Baca ceritaku yang lain ya. Dijamin seru dan beda. Pengantin Pengganti, Masa Iddah yang Ternoda, Me & My Ex, dan Selir Sang Pangeran.**** Bunyi beberapa alat yang terpasang, saling bersahutan di dalam ruangan itu. Berbagai selang yang melekat di tubuh, membuat Helena tetap bertahan sampai sekarang. Harapan tipis, tapi semua orang berdoa untuk sebuah keajaiban. Wanita yang terbaring di ruang intensif itu mulai menggerakkan tangan. Kesadarannya mulai pulih. Helena belum sepenuhnya ingat apa yang terjadi. Dia hanya merasakan sakit yang menghantam seluruh bagian, dari kulit hingga tulang. Serasa ruh ingin terlepas dari raganya. Jika boleh memilih, Helena ingin kembali ke pangkuan Tuhan. Dari pada harus merasakan sakit di antara hidup dan mati. "Suster, suster. Lihat!" Salah satu perawat memanggil kepala ruangan mereka. Semua orang mengucapkan takbir saat melihat keajaiban itu muncul. Helena begitu kuat, berjuang untuk hidupnya. Mungkin, ada banyak hal yang ingin diselesaikan sebelum
Christian berulang kali mengucapkan syukur atas perkembangan yang dialami Helena. Dia mengusap air mata yang sempat menetes beberapa menit yang lalu. Semua orang serasa mimpi, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka lihat. Perlahan tapi pasti, tubuh yang tak berdaya itu akhirnya mulai sadar, walaupun belum sepenuhnya pulih. Setelah mengucapkan nama lelaki yang disayangi, Helena kembali tak sadarkan diri. Mata yang berhari-hari terkatup itu bahkan enggan menyapa orang yang dia sebut.Helena kembali ke alam mimpi, larut dalam buaian indah yang telah menemaninya beberapa hari ini."Semua boleh keluar."Perintah dokter Andreas sempat mengagetkan mereka. Dua orang lelaki itu akhirnya memilih patuh, dan melanjutkan pembicaraan setelah meninggalkan ruangan itu. "Makasih, Ndra." Christian menjabat tangannya erat. Andra membalasnya dengan melakukan hal yang sama. Mereka sempat berbincang-bincang dengan dokter, sebelum akhirnya memilih untuk pulang dan berpisah.Andra diminta datang se
"Ndra. Helena udah sadar."Andra langsung mematikan panggilan dan bergegas menuju ke rumah sakit. Sebelum berangkat, dia sudah menitipkan hotel pada beberapa orang untuk ditangani. Mobilnya melaju membelah jalanan ibu kota yang siang ini padat sehingga harus extra sabar jika terkena macet. Lalu lalang kendaraan yang saling berebutan. Pemgemudi yang tak sabar ingin mendahului satu dengan yang lain, menjadi pemandangan lumrah di setiap harinya.Sepanjang perjalanan, ada sedikit rasa lega di hati Andra saat menerima telepon tadi. Paling tidak, dengan sadarnya Helena mengurangi rasa bersalahnya karena telah mencelakai wanita itu. "Sini."Christian menarik lengan Andra dan membawanya masuk ke ruangan intensif. Mereka menuju bed tempat Helena berbaring. Beberapa selang masih menempel di tubuhnya. Helena tampak lemah. Hanya saja ketika melihat Andra mendekat, bibirnya menyunggingkan senyum. Kaku, tapi ada binar cinta di matanya.Mata Helena begitu sayu dengan wajah yang memar di beberapa
Ruangan praktik dokter yang kali ini mereka datangi berkesan mewah dengan design interior yang wah. Sama seperti dokter lainnya, ada banyak poster mengenai kesehatan kandungan dan organ intim wanita. Hanya saja, wallpaper-nya gelap dan di dominasi warna hitam. "Malam, Dokter Arjuna." Mereka menyapa."Panggil Juna saja." Dokter itu tersenyum manis, menampilkan sebuah lekukan di sudut pipinya."Silakan." Reisa dan Andra duduk berhadapan dengan dokter yang akan memeriksanya hari ini. Arjuna, itulah nama spesialis kandungan yang mereka datangi. Atas rekomendasi seorang teman, akhirnya mereka sepakat datang ke sini. Dokter Arjuna mulai bertanya. Diawali dengan riwayat kehamilan Reisa sebelumnya. Dia cukup kaget saat wanita itu mengatakan bahwa pernah keguguran.Reisa menceritakan dengan detail semua keluhannya. Bagaimana di setiap kehamilan terasa berbeda. "Kita periksa dulu ya ... Ibu Reisa?" Arjuna memastikan nama pasiennya. Matanya menatap wajah manis di hadapannya. Reisa mengangg
Andreas memandang raut sendu yang sejak tadi diperiksanya. Bibir Helena masih pucat. Tubuhnya masih lemah walaupun sudah ada sedikit rona merah di wajahnya. Helena memasrahkan diri saat cairan bening itu disuntikkan ke infusnya. Menimbulkan denyut pada bagian yang tertanam jarum di kulitnya."Sakit?" Andreas bertanya. Ada rasa iba dalam hatinya saat melihat Helena memejamkan mata hingga dahinya berkerut. Jenis obat ini memang menimbulkan rasa nyeri setiap kali disuntikkan. Helena mengangguk. Matanya menatap pada lelaki tampan berjas putih di hadapannya. Ada stetoskop yang menggantung di lehernya.Kulit Andreas lebih putih dan bersih, berbeda dengan Andra yang cenderung gelap. Hanya saja, Andra lebih terlihat maskulin dengan penampilannya yang jantan dan berotot. Andreas merupakan sosok yang tenang dan teratur. Sedangkan Andra cenderung cuek dan blak-blakan. Ada rambut halus yang tumbuh di sekitar rahang kokohnya. Juga kacamata yang membingkai wajah, membuatnya terlihat smart."Jan
"Ini gedung belakang. Sudah lapuk, tapi belum di renovasi. Jadi kami biarkan saja."Perawat itu menjelaskan sambil mendorong kursi roda mengelilingi sebagian kawasan rumah sakit. Kebetulan bagian gedung ini berdekatan dengan kamar sang pasien sehingga mereka bebas berjalan-jalan.Helena meminta diajak keluar karena merasa bosan berada di kamar seharian. Sudah hampir satu bulan dia berada di rumah sakit dan Christian belum mengizinkannya pulang. Setiap pekan, sepupunya itu akan pulang dan datang kembali di hari senin. Entah bagaimana pekerjaannya. Yang pasti Christian sendiri yang bertanggung jawab sepenuhnya untuk menjaga Helena."Andra belum datang, ya?"Helena bertanya. Sejak tadi pagi dia menunggu hingga petang ini. Namun sosok sang pujaan hati belum nampak batang hidungnya. "Belum ada, Mbak. Kenapa? Kangen, ya?" goda si perawat. Melihat binar indah di mata Helena setiap kali Andra datang, membuat si perawat tahu bahwa ada hati yang menyimpan sekuntum rindu. Hanya saja, sepertin
Helena memandang wajah tampan yang sedari tadi menyuapkannya makan. Matanya menatap mesra dengan penuh kerinduan. Dia ingin tangan itu merengkuhnya dalam dekapan.Setelah berjalan-jalan melihat gedung lama rumah sakit ini, mereka kembali ke kamar. Andreas segera berpamitan pulang, ketika melihat Andra dengan sigap membantu Helena duduk di pinggir ranjang.Ada yang berdenyut dalam hati Andreas ketika melihat itu. Helena bergelanyut manja dengan melingkarkan kedua lengannya di bahu Andra.Andreas membuang pandangan, saat Andra malah membalas tatapan Helena dengan senyuman. Dia tahu, rasanya bertepuk sebelah tangan.Hanya saja Andreas tahu bahwa status Andra sudah menikah. Jadi kemungkinan untuk mendekati Helena masih ada.Andreas bahkan tak mengerti tentang perasaannya sendiri. Dengan langkah gontai, dia berjalan keluar dan menutup pintu kamar tempat Helena dirawat. Lalu bersenandung kecil saat berjalan menuju parkiran, menghibur luka hatinya sendirian.Sementara itu, suapan terakhir ma
"Ndra, ke rumah sakit. Sekarang!"Secepat kilat Andra mengambil kunci mobil dan meninggalkan pekerjaannya. "Mau ke mana, Pak?" Sekretarisnya bertanya ketika melihat Andra keluar ruangannya dengan tergesa-gesa. Jarum jam dinding menunjukkan pukul lima sore lewat dua puluh tujuh menit. Jamnya pulang bagi semua karyawan. Namun, biasanya mereka akan keluar kantor pukul tujuh malam untuk menghindari macet. "Saya harus ke rumah sakit sekarang. Tolong cancel makan malam saya nanti sama vendor. Alihkan besok atau lusa."Andra menitipkan pesan sebelum pergi. Dia berjalan begitu saja tanpa memberikan penjelasan lebih rinci.Si sekretaris tercengang melihatnya. Tak biasanya Andra begitu. Sebagai atasan, lelaki ini selalu bersikap professional. Jika sampai ini terjadi, itu berarti keadaan sudah mendesak. Feeling-nya mengatakan bahwa ini pasti urusan keluarga. Semua karyawan di hotel ini juga tahu, Andra sangat mengutamakan keluarganya. Si sekretaris menelepon dua pemilik vendor itu dan memi