ujung lorong ada beberapa rekan kerjanya yang menatap ingin tahu. Akhirnya dia memutuskan mendekat meski enggan. "Iya. Mulai hari ini.""Yah, udah nggak ada jendes cantik lagi, dong!""Mba
19 Juli 2017Niat Arma untuk keluar dari rumah terlaksana. Setelah tahu rahasia besar sang suami, tidak ada alasan untuk bertahan di rumah itu. Suaminya berusaha mengantarnya ke rumah orangtuanya, tetapi dia menolak. Arma tidak yakin bisa pulang jika kondisinya masih seperti sekarang. Air matanya terus turun, membuat matanya terasa nyeri dan panas. Dia yakin, orangtuanya pasti akan semakin sedih saat melihatnya. Jadilah, Arma memilih menginap di hotel tidak jauh dari rumah."Hiks...." Arma meringkuk di ranjang. Di pikirannya terbayang kehidupan ke depannya nanti akan bagaimana. Dia masih berusia 22 tahun, tetapi sebentar lagi akan menjadi janda. Dia tahu, di luar sana banyak yang menganggap rendah status itu. Padahal, mereka juga tidak mau mengalami seperti itu. Tetapi, janda selalu dilabeli perempuan yang buruk."Demi apapun, gue masih muda!" Arma mengacak rambut lalu mengusap air mata yang menetes. "Gue baru aja lulus. Bahkan, belum wisuda."Arma menatap langit-langit kamar hotel d
Arma merasa, dunia kembali mengajaknya bercanda. Setelah sekian lama, dia kembali mengalami hidup yang jungkir balik dan itu semua karena perbuatan seseorang. Bagaimana mungkin, niat hati ingin interview tapi berakhir di Bali? Itu semua karena ulah Vezy.Saat di perjalanan, Razi memberi tahu pekerjaan yang harus Arma tangani. Dia sempat protes, karena dia lulusan akuntansi. Seharusnya, dia mengatur hal-hal yang berbau keuangan. Tetapi, pekerjaannya kali ini mengurus keperluan artis muda bernama Vezy.Arma pernah mengurus suami. Seperti menyiapkan makan, membantu menyiapkan pakaian, memberi tahu jadwal harian. Tetapi, sekarang dia mengurus Vezy seorang artis. Bagaimanapun, pasti akan ada yang berbeda. Dia melakukannya karena pekerjaan.Sekarang, Arma sudah berada di hotel dengan pintu penghubung ke kamar Vezy. Dia tidak bisa protes karena manajer Vezy sudah memesankan. Sungguh, dia seperti sedang diculik oleh lelaki tampan. Jika dalam angan-angan, pasti ini terasa menyenangkan. Tetapi
Beberapa jam sebelumnya.Suara musik menghentak membuat kepala Arma kian pusing. Belum lagi sorot lampu yang terus bergerak. Matanya terasa panas dan terus berair. Dia heran ke orang-orang yang justru tampak biasa saja. Mereka asyik meminum dan menggoyangkan tubuh mereka."Nggak minum lo?"Arma menoleh ke Razi yang sebelumnya sibuk dengan minumannya. Lelaki itu mengulurkan sebuah botol lalu mengangguk pelan. "Gue nggak bisa minum," jawabnya lalu membuang muka. "Kita masih lama?""Yah. Besok cuma ada jadwal sore," jawab Razi. "Jadi, gue kasih dia kebebasan.""Gue besok balik, kan?" tanya Arma cepat.Razi hendak meminum minumannya saat Arma melontarkan pertanyaan. Dia meletakkan gelas di meja lalu menatap Arma sepenuhnya. "Gue rasa Vezy nggak akan biarin lo balik.""Kenapa gitu?" Arma refleks duduk tegak. "Dari awal gue dipaksa. Gue bisa loh laporin ini ke polisi.""Jangan memperpanjang masalah.""Tapi, ini cara yang salah," tekan Arma. "Apapun yang terjadi, besok gue balik."Razi terse