Hari kedua Andra melakukan survey di laundry. Suara bising mesin yang berputar menggema di ruangan itu. Entah ada berapa jumlahnya. Semua aroma bercampur satu, antara pewangi pakaian dan sprei atau selimut yang belum dicuci.Andra memeriksa satu per satu alat dan kelengkapannya. Dari merek sabun cuci yang dipakai, merek pewangi hingga kebersihan hasil cucian.Sebelum masuk ke ruangan ini, Andra memakai pakaian khusus dan masker, untuk mencegah terjadinya sesuatu hal.Sebenarnya beberapa karyawan sudah melarang Andra untuk masuk. Lelaki itu bahkan disarankan untuk menunggu laporan hasil survei saja. Namun, dia bersikeras.Andra ingin menyapa langsung semua karyawan. Dia juga menanyakan keluhan mereka. Walaupun hasil yang dia dapat memang hanya satu. Gaji yang ter-pending berbulan-bulan. Juga bonus yang tak pernah cair.Dari segi kualitas perlengkapan mencuci yang digunakan masih standar. Ada beberapa alat yang akan Andra tambah. Sehingga memudahkan para pekerja di ruangan ini. "Saya m
Andra membubuhkan tanda-tangannya di kertas itu. Hari ini, rumah orang tuanya beralih tangan.Reisa duduk mendampinginya saat akad jual beli itu berlangsung. Tiga milyar, begitulah salah satu isi dari surat perjanjian jual beli. Selain beberapa poin penting lainnya. "Terima kasih."Mereka saling berjabat tangan, setelah ponsel Andra berbunyi dan ada pemberitahuan kalau dana sudah ditransfer. Ternyata si pembeli sudah bekerja sama dengan bank untuk proses transaksi ini, sehingga prosesnya cepat. Si pembeli langsung pulang setelah prosesnya selesa. Dia menolak ajakan makan siang yang Andra tawarkan.Sibuk, begitulah alasannya. Memang benar, si pembeli seorang pengusaha besar sehingga waktunya terbatas. Tenyata semua transaksi usahanya dikelola oleh pihak bank. Andra bahkan sampai kaget. "Sudah, ya."Kali ini Andra yang gantian mentransfer jasa notaris sesuai dengan kesepakatan. Di awal dia sudah membayar setengah harga sebagai tanda jadi. "Kok lebih, Pak?" tanya sang notaris. Dia ti
Tanpa di komando, Andra langsung mengangkat tubuh korban itu ke mobil dan melaju menuju rumah sakit terdekat.Andra siap bertanggung jawab jika memang nanti aparat datang dan menangkapnya. Dia lalai dalam berkendara, sehingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain. Begitu tiba di rumah sakit, sang korban langsung di tangani. Dalam hati mereka berdoa supaya tidak terjadi apa-apa. "Ya Allah."Andra meremas rambut berulang kali. Mengapa musibah datang beruntun dalam kehidupan rumah tangganya. Baru selesai yang satu, kini muncul yang lainnya. Bagaimana kalau si korban tak bisa diselamatkan? Andra tak bisa membayangkan jika harus mendekam di balik jeruji besi meninggalkan keluarganya.Andra benar-benar berpasrah diri. Bersama Reisa, dia menunggu hingga pintu operasi terbuka dua jam kemudian."Keluarga Ibu Helena?" Dokter itu bertanya."Kami, Dokter," jawab Reisa."Kritis. Masuk ruang instensif sampai pulih."Mereka menarik napas lega. Mengucap syukur bahwa nyawa Helena bisa diselamatkan
"Gue masih di kantor, Chris."Begitulah jawaban Andra saat lelaki itu meneleponnya. Christian memintanya segera datang ke rumah sakit.Sementara itu, Andra masih menyelesaikan janjinya kepada para karyawan. Dia meminta sang sekretaris dan beberapa divisi mengurus semua surat yang diperlukan untuk pencairan dana. Hari ini perintah diberikan. Andra berharap semua dapat selesai dalam beberapa hari ke depan. Dana yang dia gunakan adalah milik pribadi sehingga jatuhnya harus menjadi saham. Setelah selesai memberikan arahan kepada semua tim, Andra akan langsung menuju rumah sakit melihat keadaan Helen."Saya cuma bisa sampai di sini. Saya mohon bantuan rekan kerja semua. Para manager dan staff untuk meng-hande ini sementara waktu. Saya percaya kepada kalian."Begitulah yang Andra sampaikan sebelum menutup morning session hari ini.'"Bapak mau ke mana? Kami dengar ada tabrakan," tanya salah seorang manager. Dia mendapat berita itu dari supir yang tadi pagi menjemput Andra. "Benar. Kemare
Lima hari sudah berlalu. Belum ada tanda-tanda perkembangan dari Helena. Wanita itu masih tak sadarkan diri di ruang intensif. Berbagai selang menempel di tubuhnya. Andra dan Christian bergantian menjenguknya. Reisa ingin ikut, tapi dilarang. Jadi, dia hanya mendengarkan apa yang diceritakan suaminya setiap pulang dari sana."Mau ke rumah sakit lagi?" Reisa merapikan kerah baju suaminya yang tampak berantakan. Sejak kejadian itu, Andra jarang ada di rumah. Sepulang dari hotel, Andrw akan mandi dan mengganti pakaian. Lelaki itu akan jika lapar dan langsung pergi lagi ke rumah sakit.Christian akan meneleponnya jika belum memberikan kabar. Andra akan buru-buru datang tanpa menghiraukan anak istrinya. Perasaan bersalah semakin hari semakin menghantui. Melihat Andra yang seperti ini, Reisa menjadi sedikit kecewa. Ada rasa sedih yang menyusup dalam hatinya, perlahan menjalar bahkan mulai berakar. Reisa tahu bahwa ada beban yang Andra tanggung atas kejadian ini. Tapi, apakah harus meng
Baca ceritaku yang lain ya. Dijamin seru dan beda. Pengantin Pengganti, Masa Iddah yang Ternoda, Me & My Ex, dan Selir Sang Pangeran.**** Bunyi beberapa alat yang terpasang, saling bersahutan di dalam ruangan itu. Berbagai selang yang melekat di tubuh, membuat Helena tetap bertahan sampai sekarang. Harapan tipis, tapi semua orang berdoa untuk sebuah keajaiban. Wanita yang terbaring di ruang intensif itu mulai menggerakkan tangan. Kesadarannya mulai pulih. Helena belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi. Dia hanya merasakan sakit yang menghantam seluruh bagian, dari kulit hingga tulang. Serasa ruh ingin terlepas dari raganya. Jika boleh memilih, Helena ingin kembali ke pangkuan Tuhan. Dari pada harus merasakan sakit di antara hidup dan mati. "Suster, suster. Lihat!" Salah satu perawat memanggil kepala ruangan mereka. Semua orang mengucapkan takbir saat melihat keajaiban itu muncul. Helena begitu kuat, berjuang untuk hidupnya. Mungkin, ada banyak hal yang ingin diselesaikan sebelum
Christian berulang kali mengucapkan syukur atas perkembangan yang dialami Helena. Dia mengusap air mata yang sempat menetes beberapa menit yang lalu. Semua orang serasa mimpi, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Perlahan tapi pasti, tubuh yang tak berdaya itu akhirnya mulai sadar, walaupun belum sepenuhnya pulih. Setelah mengucapkan nama lelaki yang disayangi, Helena kembali tak sadarkan diri. Mata yang berhari-hari terkatup itu bahkan enggan menyapa orang yang dia sebut.Helena kembali ke alam mimpi, larut dalam buaian indah yang telah menemaninya beberapa hari ini."Semua boleh keluar."Perintah dokter Andreas sempat mengagetkan mereka. Dua orang lelaki itu akhirnya memilih patuh, dan melanjutkan pembicaraan setelah meninggalkan ruangan itu. "Makasih, Ndra." Christian menjabat tangannya erat. Andra membalasnya dengan melakukan hal yang sama. Mereka sempat berbincang-bincang dengan dokter, sebelum akhirnya memilih untuk pulang dan berpisah.Andra diminta datang se
"Ndra. Helena udah sadar."Andra langsung mematikan panggilan dan bergegas menuju ke rumah sakit. Sebelum berangkat, dia sudah menitipkan hotel pada beberapa orang untuk ditangani. Mobilnya melaju membelah jalanan ibu kota yang siang ini padat sehingga harus extra sabar jika terkena macet. Lalu lalang kendaraan yang saling berebutan. Pemgemudi yang tak sabar ingin mendahului satu dengan yang lain, menjadi pemandangan lumrah di setiap harinya.Sepanjang perjalanan, ada sedikit rasa lega di hati Andra saat menerima telepon tadi. Paling tidak, dengan sadarnya Helena mengurangi rasa bersalahnya karena telah mencelakai wanita itu. "Sini."Christian menarik lengan Andra dan membawanya masuk ke ruangan intensif. Mereka menuju bed tempat Helena berbaring. Beberapa selang masih menempel di tubuhnya. Helena tampak lemah. Hanya saja ketika melihat Andra mendekat, bibirnya menyunggingkan senyum. Kaku, tapi ada binar cinta di matanya.Mata Helena begitu sayu dengan wajah yang memar di beberapa