Tid. did
Aku menghentikan langkahku saat sebuah mobil asing berhenti tepat di sampingku. Aku menunggu sejenak sampai si pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya.
“Hai kau mau pulang, mau ku antar?” Tawarnya sambil tersenyum ramah.
..
“Kau mencari reynand?” Tanyaku sambil mengaduk hot chocolate di hadapanku. Juna menggeleng dan tersenyum.
“Tidak, kebetulan saja aku lewat sini.”
“Oh.” Tanggapku singkat. Dan kami pun terdiam untuk beberapa saat. Juna terlihat meniup kopi panas di tangannya dan perlahan ia meminumnya.
“Bagaimana hubunganmu dengan reynand, baik-baik saja kan?” Tanyanya sambil meletakan cangkirnya. Juna terlihat tersenyum ramah sambil menatapku.
“Aku sangat senang saat mendengar rey tidak sendiri lagi.” Sambungnya antusias.
Aku terdiam mendengarnya, sesaat aku menatapnya ragu. Sebenarnya aku tidak tega memberitahukan kebenaran yang mungkin akan membuatnya sedikit sedih. Namun di sisi lain aku tidak bisa berbohong lagi.
“Juna..” panggilku membuatnya menoleh menatapku. “Maafkan aku, sebenarnya.. aku dan rey-“
“Sedang apa kalian di sini?” Ucapanku terpotong saat tiba-tiba saja Reynand muncul dan berdiri di samping meja kami.
Aku dan Juna sontak menoleh kaget. Entah sejak kapan ia sudah ada di sana. Juna terlihat tersenyum dan menyambut Reynand.
“Hai rey, aku tadi tidak sengaja bertemu renata saat di jalan. Kau jangan salah paham yah?“ Jelasnya sedikit bergurau.
Reynand tidak menjawab ia melirik ke arahku. Kemudian ia menduduki kursi di sampingku.
“Apa yang kalian bicarakan?” tanya Reynand datar.
“Tidak, kami baru mau berbincang. Oh ya renata tadi apa yang ingin kau katakan. Ada apa denganmu dan reynand?” tanya Juna membuat Reynand menoleh kaget.
“Ada yang harus kau tahu juna.” Ucapku sambil melirik sinis pada reynand. Reynand tak mau kalah dia kini menatap tajam padaku.
“Kalian bertengkar?” tanya Juna bingung melihat suasana suram diantara aku dan Reynand.
“Tidak.” Jawabku cepat lalu menatap ke arah juna. “Juna maaf tapi sebenarnya aku dan reynand tidak pa-“ Seketika aku tidak bisa melanjutkan ucapanku. Mataku membulat karena terkejut. Aku tidak mengerti apa yang di pikirkan Reynand saat ini. Hingga ia nekat menutup mulutku dengan sebuah ciuman.
“Hei, a-apa yang kalian lakukan?” Juna terlihat bingung melihat ke arah kami. Aku dengan cepat mendorong tubuh Reynand. Ia pun menjauh dan masih menatapku.
“Kau-“ ucapku kesal.
“Ini cara agar dia diam.” potong Reynand cepat lalu meraih tanganku untuk bangkit. “Maaf sepertinya kami harus pergi.” Ucapnya menyeretku pergi dari sana.
“Ah, apa yang terjadi?“ tanya Juna bingung melihatku dan Reynand keluar dari cafe dengan tergesa-gesa.
Sementara itu aku coba berontak untuk melepaskan diri saat Reynand menyeretku.
“LEPAS?” teriakku untuk kesekian kalinya. Reynand tidak ada niatan untuk melepas tanganku. Tanganku malah terasa sakit saat aku coba menarik dan Reynand akan semakin mengencangkan cengramannya.
“Tolong lepaskan aku.. “ Pintaku dan setelah itu Reynand menghentikan langkahnya lalu berbalik ke arahku. Ia terlihat terkejut menatapku. Jujur saat ini aku coba menahan tangis karena kesal. Sedari tadi mataku sudah mulai terasa panas.
“Kau sudah puas mempermainkanku?” Tanyaku dan sesaat kemudian aku merasa cengramannya melonggar dengan cepat aku menarik dan mengelus lenganku yang memerah. Ia menatapku tanpa berakata apa-apa.
“Kenapa kau begitu senang bersandiwara?” Tanyaku lagi dengan nada sedikit bergetar. Emosiku sungguh terasa campur aduk. Aku begitu marah dan kesal hingga rasanya aku ingin menangis dan berteriak padanya.
“Kau mungkin menikmati peranmu. Tapi tidak denganku rey?” Ucapku dengan nada meninggi. Ia tertunduk sesaat lalu kembali menatapku. Kini sorot matanya tidak setajam tadi.
“Aku harap ini yang terakhir. Aku mohon berhenti melibatku dengan ini. “ Pintaku sungguh-sungguh. Aku membalikan badan dan hendak pergi namun Reynand menahan lenganku.
“Tidak, maafkan aku renata.” Ucapnya pelan. Aku pun menoleh padanya. Ia melepaskan tangannya saat melihatku berbalik menghadapnya.
“Maafkan untuk semuanya. Terutama tadi saat di cafe aku terpaksa men-“
PLAK
Sebuah tampar melesat cepat di pipi kanan Reynand. Aku tidak bisa menahan diri lagi. Aku menatap penuh amarah padanya. Reynand terdiam sambil mengelus pipinya yang memerah.
“Itu sakit kan rey.” Tanyaku dengan nada mencibir. Reynand tanya mentapku tanpa menjawab.
“Semoga tamparan itu bisa membangunkanmu. Kau harus sadar kau tidak akan mati karena menghadapi kenyataan?” Lanjutku kesal lalu melangkah pergi.
“Tapi kau tidak pernah merasakan rasanya ingin mati karena sebuah kenyataan!” ucap Reynand membuatku menghentikan langkahku.
“Pernah, pernah rey karena di hidup ini bukan kau saja yang punya masalah.” Ucapku lalu benar-benar pergi dari sana.
..
Tepat pukul 10.00 malam jam kerjaku berakhir. Aku pun bergegas keluar dari cafe tempatku bekerja. Aku memperhatikan sekitarku dan tak melihat keberadaan Arnand di sana. Aku meraih ponselku dan menelponnya.
“Hallo kau di mana?“
“Di rumah, kenapa?“
“Kenapa katamu, kau tidak menjemputku?“
“Hari ini aku harus packing renata, kau tahu kan besok aku harus pergi.”
“Lalu, aku pulang bagaimana?“
Tut.Arnand tiba-tiba mengakhiri pembicaraan, aku menatap bingung ponselku. Aku kembali menelponnya namun ia tidak juga mengangkatnya. Aku melihat jam di tanganku. Walaupun pesimis aku pun berusaha berlari menuju halte bus. Kalau tidak bagaimana aku pulang.
“Hei, tunggu.." Teriakku saat bus terakhir itu pergi. Sungguh hari ini sangat luar biasa.
Bertemu Juna, bertengkar dengan Reynand dan bus untukku pulang sudah pergi. Rasanya aku ingin menangis karena kesal. Kenapa hari ini terasa begitu berat. Aku terduduk di pinggir trotoar dan menunduk lemas. Namun tiba-tiba saja sebuah helm mendarat di kepalaku.
“Ayo pulang?” Aku mendongak kaget saat Arnand sudah ada di hadapanku. "Ayo.."
Aku terdiam sejenak lalu entah mengapa air mataku menetes deras. Aku menangis tidak menyangka Arnand akan muncul di situasi seperti ini.
"Hei-hei kenapa menangis, ayo aku akan mengantarmu pulang renata?" Ucapnya sedikit kebingungan. Ia mengira aku menagis karena tidak bisa pulang. Namun sebenarnya aku hanya merasa begitu lelah dengan hari ini. Dan kini dia datang sebagai penyelamat di hariku yang buruk.
..
“Kau baik-baik saja kan?“ Tanyanya saat merasa aku terdiam saja sepanjang perjalanan.
“Iya.” Jawabku pelan.
“Di mana kekasihmu?“
“Tidak ada. “ Jawabku cepat.
“Apa?” tanya Arnand coba meminta penjelasan dariku. Awalnya aku ingin jujur pada Arnand. Namun melihat situasi saat ini sepertinya ini bukan saat yang tepat. Arnand akan pergi dan dia harus fokus. Tak seharusnya aku membebaninya dengan masalahku.
“Dia di rumahnya. Dia sedang kurang enak badan.” Jelasku pada akhirnya.
“Oh begitu.“
“Hm.“
“Kekasihmu junior di jurusanku kan, siapa namanya aku lupa lagi?“
“Ya, reynand.”
“Hm.. Sepertinya aku pernah dengar.”
“Hm.”
..
Beberapa hari kemudian.Siang itu aku berjalan lemas menyusuri koridor kampus. Entah mengapa akhir-akhir ini aku seperti kehilangan semangatku.
Apakah imbas dari kepergian Arnand atau karena pertengkaranku dengan Reynand. Aku tidak mengerti atau mungkin karena keduanya.
“Nanti malam kita berkumpul di rumah dean?”
“Baiklah.”
Aku segera menengakkan wajahku mendengar sepatah kata yang di ucapkan pria yang tidak lain adalah Reynand. Tanpa sadar aku memperlambat langkahku dan meliriknya.
Namun tanpa diduga tiba-tiba saja ia menatap ke arahku.
1 detik
2 detik
3 detik
Ada apa dengannya kenapa ia masih menatapku, ini tidak seperti biasanya. Apa ada yang salah denganku, mengapa ia tidak menghiraukanku seperti biasa. Kami makin mendekat dan hampir berpapasan.
“Hai..!” Sapaan itu di ucapkan Dean sahabat Reynand. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
Yang membuatku tidak mengerti kenapa Reynand masih menatap ke arahku.
“Hm, maaf tapi sepertinya ponselmu berdering.” ucap Dean mengingatkan.
“Ah terima kasih.” Ucapku langsung segera merogoh ponsel di tasku.
“Arnand.” Ucapku pelan sambil menatap ponselku. Aku pun kembali berjalan.
“Aku baru ingat aku sudah ada janji untuk nanti malam.” ucap Reynand yang masih terdengar olehku.
“Ya sudah tidak apa-apa masih bisa lain waktu.”
“Ok.”
Aku hampir saja lupa karena keasikan menguping pembicaraan mereka.
Drrtzzz...drttz
“Yah arnand. Ada apa?”
“Maaf aku baru sempat memberi kabar. Aku sudah sampai dengan selamat.”
“Oh. Syukurlah.” jawab Renata pelan.
“Kau kenapa, suaramu terdengar lemas?” Tanyanya khawatir.
“Tidak, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah.”
“Hm.. apa kau tidur cukup?”
“Ya.”
“Bagaimana makanmu?”
“Tidak ada masalah.”
“Hm.. sepertinya bukan tubuhmu yang bermasalah?”
“Maksudmu?"
“Hatimu. Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu itu, ku dengar dia bukan pria yang ramah?”
“Hm..” aku bergumam cukup lama. Aku tidak menyangka Arnand sampai mencari tahu pria seperti apa Reynand itu.
“Hubungan kalian bermasalah?” Tebaknya membuat sedikit kaget.
“Ah tidak, kami baik-baik saja.”
“Syukurlah. Ku harap dia bisa menjagamu seperti janjinya.”
“Maksudnya menjaga.”
“Maaf nata. Aku harus pergi, nanti ku telpon lagi bye.”
Tut.
Aku masih terdiam menatap layar ponselku yang redup. Aku mencoba mencerna kata-kata Arnand. Namun tiba-tiba sebuah pesan singkat muncul di layar ponselku.LINE
GIO: Kau tidak lupa kan, hari ini masuk lebih awal.
13.03Aku menepuk jidatku. Hampir saja aku melupakannya. Hari ini adalah acara universary cafe tempatku bekerja. Dan aku diminta datang lebih awal. Dengan cepat aku pun mempercepat langkahku untuk pulang.
..
Malam ini suasana di cafe sungguh sangat ramai. Di tambah dengan acara dan promo-promo menarik membuat para pengunjung rela mengantri untuk datang kemari.“Nata antar ini?” teriak Yoland menyimpan nampan di meja kasir Renata.
“Tapi aku sedang menulis pesanan.” Sanggahku cepat. Aku masih trauma dengan tenguran Mr. Liem waktu itu.
“Kalian kan berdua, kau tidak lihat kita kekurangan orang.” Bentaknya. Aku menghela nafas lalu mengantar pesanan tersebut.
Saatku berbalik aku melihat Mr. Liem juga ikut turun tangan menangani pelanggan jadi menurutku kali ini tidak masalah.
.. Malam harinya.Setelah jam kerja usai Mr liem terlihat menyuruh seluruh karyawan berkumpul untuk memberikan briefing sebelum pulang.
“Jadi terima kasih atas kerja keras hari ini. Sebagai hadiah untuk setiap karyawan akan mendapatka bonus di akhir bulan.” Ucap Mr. Liem panjang lebar yang di akhiri sorak senang para karyawan.
Sementara itu Renata terlihat gusar. Sedari tadi ia melirik jam di ponselnya. Bahkan ia tidak fokus dengan ucapan Mr. Liem. Yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimanana cara agar ia bisa pulang dengan bus terakhir.
Tepat pukul 10.30 Renata dan yang lainnya pun terlihat keluar dari cafe. Renata berjalan lemas sambil menenteng tasnya.“Dah nata.”
“Dah.” ucap Renata tersenyum getir.
Renata terdiam di pinggir jalan. Ia masih bingung bagaimana caranya ia pulang. Ia menoleh Mr. Liem yang mulai mengunci cafe.
“Aku gila, kalau aku berpikiran akan menginap di cafe.” Gumamnya kesal.
“Kau tidak pulang?” Renata menoleh kaget mendapati Gio rekan kerjanya berada di depannya.
“Ah aku..”
“Kau tidak di jemput akhir-akhir, kemana dia?”
“Siapa maksudmu, arnand?”
“Kalian putus kan, baguslah. Ayo aku akan mengantarmu pulang?” Ucapnya sambil tersenyum senang.
“Ah tidak, seperti kau salah paham.” Jawab Renata sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
“Ayo, sudahlah tidak apa-apa.” Lanjutnya sambil meraih tangan Renata untuk di tariknya. Renata terlihat sedikit terkejut. Bukan karena hal itu melainkan ada tangan lain yang menahannya. Renata menoleh melihat Gio menatap tajam pada orang di belakangnya.
“Kau siapa?” Tanyanya terlihat tidak senang.
“Lepaskan?” Orang itu tidak menjawab pertanyaan Gio, ia malah memerintahnya untuk melepaskan tangan Renata.
“Ku tanya kau siapa?” tanya Gio lagi sedikit emosi.
“Aku kekasihnya. Jadi lepaskan.” Jawabnya cepat sambil menepis paksa tangan Gio agar terlepas dari tangan Renata. Dan setelah itu ia terlihat sedikit menyeret Renata memasuki mobilnya.
“Hei, tunggu.. “
Sudah hampir setengah jam aku menunggunya di dalam mobilku. Namun aku lihat mereka masih saja berkumpul, entah apa yang mereka lakukan. Kalau saja hari ini aku tidak menerima telphone aneh. Mungkin aku tidak ada di sini. Pagi tadi seorang pria yang mengaku sahabatnya menelponku. Tanpa basa-basi ia memintaku menjemput renata mengantikannya. Alasannya karena dia mengira aku benar-benar kekasih renata. Entah mengapa aku tidak bisa menolaknya apalagi saat ia memintaku untuk menjaga renata. Ada keraguan saat aku ingin mengungkap kebenaran yang ada. “Aaargghh..” Aku merasa kesal dengan diriku sendiri yang seakan terjebak di situasi yang semakin rumit. Aku menyandarkan kepakaku di kemudi, namun sesaat kemudian aku mendengar suasana ramai. Terlihat beberapa orang berhamburan keluar. Akhirnya mereka pulang juga. Aku terdiam di dalam mobil mengedarkan pandanganku untuk mencari keberadaan renata. Dan tak berapa lama ia terlihat berjalan keluar. Aku masih memperh
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga
Seminggu terakhir ini aku cukup sibuk karena harus bulak-balik untuk mengurus jessi di rumah sakit dan juga mengurusi urusan di kampus yang menguras waktu dan tenagaku. Aku berencana ingin beristirahat malam ini. Aku baru saja mendudukan diri di tepi ranjang sambil mengisi batrai ponselku yang mati sejak siang tadi. Tak lama beberapa pesan berderetan muncul memenuhi layar ponselku. Aku pun mulai mengeceknya dan menyingkirkan pesan yang menurutku tidak begitu penting. Tanganku terhenti nama renata muncul dengan sebuah pesan yang membuat perasaanku tidak enak. Aku pun dengan cepat membuka dan membacanya. Renata : Rey, maaf lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Terima kasih untuk semuanya.18.12 Aku sungguh terkejut membaca pesan tersebut. Aku tahu hubunganku dengannya sedang rumit, tapi aku tidak menyangka ia bisa semudah itu ingin mengakhiri semuanya. Aku akui aku yang salah karena memiliki ego yang terlalu tinggi. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli dengan hubungan ini.
Tok. Tok. Tok. “Ya sebentar !” ucap Renata saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia berjalan dan segera membukanya. “rey..” Ucapnya lemah sedikit kecewa berbarengan dengan senyumannya yang memudar. “Kenapa, sepertinya kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Gio malah tersenyum manis pada renata. “Bukan, hanya saja..” Renata menggantung ucapannya saat merasa ponsel yang di pegangnya bergetar. Ia melihat sebuah pesan dari reynand muncul di sana. Reynand: Aku masih di rumah sakit sekarang, sepertinya tidak bisa menjemputmu. Maaf. 8.30 “Kenapa, apa terjadi sesuatu?” tanya Gio bingung melihat renata masih menatap ponselnya. “Tidak. Hm.. ada apa pagi-pagi kau ke rumahku?” “Kau lupa percakapan kita kemarin malam.” ucap Gio balik bertanya. “Apa?” tanya Renata benar-benar lupa. Gio terdiam sejenak lalu ia melirik jam dinding di belakang Renata. Ini hampir jam setengah delapan dan ia tahu Renata kuliah pagi ini. “Sudah-sudah kita bahas nanti saja, kau m
Pagi itu renata sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Ia terlihat mengambil beberapa bahan di kulkas dan mulai memasak. Sesuai janjinya ia ingin membuat sarapan untuk reynand. Selesai memasak renata pun bergegas mandi dan bersiap ke kampus. Ia memilih pergi menggunakan bus karena tahu reynand tidak bisa menjemputnya hari ini. Sesampai di kampus renata pun coba menghubungi reynand. tut..tut.. “Hallo..” “Rey kau di mana?” “Di aula, kalau kau ingin bertemu reynand ke sini saja.” Jelasnya. “Ah, baiklah kak.” Tut. Renata masih memandangi ponselnya, entah siapa tadi yang berbicara dengannya. Yang pasti ia tahu keberadaan reynand sekarang. Tanpa berlama-lama renata pun segera menuju ke aula kampus. Sesampai di sana renata melihat banyak orang yang berlalu lalang di sana. Dengan segera ia mencari keberadaan reynand. Ia berlari kecil mendekati kerumunan orang dan coba menyelinap. “Rey..” Panggilnya pelan. Reynand berbalik sedikit terkejut dengan kehadiran renata di sana namun sesa
Sepanjang perjalanan reynand tidak berkata sedik pun. Wajahnya masih saja datar bahkan berkali-kali aku terang-terangan menatapnya. Namun ia seperti sengaja menghiraukanku. “Kau marah?” Tanyaku ragu. Reynand terdiam dan tidak menjawab aku yakin dia pasti marah. Bukankah baru saja aku berjanji tidak akan pergi dengan pria lain selainnya. “aku sungguh tidak tahu kalo gio akan menjemputku.” Sambungku menjelaskan. “Sudahlah, aku sedang menyetir.” Jawabnya cepat. Tak berapa lama mobil pun berhenti tepat di depan cafe tempatku bekerja.“Aku akan menjemputmu jam 10.” Ucapnya dingin tanpa menatapku. Aku terdiam sejenak memutar otak untuk mencari cara agar reynand tidak marah padaku. Entah dari mana datangnya tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku. Aku melirik reynand sesaat. Walaupun ragu aku akan coba melakukannya. Aku membuka seltbetku dan coba mengumpulkan keberanian. Aku mendekati reynand dan menutup mataku lalu.. Cup “Maafkan aku rey..” Ucapku membuka mata setelah memberi sebuah k
Tok. Tok. Tok. “Ya sebentar !” ucap Renata saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia berjalan dan segera membukanya. “rey..” Ucapnya lemah sedikit kecewa berbarengan dengan senyumannya yang memudar. “Kenapa, sepertinya kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Gio malah tersenyum manis pada renata. “Bukan, hanya saja..” Renata menggantung ucapannya saat merasa ponsel yang di pegangnya bergetar. Ia melihat sebuah pesan dari reynand muncul di sana. Reynand: Aku masih di rumah sakit sekarang, sepertinya tidak bisa menjemputmu. Maaf. 8.30 “Kenapa, apa terjadi sesuatu?” tanya Gio bingung melihat renata masih menatap ponselnya. “Tidak. Hm.. ada apa pagi-pagi kau ke rumahku?” “Kau lupa percakapan kita kemarin malam.” ucap Gio balik bertanya. “Apa?” tanya Renata benar-benar lupa. Gio terdiam sejenak lalu ia melirik jam dinding di belakang Renata. Ini hampir jam setengah delapan dan ia tahu Renata kuliah pagi ini. “Sudah-sudah kita bahas nanti saja, kau m
Seminggu terakhir ini aku cukup sibuk karena harus bulak-balik untuk mengurus jessi di rumah sakit dan juga mengurusi urusan di kampus yang menguras waktu dan tenagaku. Aku berencana ingin beristirahat malam ini. Aku baru saja mendudukan diri di tepi ranjang sambil mengisi batrai ponselku yang mati sejak siang tadi. Tak lama beberapa pesan berderetan muncul memenuhi layar ponselku. Aku pun mulai mengeceknya dan menyingkirkan pesan yang menurutku tidak begitu penting. Tanganku terhenti nama renata muncul dengan sebuah pesan yang membuat perasaanku tidak enak. Aku pun dengan cepat membuka dan membacanya. Renata : Rey, maaf lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Terima kasih untuk semuanya.18.12 Aku sungguh terkejut membaca pesan tersebut. Aku tahu hubunganku dengannya sedang rumit, tapi aku tidak menyangka ia bisa semudah itu ingin mengakhiri semuanya. Aku akui aku yang salah karena memiliki ego yang terlalu tinggi. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli dengan hubungan ini.
Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga
Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand
Beberapa hari kemudian. Malam itu sepulang bekerja aku pun terdiam di luar café menunggu reynand menjemputku. Reynand sudah mengirimiku pesan bahwa dia akan sedikit terlambat. Aku pun terdiam sambil memperhatikan sekitar. Suasana di sini terlihat mulai sepi. Aku meraih ponselku dan membaca kembali pesan dari reynand. Ini sudah hampir 20 menit, namun reynand belum juga datang. Aku pun berpikir akan pulang sendiri saja. Aku melihat masih ada waktu untukku pulang menggunakan bus terakhir. Aku pun mulai bangkit dan melangkah menuju halte. Kemudian aku mengetik pesan untuk memberitahukannya pada reynand. Namun belum sempat aku mengirimnya, tiba-tiba seseorang muncul dan mendekatiku. “Hai kau belum pulang?” Aku menoleh kaget melihat gio di sana. Ia tersenyum dan berjalan menghampiriku. “Belum aku masih menunggu.. kekasihku.” Jawabku sedikit ragu saat menyebutkan kata terakhirku. “Hm..” Gio meli
Pagi itu. Renata terlihat berjalan santai memasuki kampusnya. Namun dari kejauhan ia melihat reynand yang tengah berjalan bersama dean temannya. Renata terlihat kaget lalu memutar arah. “Rey itu kekasihmu kan, ada apa dengannya?” tanya Dean saat melihat renata berbelok ke arah menuju perpustakaan. Reynand tidak menjawab ia hanya memperhatikannya dari jauh... “Hampir saja!” Aku menghela nafas lega sambil menarik salah satu kursi di hadapanku. Jujur aku masih malu dan belum mempunyai keberanian untuk bertemu dengannya, terlebih karena hal kemarin yang kulakukan. Karena sudah terlanjur di sini sepertinya sekalian saja aku mengerjakan tugas. Aku melirik jam di tanganku. Masih ada waktu 1 jam sebelum kuliahku di mulai. Awalnya aku ingin ke kantin untuk sarapan sambil mengerjakan tugas. Tapi karena bertemu reynand tadi sekarang aku di sini di perpustakaan. Aku mengeluarkan laptop dan meraba-
Tok. Tok. Tok Reynand menurunkan kaca mobil sesaatku mengetoknya pelan. Aku tersenyum dan berdiri tepat di samping mobilnya. "Masuk." Ucapnya datar seperti biasa. Aku pun dengan cepat memutari mobil dan masuk. “Mau ku antar ke mana? “ Tanyanya cepat. Aku menoleh rasanya sedikit aneh dia ini kekasih atau supir pribadiku. "Ke rumah saja." Jawabku pelan. Dan setelah itu dia terdiam dan terfokus menyetir. Aku sesekali melirik ke arahnya ia terlihat acuh seperti biasa membuat suasana menjadi canggung dan aku tidak menyukainya. Padahal hari ini aku tidak bekerja. Dan sebenarnya aku ingin menghabiskan waktu berdua bersamanya. Aku sedikir ragu, namun aku ingin coba bertanya padanya. "Hm.. rey?" Ia melirikku singkat saatku memanggilnya. "Hari ini aku libur?" Ucapku pelan. "Ya, lalu?" Tanyanya acuh. Aku sedikit kesal mendengar tanggapannya. Rasanya akan ak