“Nyonya! Tuan Zafir membawa seorang wanita asing masuk ke dalam Mansion!"
Ucapan Kate, asisten pribadinya, membuat Naura langsung mengalihkan pandangan dari tumpukkan dokumen di atas meja.
"Pekerja baru?" tanya Naura.
Kate menggeleng. "Bukan, Nyonya! Wanita itu adalah kekasih Tuan Zafir!!"
Naura terkejut. Zafir adalah pria yang telah dia nikahi selama enam tahun, lalu apa maksudnya pria itu membawa seorang kekasih ke kediaman mereka?
"Bawa aku menemui mereka," titah Naura, membuat Kate menganggukkan kepala dan mengantarnya ke tempat Zafir berada.
Baru saja mereka sampai di ruang tamu, Naura bisa mendengar percakapan antara dua orang di dalam sana.
“Rumahmu indah sekali, Zafir! Aku sangat menyukainya!”
“Kamu akan tinggal di sini, jadi bagus kalau kamu suka.”
Tampak seorang wanita dengan rambut hitam panjang bergelombang sedang tersenyum dan tertawa manis ke arah seorang pria.
Wajah wanita itu begitu cantik, ditambah dengan ekspresi polosnya, siapa pun yang melihat pasti akan jatuh hati dan ingin melindunginya.
Di sisi lain, sang pria yang tidak lain adalah Zafir, terlihat mengusap kepala wanita tersebut dengan lembut.
Kalau orang yang tidak tahu, pasti akan mengiranya keduanya adalah sepasang kekasih.
“Apa yang kalian lakukan?”
Pertanyaan Naura membuat dua orang di dalam ruangan tersentak.
Zafir yang tadi sibuk menyentuh kepala wanita asing itu, langsung berdiri dengan wajah kaget. “Naura?”
Naura memandang Zafir dingin sebelum beralih menatap wanita asing di sebelah pria itu tajam. “Siapa wanita ini?”
Seakan tidak ada yang salah, Zafir memasang senyum lebar. "Perkenalkan, Sayang... Ini Evelyn." Dia menggenggam tangan Evelyn tanpa ragu dan membawanya menghampiri sang istri.
Berdiri berhadapan dengan Naura, Evelyn memberikan senyum yang sangat manis. “Salam kenal, Kak Naura. Aku Evelyn.”
Melirik tangan Zafir yang terkait dengan tangan Evelyn, Naura berujar, "Membawa seorang wanita asing ke dalam kediaman dan berperilaku intim di depan semua orang. Apa kamu sedang mengumumkan bahwa kamu memiliki kekasih baru, Zafir?"
Pertanyaan dan pandangan tajam Naura membuat Zafir kaget selagi Evelyn takut.
Melihat wanita di sebelahnya bergetar, Zafir langsung mengusap kepala Evelyn untuk menenangkannya.
“Tenang, jangan takut. Kamu akan baik-baik saja,” ucapnya. “Tunggu di sini sebentar ya. Aku dan Naura akan bicara dulu. Kami tidak akan lama."
Naura melihat Evelyn mengangguk patuh selagi memaksakan senyuman ketika ditenangkan oleh Zafir.
Hal tersebut membuat perasaan Naura semakin tidak nyaman. Jadi, dia pun berbalik untuk melangkah lebih dulu meninggalkan ruang tamu.
Mereka kemudian masuk ke dalam salah satu kamar kosong di dekat ruang tamu utama mansion.
"Jadi, apa maksudnya ini?" Naura langsung berkata begitu pintu ditutup rapat.
Sembari tersenyum tipis, Zafir menggenggam tangan Naura dan berkata dengan santai, "Dia adalah wanita yang akan mengandung anak kita, Sayang.”
“Apa?” Mata Naura membesar dan langsung menepis tangan sang suami. “Apa maksudmu?”
Reaksi besar sang istri sama sekali tidak mengejutkan Zafir. Pria itu hanya memasukkan tangannya yang ditepis ke dalam saku celana dan menjelaskan,
“Kita sudah enam tahun menikah, tapi kamu masih belum melahirkan seorang anak. Ibuku sudah tidak bersedia menunggu lagi. Jadi ….”
“Kamu akan menikah lagi?” tanya Naura dengan tubuh bergetar.
Zafir menggeleng cepat, "Tidak, Sayangku. Dia tidak akan menjadi istriku, karena dia hanya akan mengandung anak kita.”
“Kamu akan menyewa rahimnya?” tanya Naura, membuat Zafir menganggukkan kepala. “Tapi aku masih bisa mengandung, Zafir! Bukankah kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya?!”
"Keluarga besar Wajendra menuntut kehadiran penerus, Naura!” balas Zafir, mulai kehilangan kesabaran.
Dia menyisir rambutnya ke belakang dengan frustrasi sebelum menambahkan, “Kesehatan Ibu semakin memburuk, dan aku sudah seharusnya diumumkan sebagai pewaris. Apa karena kamu masih belum mampu melahirkan, maka kami harus terus menunggu? Tidakkah kamu merasa dirimu terlalu egois?”
Ucapan Zafir membuat hati Naura berdarah. Apa suaminya baru saja menyalahkannya?
Memang, ibu mertua Naura sedari dulu menuntut kehadiran seorang penerus kepada Naura dan Zafir selagi mengungkit kondisi kesehatannya.
Namun, bukankah Zafir sendiri yang mengatakan pada Naura untuk jangan khawatir karena itu hanyalah akal-akalan wanita tersebut belaka?
Lalu, terkait pengumuman Zafir sebagai pewaris, memang hal itu sedang ditunda oleh keluarga besar hingga dia bisa mendapatkan keturunan.
Namun, bukankah Zafir sendiri yang menyatakan dia rela menunggu sampai Naura bisa mengandung anaknya setelah beberapa bulan lalu keguguran?
Lalu, kenapa sekarang Zafir menyatakan Naura sebagai wanita yang egois?
Melihat Naura diam, Zafir meraih tangan sang istri dan berucap lembut, “Bukan maksudku membentakmu, tapi mengertilah, Naura. Kita hanya perlu menyewa rahim Evelyn dan menahan semua ini selama sembilan bulan. Setelah itu, Evelyn tidak akan muncul lagi di hadapan kita dan anak itu mutlak milik kita," sambung Zafir.
Naura terdiam, masih berpikir keras. Hatinya yang terluka dan pikirannya yang kacau membuat wanita itu sulit mencapai keputusan.
"Aku berjanji, rencana ini akan berjalan lancar dan berlalu begitu saja. Evelyn tidak akan mengusikmu dan kami akan melakukannya jauh darimu. Bagaimana?"
Naura menautkan alis. Dia barusan tidak salah dengar, bukan?
“Kau akan tidur dengannya?”
Setelah terdiam beberapa saat, Zafir menganggukkan kepala. “Ya.”
Naura membelalak. “Kamu bisa menggunakan cara bayi tabung. Kenapa harus sampai tidur dengannya?!”
“Ibuku percaya kalau cara terbaik untuk mengandung adalah melalui rahim, bukan bayi tabung.”
Naura tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Bukan hanya kamu membawa wanita asing untuk menjadi ibu pengganti tanpa persetujuanku, tapi kamu juga berniat meniduri wanita itu hanya karena ibumu berkata demikian?! Kenapa kamu tidak menceraikanku dan menikahi wanita itu saja?!”
Saat kalimat itu terlontar, wajah Zafir berubah gelap. Pria itu tampak terluka sekaligus kecewa.
“Kalau bukan karena terpaksa untuk kebaikan kita semua, apa kamu kira aku akan melakukan hal ini?” Pria itu melepaskan tangan Naura dan menjauhkan diri. “Bagaimana kamu bisa berkata seperti itu padaku?”
“Aku–”
“Aku lelah berdebat,” potong Zafir, tidak lagi ingin mendengar ucapan Naura. “Aku tahu kamu sedang marah. Jadi, aku akan menganggap kamu salah bicara.”
Pria itu berbalik ke arah pintu seraya berkata, “Untuk sekarang, dinginkan kepalamu dan berpikirlah dengan matang. Setelah tenang, baru temui aku lagi dengan jawabanmu.”
Kemudian, pria itu berjalan pergi meninggalkan ruangan.
Naura berniat mengejar, tapi Zafir telah terlebih dahulu menutup pintu. Hal tersebut membuat Naura mengepalkan tangan dengan kedua matanya mulai berkaca-kaca.
Naura akui, dirinya memang bersalah karena belum mampu memberikan keturunan untuk Zafir. Akan tetapi, itu pun hanya untuk sementara karena rahimnya sehat.
Lagipula, wanita mana yang rela membiarkan suaminya tidur dengan wanita lain untuk mendapatkan seorang anak!?
Bahkan bila rencana ini berhasil dan Evelyn bisa memberikan mereka seorang anak, apa Naura bahkan bisa mengatakan itu adalah anaknya dan Zafir?!
Menutup wajahnya yang berurai air mata, Naura hanya bisa bertanya, “Apa … yang harus kulakukan?”
**
Setelah beberapa jam berlalu, Naura sudah berada di hadapan Zafir dengan wajah yang berbekas uraian air mata dan tampak lelah.
Berbalik dengan Naura, wajah Zafir tampak berseri.
“Kamu setuju!?”
Setelah Naura mengangguk, Zafir langsung memeluk erat istrinya dengan bahagia.
“Aku tahu kalau kamu pasti mengerti, Sayang!”
Saat ini hati Naura terasa dingin. Padahal, biasanya pelukan suaminya adalah sesuatu yang bisa membuat perasaannya menghangat.
Tak hanya itu, hatinya benar-benar berat. Namun, senyuman cerah Zafir membuatnya merasa telah melakukan keputusan benar.
“Berjanjilah agar tidak mengkhianati kepercayaanku, Zafir.” ucap Naura.
Zafir melepaskan pelukannya terhadap Naura selagi tersenyum lembut. “Tentu saja, Naura. Aku berjanji.”
Namun, apakah janji selalu ditepati?
"Kenapa wanita itu berada di mansion utama? Bukankah kamu sudah berjanji akan membiarkannya tinggal di paviliun samping!?” Terlihat Naura sedang berdiri di hadapan Zafir dengan wajah marah. “Hanya karena masalah sepele seperti itu, kamu berani menerobos ruang kerjaku dan membentakku?” tanya Zafir dengan wajah kesal.“Melanggar janji adalah hal sepele untukmu, Zafir, tapi tidak untukku!” balas Naura dingin.Tepat hari ini, sudah lebih dari dua minggu semenjak Evelyn benar-benar tinggal di kediaman Naura dan Zafir. Di waktu yang bersamaan, sudah dua minggu pula Naura dan Zafir terus bersitegang akibat wanita tersebut.Ketika Naura setuju untuk menjadikan Evelyn ibu penggantinya, dia sudah memberikan sejumlah persyaratan kepada Zafir, termasuk membiarkan Evelyn untuk tinggal di paviliun samping dan bukan di mansion utama. Semua demi menghindari ketidaknyamanan saat bertemu dengan wanita tersebut.Namun, siapa yang sangka bahwa setelah dua minggu Naura pergi mengurus bisnis di negara
“Sayang, makan ini. Kata Ibu, ini bagus untuk kehamilanmu.”“Minum ini juga. Ini akan memperkuat janinnya.”“Pegang tanganku, Sayang! Aku tidak mau kamu terjatuh!”Kalimat manis penuh perhatian terus-menerus dilontarkan oleh Zafir di setiap saat kepada Evelyn, dan hal itu juga didengar oleh orang lain di kediaman, termasuk Naura.Walau kehamilan Evelyn membuat suasana mansion menjadi lebih cerah, tapi untuk Naura … dia merasa tempat tersebut semakin asing dan dingin baginya.Bagaimana tidak? Bagi seorang istri yang sebelumnya sudah berusaha keras untuk memberikan keturunan dan gagal, kenyataan Evelyn hamil dan diberikan sejuta macam perhatian oleh Zafir sama saja dengan sebuah tamparan keras untuk Naura. Meski begitu, Naura berusaha untuk tetap tegar. Wanita itu berusaha sekeras mungkin untuk menanamkan kepercayaan pada suaminya, dan fokus pada tujuan akhir mereka yang ingin memiliki anak–meskipun harus dari rahim wanita lain. Oleh karena itu, Naura pun rutin mengirim vitamin serta
Suasana ruangan VIP itu begitu tegang. Semua orang tampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.Tidak ada yang menyangka Arjuna akan begitu marah dengan tindakan Evelyn!Namun, Naura sudah menduganya, karena ini adalah salah satu hal yang paling dia takuti akan terjadi, di mana Evelyn yang tidak tahu tata krama kalangan atas, akan menyinggung Arjuna dengan kebiasaannya yang abai terhadap aturan.Zafir tampak memeluk pundak Evelyn, mencoba untuk melindungi wanita itu dan memastikan dia baik-baik saja. “Kamu tidak apa-apa?”“T-tidak, tapi tanganku sakit.” jawab Evelyn manja, tampak lemah dan begitu takut.Naura memaki dalam hati, bukan karena sikap Evelyn, melainkan karena tindakan Zafir. Tidak bisakah pria itu sadar kalau tamu penting mereka tengah marah besar akibat wanita yang dia lindungi itu!? Bisa-bisanya dia malah abai terhadap Arjuna dan hanya fokus sepenuhnya kepada Evelyn?Khawatir Arjuna tersinggung, Naura gegas maju menghadap pria itu. “Maaf, Tuan Renjana, Evelyn t
"Naura!" Setelah Arjuna Renjana meninggalkan mereka begitu saja, Naura justru memberikan tatapan merendahkan pada dirinya. Zafir tidak terima!Setelah sampai di mansion, Zafir mengikuti Naura ke kamar. Ia membuka pintu cepat dan menutupnya kembali, lalu menatap Naura dari ambang pintu. "Apa yang membuatmu menjadi semarah ini?" tanya Zafir, wajahnya menunjukkan perasaan frustasi. Banyak pikiran yang berkecamuk di kepalanya.Naura menatap tajam suaminya, kemudian menunjuk Zafir dengan jari telunjuknya. “Kamu tidak tahu–!”“Kamu yang tidak tahu diri!”Zafir memotong kalimat penuh amarah Naura, lalu menuduh Naura yang tidak tahu diri! Naura menahan amarah dengan mengepalkan tangan di kedua sisinya. “Kamu bilang, aku tidak tahu diri?”“Kalau kamu tidak berbuat onar, Tuan Renjana tidak mungkin meninggalkan pertemuan penting itu begitu saja.”Naura menatap Zafir dengan pandangan tidak percaya. Naura bahkan kehilangan kata-katanya.Sekarang Zafir menyebutnya berbuat onar, padahal dia send
Keesokan harinya, Naura sibuk bekerja di ruang kerja. Setelah menandatangani semua dokumen, wanita itu menyandarkan punggungnya ke kursi dan menghela napas. Dia masih terganggu dengan acara makan malam yang berakhir memalukan kemarin.Sembari dipenuhi rasa canggung, Naura mulai melakukan panggilan ke nomor Arjuna yang baru saja ia minta dari Kate. Tak kemudian, suara berat dari Arjuna terdengar di telinganya."Halo.”Naura mengepalkan kedua tangannya. "Selamat sore, Tuan Renjana. Saya Naura Wajendra. Apakah telepon dari saya mengganggu waktu berharga Anda?"."Nyonya Wajendra? Tidak. Apa ada hal yang ingin anda bicarakan?" tanya pria itu berterus terang. "Ah ya. Sebenarnya, secara pribadi saya ingin meminta maaf terkait pengalaman tidak mengenakkan yang terjadi saat makan malam kemarin, Tuan Renjana. Saya harap Anda tidak menyimpannya dalam hati,” ujar Naura dengan lancar meski jantungnya sudah berdegup dengan tempo yang tidak nyaman.“Mengenai masalah itu, tidak perlu dirisaukan,
"Jika seperti itu masalahnya, maka lebih baik menggunakan langkah yang kamu usulkan. Namun, sejujurnya aku sedikit terkejut karena pihak Renjana akan menyerahkan masalah ini pada kita." kata Zafir sambil duduk di kursi kerjanya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sedang berpikir serius. Naura mengangguk setuju. "Benar, aku juga berpikir demikian. Aku berpikir mereka akan serakah dan mengisi posisi kosong itu dengan orang-orang dari pihak mereka." Zafir tersenyum tipis. "Itu bagus, berarti kita tidak salah dalam memilih partner bisnis." Naura mengangguk lagi. Di tengah perbincangan mereka, tiba-tiba Zafir terdiam beberapa saat dan memperhatikan wajah Naura. Saat pandangan mereka bertemu, suasana tiba-tiba menjadi canggung. Zafir terbatuk pelan, kemudian tangan kanannya bergerak menarik laci kerjanya dan mengeluarkan kotak perhiasan kecil berwarna merah. Pria itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Naura. "Soal kemarin... Aku minta maaf, itu... Sepertinya aku memang terlalu be
"Hati-hati, Evelyn!!" Suara itu membuat Naura memandang ke luar jendela mobil.Di sana, Zafir terlihat sedang membantu Evelyn untuk berjalan masuk ke mobilnya karena wanita itu terlihat lemah dan rapuh. Naura lalu mengalihkan pandangannya ke arah iPad dan berusaha untuk fokus ke laporan keuangan yang sedang ia analisis.Tak lama setelahnya, Zafir menyusul ke dalam mobil dan duduk tepat di samping Naura. "Sebaiknya Evelyn tetap beristirahat di mansion kalau kesehatannya memburuk" ucap Naura dengan mata yang masih terpaku pada iPad.Zafir menggeleng pelan, "Wanita itu menolak untuk ditinggal. Aku juga khawatir kalau dia ditinggal begitu saja bersama para pelayan."“Begitu? Aku tidak tahu kalau sekarang kamu merangkap tugas sebagai pengasuh ibu hamil”.Zafir menghela napas tanpa mau memperpanjang masalah, "Anggap saja ini menjadi bagian dari menyenangkan perasaannya agar janin impian kita ikut sehat."Naura mengangguk-angguk kecil sambil bergumam rendah, "Entah janin atau wanita itu y
“Bawa Evelyn ke belakang dan lepas kalung yang dikenakan wanita itu”.Kening Naura sedikit terlipat dan perasaan marah kembali bergejolak di dalam dirinya. Bagaimana bisa Evelyn mengenakan kalung yang sama persis dengan yang ia kenakan? Tidak hanya bentuknya yang sama, tapi momen yang dipilih juga sama.Kemunculan Evelyn yang sudah anomali bisa berkembang menjadi skandal besar. Terlebih, kalung yang mereka kenakan juga merupakan kalung seharga miliaran rupiah yang dipesan secara khusus oleh Zafir.Kate lalu bergerak dengan cepat dan membawa Evelyn untuk keluar dari kerumunan. Sosoknya yang tak dikenal oleh wartawan membuat pergerakan mereka menjadi lebih mudah. Kepergian Evelyn dengan Kate membuat segalanya menjadi lebih mudah. Naura tak lagi perlu mengawasi Evelyn dan dapat fokus menjawab pertanyaan para kolega bersama Zafir.Sesampainya di ruang utama, Naura dan Zafir berjalan menyusul Arjuna yang sudah lebih dulu sampai dan menyerahkan gunting pada Naura.Mereka hendak memotong
Suasana menjadi chaos, Arjuna berusaha menutupi tubuh Naura menggunakan selimut. Pria itu berdiri dengan telanjang dada melindungi Naura, sementara Naura masih berbaring di belakang Arjuna dengan tubuh yang bergerak gelisah.Mereka tidak mengerti mengapa 'kegiatan' mereka diketahui oleh pihak luar, tapi Arjuna berusaha tenang dan melindungi Naura."Oh Tuhan! Tuan Renjana yang terhormat, bisa-bisanya Anda melakukan hal seperti ini?!" Seru salah satu bangsawan senior."Siapa yang mengizinkan kalian masuk?" tanya Arjuna datar, menatap tajam semuanya.Tak lama, kerumunan bangsawan itu terbelah, muncul William, Catharina, dan Helena."Yang Mulia! Lihat perilaku menyimpang sepupu Anda ini! Sangat memalukan!""Benar, Yang Mulia! Istana harus mengambil tindakan tegas karena mereka bisa menjatuhkan martabat kerajaan!"William menghiraukan seruan para bangsawan, matanya menatap penuh tanya ke arah Arjuna.Arjuna mengangguk tipis, tatapannya seolah mengatakan dia akan menjelaskan semuanya nanti.
"Naura Tirta, hati-hati karena dia bukan orang yang mudah lengah. Di sekitarnya juga banyak orang besar, salah langkah maka semuanya gugur.""Baik, dimengerti."Panggilan penuh perintah itu terputus seketika setelah dijawab. Pria dengan rambut coklat dan memiliki brewok tipis menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku.Dia berjalan di tengah ramainya lalu lalang penduduk sekitar dengan jaket dan wajah tertutup menuju Istana. Melewati pintu belakang, beberapa pasang mata yang melihatnya menyapa seperti biasa."Hei, kemana saja? Cepat, acara sebentar lagi dimulai!""Hai, Jhon! Kau baru datang?"Dia hanya menjawabnya dengan senyum tipis singkat dan melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju bagian dalam belakang Istana, tempat para pelayan menyibukkan diri mereka.Setelah mengganti pakaian, dengan cepat Jhon menemui kepala pelayan yang sibuk memberikan perintah."Tuan Karl, setelah menyiapkan kamar tamu apa saya boleh diizinkan membantu pekerjaan pelayan lain di aula pesta?"Kepala pelaya
Dua hari setelah Naura mendapatkan tawaran lamaran dari Arjuna, pria itu kembali menghubunginya mengenai pernikahan sepupunya yang berada di Belanda. Sebab, Arjuna meminta Naura untuk menjadi pendampingnya dan tidak ada alasan untuk Naura menolak.Setibanya di Royal Palace Amsterdam, kedatangan mereka segera menjadi pusat perhatian. Dengan dress elegan yang melekat di tubuhnya, Naura melangkah di samping Arjuna dengan raut wajah tenang."Selamat atas pernikahan kalian." Arjuna menjabat tangan sepupu laki-lakinya, William. “Selamat juga untukmu, Tuan Putri.” kali ini Naura yang bersuara sambil memeluk singkat Catharina, Putri Mahkota Kerajaan Belanda yang menjadi istri dari William.Mendengar itu, William tersenyum dan menggenggam erat tangan Arjuna. Dia adalah putra dari paman Arjuna, sang Perdana Menteri Belanda. "Jadi ini wanita yang membuatmu gila saat itu?" tanya William dengan suara rendah, sedangkan yang ditanyai mendelik tajam."Aku hanya bercanda! Tidak perlu serius seperti
"Nona, apa Anda baik-baik saja?" Kate menyentuh bahu Naura, keningnya sedikit terlipat karena sudah tiga kali ia memanggil wanita itu namun tidak mendapatkan jawaban. "Iya?" jawab Naura cepat, wajahnya sedikit terkejut. "Bahan khusus yang Anda pesan dari China baru saja tiba, Anda ingin melihatnya sekarang?" tanya Kate. Naura menggeleng singkat. "Tidak perlu, aku percayakan padamu." Kate tersenyum, mengangguk mengerti. Naura menghela napas tipis dan kembali menatap tumpukkan kertas di hadapannya, sejak kejadian kemarin tanpa sadar dia jadi sering melamun. Diandra, Naura belum sempat menanyakan alasan wanita itu tiba-tiba muncul di kediaman Renjana. Ekspresi Arjuna langsung berubah buruk tiap kali nama wanita itu disebut, membuat Naura selalu segera mengurungkan niatnya. Bagaimana hubungan mereka sekarang? Apakah masih ada sesuatu yang belum selesai dan tidak Naura ketahui? Naura memijit keningnya, dia tidak pernah menduga kejadian kemarin benar-benar menghantui pikiran
"Aku Diandra." wanita itu tersenyum pongah sambil mengulurkan tangannya ke arah Naura. Melihat itu, ekspresi Naura terlihat tenang. Bahkan hampir tidak menampilkan ekspresi apa pun. Namun, saat dia hendak membalas uluran Diandra, Arjuna tiba-tiba menahan tangannya dan menyeretnya pergi."Ayo masuk," ucap Arjuna tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Diandra.Sebelum benar-benar berpisah, Naura dan Diandra sempat saling tatap. Bibir Diandra terus tersenyum sinis, sementara Naura hanya diam dan mengikuti langkah Arjuna.Dari belakang, Naura bisa mendengar suara Damian yang berusaha untuk membawa Diandra menjauh dari Mansion."Nona, mohon jangan buat saya bersikap kasar. Tuan Renjana–""Ternyata Aran sama sekali tidak berubah ya," potong Diandra.Naura yang mendengar nama itu mengernyitkan dahinya diam-diam. Aran? Apa itu panggilan Arjuna dari Diandra?Saat mata Naura kembali menatap Arjuna, raut wajah pria itu terlihat keras. Kondisi pria itu membuat Naura yang ingin meminta penjelasa
Sebelum kembali ke apartemennya, Naura memutuskan untuk menemui Helena terlebih dahulu dan memperkenalkan diri dengan lebih baik.Sebab, menurut Naura, sangat tak sopan apabila ia kembali begitu saja tanpa memperdulikan sang Nyonya Rumah. Lagipula, Arjuna pun berencana untuk mengenalkan Naura sekaligus menjelaskan apa yang telah terjadi selama tiga tahun belakangan ini kepada Helena."Begitu. Aku pasti telah menyinggung perasaanmu." Helena bersuara setelah mendengar penjelasan dari putranya.Naura menggeleng. "Saya mengerti. Nonya Renjana tidak perlu khawatir."Raut wajah Helena berubah menjadi senyum kaku. "Tidak perlu memanggilku sekaku itu. Untuk ke depannya, panggil saja aku Ibu. Sama seperti Arjuna."Naura melirik Arjuna untuk meminta persetujuan.Setelah mendapat anggukan dari pria itu, Naura kembali menatap Helena dan ikut mengangguk. "Baiklah, Ibu." Senyuman tulusnya kembali muncul."Arjuna memang sulit untuk diajak berkomunikasi. Jika kamu mengalami kesulitan, tidak perlu r
"Di mana calon menantuku?" Helena bertanya lagi di tengah kesadarannya yang belum terkumpul sempurna. Naura yang mendengar itu tersentak kaget di dalam hatinya. Apakah yang disebut Diandra itu adalah wanita yang diceritakan Damian? Mantan kekasih Arjuna?Naura melirik Arjuna, raut wajah pria itu mengeras dan terlihat enggan untuk menjawab ibunya.Namun, kemudian pria itu dengan lembut mengelus kepala ibunya, "Diandra sudah tidak bersamaku, Bu."Helena mengerutkan kening lalu memejamkan matanya lagi. Dia belum bisa mencerna keadaan terbaru dari Arjuna."Damian," Arjuna memecah keheningan."Ya?"Damian melangkah maju, bibirnya tersenyum tipis saat matanya bertemu dengan mata Helena."Apa dokter masih–"Belum selesai Arjuna bicara, suara derap langkah yang terburu-buru terdengar. Semua orang menoleh dan langsung memberikan akses masuk, termasuk Arjuna.Seoran dokter pria paruh baya masuk tanpa ragu. Sepertinya dia sudah lama berada di sekitar Renjana, karena tidak ada wajah khawatir at
"Terima kasih banyak, dokter."Pagi ini Arjuna memanggil dokter secara khusus untuk memeriksa Naura dan hasilnya membuat pria itu menggeram.Lengan Naura memang tidak mengalami cedera serius, tapi terjadi pembengkakan di sendi Naura, sehingga memungkinkannya untuk merasa nyeri secara repetitif."Kamu tidak pergi keluar hari ini?" Naura bertanya pada Arjuna begitu dokter meninggalkan kamarnya.Arjuna menggeleng singkat dan mata emerald-nya menatap Naura dalam. "Bukankah kamu sendiri yang meminta waktuku?"Naura mengerutkan keningnya, kapan dia pernah meminta waktu Arjuna?"Di pesawat semalam," lanjut Arjuna setelah mendapati wajah bingung Naura.Mendengar hal itu, Naura segera teringat saat di mana Arjuna berniat memanggil tiga dokter sekaligus untuk memeriksanya.Naura tersenyum. "Ah... Itu? Aku tidak masalah kalau kamu memang memiliki urusan penting yang men–”"Jadwalku bersih." Arjuna memotong cepat, membuat Naura tidak punya pilihan lain selain membiarkan pria itu melakukan hal yan
Berbanding terbalik dengan suasana kacau Zafir dan Evelyn, pasangan Arjuna dan Naura merasa sangat damai.Mereka duduk berhadapan dengan Arjuna yang sibuk mengompres pipi kiri Naura yang terlihat memerah."Aku baik-baik saja, Arjuna," ucap Naura untuk menenangkan pria itu. Pasalnya, Arjuna terlihat sangat khawatir sekarang. Kemerahan di pipinya tidak begitu mengkhawatirkan, tetapi Arjuna harus membentak Damian tiga kali hanya karena pria itu terlambat menyiapkan kompres es batu untuknya."Jika dibiarkan akan membengkak," balas Arjuna bebal dan masih mengompres pipi Naura. Tampaknya, dia sedang dalam mode tidak mau mendengarkan kalimat siapapun saat ini.Naura tidak punya pilihan lain selain menurut. Tanpa sadar pandangan matanya mulai semakin lembut pada Arjuna dan menatap wajah pria itu dengan detail. Terutama jakunnya yang naik turun dan pandangan mata pria itu yang menajam.Arjuna tampak seksi sekaligus lembut dalam satu waktu."Apa dia menyentuhmu lagi selain ini?" Pertanyaan A