Beberapa saat kemudian.
Renata terlihat berjalan cepat memasuki sebuah resto. Ia mengedarkan pandangannya dan menemukan Arnand di salah satu meja di sudut ruangan. Tanpa berlama-lama ia pun segera menghampirinya.
"Kenapa tiba-tiba kau ingin makan steak di resto mahal seperti ini?" tanya Renata sambil menyimpan barang bawaanya di salah satu kursi. Arnand terlihat terkejut dan seketika berdiri menatap Renata. "Hei, ada apa dengan tampang bodohmu itu?" bentak Renata heran sambil hendak terduduk. Namun tiba-tiba saja Arnand mencengkram lengannya. Ia tidak menyangka dapat melihat penampilan tak biasa dari Renata.
"Ini benar kau Renata?" tanyanya sambil membolak-balikan badan Renata untuk memastikannya.
"Iya ini aku. Kau ini kenapa sih?" ucap Renata kesal sambil menyingkirkan tangan Arnand."Aku tahu aku cantik kalau berdandan, sudah jangan menatapku seperti itu?" ucap Renata sambil menyibakan rambutnya ke belakang lalu menarik salah satu kursi untuk ia duduki. Arnand mengerutkan dahi dan tiba-tiba ia tertawa saat menatap ke bawah kaki Renata.
"Ha..haa... aku tidak tahu sebegitu spesialkah hari ini hingga kau berpenampilan seperti ini, tapi nata kenapa kau harus memakai bootmu itu?"
"Diam kau Arnand. Jangan komentari penampilanku, dan asal kau tahu aku seperti bukan ini untukmu. Aku melakukannya untuk orang lain." bantah Renata kesal.
"Orang lain? kau berkencan?" Arnand kembali terduduk dan menatap Renata.
"Bukan urusanmu!" jawab Renata sambil memalingkan wajahnya ke sembarang tempat.
"Hm.. baiklah, tapi berkencan dengan siapa? Apa kini ada pria yang mau berkencan denganmu?" tanya Arnand antusias. Renata menoleh dan menatap kesal.
"Arnand berhentilah bicara!" ucap Renata sambil mengangkat tasnya.
"Ahh.. baiklah. Seperti kita harus memesan, pelayan!" Arnand coba mengalihkan pembicaraan karena dia tahu apa yang akan terjadi jika ia masih menggoda Renata dengan moodnya yang seperti ini.
.
Beberapa saat kemudian.
Pesanan pun datang dan mereka mulai menyantapnya. Arnand sesekali melirik Renata yang tidak seperti biasanya ini. Karena kini Renata terlihat menyantap hidangannya dalam damai, tidak ada ocehan atau pun adu argumen yang membuat suasana makan mereka ramai. Hal ini membuat suasana menjadi canggung.
"Hm.. nata, apa kau bener-bener berkencan?" tanya Arnand pura-pura basa basi.
"Tidak." jawab Renata cepat sambil memasukan sepotong daging ke mulutnya.
"Lalu kenapa pakaianmu seperti itu?"
"Tadi aku pergi sebuah acara?"
"Acara apa? Pernikahan, tunangan atau kencan buta?" selidik Arnand, Renata berhenti memotong dagingnya lalu melirik tajam padanya. Arnand sangat mengerti dengan ekspresi tersebut.
"Ahh.. lupakan saja, kau tidak usah menjawabnya!" timpa Arnand memaksakan senyumannya. Renata tidak menanggapinya dan kembali menyantap makanannya. "Tapi nata?" tanya Arnand ragu disambut dengan nada kesal Renata.
"Arnand, tidak bisakah kau diam dan makan saja!"
"Iya. Tapi... kau tidak lupa kan kalau kau yang harus membayarnya!" Ucapnya sambil tersenyum singkat. Seketika ucapan Arnand membuat mata Renata membulat sempurna.
.
"Ah.. terima kasih!" Ucap Arnand mengambil kembali kartu kreditnya. Ia masih saja mengelus-elus kepalanya. Arnand melirik Renata dan seketika mendapatkan tatapan sinis darinya.
"Apa?"
"Tidak, bagaimana kalau kita pulang sekarang?" ajak Arnand dengan senyum manisnya.
"Baiklah." Arnand mengikuti langkah Renata sambil menggerutu tidak jelas.
.
Keesokan harinya.
Pagi itu Renata berjalan cepat menuju sebuah kelas. Ia terlihat kesal sambil menengteng sebuah kantong kertas coklat di tangannya.
Ia melihat seorang pria yang tengah sibuk dengan latopnya, dan pria itu adalah Reynand seniornya. Tanpa berlama-lama ia pun menghampirinya.
Brugh
Renata setengah melempar tas itu di atas meja membuat pria itu tidak lagi fokus pada laptopnya. Ia menatapnya datar. Orang-orang yang ada di sekitar mereka pun mulai menatap ke arah mereka.
"Ada apa rey?" Tanya seorang pria yang tengah duduk di samping Reynand.
"Ini aku kembalikan barang-barangmu?" ucap Renata.
Reynand hanya melirik kantong tersebut. "Kenapa tidak kau ambil saja?" ucapnya lalu kembali mengetik di laptopnya.
"Aku tidak membutuhkannya!"
"Kau pikir aku membutuhkannya." kelak Reynand tidak mau kalah.
"Aku tidak peduli dan ini, aku kembalikan juga UANG.MU!" Renata menyimpan uang tersebut dengan sedikit menggebrak meja Reynand membuat yang lain sedikit kaget. Tapi tidak dengan Reynand, ia hanya terdiam memperhatikan tingkah laku Renata dengan tenang.
"Itu uangmu bukan uangku?"
"Tidak. Aku tidak mendapatkan uang dengan seperti ini?"
"Itu imbalanmu karena telah menemaniku?"
"Menemani?"
"Apa yang terjadi."
"Apa mereka berkencan?"
Beberapa mahasiswa mulai berbisik-bisik membuat Renata semakin kesal dan segera membantahnya.
"Aku tidak berkencan dengannya, tidak akan." Ucapnya sambil menatap sinis pada Reynand."Pria yang seenak saja seperti dia! Aku akan berpikir beribu kali untuk mau berkencan dengannya." Jelasnya lagi.
Reynand hanya menatap Renata dingin. "Jadi.. kau ke sini hanya untuk mengatakan itu?"
"Tidak aku ke sini untuk mengembalikan barang-barang itu. Dan memperbaiki harga diriku yang sudah kau injak-injak itu!" jelas Renata. Reynand kembali terdiam masih menatap Renata.
"Kau sudah selesai !" Tanyanya.
"Ya dan satu lagi aku tidak akan pernah menganggapmu ada walaupun kita berpapasan. Aku ingin kita tidak saling mengenal seperti dulu."
"Ok."
Renata segera pergi dari sana. Ia terlihat sangat kesal. Reynand terlihat diam saja menatap Renata yang mulai menghilang di balik pintu.
"Itu Renata kan? kalian ada masalah apa?" Tanya Dean salah satu teman Reynand. Ia terlihat bingung dengan situasi tadi.
"Tidak ada, tadi siapa katamu?"
"Renata, Dia dari jurusan hukum beda 2 angkatan dengan kita. Dia cukup terkenal karena pintar dan selalu mendapatkan beasiswa.”
"Oh." Reynand tertegun sesaat lalu kembali fokus pada laptopnya.
.
Renata berkali-kali membasuh wajah untuk meredam emosinya. Ia menatap dirinya di cermin. Bayangan wajah Reynand terlintas di sana membuatnya merasa muak.
"Aku tidak mau lagi berurusan dengannya." Ucapnya lalu kembali membasuh wajahnya.
.
Malam itu café terlihat ramai seperti biasanya membuat Renata sedikit sibuk di meja kasirnya.
"Silahkan?" ucap Renata sambil menyodorkan segelas kopi pesanan salah seorang pelanggan. Renata merasa heran saat pelanggan tersebut masih mematung memandangnya.
"Apa ada yang lain?" tanya Renata, seketika pelanggan itu tersenyum mendengarnya.
"Renata, apa kau lupa padaku?" tanyanya. Renata terdiam sejenak mencoba untuk mengingat. Wajahnya terlihat tidak asing. "Aku jessi, mantannya Reynand." Ucapnya antusias.
"Ah, iya. " jawab Renata datar.
"Hm.. Aku tidak menyangka ternyata Reynand memiliki kekasih yang bekerja di tempat seperti ini? Tanyanya dengan nada sedikit merendahkan. Hal ini membuat Renata kesal.
"Ya aku bekerja di sini, apa yang salah?" jawab Renata dengan nada sedikit meninggi. Jelas Ia tidak terima jessi merendahkannya seperti ini.
"Ah.. tidak- tidak, kita lupakan saja ucapanku tadi. Oh ya bagaimana hubungan kalian, apa yang membuat Reynand mau berpacaran denganmu? Ups.. tidak maksudku apakah-"
"Tolong jangan membahasnya." potong Renata cepat.
"Kenapa, dia kekasihmu bukan?"
"Tidak, dia bukan kekasihku. Bahkan kita tidak saling mengenal."
"Maksudmu?"
"Sebaiknya kau tanyakan saja pada yang bersangkutan. Dan maaf saya benar-benar sibuk saat ini!" jelas Renata cepat. Jessi terlihat kesal mendengarnya hingga ia tidak bisa berkata-kata.
"Kau.."
"Ya, silahkan tuan mau pesan apa?" ucap Renata sambil tersenyum mengalihkan pandangannya pada pelanggan yang baru saja datang. Jessi terlihat tidak senang karena Renata seperti sengaja mengabaikannya. Ia mendelik kesal berlalu pergi. Renata yang acuh hanya melirik dan kembali terfokus untuk menginput pesanan.
.
Malam itu Reynand terlihat tengah menyetir dalam perjalanan pulang. Ia melirik layar ponselnya yang sedari bergetar. Nama jessi terpangpang di sana, hal itu yang membuatnya enggan mengangkat ponselnya.
LINE
Tak lama sebuah pesan muncul di layar ponselnya. Reynand melihat lampu merah di perempatan jalan, ia meraih ponselnya dan coba membaca pesan tersebut.
Jessi : Kenapa kau tidak mengangkat telponku?
Apa kau takut karena aku sudah tahu semuanya.
21.05
Reynand terlihat kaget membacanya lalu saat lampu hijau ia mencari tempat untuk menepikan mobilnya. Jessi kembali mengiriminya pesan.
Reynand: Maksudmu??
21.10 /read
Jessi : Aku tahu selama ini kau bohong.
Renata menceritakan semuanya!
21.11
Reynand tertegun sejenak, ia tidak menyangka Jessi akan mengetahuinya secepat ini. Ini di luar rencananya dan ia tidak ingin semuanya jadi kacau.
Jessi : Kenapa hanya di baca saja, kau terkejut!
Terbukti kau tidak bisa melupakanku
Kau masih Reynandku yang dulu
17
Reynand : Kau salah paham.
21.19/read
Jessi : Tentang?
21.19
Reynand : Hubunganku denganya sedang kurang baik sekarang.
21.20/ read
Jessi : Maksudmu, kalian bertengkar?
21.20
Reynand : Ya.
21.21/ read
Jessi : Kau bohong.
21.21
Reynand : Tidak ada.
21.22 /read
Jessi : Oh ya, kalau begitu buktikan.
Sabtu ini aku mengundang kalian untuk makan bersama.
21.23
Reynand : Ok.
21.23/ read
Reynand memukul kesal kemudi mobilnya. Entah mengapa ia selalu tidak bisa berpikir jernih saat harus berhubungan dengan wanita yang satu ini. Sekarang ia bingung dan tak tahu harus bagaimana.
"Bodoh! kenapa juga aku harus menyetujuinya?" Ucapnya geram lalu tertegun.
Flashback.
Dulu Reynand dan Jessi pernah menjadi sepasang kekasih. Sifat Reynand memang cuek dan sedikit dingin hal itu berbanding terbalik dengan sifat ceria dan manja yang Jessi miliki.
Di saat semua gadis menyerah mendekati Reynand, hanya Jessilah satu-satunya gadis yang pantang menyerah. Dan dengan seiringnya waktu Reynand pun luluh karenanya. Reynand melihat ketulusan dari setiap perhatian yang Jessi berikan. Hingga akhirnya ia pun mulai menyukainya. Namun kebiasaan Reynand yang lamban dan tidak pintar mengekpresikan perasaannya membuat perasaan Jessi untuknya pudar.
“Aku sudah meminta Juna untuk menjemputmu, maaf nanti aku akan menemuimu.”
Jessi menatap malas layar ponselnya. Lagi dan lagi Reynand selalu tidak ada untuknya. Jessi merasa jenuh dan kesepian padahal mereka sudah berpacaran hampir 2 tahun, namun rasanya tidak ada kemajuan dalam hubungan mereka. Reynand selalu saja sibuk dengan dunianya tanpa memperdulikan dirinya.
“Jess…” Jessi menoleh saat Juna memanggilnya. Juna tersenyum sambil berjalan menghampirinya. “Sepertinya rey sedikit sibuk.” ujar Juna.
“Ya, aku tahu.” ucap Jessi singkat sambil bangkit dan pergi.
Kejadian ini sering terulang. Bukan hanya antar jemput terkadang Juna juga menemani Jessi makan, nonton dan banyak hal lainnya saat Reynand tidak bisa menemaninya. Awalnya Juna mmerasa kasihan tanpa sadar hingga ia malah memiliki perasaan yang tak pantas kepada Jessi. Dan ternyata Jessi juga merasakan hal yang sama.
“Sepertinya aku menyukaimu.” ucap Jessi pelan membuat Juna menoleh kaget padanya.
“Hah, berhenti bercanda. Itu tidak lucu?” tanggap Juna sambil tertawa kecil.
“Aku serius, aku akan putus dengan Reynand.” ucapan Jessi ini seketika membuat Juna menghentikan mobilnya.
Beberapa hari kemudian.
Siang itu, tidak seperti biasa Reynand sengaja ingin bertemu dengan Jessi. Juna juga sudah berkali-kali memintanya untuk lebih sering menghabiskan waktu dengan Jessi. Dan Reynand berpikir sepertinya tidak ada salahnya. Memang akhir-akhir ini ia terlalu sibuk dengan kegiatannya.
"Jess.." panggil Reynand sambil melambaikan tangannya saat melihat Jessi keluar dari rumahnya.
“Hai.” ucap Jessi datar berjalan menghampiri Reynand. Reynand sedikit aneh melihat Jessi tidak seceria biasanya. Hingga akhirnya ia sadar hubungan mereka sudah berubah.
"Rey, Aku lelah.” ucap Jessi sesaat mobil yang mereka tumpangi baru saja melaju pergi.
“Oh, apakah kau ingin pulang?” tanya Reynand cepat. Jessi menatapnya tak biasa. Reynand yang menyadari ada yang salah akhirnya meminggirkan mobilnya.“Kenapa?” Tanyanya bingung.
“Kau tahu betapa lelahnya aku menghadapimu rey?” tanya Jessi dingin.
“Maksudmu?” Reynand balik bertanya.
“Kau selalu saja sibuk dengan duniamu sendiri. Bahkan setelah sebulan berlalu baru kali ini kau menemuiku. Pernahkah kau peduli padaku?” jelas Jessi penuh emosi. Reynand terlihat terkejut hingga tak bisa berkata-kata untuk sesaat.
“Maaf.” ucap Reynand pelan.
“Hanya itu saja.” bentak Jessi kecewa.
“Lalu kau ingin apa?”
“Putus, kita akhiri saja. Dengan begitu kau bisa berfokus dengan dirimu dan begitu pun aku.” ucap Jessi lalu bergegas turun dari mobil dan menghentikan sebuah taksi untuk ia naiki.
Kejadiannya terasa begitu cepat hingga Reynand bisa memahami keadaan yang ada. Reynand yang mulai sadar lalu coba menghubungi Jessi namun berkali-kali Jessi sengaja menolak panggilannya. Ia terdiam termenung di depan kemudinya.
.
Hubungan Reynand dan Jessi memang sudah berakhir. Namun entah mengapa Jessi selalu muncul di sekitarnya. Hal itu sedikit mengganggu dan membuat Reynand kesulitan melupakan perasaannya. Hingga pada akhirnya Reynand menyadari semua itu karena sahabatnya.
"Maafkan aku rey, tapi.. bolehkan aku berpacaran dengan Jessi?" tanya Juna ragu. Reynand tertegun mendengar pertanyaan itu. Hatinya terasa campur aduk. Ia menatap wajah sahabatnya yang cemas.
"Kau menyukainya?" tanya Reynand mencoba bersikap tenang saat balik bertanya.
"Maafkan aku rey, aku tidak bisa mengendalikan perasanku. Seharusnya aku tidak boleh menyukai jessi, tapi.."
"Tidak ada yang salah Juna, dia sudah menjadi mantan kekasihku." potong Reynand cepat.
"Tapi bahkan kami berpacaran di belakangmu.." ucap Juna pelan sambi tertunduk penuh sesal. Hati Reynand begitu sakit mendengar hal itu namun ia tetap tersenyum sambil menatap juna.
"Ya aku tahu." Juna mendongak kaget mendengar jawaban Reynand. Ia mendekati Reynand dan meraih tangannya.
"Aku bersalah, pukul aku rey. Kau boleh menghukumku." ucap Juna merasa sangat bersalah bersimpuh di hadapan Reynand.
Kalau mengikuti egonya mungkin Reynand akan melakukan hal itu. Tapi untuk apa, semua tidak akan menjadikannya baik-baik saja. Reynand menarik nafas panjang lalu membuangnya kasar.
"Baiklah." jawab Reynand menunduk. Juna terlihat menutup matanya dan bersiap. Sebuah tinju lalu melayangkan pelan di pundak Juna, membuatnya terperanjat kaget. "Jaga dia, mungkin bersamamu dia akan lebih bahagia!" ucap Reynand sambil tersenyum lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Juna yang mematung penuh sesal di tempatnya.
Setelah hari itu sikap Juna pada Jessi mulai berubah. Terlihat jelas ia mencoba menjaga jarak dengan Jessi. Hal ini membuat Jessi sedih dan tak jarang Reynand mendapatinya tengah menangis sendirian. Reynand tak tega melihat hal itu. Ia pun meminta Juna untuk tetap bersama Jessi dan tidak usah melihat masa lalu yang ada, karena kini yang ia tahu Jessi dan Juna saling menyukai. Reynand bahkan berusaha membuat Juna tenang dengan mengakui bahwa selama ini ia tidak benar-benar menyukai Jessi. Hingga akhirnya Juna pun percaya dan ia pun kembali besama Jessi.
.
Reynand tersenyum saat melihat Jessi bermanja dan tertawa ceria bersama Juna. Walaupun hatinya terasa sakit ia akan berusaha menutupinya. Karena semua tak sia-sia kedua sahabatnya kini berbahagia. Ia tahu dengan seiringnya waktu rasa sakitnya akan menghilang walaupun sedikit sulit. Ia hanya perlu bersabar untuk bisa menjadi baik-baik saja.
"Rey, ini untukmu?" ucap Jessi saat memberikannya segelas minuman. Reynand tersenyum lalu mengambilnya. Ia melirik Juna, ia juga tersenyum sambil menatap ke arahnya.
Juna tidak pernah memperlihatkan rasa cemburu saat Jessi begitu akrab dengan Reynand. Bahkan di saat hubungan mereka terlihat lebih baik di banding saat mereka pacaran dulu. Reynand ingin melindungi kepercayaan Juna maka dia pun berusaha menjaga jarak. Tapi entah kenapa kenyataannya ia malah menjadi tempat Jessi mengadu dan berkeluh kesah terutama tentang hubungannya dengan Juna.
.
“Rey..”
“Ya, kenapa?” tanya Reynand masih terfokus dengan laptopnya. Juna meletakan sebuah amplop di atas meja.
“Aku baru selasai mendesignnya, bagaimana menurutmu?” ucap Juna antusias dan perlahan Reynand membuka dan membacanya. Hatinya sedikit menceos saat nama Jessi dan Juna terpampang di sana.
“Ini..”
“Undangan pernikahan kami.” ucap Jessi datar.
“Oh.” Sesaat Reynand seperti kehilangan kata-kata.
“Kami ingin kau yang jadi orang pertama yang mengetahuinya.” sambung Juna tersenyum ke arahnya.
“Oh ya, Selamat kalo begitu.”
“Kau pasti datang kan?" tanya Juna.
"Ya aku akan datang." Jawabnya kemudian tersenyum singkat. Reynand sedikit heran melihat ekpresi Jessi yang tidak biasa. Ia terlihat sedih dan matanya pun berkaca-kaca.
"Maaf?" ucap Jessi cepat sambil berjalan meninggalkan Reynand dan Juna di sana.
"Ada apa dengannya, kenapa dia tiba-tiba pergi." Juna pun merasakan hal yang aneh. "Rey, nanti aku akan menghubungimu. Aku pergi dulu!" ucap Juna segera menyusul Jessi. Reynand terdiam dan hanya memperhatikan mereka dari kejauhan.
.
Malam itu Jessi terlihat berjalan cepat menuju sebuah apartement. Ia berhenti di depan sebuah pintu dan memijit bel dengan tidak sabar.
Ting. Tong
Ting.Tong
Ting. tong
"Sebentar.." ucap Reynand sambil membuka pintu. Ia sedikit terkejut melihat Jessi muncul dengan wajah sedih menahan tangis.
"Hei.. ada apa?“ Tanyanya bingung saat tiba-tiba saja Jessi berhamburan memeluknya. "Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya lagi. Jessi menggeleng dan makin mengeratkan pelukannya. Reynand pun menutup pintunya lalu membawanya masuk untuk mendengar yang sebenarnya terjadi.
.
Reynand tertunduk dan terdiam mendengar penjelasan Jessi. Ia menatap jessi yang mulai menangis.
"Apa yang harus ku lakukan rey?" Tanyanya lirih.
Reynand terlihat frustasi ia mengusap wajahnya kasar dan mulai berpikir. Ia tidak menyangka Jessi akan menyukainya lagi karena perlakuannya akhir-akhir ini. Padahal ia tidak memiliki maksud apapun. Reynand hanya berusaha bersimpati dan menjaga mantan kekasih yang kini menjadi calon pengantin sahabatnya. Tidak pernah terbesit di pikirannya untuk merusak hubungan sahabatnya ini.
"Apa aku batalkan saja pernikahanku dengan Juna?" ucap Jessi tiba-tiba membuat Reynand menoleh kaget.
"Kau gila, jangan lakukan hal bodoh!"
"Gila katamu. Ya itu karena aku menyukaimu lagi?" ucap Jessi dengan nada yang mulai meninggi. Ia menatap Reynand tajam.
"Tidak. Kau hanya salah paham!" bantah Reynand memalingkan wajahnya.
"Salah paham. Kau yakin ini sesimple itu, kenapa kau memperlakukanku seperti ini rey?" bentak Jessi emosi.
"Tidak ada yang salah dengan sikapku padamu." jawab Reynand datar.
"Perhatianmu, kepedulianmu bahkan semua sikapmu jauh lebih baik di banding saat aku menjadi kekasihmu? Bagaimana aku tidak menyukaimu lagi rey.." jelas Jessi dengan nada lemah.
"Kau hanya salah paham." ucap Reynand pelan sambil tertunduk.
Drrrtzzzz. Drrtttzzz.
Reynand menatap ponselnya yang bergetar di atas meja. Nama juna muncul di sana. Ia pun menoleh ke arah Jessi.
"Kenapa tidak kau akui saja kalau kau juga masih menyukaiku rey?" Desak Jessi sambil memandang yakin pada Reynand. Reynand menatap Jessi yang mulai menangis. Ia tidak menyangka semua akan kacau seperti ini. Reynand pun bangkit dan memunggungi jessi.
"Aku tidak mungkin menyukaimu lagi?"
"Kenapa, karena juna?"
"Bukan."
"Lalu apa?" tanya Jessi. Reynand pun membalikkan tubuhnya dan memandang lurus pada jessi.
"Karena aku menyukai orang lain." ucap Reynand datar membuat Jessi mematung.
"Kau bohong?" Tanyanya disela isakannya. Reynand perlahan mendekat dan berjongkok di hadapan Jessi. Ia mengusap air mata di pipi Jessi dengan tangannya.
"Tidak. Aku juga harus melanjutkan hidupku jes, dan kau juga akan hidup bahagia bersama juna." ucap Reynand lembut. Ia mengelus kilat kepala Jessi dan tersenyum.
"Tidak rey." ucap Jessi saat menepis tangan Reynand. "kau berbohong padaku rey!" ucapnya lalu Jessi pun bangkit dan lari keluar dari apartement. Reynand hanya bisa terdiam menatap jessi pergi. ia tidak ingin mengejar Jessi dan membuat semuanya semakin kacau.
Flashback off
.
Siang itu.
Renata terlihat berjalan cepat menuju kelasnya. Ia sesekali melirik jam di tangannya.
"Aku tidak boleh terlambat." Ucapnya sambil mempercepat langkahnya.
Dari kejauhan Renata melihat seseorang yang paling tidak ingin ia temui. Sayangnya ia tidak bisa menghindar karena hanya ada satu akses untuk menuju kelasnya kali ini. Dan kalau pun mau memutar arah mungkin akan terlihat lebih aneh.
"Reynand.." Gumamnya pelan. Renata pun kembali berjalan dan mencoba bersikap biasa saja. Namun anehnya waktu seperti berjalan lambat saat mereka berpapasan.
Reynand berjalan lurus, ia terlihat acuh seperti tidak mengenal Renata. Ia hanya berjalan lurus dan lewat begitu saja. Dan entah mengapa Renata merasa tidak nyaman di perlakukan seperti itu. Ia pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Ia melihat Reynand yang menjauh.
"Ada apa denganku, bukankah dari awal kita tidak saling kenal." Ucapnya sedikit kecewa. Renata pun berbalik dan kembali bergegas menuju kelasnya.
Sementara itu Reynand pun melakukan hal yang sama, ia menghentikan langkahnya lalu berbalik dan mendapati Renata sudah menghilang dari sana.
"Bagaimana aku bisa mengajaknya pergi menemui Jessi? “ Ucapnya sambil kembali berjalan.
“Nata.. ” Aku menoleh saat kudengar seseorang memanggil namaku. Aku terdiam dan menatap seorang pria yang tengah berlari menghampiriku. Ia terlihat tersenyum saat berdiri tepat di hadapanku. “Ada apa?” Tanyaku malas.“Kenapa kau ini, kenapa wajahmu murung begitu?” Jawabnya balik bertanya.“Jadi kau ke sini hanya ingin bertanya itu?”“Tentu bukan?”“Lalu..”“Traktir aku makan siang?” Ucapnya manja.“Arnand!” Aku mendelik kesal melihat sikapnya.“Ayolah nata aku belum makan dari pagi, kau ingin melihatku mati kelaparan?” Bujuknya sambil pura-pura lemas.“Kau tidak akan mati kalau hanya tidak makan sekali.” Jawabku cepat sambil berlalu meninggalkannya..“Terima kasih, aku janji akan menggantinya saat ibuku mengembalikan kartu kreditku..” ucap Arnand senang. Matanya berbinar sambil menatap seporsi nasi goreng di hadapannya.“Ya, ya sudah cepat makan!” “Baiklah, tapi kenapa kau tidak pesan makan?” Tanyanya sambil mulai menyendokan makanan ke mulutnya.“Aku tidak lapar.” Jawabku malas sam
Sepanjang perjalan suasana sepi seperti biasanya. Aku terdiam termenung menatap ke arah jalanan. “Lupakan jessi rey, dan jangan jadikan wanita itu pelarian.” Ucapan itu seakan terniang-niang di telingaku.Saat aku berjalan melewati sebuah rungan tanpa sengaja aku mendengar percakapan itu. Dan entah mengapa itu membuatku sedikit kecewa. Aku sangat sadar semua yang kita lakukan hanya sandiwara dan bahkan aku bukan pelariannya. Dia melakukan ini semua karena terpaksa. Lalu kenapa aku sedih dengan kenyataan ini. .Setelah sekitar 1 jam perjalanan akhirnya mobil pun berhenti di sebuah rumah yang cukup megah dengan halaman yang cukup luas. Dari kejauhan terlihat 2 orang yang berjalan mendekat untuk menyambut kedatangan kami.“Hai akhirnya kalian datang juga..” sapa Jessi ramah sambil merangkul lengan suaminya. Reynand terlihat fokus menatapnya. “Ya. Sesuai janjiku.” jawab Reynand cepat. Aku hanya meliriknya saat tiba-tiba ia meraih tanganku untuk ia genggam. Aku sadar dan di sini sandiwar
“Hei, apa yang kau lakukan. Ayo berdiri?” ucap Arnand.Renata terlihat tidak bergeming, ia seperti terpaku di tempatnya. Arnand meraih tangannya dan coba menariknya. “Jangan seperti anak kecil nata, ayo bangun.” Bujuknya.“Kalau kau membenciku, tinggalkan aku dan jangan pedulikan aku.” teriak Renata sambil menepis tangan Arnand. Ia menunduk dan menangis lagi. Arnand terdiam sejenak menatap Renata. Bagaimana pun juga di mata Arnand Renata hanyalah seorang adik perempuan yang harus ia lindungi. Perlahan Arnand pun berjongkok di hadapan Renata. “Maafkan aku.” ucap Arnand lembut. Renata menoleh dan menatapnya.“Tidak, tadi kau membentakku. Kau berteriak padaku, kau membenciku Arnand?” jawab Renata sambil menangis sesenggukan.“Iya maaf, maafkan aku nata. Aku terlalu keras padamu.” ucapnya dengan nada menyesal.“Aku tahu aku salah, tapi jangan membentakku Arnand. Sampai-sampai kau menghindariku seperti tadi!” jawab Renata di sela tangisannya. “Baiklah, aku salah maafkan aku.” ucap Arnan
Sudah hampir setengah jam aku menunggunya di dalam mobilku. Namun aku lihat mereka masih saja berkumpul, entah apa yang mereka lakukan. Kalau saja hari ini aku tidak menerima telphone aneh. Mungkin aku tidak ada di sini. Pagi tadi seorang pria yang mengaku sahabatnya menelponku. Tanpa basa-basi ia memintaku menjemput renata mengantikannya. Alasannya karena dia mengira aku benar-benar kekasih renata. Entah mengapa aku tidak bisa menolaknya apalagi saat ia memintaku untuk menjaga renata. Ada keraguan saat aku ingin mengungkap kebenaran yang ada. “Aaargghh..” Aku merasa kesal dengan diriku sendiri yang seakan terjebak di situasi yang semakin rumit. Aku menyandarkan kepakaku di kemudi, namun sesaat kemudian aku mendengar suasana ramai. Terlihat beberapa orang berhamburan keluar. Akhirnya mereka pulang juga. Aku terdiam di dalam mobil mengedarkan pandanganku untuk mencari keberadaan renata. Dan tak berapa lama ia terlihat berjalan keluar. Aku masih memperh
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Pagi itu renata sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Ia terlihat mengambil beberapa bahan di kulkas dan mulai memasak. Sesuai janjinya ia ingin membuat sarapan untuk reynand. Selesai memasak renata pun bergegas mandi dan bersiap ke kampus. Ia memilih pergi menggunakan bus karena tahu reynand tidak bisa menjemputnya hari ini. Sesampai di kampus renata pun coba menghubungi reynand. tut..tut.. “Hallo..” “Rey kau di mana?” “Di aula, kalau kau ingin bertemu reynand ke sini saja.” Jelasnya. “Ah, baiklah kak.” Tut. Renata masih memandangi ponselnya, entah siapa tadi yang berbicara dengannya. Yang pasti ia tahu keberadaan reynand sekarang. Tanpa berlama-lama renata pun segera menuju ke aula kampus. Sesampai di sana renata melihat banyak orang yang berlalu lalang di sana. Dengan segera ia mencari keberadaan reynand. Ia berlari kecil mendekati kerumunan orang dan coba menyelinap. “Rey..” Panggilnya pelan. Reynand berbalik sedikit terkejut dengan kehadiran renata di sana namun sesa
Sepanjang perjalanan reynand tidak berkata sedik pun. Wajahnya masih saja datar bahkan berkali-kali aku terang-terangan menatapnya. Namun ia seperti sengaja menghiraukanku. “Kau marah?” Tanyaku ragu. Reynand terdiam dan tidak menjawab aku yakin dia pasti marah. Bukankah baru saja aku berjanji tidak akan pergi dengan pria lain selainnya. “aku sungguh tidak tahu kalo gio akan menjemputku.” Sambungku menjelaskan. “Sudahlah, aku sedang menyetir.” Jawabnya cepat. Tak berapa lama mobil pun berhenti tepat di depan cafe tempatku bekerja.“Aku akan menjemputmu jam 10.” Ucapnya dingin tanpa menatapku. Aku terdiam sejenak memutar otak untuk mencari cara agar reynand tidak marah padaku. Entah dari mana datangnya tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku. Aku melirik reynand sesaat. Walaupun ragu aku akan coba melakukannya. Aku membuka seltbetku dan coba mengumpulkan keberanian. Aku mendekati reynand dan menutup mataku lalu.. Cup “Maafkan aku rey..” Ucapku membuka mata setelah memberi sebuah k
Tok. Tok. Tok. “Ya sebentar !” ucap Renata saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia berjalan dan segera membukanya. “rey..” Ucapnya lemah sedikit kecewa berbarengan dengan senyumannya yang memudar. “Kenapa, sepertinya kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Gio malah tersenyum manis pada renata. “Bukan, hanya saja..” Renata menggantung ucapannya saat merasa ponsel yang di pegangnya bergetar. Ia melihat sebuah pesan dari reynand muncul di sana. Reynand: Aku masih di rumah sakit sekarang, sepertinya tidak bisa menjemputmu. Maaf. 8.30 “Kenapa, apa terjadi sesuatu?” tanya Gio bingung melihat renata masih menatap ponselnya. “Tidak. Hm.. ada apa pagi-pagi kau ke rumahku?” “Kau lupa percakapan kita kemarin malam.” ucap Gio balik bertanya. “Apa?” tanya Renata benar-benar lupa. Gio terdiam sejenak lalu ia melirik jam dinding di belakang Renata. Ini hampir jam setengah delapan dan ia tahu Renata kuliah pagi ini. “Sudah-sudah kita bahas nanti saja, kau m
Seminggu terakhir ini aku cukup sibuk karena harus bulak-balik untuk mengurus jessi di rumah sakit dan juga mengurusi urusan di kampus yang menguras waktu dan tenagaku. Aku berencana ingin beristirahat malam ini. Aku baru saja mendudukan diri di tepi ranjang sambil mengisi batrai ponselku yang mati sejak siang tadi. Tak lama beberapa pesan berderetan muncul memenuhi layar ponselku. Aku pun mulai mengeceknya dan menyingkirkan pesan yang menurutku tidak begitu penting. Tanganku terhenti nama renata muncul dengan sebuah pesan yang membuat perasaanku tidak enak. Aku pun dengan cepat membuka dan membacanya. Renata : Rey, maaf lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Terima kasih untuk semuanya.18.12 Aku sungguh terkejut membaca pesan tersebut. Aku tahu hubunganku dengannya sedang rumit, tapi aku tidak menyangka ia bisa semudah itu ingin mengakhiri semuanya. Aku akui aku yang salah karena memiliki ego yang terlalu tinggi. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli dengan hubungan ini.
Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak