“Nata.. ” Aku menoleh saat kudengar seseorang memanggil namaku. Aku terdiam dan menatap seorang pria yang tengah berlari menghampiriku. Ia terlihat tersenyum saat berdiri tepat di hadapanku.
“Ada apa?” Tanyaku malas.
“Kenapa kau ini, kenapa wajahmu murung begitu?” Jawabnya balik bertanya.
“Jadi kau ke sini hanya ingin bertanya itu?”
“Tentu bukan?”
“Lalu..”
“Traktir aku makan siang?” Ucapnya manja.
“Arnand!” Aku mendelik kesal melihat sikapnya.
“Ayolah nata aku belum makan dari pagi, kau ingin melihatku mati kelaparan?” Bujuknya sambil pura-pura lemas.
“Kau tidak akan mati kalau hanya tidak makan sekali.” Jawabku cepat sambil berlalu meninggalkannya.
.
“Terima kasih, aku janji akan menggantinya saat ibuku mengembalikan kartu kreditku..” ucap Arnand senang. Matanya berbinar sambil menatap seporsi nasi goreng di hadapannya.
“Ya, ya sudah cepat makan!”
“Baiklah, tapi kenapa kau tidak pesan makan?” Tanyanya sambil mulai menyendokan makanan ke mulutnya.
“Aku tidak lapar.” Jawabku malas sambil memutar-mutar ponselku di atas meja. Arnand terdiam sejenak lalu menatapku serius.
“Apa kau ada masalah?” Tanyanya cemas.
“Tidak.”
“Lalu..”
“Lalu apa?”
“Kau terlihat aneh akhir-akhir ini. Jangan buat aku cemas nata?” Ucapnya menatapku khawatir.
“Aku tidak apa-apa. Aku hanya huft.. sedikit lelah.” Jelasku diakhiri dengan sebuah senyuman.
“Oh.” tanggap Arnand singkat sambil kembali menyantap makanannya. “Kau mau?” Tawar Arnand mengarahkan satu sendok makanan di depan mulutku.
“Tidak, kau saja yang makan.” Tolakku kembali tersenyum.
“Baiklah.” ucap Arnand semangat lalu memasukan makanannya ke dalam mulutnya. “Ini enak.” ucapnya senang sambil tersenyum. Aku pun ikut tersenyum namun senyuman itu seketika menghilang. Saat aku lihat dia di sana. Ia terlihat berjalan masuk bersama teman- temannya. Aku segera bangkit dan meraih ponselku.
“Arnand, aku baru saja ingat aku ada kelas tambahan. Jadi tidak apa kalau aku meninggalkanmu?” Jelasku tergesa-gesa.
“Kelas apa?” Aku mengabaikan pertanyaan Arnand dan memberinya selembar uang dan meletakannya di atas meja.
“Ini kau pakai untuk bayar makanmu, maaf aku benar-benar harus pergi.” Pamitku lalu bergegas pergi dari sana.
Karena kantin hanya memiliki satu akses pintu, mau tak mau aku pun harus berpapasan dengannya. Tanpa melirik kanan kiri aku pun berjalan lurus melewatinya dengan cepat. Aku menghela nafas lega saat dapat keluar dari kantin.
Namun tanpa kusadari kakiku malah melangkah tanpa arah dan tujuan. Hingga akhirnya aku tersadar saat sudah berada di depan lemari lokerku. Aku membukanya lalu mengambil beberapa buku di sana.
“Bisakah kita bicara?” Aku terperanjat kaget saat menutup pintu loker karena tiba-tiba saja Reynand sudah berada di sampingku. Wajah datarnya itu sungguh buat aku malas melihatnya. Aku pun coba menghiraukanya dan membalik tubuhku. Namun dengan cepat Reynand berpindah dan berdiri tepat di hadapanku. Aku terdiam dan menatap tajam padanya.
“Berhenti menatapku seperti itu?” ucap Reynand dengan nada memerintah. Aku mendengus memutar bola mata kesal.
“Ada apa lagi?” tanyaku malas.
“Bisakah kau membantuku lagi untuk menemui Jessi?” Ucapnya santai membuatku tertawa kecil mendengar permintaan koyolnya.
“Setelah semua yang kau lakukan, kau masih berani meminta bantuanku?” Tanyaku kesal.
“Aku terpaksa dan aku rasa tidak ada sesuatu yang salah?” Aku begitu emosi mendengar ucapan Reynand. Apakah ia benar-benar tidak menyadari kesalahannya.
“Tidak ada yang salah katamu?” Tanggapku tanpa sadar meninggikan suaraku.
“Aku sudah membayarmu dan jika kau tidak mau menerimanya. Apakah itu salahku?” Ucapnya datar. Aku sungguh terkejut mendengar ucapannya. Sampai membuatku tidak bisa berkata-kata untk sesaat.
“Ok terserah, kau cari saja orang lain.” Ucapku sinis lalu berusaha meninggalkannya.
“Aku akan membayarmu dengan apapun?” Ucapnya cepat sambil menahanku pergi dan dengan cepat aku menepis tangannya.
Aku menatapnya tajam padanya. “Aku tidak butuh uangmu tuan Reynand yang terhormat. Aku tahu aku miskin, tapi bukan berarti uangmu bisa membeli segalanya!” Bentakku membuatnya terkejut, sorot matanya pun terlihat berbeda. Pandangannya tidak seangkuh tadi. Perlahan ia melepas tanganku.
“Maaf, aku tidak bermaksud merendahkanmu. Aku- hanya butuh bantuanmu?” Ucapnya pelan. Aku sedikit terkejut dan tidak menyangka ia akan meminta maaf secepat itu padaku.
“Lalu apa yang akan kau lakukan, memohon padaku?” Ucapku dengan nada mengejek. Ia menoleh dengan sorot mata tajam. Aku tidak takut dan menerima tatapan itu dengan tenang.
“Kalau itu yang kau mau, aku akan lakukan?“ Jawabnya tiba-tiba dan sepertinya ia akan berlutut. Tanpa sadar aku menahannya. Ia menatap bingung padaku.
“Sudah, aku akan membantumu. “ Ucapku pada akhirnya. Entah mengapa aku seperti terhipnotis atau mungkin rasa simpatiku memang tinggi hingga kalimat itu lancar keluar begitu saja dari mulutku.
“Terima kasih Renata. “ Ucapnya sambil tersenyum singkat.
Deg.
Aku tidak tahu ternyata senyumannya akan semanis itu. Dan apa aku tidak salah dengar tadi dia menyebut namaku.
“Ya sudah. Sabtu nanti aku akan menjemputmu.” lanjutnya hendak pergi.
“Kemana? Menjemputku di mana? “ Tanyaku bingung dengan percakapan yang menggantung ini.
“Di rumahmu. “ Jawabnya sambil berlalu pergi.”
“Hah..” Aku tertegun bingung, memangnya ia tahu di mana rumahku. Dan apa-apaan itu dia kembali bersikap angkuh. Dasar pria aneh.
.
Keesokan harinya.
Malam itu Arnand menjemputku seperti biasa. Aku masih terdiam sambil menatap layar ponselku. Aku sedikit bingung sudah hampir 3 hari sejak kejadian itu, tapi Reynand belum juga menghubungiku. Aku ingat mengetik nomorku dengan benar di ponselnya. Jadi apa yang salah. Apakah ia lupa atau dia memang sengaja ingin mempermainkanku. Di tambah dia masih saja mengabaikanku saat di kampus. Bahkan saat kita tanpa sengaja berpapasan. “Ah.. semuanya membuatku bingung.”
“Ibuku sudah mengembalikan kartu kreditku, bagaimana kalau besok aku mentratirmu.”
“Namun saat aku ingat ekpresi wajahnya waktu itu, aku jadi ragu kalau dia ingin mempermainkanku. Menurutku ucapannya waktu itu terdengar jujur dan sungguh-sungguh.“ Aku masih saja sibuk dengan bergumam hingga panggilan Arnand menyadarkanku.
“Nata...” Ucapnya sedikit keras. Dan saat itu juga aku baru sadar motor yang kami tumpangi berhenti. “Renata?” Panggilnya lagi sambil menoleh ke arahku.
“Ya kenapa? Apa sudah sampai?” Tanyaku bingung.
“Tidak, kau tidak menyahut ucapaku. Kau tidak tidur kan?” Tanyanya khawatir. Aku menggeleng cepat.
“Ah- tidak, aku sebenernya sedikit mengantuk tapi aku tidak tidur kok.” Jelasku tersenyum berusaha menyembunyikan kebohonganku.
“Hah.. kau ini.” Ucap Arnand gemas sambil mencubit pipiku. Aku mengelus pipiku yang sakit karena cubitannya. Namun tiba-tiba Arnand meraih tanganku dan menarik untuk melingkar di pinggangnya.
“Kalau begitu pegangan saja, biar kau tidak jatuh saat kau benar-benar mengantuk.” Ucapnya. Aku hanya mengangguk dan dia tersenyum menatapku melalui kaca spion.
Tak berapa lama Arnand pun kembali menjalankan motornya. Aku terdiam sambil memejamkan mataku sambil menikmati hembusan angin malam. Aku sungguh bersyukur mempunyai sahabat seperti Arnand. Semenjak kepergian ibu dia yang selalu disampingku dan menguatkanku.
“Besok aku akan mentraktirmu makan?” Aku segera membuka mataku mendengar ucapannya.
“Besok. Hm.. sepertinya tidak bisa.” Jawabku sedikit ragu.
“Kenapa?”
“Ada hal yang harus aku kerjakan.”
“Apa yang kau kerjakan di sabtu malam, berkencan?” Tanggap Arnand asal namun berhasil membuatku begitu terkejut.
“Ah.. BUKAN!” Sanggahku dan tanpa sadar sedikit menaikan nada bicaraku.
“Jangan berteriak seperti itu, kau terlihat seperti tengah berbohong!” Ledeknya. Aku terdiam sejenak. Aku lupa kalau Arnand sudah sangat mengenalku. Jadi aku harus berhati-hati agar tidak ketahuan.
“Ah- ha..ha.. kau ini bicara apa, mana mungkin aku berkencan?” Jawabku sambil menepuk pundaknya.
“Ck.. ya sih, kalau pun ada pria yang ingin berkencan denganmu kemungkinan dia sedang amnesia alias tidak sadar.” Tanggapnya masih meledekku sambil tertawa puas. Entah kenapa ledekannya kali ini membuatku kesal.
“Hei!” panggilku kesal sambil bersiap meluncurkan sebuah buku besar ke arah kepalanya.
Bruaggh.Bruaggh
.
“Ini kekerasan, lain kali aku akan melaporkanmu?” ucap Arnand sambil mengelus helmnya.
“Salah siapa tidak bisa jaga ucapanmu?” Jawabku santai sambil menyimpan kembali bukuku.
“Sudah sampai, turun sana!” Usirnya sambil menghentikan motornya di depan rumahku. Aku pun turun dan membuka helm yang ku pakai.
“Terima kasih. Oh iya Arnand besok kau tidak perlu menjemputku?” Ucapku sambil memberikan helm tersebut pada Arnand.
“Kenapa?”
“Hm.. aku akan pergi ke rumah temanku sepulang kerja.” Jelasku bohong.
“Ya sudah Aku akan mengantarmu?”
“Ah- tidak usah, aku bisa pergi sendiri lagian aku akan menginap.”
“Hm.. baiklah kalau begitu. Aku pulang sekarang.” Pamit Arnand. Aku mengangguk dan tersenyum.
Aku masih terdiam memperhatikan motornya hingga menghilang di ujung jalan. Sebenarmya aku merasa bersalah karena tidak menceritakan pada Arnand. Namun aku masih ragu apabila harus jujur tentang semuanya. Aku yakin bisa membereskan semuanya tanpa Arnand mengetahui terlebih dulu.
.
Keesokan harinya.
Saat jam makan siang Renata terlihat berjalan sendirian menuju kantin di kampusnya. Sesampai di sana ada sedikit yang menarik perhatiannya. Ia mendengar suara ramai yang berasal dari sekumpulan mahasiswa pria, mereka terlihat berkumpul di beberapa meja kantin. Renata melihat beberapa dari mereka terlihat asik makan sambil mengobrol. Namun mata Renata tertuju pada pria bertopi yang terlihat fokus di depan laptopnya. Bahkan ia terlihat tidak terganggu dengan suasana ramai di sekitarnya.
“Pantas dia tidak pernah sadar dengan keberadaanku. “ ucap Renata sedih lalu ia pun berjalan menuju kasir untuk memesan makanan.
.
Sesaat kemudian Renata pun memilih salah satu meja kosong tak jauh dari sekumpulan pria tadi. Ia terlihat memainkan ponsel sambil menunggu pesanannya di antar. Entah sudah berapa kali Renata terlihat mencuri-curi pandang pada pria bertopi itu. Pria itu terlihat tidak menyadarinya malah teman-temannya terlihat menyikut dan membisikan sesuatu padanya. Pria bertopi itu lalu melihat ke arahnya dan bertepatan dengan datangnya makan yang di pesannya.
“Mocacino green teanya?” Seorang karyawan kantin datang dan menyimpan segelas minuman pesanannya.
“Ya terima kasih.” Renata meraih gelas tersebut dan mengaduk-aduk sebelum meminumya. Ia coba melirik dan pria itu terlihat masih fokus dengan laptopnya.
Drrtzzz. Drrttzz
Renata melirik ponselnya yang bergetar, ia melihat sebuah pesan muncul di layar ponselnya. Nomornya terlihat asing. Renata meraih ponselnya dan membaca pesan tersebut
+62812239970 : Selesai makan temui aku di parkiran.
13.23
Renata sedikit terkejut mendapat pesan tersebut, ia seakan tahu siapa pemilik nomor asing ini. Ia melirik pada pria bertopi yang tidak lain adalah Reynand di sana. Renand terlihat tengah mengobrol dengan temannya. Tanpa sadar Renata tersenyum, ia merasa senang karena ternyata Reynand tidak sepenuhnya mengabaikannya.
15 menit kemudian Renata melihat Reynand merapihkan barangnya dan beranjak pergi meninggalkan teman-temannya. Renata pun segera mempercepat kegiatan makan dan bergegas menyusulnya.
Sesampai di parkiran ia melihat Reynand tengah berdiri menunggunya. Renata pun berlari kecil menghampirinya.
“Ayo masuk!” ucap Reynand sambil masuk dan duduk di kursi kemudi. Renata pun tak banyak bicara langsung membuka pintu mobil di sampingnya, ia duduk dan menutupnya kembali. Reynand menyalakan mesin mobilnya sesaat ia melihat Renata telah memakai seat beltnya.
“Boleh aku tahu kita akan ke mana?” tanya Renata penasaran.
“Nanti kau akan tahu.” jawab Reynand cepat.
Renata hanya menunduk cemberut mendengar jawaban Reynand. “Setelah hotel dia akan membawaku kemana?” Tanyanya dalam hati.
“Aku tidak akan membawamu ke tempat aneh.” tanggap Reynand seakan bisa membaca pikirannya.
Renata menoleh dan menatap wajah datar Reynnad. Sesaat Reynand meliriknya membuatnya kelagapan. Dengan cepat Renata memalingkan wajahnya. Entah mengapa ia merasa malu saat mata mereka saling bertatapan. Renata menatap ke luar kaca untuk menghilangkan rasa canggungnya.
.
“Ayo turun..”
“Hah. ” Renata terlihat kaget melihat Reynand sudah berada di luar dan membukakan pintu untuknya. Ternyata Renata ketiduran selama perjalanan. Renata perlahan keluar dari mobil dan berjalan mengikuti langkah Reynand. Langkah mereka terhenti di sebuah toko butik yang cukup besar. Reynand mendorong pintunya dan masuk.
“Selamat datang tuan rey, apa ada yang bisa saya bantu?” Sapa seorang karyawan menghampirinya.
“Tolong carikan baju yang cocok untuknya.” jawab Reynand cepat.
“Oh..” Karyawan tersebut tersenyum saat melihat Renata muncul di balik tubuh Reynand. “Baiklah, silahkan ikuti saya nona.” Ucap karyawan itu ramah.
Sesaat Renata melirik ke arah Reynand, ia terlihat berjalan menjauh darinya.
“Mari ke sebelah sini nona?” Panggil karyawan tersebut melihat Renata masih terdiam di tempatnya.
.
Tak berapa lama mereka sampai di sebuah ruangan. Meja rias terlihat berjajar rapi di sana. Renata terlihat bingung namun mengikuti intruksi karyawan tersebut saat ia diminta duduk di salah satu kursi.
“Tolong tunggu sebentar nanti stylish kami akan datang.” Ucapnya dan Renata hanya mengangguk. Kemudian karyawan tersebut pun berlalu pergi meninggalkan Renata sendiri.
5 menit kemudian.
Tak. Tak. Tak.
Renata menoleh dan menatap ke arah pintu saat mendengar suara derap langkah yang terasa mendekat. Tak lama ia melihat seorang pria berjalan gemulai memasuki ruangan. Renata hanya menatapnya saat ia menghampirinya. Pria itu langsung memutar kursi yang di duduki Renata menghadap ke sebuah cermin besar. Hampir saja ia menjerit karena kaget, namun ia bisa menahannya.
“Hallo i’m jullian, stylis dan make up artist di butik ini?” Ucapnya memperkenalkan diri.
Renata tersenyum menatap cermin di hadapannya. “Ah- hallo saya Renata, temannya Reynand.”
“Hmm.. sudah kuduga, aku tahu selera tuan rey?”
“Maksudnya?”
“Ah sudahlah, mari kita mulai. Tapi aku harus mulai dari mana?” Tanyanya sambil memperhatikan Renata details. Jullian menarik ikat rambut Renata. Ia meraba rambut Renata dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Lepek dan banyak yang bercabang. Bagaimana kalau aku rapikan, kau tidak keberatan?“ sarannya.
“Ah- ya, tapi jangan terlalu pendek.“ pinta Renata.
“Ok tenang saja, pertama mari kita cuci rambutmu?“ Ucapnya lalu menggiring Renata menuju sebuah ruangan lain.
Satu jam telah berlalu.
“Sudah selesai.” Ucap jullian.
“Hah... Apa?” Renata tersentak kaget karena sedari tadi ia sedikit ketiduran. Ia menatap sosok asing di depan cermin. Namun belum saja ia melihat jelas, Jullian tiba- tiba memutar kursinya dan menyuruhnya berdiri.
“Ayo sekarang kita ganti bajumu, nona?” Ucapnya menarik Renata menuju sebuah ruangan penuh hangger baju. Berbagai gaun dan dress cantik terlihat berjajar rapi di sana.
“Coba ini?“ Jullian memberinya sebuah gaun merah yang sedikit terbuka bagian atasnya. Sontak Renata terlihat menolak kaget.
“Itu terlalu-.”
“Sexy.” potong Jullian dan Renata hanya tersenyum kikuk. “Ini?” Tanya Julian memperlihatkan gaun panjang warna putih.
“Apa belahannya harus setinggi itu?” tanya Renata ragu ternyata gaun itu tidak benar-benar tertutup.
“Hm.. bagaimana kalau ini?“ Jullian menyodorkan dress berwarna peach, Krah dress tersebut bermodel sabrina dengan lengan balon sampai di bawah siku. Tidak terlalu pendek dan terdapat mutiara cantik di bagian depannya. Renata pun tersenyum lalu mengambil dress itu dan pergi ke ruang ganti.
.
Sementara itu Reynand terlihat tengah berincang dengan seseorang di sebuah ruangan.
“Jadi siapa wanita itu rey?” Tanya seorang wanita paruh baya yang terlihat memperhatikan gerak-gerik Renata di layar komputernya.
“Kekasihku.” jawab Reynard singkat.
“Apa kau yakin,” tanyanya tidak percaya. Reynand terlihat terdiam.“Jangan seperti ini rey. Dia bukan kekasihmu, jangan bersandiwara di depan ibumu rey?” Ucapnya lembut sambil mengelus tangan putranya tersebut.
“Maaf bu, aku sudah terlambat.” Reynand bangkit dan hendak pergi.
“Lupakan jessi rey dan jangan jadikan wanita itu pelarian.” Reynand menghentikan langkahnya lalu kembali berjalan. Ia membuka pintu dan sedikit kaget mendapati Renata di sana.
“Kau sudah selesai.” Tanyanya sambil menutup pintu.
“Ya.” Jawab Renata pelan.
“Kalau begitu ayo pergi sekarang.” ucap Reynand. Renata tidak menjawab lalu berjalan mendahului Reynand.
Sepanjang perjalan suasana sepi seperti biasanya. Aku terdiam termenung menatap ke arah jalanan. “Lupakan jessi rey, dan jangan jadikan wanita itu pelarian.” Ucapan itu seakan terniang-niang di telingaku.Saat aku berjalan melewati sebuah rungan tanpa sengaja aku mendengar percakapan itu. Dan entah mengapa itu membuatku sedikit kecewa. Aku sangat sadar semua yang kita lakukan hanya sandiwara dan bahkan aku bukan pelariannya. Dia melakukan ini semua karena terpaksa. Lalu kenapa aku sedih dengan kenyataan ini. .Setelah sekitar 1 jam perjalanan akhirnya mobil pun berhenti di sebuah rumah yang cukup megah dengan halaman yang cukup luas. Dari kejauhan terlihat 2 orang yang berjalan mendekat untuk menyambut kedatangan kami.“Hai akhirnya kalian datang juga..” sapa Jessi ramah sambil merangkul lengan suaminya. Reynand terlihat fokus menatapnya. “Ya. Sesuai janjiku.” jawab Reynand cepat. Aku hanya meliriknya saat tiba-tiba ia meraih tanganku untuk ia genggam. Aku sadar dan di sini sandiwar
“Hei, apa yang kau lakukan. Ayo berdiri?” ucap Arnand.Renata terlihat tidak bergeming, ia seperti terpaku di tempatnya. Arnand meraih tangannya dan coba menariknya. “Jangan seperti anak kecil nata, ayo bangun.” Bujuknya.“Kalau kau membenciku, tinggalkan aku dan jangan pedulikan aku.” teriak Renata sambil menepis tangan Arnand. Ia menunduk dan menangis lagi. Arnand terdiam sejenak menatap Renata. Bagaimana pun juga di mata Arnand Renata hanyalah seorang adik perempuan yang harus ia lindungi. Perlahan Arnand pun berjongkok di hadapan Renata. “Maafkan aku.” ucap Arnand lembut. Renata menoleh dan menatapnya.“Tidak, tadi kau membentakku. Kau berteriak padaku, kau membenciku Arnand?” jawab Renata sambil menangis sesenggukan.“Iya maaf, maafkan aku nata. Aku terlalu keras padamu.” ucapnya dengan nada menyesal.“Aku tahu aku salah, tapi jangan membentakku Arnand. Sampai-sampai kau menghindariku seperti tadi!” jawab Renata di sela tangisannya. “Baiklah, aku salah maafkan aku.” ucap Arnan
Sudah hampir setengah jam aku menunggunya di dalam mobilku. Namun aku lihat mereka masih saja berkumpul, entah apa yang mereka lakukan. Kalau saja hari ini aku tidak menerima telphone aneh. Mungkin aku tidak ada di sini. Pagi tadi seorang pria yang mengaku sahabatnya menelponku. Tanpa basa-basi ia memintaku menjemput renata mengantikannya. Alasannya karena dia mengira aku benar-benar kekasih renata. Entah mengapa aku tidak bisa menolaknya apalagi saat ia memintaku untuk menjaga renata. Ada keraguan saat aku ingin mengungkap kebenaran yang ada. “Aaargghh..” Aku merasa kesal dengan diriku sendiri yang seakan terjebak di situasi yang semakin rumit. Aku menyandarkan kepakaku di kemudi, namun sesaat kemudian aku mendengar suasana ramai. Terlihat beberapa orang berhamburan keluar. Akhirnya mereka pulang juga. Aku terdiam di dalam mobil mengedarkan pandanganku untuk mencari keberadaan renata. Dan tak berapa lama ia terlihat berjalan keluar. Aku masih memperh
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga
Pagi itu renata sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Ia terlihat mengambil beberapa bahan di kulkas dan mulai memasak. Sesuai janjinya ia ingin membuat sarapan untuk reynand. Selesai memasak renata pun bergegas mandi dan bersiap ke kampus. Ia memilih pergi menggunakan bus karena tahu reynand tidak bisa menjemputnya hari ini. Sesampai di kampus renata pun coba menghubungi reynand. tut..tut.. “Hallo..” “Rey kau di mana?” “Di aula, kalau kau ingin bertemu reynand ke sini saja.” Jelasnya. “Ah, baiklah kak.” Tut. Renata masih memandangi ponselnya, entah siapa tadi yang berbicara dengannya. Yang pasti ia tahu keberadaan reynand sekarang. Tanpa berlama-lama renata pun segera menuju ke aula kampus. Sesampai di sana renata melihat banyak orang yang berlalu lalang di sana. Dengan segera ia mencari keberadaan reynand. Ia berlari kecil mendekati kerumunan orang dan coba menyelinap. “Rey..” Panggilnya pelan. Reynand berbalik sedikit terkejut dengan kehadiran renata di sana namun sesa
Sepanjang perjalanan reynand tidak berkata sedik pun. Wajahnya masih saja datar bahkan berkali-kali aku terang-terangan menatapnya. Namun ia seperti sengaja menghiraukanku. “Kau marah?” Tanyaku ragu. Reynand terdiam dan tidak menjawab aku yakin dia pasti marah. Bukankah baru saja aku berjanji tidak akan pergi dengan pria lain selainnya. “aku sungguh tidak tahu kalo gio akan menjemputku.” Sambungku menjelaskan. “Sudahlah, aku sedang menyetir.” Jawabnya cepat. Tak berapa lama mobil pun berhenti tepat di depan cafe tempatku bekerja.“Aku akan menjemputmu jam 10.” Ucapnya dingin tanpa menatapku. Aku terdiam sejenak memutar otak untuk mencari cara agar reynand tidak marah padaku. Entah dari mana datangnya tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku. Aku melirik reynand sesaat. Walaupun ragu aku akan coba melakukannya. Aku membuka seltbetku dan coba mengumpulkan keberanian. Aku mendekati reynand dan menutup mataku lalu.. Cup “Maafkan aku rey..” Ucapku membuka mata setelah memberi sebuah k
Tok. Tok. Tok. “Ya sebentar !” ucap Renata saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia berjalan dan segera membukanya. “rey..” Ucapnya lemah sedikit kecewa berbarengan dengan senyumannya yang memudar. “Kenapa, sepertinya kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Gio malah tersenyum manis pada renata. “Bukan, hanya saja..” Renata menggantung ucapannya saat merasa ponsel yang di pegangnya bergetar. Ia melihat sebuah pesan dari reynand muncul di sana. Reynand: Aku masih di rumah sakit sekarang, sepertinya tidak bisa menjemputmu. Maaf. 8.30 “Kenapa, apa terjadi sesuatu?” tanya Gio bingung melihat renata masih menatap ponselnya. “Tidak. Hm.. ada apa pagi-pagi kau ke rumahku?” “Kau lupa percakapan kita kemarin malam.” ucap Gio balik bertanya. “Apa?” tanya Renata benar-benar lupa. Gio terdiam sejenak lalu ia melirik jam dinding di belakang Renata. Ini hampir jam setengah delapan dan ia tahu Renata kuliah pagi ini. “Sudah-sudah kita bahas nanti saja, kau m
Seminggu terakhir ini aku cukup sibuk karena harus bulak-balik untuk mengurus jessi di rumah sakit dan juga mengurusi urusan di kampus yang menguras waktu dan tenagaku. Aku berencana ingin beristirahat malam ini. Aku baru saja mendudukan diri di tepi ranjang sambil mengisi batrai ponselku yang mati sejak siang tadi. Tak lama beberapa pesan berderetan muncul memenuhi layar ponselku. Aku pun mulai mengeceknya dan menyingkirkan pesan yang menurutku tidak begitu penting. Tanganku terhenti nama renata muncul dengan sebuah pesan yang membuat perasaanku tidak enak. Aku pun dengan cepat membuka dan membacanya. Renata : Rey, maaf lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Terima kasih untuk semuanya.18.12 Aku sungguh terkejut membaca pesan tersebut. Aku tahu hubunganku dengannya sedang rumit, tapi aku tidak menyangka ia bisa semudah itu ingin mengakhiri semuanya. Aku akui aku yang salah karena memiliki ego yang terlalu tinggi. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli dengan hubungan ini.
Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak