Share

Berawal Dari Terpaksa, Berakhir Saling Mencinta
Berawal Dari Terpaksa, Berakhir Saling Mencinta
Author: Jezlyn

Bab 1 - Persiapan Nikah

Seminggu ke depan adalah hari dimana semua siswa-siswi tingkat SMA melaksanakan ujian nasional. Kaila Mahestri Wiraguna, siswi yang dikenal badung sekaligus memiliki otak pas-pasan itu selalu menganggap semuanya enteng. Termasuk ujian nasional pun yang dianggap momok menakutkan bagi seluruh siswa-siswi namun tidak bagi Kaila. Bagi Kaila ujian nasional hanya seperti segelintir upil yang berada dalam hidungnya. Jadi buat apa dibikin takut, toh misal tidak lulus sekolah tidak akan mati jugakan?

Di saat semua teman-temannya sedang mempelajari materi yang sudah dibahas untuk ujian, berbeda dengan Kaila. Ia justru asik main gadget stalking-stalking i*******m para member boyband BTS. Kaila selalu berkhayal ingin bertemu dengan Jungkook.

“Woi main hape mulu, belajar,” ucap Debi saat melihat temannya malah mesam-mesem menatap hape.

“Udah pinter gue,” jawab Kaila asal.

“Lah si anjir, kalau pinter mah nilai pelajaran lu kagak mungkin doremi,” sela Debi mengingatkan fakta yang sebenarnya.

“Ah lu kalau mau belajar mah belajar aja sih, otak gue udah ngebul begini. Udah sono lu jangan ganggu gue.” Kaila mengusir Debi yang menurutnya mengganggu itu.

Setelah kepergian Debi, Kaila kembali menjadi stalker. Namun beberapa saat ada pesan whatsaap masuk. Kaila langsung membukanya dan ternyata itu dari Kakaknya, Nasya.

Setelah membaca pesan w******p dari Nasya, Kaila berdecak sebal. Kenapa sih semua orang selalu mengingatkan dirinya untuk belajar dan fokus? Lagian nih baca buku terus itu bikin mumet dan bisa mengakibatkan kebotakan. Lagian mending baca novel kemana-mana menurut Kaila, apalagi genre romance yang suka bikin baper pembaca. Terkadang Kaila membaca novel sambil guling-guling di kasur saat merasakan hatinya ikutan baper kepada si tokoh lelaki yang di ciptakan oleh si penulis.

“Kai,” panggil Debi lagi saat melihat temannya makin nggak waras itu.

“Apa.”

“Lu seriusan nggak takut?”

“Takut apaan?”

“Ujian nasional.”

“Ngapain takut sih, emangnya ujian nasional itu mematikan? Nih Deb, gue bilangin ya HIDUP ITU TIDAK PERLU DIBIKIN RIBET, NIKMATI DAN JALANI SAJA SEPERTI AIR MENGALIR.” Kaila mencoba memberikan petuahnya.

“Sok bijak lu,” sela Debi tak terima dinasehati Kaila.

“Ya terserah lu lah,” balas Kaila masa bodoh.

“Tapi Kai, emang lu nggak ngeri apah kalau nggak lulus?” tanya Debi melihat Kaila yang tenang-tenang saja.

“Udah gue bilang ngapain sih takut, udah tenang aja.”

“Lu yakin bisa ngerjain?”

“Yakinlah.” Kaila mengucapkan dengan mantap.

“Kok gue yang ngeri kalau lu nggak lulus Kai, dilihat dari daftar riwayat hidup lu aja dari kelas satu sampai kelas tiga nilai lu itu not doremi begitu.”

“Lagi-lagi lu bahas nilai gue. Ya itukan kalau nilai harian, lu tau nggak Deb? Ujian nasional itu bukan tergantung pinter bodohnya orang,” ujar Kaila.

“Terus tergantung apaan?” tanya Debi penasaran.

“Tergantung faktor X.”

“Apa itu?” tanya Debi masih tidak paham.

“Ah bego lu, pelajaran doang nilai bagus. Beginian aja lu oon Deb. Ujian nasional itu tergantung faktor keberuntungan. Lu tahukan banyak siswa yang cerdas dan pinter, sering juara kaya lu justru nggak lulus---” Kaila belum selesai berbicara langsung disambar oleh Debi.

“Dih kok lu jadi nakutin gue sih,” sela Debi tak terima atas pernyataan Kaila.

“Makanya kalau lu pengin lulus nanti jangan pelit-pelit bagi gue jawaban,” ucap Kaila tertawa terbahak.

Debi langsung menonyor kepala Kaila. “Dih tai, itu sih bilang aja lu mau nyontek,” jawab Debi kesal.

“Lagian hidup lu terlalu serius sih,” sela Kaila masih dengan tawanya. “Oya gimana Donat lu?”

“Doni, Kaila ! pacar gue Doni bukan Donat.” Debi sangat marah jika Kaila memanggil pacarnya dengan seenak jidadnya itu.

“Ya ya terserah lu dah, tapi gue serius Deb. Kalau ujian itu tergantung faktor X yang ada pada diri kita.”

“Terserah lu Kai,” ucap Debi dan meninggalkan Kaila lagi.

Bel sekolah pun berbunyi menandakan semua siswa-siswi untuk memasuki ruangan yang sudah ditentukan menurut nomor induk. Sebelum melakukan ujian nasional semua berdoa menurut kepercayaan masing-masing.

***

Satu minggu kemudian.

Satu minggu sudah Kaila melaksanakan ujian sekolah dan nasional, namun hidupnya bukan makin santai malah makin ribet, bagaimana tidak ribet coba? Banyak sekali wedding organiser datang kerumahnya untuk membicarakan soal pernikahan Kaila. Namun hebatnya Kaila tidak dilibatkan sama sekali mengenai tema pernikahan yang akan dilangsungkan minggu depan.

Lagi-lagi Kaila berdecak sebal melihat pria paruh baya itu. Hidup Kaila sekarang bagaikan penjara, mau hangout sama teman saja harus di tanya-tanya mendetail seperti orang mau pinjam hutang. Ya pria paruh baya yang Kaila maksud itu Hendrik Wiraguna, Papah kandung Kaila sendiri.

Kaila mengingat kembali saat Papahnya mengumumkan pernikahan Kaila dulu. Papahnya mengumumkan tepat sebelum Kaila melaksanakan ujian nasional. Di saat itu juga Kaila langsung menolak dengan tegas namun tetap saja seorang Hendrik Wiraguna itu susah untuk dibantah.

Kaila menghela napas jika mengingat nasib Kakaknya itu, entah terbuat dari apa hati Papahnya itu. Bisa-bisanya tega mengasingkan Kak Nasya yang sedang mengandung. Bahkan alasan Papahnya menikahkan Kaila adalah, agar Kaila tidak hamil di luar nikah seperti Nasya.

“Kai, belum tidur?" tanya Rania melihat putrinya menjadi pemurung seperti ini.

“Belum ngantuk Mah,” balas Kaila mencoba tetap tersenyum.

Rania sedih melihat putrinya yang selalu ceria itu tiba-tiba menjadi pemurung. Rania tahu kalau tindakan suaminya itu sudah keterlaluan. Namun Rania tidak bisa membantah suaminya itu, Rania terlalu lemah lembut.

“Yang sabar ya sayang,” ucap Rania sambil mengelus-elus rambut panjang Kaila.

“Iya Mah,” balas Kaila mengangguk dan langsung menyenderkan kepalanya di bahu sang Mamah.

“Jangan jadikan pernikahan ini beban untuk kamu ya Nak, jangan benci Papahmu. Kaila tahu tidak, kalau Papahmu melakukan ini semua itu demi putri-putrinya.”

“Kaila nggak masalah nikah muda, nikah diusia 18 tahun seperti ini, yang Kaila pikirkan itu bagaimana dengan Kak Nasya yang di Surabaya Mah, Kak Nasya sedang hamil. Kak Nasya butuh dukungan kita sebagai keluarga. Tapi kenapa Papah justru tega membuang Kak Nasya,” ucap Kaila menahan amarah yang sudah terlalu lama dipendam itu.

“Mamah yakin, kalau Kakakmu itu baik-baik saja di sana. Apalagi Kak Nasya wanita kuat, lagian kamu waktu pergi ke Surabaya lihat sendiri kalau Kak Nasya tidak apa-apa kan. Justru Kak Nasya bekerja di sana,” ujar Rania agar Kaila tidak sedih lagi sekaligus lebih tenang dalam pernikahannya besok.

Mereka berdua tanpa sadar saling mengeluarkan air mata, posisi mereka pun masih saling berpelukan. Elusan tangan Rania membuat Kaila semakin sedih, apalagi Kaila mendengar kalau calon suaminya itu hidup di negara California. Sudah Kaila bayangkan pasti kehidupan di sana sangat berbeda dengan di Indonesia. Yang membuat Kaila berpikir apakah calon suaminya bisa bahasa indonesia? Jujur saja Kaila tidak bisa bahasa inggris. Memikirkan itu membuat Kaila frustasi. Tak sadar Kaila memeluk Mamahnya makin erat.

“Mah. Tidur bereng Kaila yah,” rengek Kaila manja.

“Kamu kan mau jadi istri, masa tidur sama Mamah sih.”

“Tapikan saat ini belum Mah, jadi masih boleh dong,” rayu Kaila lagi.

“Kamu ini, udah mau nikah tapi manjanya nggak ilang-ilang. Awas loh kamu harus rubah sikap absurd kamu Kai.” Rania memperingati anak bontotnya itu untuk bersikap normal, sebab Rania hapal betul kelakuan Kaila yang hiperaktif itu. Apalagi jika ada lagu dari Korea, Kaila langsung ikutan ngedance. Namun itu semua justru untuk hiburan keluarganya, terutama menghibur Rania dan Nasya yang terkenal pendiam itu.

Akhirnya dengan terpaksa Rania menemani Kaila tidur di kamarnya. Bisa ngoceh kaya burung beo besok kalau tidak diturutin. Mereka berdua terlelap dengan saling memeluk, menyalurkan rasa sayang mereka antara Ibu dan Anak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status