Naura melangkah masuk ke dalam kamarnya dan pandangan matanya berubah menjadi waspada. Sebab, beberapa barangnya mengalami perubahan tempat. Sambil meraih magic stick yang selalu ia bawa ke mana-mana setelah bercerai, Naura berjalan mengendap menuju balkon. Terdapat sebuah siluet di sana.Saat kakinya sampai di ambang pintu balkon, keberadaan seseorang membuatnya menghembuskan napas lega.Di sana, Arjuna berdiri di balkon kamarnya sambil memasukkan tangan ke dalam saku. Tampak samping pria itu sangat mempesona, dengan bibir tipis yang merah dan rahang tegas.Naura terpesona. Apalagi saat melihat angin lembut menerbangkan anak-anak rambut pria itu yang mulai memanjang.Tak lama pria itu menoleh dan kedua mata mereka bertemu."Dari mana saja?"Suara Arjuna menarik Naura kembali dari lamunan dan langsung memijat dadanya yang berdegup lebih kencang. "Rooftop. Di sana aku tak sengaja bertemu dengan orang yang tidak aku sukai." Mendengar itu, Arjuna tersenyum tipis dan tiba-tiba merentan
Begitu Arjuna pergi dari ruangannya, Naura dengan cepat mempersiapkan dirinya untuk tidur. Ternyata, benar yang dikatakan oleh Arjuna, apa yang terjadi di antara mereka itu sangat berbahaya!Naura bahkan sampai melupakan percakapannya dengan Evelyn tadi dan terus mengingat bagaimana lembutnya bibir pria itu mendominasi miliknya.Hangat dan basah. Benar-benar tidak waras. Naura mengeluh dengan wajah memerah dan bersiap untuk menutup pintu balkon. Namun, saat pintu hendak tertutup sepenuhnya, Naura dapat mendengar suara tawa bayi yang sedemikian keras. Keningnya terlipat karena hanya ada satu anak kecil di sini, Zevan. Kakinya melangkah menuju bibir balkon dan Naura menoleh ke sana dan kemari untuk mencari asal suara tersebut. Ketika sedikit memaksa tubuhnya untuk melihat ke bawah lebih banyak, kedua mata Naura terbelalak saat mendapati Zevan yang sudah merangkak hingga ke pembatas balkon. Anak itu tanpa pengawasan dan berada di balkon tanpa pengamanan sendirian!"Evelyn! Evelyn!
Naura membeku di posisinya dan otaknya blank. Apa dia baru saja menerima tamparan keras dari Evelyn setelah menolong Zevan? Pikiran Naura membeku, karena dia yang belum sepenuhnya pulih dari rasa syok harus menghadapi tamparan Evelyn dan tuduhan yang tak masuk akal.Zafir yang baru keluar dari kamar menahan napas karena sangat terkejut melihat hal ini. Situasi di depannya benar-benar kacau.Setelah mendapat kesadarannya kembali, pandangan mata Naura mendingin dan wanita itu segera menatap datar Evelyn. Suara tamparan yang kencang dan pintu ruangan yang terbuka membuat beberapa orang menatap ke arah mereka dengan tatapan ingin tahu. Namun, tiba-tiba kerumunan itu memecah dan Arjuna muncul dari sana. Pria itu menatap ke arah mereka dengan alis berkerut, seolah bertanya apa yang terjadi.Namun, tatapan Arjuna langsung berubah saat melihat Naura berdiri di hadapan Evelyn sambil memegangi pipinya yang memerah.âNaura, kamu baik baik saja?âKeberadaan Arjuna membuat Naura merasa lega, ka
"Kita kembali ke Jakarta sekarang."Satu kalimat Arjuna membuat seluruh karyawan kelimpungan, termasuk Damian. Pria itu terpaksa bangun dari tidurnya untuk mempersiapkan penerbangan Arjuna yang mendadak.Kate juga menjadi salah satu yang langsung sibuk ke sana ke mari untuk mengurus barang-barang Naura. Setelah dirasa selesai, persiapan singkat itu diakhiri dengan langkah Naura yang tegas ke luar dari kamar.Namun, di luar dugaan siapa pun, Zafir sudah berdiri di depan kamar menunggunya."Naura," bisik Zafir berbisik begitu melihat sosok mantan istrinya itu melangkah keluar sambil menyeret koper."Zafir.â Naura terkesiap. âApa yang kamu lakukan di sini?" Tanpa menjawab apa-apa, Zafir dengan cepat merangsek masuk ke dalam kamar dan meletakkan kedua tangannya di bahu Naura.Hal ini memancing perhatian Kate dan membuat wanita itu menatap Zafir dengan tatapan tak suka. Namun, saat dia hendak maju untuk membantu Naura, tangan atasannya itu telah lebih dulu memberikan kode bahwa ia baik-b
Berbanding terbalik dengan suasana kacau Zafir dan Evelyn, pasangan Arjuna dan Naura merasa sangat damai.Mereka duduk berhadapan dengan Arjuna yang sibuk mengompres pipi kiri Naura yang terlihat memerah."Aku baik-baik saja, Arjuna," ucap Naura untuk menenangkan pria itu. Pasalnya, Arjuna terlihat sangat khawatir sekarang. Kemerahan di pipinya tidak begitu mengkhawatirkan, tetapi Arjuna harus membentak Damian tiga kali hanya karena pria itu terlambat menyiapkan kompres es batu untuknya."Jika dibiarkan akan membengkak," balas Arjuna bebal dan masih mengompres pipi Naura. Tampaknya, dia sedang dalam mode tidak mau mendengarkan kalimat siapapun saat ini.Naura tidak punya pilihan lain selain menurut. Tanpa sadar pandangan matanya mulai semakin lembut pada Arjuna dan menatap wajah pria itu dengan detail. Terutama jakunnya yang naik turun dan pandangan mata pria itu yang menajam.Arjuna tampak seksi sekaligus lembut dalam satu waktu."Apa dia menyentuhmu lagi selain ini?" Pertanyaan A
"Terima kasih banyak, dokter."Pagi ini Arjuna memanggil dokter secara khusus untuk memeriksa Naura dan hasilnya membuat pria itu menggeram.Lengan Naura memang tidak mengalami cedera serius, tapi terjadi pembengkakan di sendi Naura, sehingga memungkinkannya untuk merasa nyeri secara repetitif."Kamu tidak pergi keluar hari ini?" Naura bertanya pada Arjuna begitu dokter meninggalkan kamarnya.Arjuna menggeleng singkat dan mata emerald-nya menatap Naura dalam. "Bukankah kamu sendiri yang meminta waktuku?"Naura mengerutkan keningnya, kapan dia pernah meminta waktu Arjuna?"Di pesawat semalam," lanjut Arjuna setelah mendapati wajah bingung Naura.Mendengar hal itu, Naura segera teringat saat di mana Arjuna berniat memanggil tiga dokter sekaligus untuk memeriksanya.Naura tersenyum. "Ah... Itu? Aku tidak masalah kalau kamu memang memiliki urusan penting yang menââ"Jadwalku bersih." Arjuna memotong cepat, membuat Naura tidak punya pilihan lain selain membiarkan pria itu melakukan hal yan
"Di mana calon menantuku?" Helena bertanya lagi di tengah kesadarannya yang belum terkumpul sempurna. Naura yang mendengar itu tersentak kaget di dalam hatinya. Apakah yang disebut Diandra itu adalah wanita yang diceritakan Damian? Mantan kekasih Arjuna?Naura melirik Arjuna, raut wajah pria itu mengeras dan terlihat enggan untuk menjawab ibunya.Namun, kemudian pria itu dengan lembut mengelus kepala ibunya, "Diandra sudah tidak bersamaku, Bu."Helena mengerutkan kening lalu memejamkan matanya lagi. Dia belum bisa mencerna keadaan terbaru dari Arjuna."Damian," Arjuna memecah keheningan."Ya?"Damian melangkah maju, bibirnya tersenyum tipis saat matanya bertemu dengan mata Helena."Apa dokter masihâ"Belum selesai Arjuna bicara, suara derap langkah yang terburu-buru terdengar. Semua orang menoleh dan langsung memberikan akses masuk, termasuk Arjuna.Seoran dokter pria paruh baya masuk tanpa ragu. Sepertinya dia sudah lama berada di sekitar Renjana, karena tidak ada wajah khawatir at
Sebelum kembali ke apartemennya, Naura memutuskan untuk menemui Helena terlebih dahulu dan memperkenalkan diri dengan lebih baik.Sebab, menurut Naura, sangat tak sopan apabila ia kembali begitu saja tanpa memperdulikan sang Nyonya Rumah. Lagipula, Arjuna pun berencana untuk mengenalkan Naura sekaligus menjelaskan apa yang telah terjadi selama tiga tahun belakangan ini kepada Helena."Begitu. Aku pasti telah menyinggung perasaanmu." Helena bersuara setelah mendengar penjelasan dari putranya.Naura menggeleng. "Saya mengerti. Nonya Renjana tidak perlu khawatir."Raut wajah Helena berubah menjadi senyum kaku. "Tidak perlu memanggilku sekaku itu. Untuk ke depannya, panggil saja aku Ibu. Sama seperti Arjuna."Naura melirik Arjuna untuk meminta persetujuan.Setelah mendapat anggukan dari pria itu, Naura kembali menatap Helena dan ikut mengangguk. "Baiklah, Ibu." Senyuman tulusnya kembali muncul."Arjuna memang sulit untuk diajak berkomunikasi. Jika kamu mengalami kesulitan, tidak perlu r
Naura dan Arjuna tiba di rumah sakit, saat ini keduanya tengah duduk berhadapan dengan dokter. Sang dokter baru saja selesai memeriksa keadaan sang bayi. Setelah menjelaskan apa yang terjadi antara mereka dan bayi itu, sang dokter mengangguk mengerti. "Memang banyak kasus seperti ini di sini," ucap sang dokter wanita paruh baya itu dengan helaan napas di ujungnya. "Banyak? Lalu bagaimana anak-anak mereka?" tanya Naura, ia terkejut bercampur miris. "Macam-macam, nyonya. Ada yang meninggal saat baru dilahirkan, dititipkan ke panti asuhan, atau dibiarkan begitu saja hingga meninggal sendiri." Sang dokter menjawabnya sambil menuliskan resep obat di secarik kertas. Naura mengerutkan keningnya, lalu menatap bayi laki-laki tanpa nama di gendongannya lagi. Mengapa banyak orang yang tak bertanggungjawab seperti itu di dunia ini? Makhluk mungil ini tidak memiliki salah, mereka suci. "Bayinya sehat, saya sudah menuliskan nutrisi yang sekiranya dibutuhkan untuk sang bayi. Pastikan nurtisin
Naura menghela napas lega setelah mereka berhasil naik ke dalam bus. Arjuna berdiri tepat di belakangnya, tangan kanan pria itu berpegang erat pada genggaman tangan menggantung di bus, sedangkan tangan kirinya berada di atas bahu Naura untuk melindungi wanitanya dari keramaian. Bus sangat penuh, bahkan AC nya sama sekali tak terasa, angin hanya muncul ketika pintu bus dibuka untuk naik dan turun penumpang. "Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna, berbisik. Naura tersenyum tipis sambil mengangguk singkat. "Iya, aku baik-baik saja."Rasa khawatir Arjuna dapat dirasakan langsung oleh Naura, pria itu sering sekali bertanya mengenai keadaannya. Hal ini tak pernah gagal membuatnya tersenyum samar. Naura kemudian mendongak untuk melihat wajah Arjuna yang agak kelelahan, pria itu bercucuran keringat di sekitar dahi. Dengan cepat Naura membuka tas-nya dan mencari sapu tangan, lalu mengelap dahi Arjuna perlahan. "Terima kasih, sayang," ucap Arjuna, membuat Naura tiba-tiba terkekeh. Bahkan s
"kita sampai," ucap Arjuna sambil melirik sekilas ke arah Naura yang memeluknya erat dari atas gendongan. Naura tersenyum tipis, saat ia berusaha untuk turun, Arjuna menahan gerakannya. "Sabar dulu, di sini kotor," ujarnya lembut, lalu melangkah lebih cepat mendekati halte dan perlahan meletakkan Naura di kursi halte. Naura tersenyum tipis ke arah Arjuna. "Punggungmu baik-baik saja?"Arjuna mengangguk. "Bukan masalah." Lalu ia berjongkok dan memasangkan kembali heels Naura. "Kita akan mampir sebentar jika nanti melewati rumah sakit untuk memeriksa kondisi kakimu," ujar Arjuna lagi. Naura menggeleng pelan. "Tidak perlu, ini hanya lecet biasa. Sampai di Mansion lebih cepat maka lebih baik.""Kalau begitu kita akan memanggil dokternya ke Mansion," balas Arjuna, membuat Naura menggeleng pelan sambil tersenyum. Di momen ini, suara batuk wanita tua terdengar tak jauh dari samping mereka. Naura pun menoleh, lalu melihat sosok wanita tua dengan pakaian serba hitam yang nyentrik seperti
"Bocor? Bagaimana bisa?" tanya Naura heran, matanya menatap ke ban mobil Arjuna yang entah sejak kapan mengempes. Arjuna hanya menggeleng singkat sebagai jawaban ketidaktahuannya, tangannya kini sibuk mengutak-atik ponsel untuk menghubungi Damian. "Tidak perlu khawatir, aku akan memanggil helikopter," ujarnya dengan nada bicara yang masih tenang.Setelah lima menit berlalu, decakan menahan kesal mulai terdengar dari bibir Arjuna. Naura menoleh, menatap lembut prianya. "Ada apa?""Tidak ada sinyal di sini," jawab Arjuna cepat dengan nada frustasi.Naura ikut mengerutkan kening, lalu mengambil ponselnya. "Aku akan coba bantu-" Belum selesai Naura menuntas kalimat, wanita itu kembali menambahkan yang baru. "Maaf, sinyalku juga hilang." Arjuna tersenyum tipis mendengarnya, lalu kembali sibuk mencari sinyal. Bahkan setelah sepuluh menit berlalu, tidak ada tanda-tanda bahwa Arjuna berhasil menghubungi Damian atau siapapun itu yang bisa membantu situasi mereka. Naura menghela napas tip
"Kamu baik-baik saja?" tanya Arjuna khawatir setelah melihat Naura terlihat lebih lemas dari biasanya. Naura mengangguk singkat. "Iya, kepalaku hanya agak pusing. Kemana kita akan pergi, Arjuna?"Arjuna terdiam sejenak, namun tak lama ia mengangguk. "Baiklah, kalau dirasa memang benar-benar tidak enak badan tolong segera katakan padaku." Melihat Arjuna tidak menjawab pertanyaannya, Naura pun sedikit melipat keningnya. "Kemana kita akan pergi?" tanya Naura lagi. Arjuna kembali terdiam, lalu tak lama pria itu tersenyum tipis. "Kamu tidur saja, masih ada waktu sekitar dua jam lagi hingga sampai tujuan."Naura menaikkan alis kirinya. "Dua jam?" Itu bukan waktu yang sebentar. Kemana sebenarnya Arjuna hendak membawanya pergi?Arjuna sekali lagi mengangguk. "Istirahat saja, aku akan membangunkanmu setelah kita sampai, sayang."Melihat Arjuna enggan memberitahunya, Naura hanya bisa menghela napas dan menuruti permintaan pria itu. Ia menyandarkan punggungnya dengan nyaman, kemudian matany
Naura melangkah keluar dari penjara, pikirannya diam-diam penuh dengan pertemuannya bersama Althaf sebelumnya. Jadi... Pria itu memilih untuk berhenti begitu saja tanpa perlawanan apa pun?Meskipun hal tersebut terdengar baik, tetapi tetap patut diwaspadai. Serangan yang sebelumnya dilayangkan Althaf sangat besar, rasanya tanda tanya besar jika pria itu mengaku mengalah. Lamunan Naura pecah begitu melihat sosok Arjuna yang menunggu di parkiran mobil. Pria itu tersenyum tipis, mata hijau emerald-nya terlihat sangat cerah saat bertabrakan dengan cahaya hangat matahari sore. "Sudah?" tanya pria itu. Naura tersenyum tipis, kedua sudut alisnya menyatu bingung. "Kamu di sini?"Arjuna mengangguk. "Apa salah?"Naura tertawa ringan, lalu mulai mendekati Arjuna. Pria itu dengan lembut langsung meraih tangan kanannya dan mengecup singkat. "Bisa ikut aku pergi ke suatu tempat sebentar?" tanya Arjuna. Naura mengangguk. "Tentu, kemana kita akan--""Kamu akan mengetahuinya nanti." Potong Arju
Dua hari setelah kejadian Naura berhasil kembali, Arjuna mulai sibuk 'membersihkan' kekacauan yang Althaf buat di Renjana. Di ruang kerja Arjuna seperti biasa, Damian, Aimee, dan Tiara Bara berkumpul. "Bagaimana hasil kemarin?" tanya Arjuna, pria itu duduk sambil menatap satu persatu wajah di hadapannya. Aimee menggeleng singkat. "Phantom masih belum melakukan pergerakan apa pun, tidak ada laporan terbaru."Arjuna menaikkan alis kirinya, aneh sekali rasanya Phantom tidak bergegas bergerak menyelamatkan Althaf dari penjara. Phantom adalah organisasi yang terkenal besar dan gelap, selain menjual informasi, mereka juga terkenal dengan gerakannya yang agresif. Jika dicocokkan dengan sifat tersebut, seharusnya belum ada satu hari, penjara tempat Althaf dikurung telah hancur. "Phantom tidak mungkin diam saja, sebaiknya kita juga mulai mencari jalan lain untuk banyak kemungkinan." Damian menatap serius ke arah Arjuna. Tiara Bara mengangguk setuju. "Itu benar, seperti mungkin mendobrak
Naura duduk tenang di atas ranjang rumah sakit setelah dokter dan perawat selesai memeriksa kondisinya. Arjuna duduk di sofa tak jauh dari ranjang, pria itu masih terlihat sangat sibuk mengutak-atik iPad besar miliknya. Selepas kepergian Althaf, Arjuna tanpa banyak bicara langsung menariknya masuk ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit. Damian masih sibuk mengurus kepala keluarga sembilan pilar negara bersama Tiara Bara, bagaimanapun kejadian tadi cukup menggemparkan. Media yang disiapkan oleh Tiara Bara di luar gedung pertemuan telah sukses mengunci berita dan meledakkannya ke seluruh sosial media. Sedangkan Kate mengurus kebutuhan dan urusan rumah sakit Naura. Naura hanya duduk tenang di posisinya, matanya menatap lembut ke arah Arjuna. Sosok pria yang sangat ia rindukan kini telah kembali, tidak ada rasa tenang lain yang dapat mengalahkan rasa tenangnya saat ini. Tak lama Arjuna mengangkat pandangannya, sepertinya pria itu baru tersadar bahwa dokter telah pergi. Deng
"Selamat datang, tuan Renjana." Tiara Bara mengulurkan tangan ke arah Althaf untuk berjabat tangan, bibirnya tersenyum formal. Sejak kematian ayahnya, Tiara Bara mulai menggantikan posisi ayahnya. Saat ini seluruh Indonesia bukan lagi memanggilnya 'nona Bara', tetapi 'nyonya Bara'. Althaf membalas uluran tangan Tiara, matanya menangkap sorot kemisteriusan di tatapan wanita itu. Mengesampingkan semua itu, Althaf pun mulai berbaur dengan para kepala keluarga sembilan pilar negara lainnya. Sejak awal dia menggantikan posisi Arjuna, hanya ada satu keluarga yang tak pernah muncul, yaitu Wajendra. Tidak ada yang tahu bagaimana kabar Zafir Wajendra, pria itu seolah hilang ditelan bumi. Pria itu menutup akses media rapat-rapat, dari kabar yang beredar Zafir Wajendra masih sangat terpukul atas perceraiannya yang kedua kalinya. Sejujurnya Althaf sangat ingin bertatap wajah dengan Zafir secara langsung, pria itu diam-diam ingin meninju wajah pria yang pernah menginjak putri mahkotanya.