Dan kau hadir, mampu membuat duniaku lebih berwarna.
***
Tentu saja membuat atensi Mark langsung teralihkan. Suara yang selalu membuatnya gerak cepat, siapa lagi kalau bukan Karina Jung. Mark pun menoleh sambil tersenyum.
Kelas Bisnis terlihat kosong, tersisa Mark yang sedang merapikan kertas-kertas di meja dosen. Ia baru saja selesai diskusi dengan Pak Sehun. Beruntung Karina datang diwaktu yang tepat. Bagaimana kalau tadi masih ada Pak Sehun dan Karina berteriak-teriak, berbanding terbalik dengan image yang selama ini ia tunjukkan pada warga Kampus? Mungkin Pak Sehun akan terkejut.
"Ada apa? Hm?" sahut Mark sambil mengusap pucuk kepala Karina pelan ketika gadis itu sampai di hadapannya. Jangan lupa dengan senyuman khasnya yang bisa membuat siapa pun ingin ikut tersenyum.
Karina menepis tangan sahabatnya itu dan berkata, "ayo ke Kantin. Aku ingin makan sesuatu." Gadis itu tersenyum penuh makna dan membuat Mark langsung tahu bahwa ada yang diinginkan darinya.
Mark menaikan sebelah alis matanya. "Kau mau makan atau ingin membahas sesuatu denganku?" tebaknya sambil terkekeh.
Karina menjawabnya dengan cengiran. Ternyata ia tertangkap basah oleh Mark. "Kau tidak asik, Mark."
Lagi, tangan Mark mengacak pelan surai dark blue milik gadis di hadapannya dan berkata, "yang lain bagaimana?"
"Aku tidak tahu. Ayo kita makan Maaark." Akhirnya Karina merengek. Itu yang Mark tunggu sejak tadi.
Mark mengangguk dua kali. "Tunggu sebentar, aku merapikan ini dulu." Tak butuh waktu lama ia selesai.
Di sepanjang koridor mereka berdua berbincang-bincang, hingga Mark bertanya, "kau pasti meninggalkan mereka ya?"
"Chenle, Ningning dan Giselle?" tanya Karina balik.
Mark mengangguk.
"Iya, aku langsung berlari ke kelasmu," jawab Karina dengan tersenyum.
Mark melirik ke samping —Karina. "Kenapa harus berlari? Bagaimana kalau kau terjatuh?" ujarnya.
"Aku sudah terjatuh tadi," sahut Karina sambil mengerucutkan bibir, mengingat kejadian tadi.
Mark menghentikan langkahnya dan otomatis membuat gadis itu ikut berhenti juga. Lihat saja, Mark pasti heboh setelah mengetahuinya.
"Kau serius?! Kenapa kau sangat ceroboh Karina-ya, tapi kau tidak apa-apa 'kan? Tidak ada yang sakit 'kan? Bagaimana?" cicit Mark khawatir sambil memutar-mutar tubuh sahabatnya.
Benar kan?!
Karina berputar-putar dan berakhir dengan protes. Ia berkata, "aku tidak apa-apa Mark. Sudah cukup, aku pusing diputar-putar begini."
Mark malah tersenyum dan menjawab, "baiklah, ayo kita ke makan enak. Aku teraktir Ayam goreng pedas kesukaanmu."
Tersenyum lebar, Karina berbinar mendengar makanan favoritnya. Ia pun semakin bersemangat. Mungkin kalau orang lain yang melihat sisi Karina seperti itu, tidak akan percaya.
Seandainya, kau bisa seperti ini terus. Tertawa dan tersenyum seperti dulu. Batin Mark.
Tapi, sepertinya itu sulit. Di depan Ninging atau Giselle sekali pun, terkadang Karina masih bersikap biasa saja tidak terlalu terbuka tapi tidak terlalu jutek atau pun dingin. Bahkan dengan Chenle pun sama.
Tanpa mereka sadari, dari balik dinding ada yang memerhatikan Karina tanpa berkedip —seperti memastikan sesuatu.
***
Karina duduk di tempat biasa ia makan bersama Mark atau pun teman-temannya yang lain. Namun, tiba-tiba terdengar derap langkah seseorang yang semakin dekat dengannya. Mark? Tidak mungkin. Lelaki itu baru saja pergi.
"Karina-ssi, sendirian saja. Di mana Mark Lee?" ujar seseorang itu.
Karina menoleh ke belakang dan mendapatkan pemuda berkacamata sedang tersenyum ke arahnya. Ia adalah Na Jaemin.
"Itu!" jawab Karina singkat sambil menunjuk menggunakan dagu ke arah Mark yang sedang berjalan semakin menjauh.
Sikap Karina yang seperti itu sudah biasa untuk Jaemin, karena mereka memang pernah satu sekolah. Tapi, awalnya Jaemin agak terkejut sebab dulu Karina adalah gadis yang sangat ceria. "Ah, aku duluan kalau begitu," ucapnya.
"Ya," jawab Karina singkat.
Jaemin pun langsung melangkahkan kakinya ke meja di mana sudah ada Renjun, Haechan dan sahabatnya yang sering melamun —Jeno.
"Jaem, kau dekat dengan gadis itu ya?" tanya Jeno penasaran saat sahabatnya itu baru saja duduk.
Menautkan kedua alis mata. "Karina? Tidak, hanya saja aku pernah satu sekolah dengannya," sahutnya santai.
Jeno pun berkata, "memang seperti itu ya Jaem? Tadi aku tidak sengaja tubrukan dengannya di koridor. Tapi, dia hanya mengerutu tanpa melihat ke arahku dan melanjutkan jalannya begitu saja."
Jaemin menganggukan kepala. "Iya Jen. Dia memang seperti itu. Apatis —tidak peduli dengan sekitar dan jarang tersenyum apalagi pada orang yang tidak dekat dengannya, tapi—"
"—tapi beda halnya, kalau sedang bersama Mark. Aku sering melihat dia tersenyum saat bersamanya," potong Renjun sambil melihat ke arah Karina.
Jaemin mengangguk, tanda bahwa ia menyetujui ucapan Renjun. Sedangkan Haechan tak peduli, ia sibuk dengan makanannya.
"Ah, seperti itu," gumam Jeno sambil memerhatikan punggung gadis di seberang sana.
"Saat aku satu sekolah dengannya, dia tidak seperti itu Jen. Karina tipikal gadis yang ceria, periang, dan banyak pesonanya. Jika kau melihatnya tersenyum atau ia tersenyum padamu, kau tidak akan bisa untuk tidak terpesona," lanjut Jaemin lagi.
"Terus kenapa sekarang dia jadi seperti itu? Jutek, dingin dan seperti menutup diri," tanya Jeno penasaran lagi.
Jaemin menjawabnya dengan menggedikan bahu. Ia tidak tahu bagaimana Karina bisa berubah seperti itu, kecuali teman terdekatnya.
"Kau juga, jarang tersenyum kalau dengan orang lain. Mungkin dia juga patah hati sama sepertimu?" celetuk Haechan tiba-tiba, yang disetujui oleh Renjun.
"Mungkin sikapnya itu juga sebagai bentuk pertahanan diri, ya sama seperti dirimu," tambah Jaemin.
"Move on Jen, lanjutkan hidup. Jangan menutup diri. Coba buka hati untuk yang lain. Move on itu bukan berarti melupakan, tapi mencoba melanjutkan hidup seperti biasa tanpa adanya dia lagi," lanjut Jaemin bijak.
Mengangguk mantap. "Aku setuju dengan Jaemin. Apa kau sekarang mulai penasaran dengan Karina? Coba saja kau dekati dia. Mungkin kalian bisa saling mengerti atau pun memahami," ucap Renjun menambahkan.
Suasana berubah hening, hingga detik berikutnya dibuat ramai oleh Haechan.
"Astagaaa!! Pedas sekali! Ren minumku mana?! Hu ha hu ha." Haechan menghancurkan suasana.
Renjun menepuk dahinya. "Ya Tuhan aku lupa membelinya Chan!"
"Kau mengajakku berkelahi, eoh?!" Haechan akan berubah menjadi baby monster ketika marah apalagi dengan Renjun.
Suasana seketika menjadi rusuh karena Haechan yang kepedasan dan Renjun lupa membeli minum untuk Haechan. Sedangkan minuman teman-temannya sudah habis.
Beberapa menit kemudian, di sisi lain.
Mark datang membawa makanan di tangan kanan dan kirinya, lalu berkata, "lama ya? Tadi aku memesan yang lain dulu. Ayo dimakan, sudah kupesankan makanan kesukaanmu, chicken spicy."
"Gomawo, Mark. Tapi kenapa tidak super spicy?" protes Karina. "Aku ingin makan pedas," lanjutnya sambil mengerucutkan bibir.
Mark yang gemas, langsung menyuapi ayam ke mulut gadis itu, agar diam tidak memprotes lagi. Sedang, Karina tidak bisa menolak ketika makanan kesukaannya itu ada di depan mata. Alhasil, rasa ingin ceritanya pun ditunda.
"Kau lupa? Lambungmu masih bermasalah. Aku tidak ingin kau sakit lagi. Arra?" tukas Mark.
Mark terus menyuapi Karina sambil menyantap makanannya sendiri. Dan gadis itu pun juga sesekali menyuapi Mark.
Lalu di mana Chenle, Ningning dan Giselle? Jangan ditanya mereka ke mana. Mereka sudah pasti pulang duluan, karena hari ini hanya satu matakuliah. Sebenarnya ada satu lagi tapi dosennya izin.
Di sisi lain, Jeno berpikir sambil melihat interaksi antara sepasang sahabat yang sedang suap-suapan itu.
Benar juga kata Renjun, gadis itu membuatku penasaran. Tapi apa boleh? Aku tak ingin menjadikannya pelampiasan semata, karena jujur dihatiku masih ada gadis lain saat ini. Batin Jeno.
"Oke Jen, sebelum mencoba, kau tidak akan tahu bagaimana hasilnya. Coba dekati saja untuk dijadikan teman, mungkin perasaan dan hatimu bisa terbuka lagi. Kau pasti bisa!" lanjut gumam Jeno semangat.
Karena Haechan seorang yang peka, ia mendengarnya. "Woah, Jeno mau mendekati Karina? Kau yakin? Oke, aku akan mendukungmu Jeno. Semangat!" serunya antusias.
Jaemin dan Renjun otomatis menoleh ke arah Jeno penasaran, meminta pernyataan atas ucapan Haechan berusan.
"Hah? Siapa Chan? Kau salah dengar mungkin. Sudah lah, ayo lanjutkan tugas yang tadi," elak Jeno sambil berdiri.
Ya, mereka berniat untuk mengerjakan tugas yang baru saja diberikan oleh Pak Sehun.
Aigoo, Haechan telinganya seperti yoda ya, padahal aku hanya bergumam. Untung saja bisa mengelak. Batin Jeno.
Jaemin, Renjun dan Haechan pun ikut berdiri dan mengikuti Jeno meninggalkan Kafetaria.
Tapi sebelum itu. Aku mendengarnya juga Jen, oke aku akan membantumu sebisaku. Batin seseorang.
Melihatnya tersenyum, itu cukup bagiku —untuk perasaan yang kupendam selama ini.***Waktu menunjukkan pukul empat sore. Di sebuah bangunan bergaya klasik modern, yang terletak di UN Village, Hannam-dong, Mark memanuverkan mobilnya di pekarangan rumah tersebut."Gomawo Mark. Mau mampir? Kak Dejun sudah di rumah sepertinya," ucap Karina sambil menunjuk dengan dagunya ke arah garasi, mobil Dejun sudah ada di sana.Tersenyum manis. "Lain kali ya. Aku harus menjemput Ibuku. Bibi Irene juga masih di butik 'kan?" sahutnya sekaligus bertanya.Ya, Irene dan Seulgi bersahabat. Mereka punya usaha di bidang fashion, terkadang Karina dan Mark yang dijadikan model brand mereka. Hitung-hitung hemat biaya produksi, kata ibu-ibu mandiri tersebut."Heum, mungkin nanti
Sesulit apapun pilihan yang ada di hadapanmu, kau hanya perlu ingat satu hal. Pilihlah yang membuatmu merasa nyaman.***"Kak, kau duluan saja. Aku ingin menunggu Mark sebentar," ucap Karina masih berada di basement toko buku.Dejun mengangguk. "Baiklah, jangan lama-lama," sahutnya dan berjalan masuk ke dalam toko buku."Mark mana ya? Tadi 'kan ada di belakang mobil Kak Dejun," gumam gadis itu sambil mengedarkan pandangannya.Karina sibuk mencari Mark, hingga tidak sadar bahwa lelaki itu ada di belakangnya. Ekspresi Mark mengatakan bahwa ia akan mengerjai Karina."Hai gadis cantik," goda Mark sambil mencolek pundak gadis di
Berdamailah dengan keadaan. Karena keadaan akan memberikanmu waktu atau peluang untuk kau mengetahui apa yang belum kau ketahui. Atau keadaan itu sendiri bisa membuatmu menjadi dewasa, dengan bagaimana kau menyikapi keadaan tersebut.***Dejun melajukan mobilnya menuju rumah teman yang ia maksud tadi. "Na, mampir sebentar ya...""Iya," sahut Karina.Sahutannya itu membuat Dejun menoleh ke arah Karina. Seketika ia teringat sesuatu. "Na, boleh aku bertanya? Kau masih berhubungan dengan keluarga Hwang?"Karina agak terkejut dengan pertanyaan kakaknya. Ia pun menoleh. "Masih, tapi tidak sering. Itu juga hanya dengan Yeji. Karena dia ingin kuliah di universitas yang sama denganku
Keesokan hari.Karina benar-benar kembali ke tempat kemarin ia melihat Jeno —hanya asumsi Karina semata. Ia memberanikan diri mendekatispotyang selama ini ia hindari. Demi memenuhi rasa penasarannya yang teramat tinggi itu.Namun sepertinya, usaha Karina tidak membuahkan hasil. Ia sudah berdiri tepat di bangku antara dua pohon itu, dan tidak menemukan seseorang yang menurutnya adalah Lee Jeno —mahasiswa baru di kelas Mark."Ke mana ya? Apa mungkin dia tidak datang hari ini?" gumam Karina. "Ya sudah lah, mungkin aku salah lihat kemarin," lanjutnya lagi.Gadis itu akhirnya melanjutkan lari paginya dan kembali ke rumah.Sedang di sisi lain, di kediaman L
Karina dan ketiga sahabatnya jalan bersama menujuLemonade Cafe. Mereka hendak mengerjakan tugas sambil makan siang. Sebelumnya Karina mengirim pesan pada Mark, sebab bisa heboh kalau Mark khawatir. Bahkan Chenle sangat hapal bagaimana posesifnya Mark sebagai sahabat Karina."Sudah mengabari Mark?" tanya Chenle sambil membenarkan posisi duduknya. Mereka sudah tiba diCafe.Gadis itu mengangguk. "Sudah."Isi pesannya;Mark, aku ke Lemonade Cafe dengan yang lain.11.15 KST"Na, kau kenal dengan Jeno?" Ninging tiba-tiba memulai pembicaraan setelah mereka duduk.Mengernyitkan dahi. "Ye? Ah, tidak kenal. Hanya tahu dari Mark. Kenapa?
"Aish! Aku tidak bisa diam saja di sini," gumam Mark.Laki-laki itu mondar-mandir dengan tangan kiri di pinggang dan tangan kanan memijat keningnya pelan. Rasanya gemas ingin menyusul Karina ke Klinik, tapi kalau ia tetap nekat ke sana, yang ada Karina akan marah.Namun Mark sungguh khawatir. "Aku akan menyusulnya!" Baru saja laki-laki itu ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba ada suara seseorang menyerukan namanya."Mark!" seru Karina sambil menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya erat.Sungguh gadis itu sangat ketakutan ketika dikejar-kejar oleh orang jahat tadi. Tapi, ia tidak bisa menunjukan kelemahannya di depan orang yang baru ia kenal seperti Jeno."Ada apa denganmu
Kalau kau memulainya dengan tidak baik, jangan berharap mendapatkan hasil yang baik.***Saat ini Jeno sedang duduk di ruang tamu rumah Karina. Lelaki itu ditatap oleh kelima pasang mata, Mark, Ningning, Chenle dan pemilik rumah yaitu Karina serta Jisung."Ada urusan apa kau datang ke sini?" tanya Mark sambil menatap sinis ke arah Jeno.Sedikit tak nyaman, Jeno berusaha biasa saja. "Aku ingin memberikanfilepenting dari Kakakku untuk Kak Dejun."Chenle mengernyit. "Memangnya siapa kakakmu?" tanyanya."Hendery," jawabnya singkat.Karina sedikit terkejut,
Bolehkah aku memiliki perasaan ini untukmu? Tidak, kau tidak perlu membalasnya. Cukup tidak melarangku untuk mencintaimu dalam diam.***Dua bulan lebih telah berlalu, setelah kejadian di mana Jeno meminta izin untuk menjadi lebih dekat dengan Karina. Hubungan mereka pun semakin dekat, bahkan dengan sahabat-sahabat dari mereka masing-masing.Juga, Mark lebih banyak mengalah untuk membiarkan Karina lebih banyak menghabiskan waktu dengan Jeno. Ia cukup menjaganya dari jauh dan... mencintai dalam diam --menurutnya.---"Na, boleh tidak kalau aku lebih dekat selangkah denganmu?" tanya Jeno kala itu."Hah? Maksudmu