Keesokan hari.
Karina benar-benar kembali ke tempat kemarin ia melihat Jeno —hanya asumsi Karina semata. Ia memberanikan diri mendekati spot yang selama ini ia hindari. Demi memenuhi rasa penasarannya yang teramat tinggi itu.
Namun sepertinya, usaha Karina tidak membuahkan hasil. Ia sudah berdiri tepat di bangku antara dua pohon itu, dan tidak menemukan seseorang yang menurutnya adalah Lee Jeno —mahasiswa baru di kelas Mark.
"Ke mana ya? Apa mungkin dia tidak datang hari ini?" gumam Karina. "Ya sudah lah, mungkin aku salah lihat kemarin," lanjutnya lagi.
Gadis itu akhirnya melanjutkan lari paginya dan kembali ke rumah.
Sedang di sisi lain, di kediaman Lee. Terlihat Jeno baru keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga untuk sampai ke ruang makan.
Di ruangan tersebut, sudah ada Taeyong dan Sooyoung —selaku kedua orang tuanya. "Selamat pagi, Yah, Bu."
"Pagi, Jen. Tumben sekali baru bangun?" tanya Taeyong.
Menuangkan air mineral ke dalam gelas kaca, Jeno terlihat sangat lelah. "Aku tidur dini hari. Tugasku menumpuk."
"Jangan lupa diimbangi dengan konsumsi vitamin, Jen." Taeyong mengatakan itu sambil menatap Sooyoung. "Masih ada?" lanjutnya.
Mengangguk, Sooyoung berkata, "stoknya masih banyak. Kau ingin sarapan atau mandi dulu, Jen?"
"Mandi," jawab Jeno setelah meminum air mineral. Ia pun berjalan menuju lantai atas, kamarnya.
Selepas Jeno pergi dari ruang makan, Hendery menghampiri sang Ibu. "Jeno tidak ke taman lagi?" tanyanya.
"Dia sedang banyak tugas," jawab Sooyoung.
Hendery mengangguk. "Hm, bagus kalau begitu," sahutnya bersyukur.
Sebenarnya Hendery kasihan dengan Jeno, tapi ia agak kesal karena lelaki itu selalu keluar pagi dengan alasan olahraga. Padahal waktu itu ia melihat adiknya hanya berdiri di dekat bangku taman dengan tatapan kosong.
"Iya, semoga adikmu itu bisa mendapatkan gadis yang lebih tulus mencintainya," ucap Sooyoung berharap.
"Ya Bu, semoga," jawab Hendery.
Taeyong dan Hendery pun sarapan lebih dulu, karena mereka harus segera berangkat kerja. Dan Jeno hanya ada kelas siang hari ini. Sedangkan Sooyoung ada acara pertemuan dengan kolega bisnisnya, termasuk Irene dan Seulgi.
***
Sedangkan di kediaman keluarga Jung, terlihat ramai di ruang makan. Mereka tengah menggoda si bungsu —Jisung.
"Kak, aku berangkat bersama Mark ya hari ini," ucap Karina sambil menyelesaikan sarapannya.
Dejun menoleh ke arah adiknya itu. "Tidak bersamaku? Ya sudah hati-hati," sahutnya.
Mengangguk, Karina hanya menjawab melalui acungan ibu jari. Lalu bersamaan dengan itu, Jisung beranjak dari duduknya.
"Aku berangkat sekarang ya. Aku ingin menjemput temanku," ucap Jisung.
Sontak hal itu membuat kakak-kakak Jisung langsung menggodanya. "Teman atau kekasih Sung?" goda Karina.
"Teman," sahut Jisung singkat.
Dejun tak mau kalah. "Lagi pendekatan Na, maka dari itu, dia bilang teman. Masih tahap ya Sung?" godanya sambil terkekeh dan berhasil membuat adik laki-lakinya itu melirik kesal.
"Sudah jangan digoda terus itu adiknya," ucap Irene sambil tersenyum samar.
Tak hanya sampai disitu, Jaehyun pun ikut menggodanya. "Semangat ya Sung, kenalkan pada Ayah nanti."
Otomatis, Karina dan Dejun pun tertawa melihat kejahilan Ayahnya. Sedang, Irene hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Jisung pun hanya mengerucutkan bibirnya dan menatap melas ke arah Ibunya itu —yang langsung dihampiri.
"Sudah sana berangkat, jangan ditekuk begitu wajahnya. Mereka hanya bercanda, eoh?" goda Irene sambil memeluk si bungsu.
Tanpa memedulikan gelak tawa Ayah dan kedua kakaknya, Jisung hanya fokus pada sang Ibu. "Iya, aku berangkat kalau begitu."
"Hati-hati sayang."
Setelah beberapa menit berlalu terdengar suara klakson mobil seseorang. Siapa lagi kalau bulan Mark Lee.
"Mark sudah sampai, aku berangkat," ucap Karina lalu mengecup pipi kanan kiri Jaehyun dan Irene.
"Iya, hati-hati. Salam untuk Mark," jawab Jaehyun.
"Baik Yah." Karina sedikit berlari ke arah pintu keluar.
Saat tiba di depan pintu rumah, ia sudah disuguhi oleh pemandangan yang menyegarkan mata. Iya, Mark sedang bersandar di mobil sambil tersenyum ke arah Karina.
"Selamat pagi," sapa Mark sambil tersenyum. "Silakan masuk," lanjutnya, setelah membukakan pintu mobil untuk Karina.
Jangan lupakan dengan perlakuan Mark yang melindungi kepala Karina saat masuk ke dalam mobil. "Gomawo, Mark."
Mark pun melajukan kendaraannya menuju Yonsei University. Selama di dalam perjalanan, ia dan Karina sedikit berbincang.
"Oh iya, aku baru ingat. Bukankah hari ini jadwalmu siang?" tanya Karina setelah meletakkan kembali ponsel yang sempat ia raih tadi.
Mengangguk dua kali, Mark mengetukkan jarinya di kemudi. "Iya Na, kenapa?"
Gadis itu mengernyit. "Tapi kenapa berangkat bersamaku?" tanyanya lagi.
"Aku hanya ingin mengantarmu saja." Mark menoleh sebentar ke arah Karina dengan senyuman manisnya.
Mendengus sebal, Karina tidak suka membuat orang lain kerepotan karena dirinya. "Ah, kalau seperti itu aku berangkat bersama Kak Dejun saja tadi," ucapnya merasa tak enak.
Mark malah tersenyum. "Tidak apa-apa, ini keinginanku. Lagi pula nanti aku ingin ke dosen pembimbing, ada yang harus dikumpulkan hari ini," jawabnya tenang.
"Baiklah aku percaya. Terima kasih." Karina membalas senyum Mark.
Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Ah iya Mark, ada yang ingin aku ceritakan semalam tapi lupa," lanjutnya lagi sambil menyengir.
Mark melirik sekilas. "Ya sudah cerita saja sekarang, ada apa memangnya hm?"
Gadis itu menghela napas pelan. "Semalam aku ke rumah teman Dejun Oppa. Dan aku tak sengaja melihat ada Jeno di sana."
"Jeno? Kau serius?" jawab Mark sambil mengerutkan dahinya. "Bagaimana bisa?"
Mengedikkan bahu, Karina juga tak mengerti kenapa semuanya saling terhubung begini. Dan memang rumah Hendery satu distrik dengannya, di Hannam-dong, Yongsan-gu. Lebih tepatnya di dekat Richensia Apartments. Kalau Karina di UN Village.
Mark mencoba menerka-nerka. "Kau tidak salah lihat? Mungkin saja bukan tapi bisa juga iya," ucapnya.
"Mark! Kau semakin membuatku bingung." Karina mengerucutkan bibirnya.
Tertawa ringan, Mark malah mengusap pelan rambut Karina. "Jangan cemberut seperti itu."
"Ya mana aku tahu. Aku tidak dekat dengan Jeno. Dia juga baru pindah ke kampus kita kan," lanjutnya lagi.
"Iya juga. Ya sudah terserah," jawab Karina masih menggerutu.
~Let me introduce you to some, new thangs new thangs new thangs~
Iya itu nada dering Karina tanda ada panggilan masuk.
"Karina, kau sudah di mana? Ppalli. Aku ingin lihat tugasmu." Terdengar keributan di seberang sana, ternyata itu Ningning yang sibuk mencari contekan.
"Astaga kukira ada apa. Tid0pak usah heboh juga. Ini sudah di jalan bersama Mark. Lihat saja dulu tugas milik Chenle."
Terdengar decakan. "Chenle saja belum. Itu yang bersangkutan hanya menyengir di depanku. Bilang sama Mark, pinjam teleportasinya Kai EXO saja."
Karina tak bisa untuk tertawa. Kebetulan ia dan Ningning itu EXO-L, nama fandom dari boy group EXO.
"Yang benar saja. Biasanya Chenle paling rajin setelahku. Kalau kau memang sebelas dua belas dengan Giselle, agak pemalas."
Mark yang melirik sekilas ke arah Karina sempat terpukau melihat gadis itu tertawa. Sudah lama rasanya Mark mendapatkan tontonan seperti ini.
Aku rindu dirimu yang ceria seperti ini. Batin Mark dan tersenyum.
"Aku bukannya malas, hanya saja kalau ada yang lebih baik jawabannya kenapa tidak? Ah sudah cepatlah, aku tunggu. Bye."
Tutt tutt~
Panggilan pun berakhir dengan Ningning yang mengakhirinya lebih dulu. "Dasar Ningning, astaga ada-ada saja."
"Kenapa dia?" tanya Mark.
Terkekeh pelan. "Biasa, minjam tugas. Eh, menyalin lebih tepatnya," jawabnya.
Mark ber oooh ria, dan kembali fokus menyetir.
Tak butuh waktu lama, mereka tiba di Yonsei University. Mark memarkirkan mobilnya. Ia dan gadis di sampingnya masih saja terus bercerita tentang hal apapun.
Namun, ketika keluar mobil, Karina langsung memasang topengnya. Ia dan Mark menyusuri lorong koridor menuju Gedung A. "Mark, kau seharusnya tidak perlu mengantarku begini."
Mark yang mengerti pun tersenyum samar. "Aku hanya ingin, memangnya kenapa," sahutnya sambil mencubit hidung mancung gadis itu.
Sudah lumayan banyak mahasiswa/i yang berlalu lalang di koridor dan tidak sedikit yang menatap iri atau berbinar melihat interaksi Mark yang memperlakukan gadis di sampingnya sangat manis.
"Bisa diam tidak? Malu tahu di lihat banyak orang," pekik gadis itu. Ia sedikit mengacuhkan padangan orang-orang.
"Biarkan saja, mereka hanya iri pada kita. Karena... aku sayang padamu... sebagai sahabat tentunya," ucap Mark yang pasti dapat membuat perempuan terbawa perasaan, namun tidak untuk gadis di sampingnya itu.
Karina malah mendengus sebal mendengar gombalan Mark. Ia melangkah lebih cepat agar mendahului Mark. Tapi, dengan cepat Mark mensejajarkan langkahnya.
"Ya sudah, ayo ke kelasmu." Mark langsung menggenggam tangan Karina di sepanjang jalan menuju kelas gadis itu. Tentunya Karina tak bisa menolak kali ini karena akan percuma.
Mereka berdua sampai di kelas masih dengan tangan yang saling menggenggam. Hingga tidak sadar hal itu membuat perhatian seluruh penghuni kelas tertuju pada mereka.
"Whoaaa, masih pagi itu tangan sudah menempel saja. Pasangan kekasih kalah romantis ya dengan kalian berdua," ucap Chenle yang heboh.
"Na, kau mau menyebrang?" celetuk Ningning.
Sedangkan Giselle hanya diam menatap Karina dan Mark.
"Jangan berisik," sahut Mark lalu menatap Ningning, "Iya kami ingin menyebrang, kenapa?!" lanjutnya lagi sedikit menantang.
"Aigoo santai Mark," ucap Chenle sambil melirik Ningning.
Ningning tertawa dan berkata, "mianhae Na, Mark."
"Mana tugasnya?" lanjutnya lagi.
"Aku ke perpustakaan dulu, belajar yang benar. Hubungi aku, nanti aku ke sini lagi setelah jam kelasmu selesai kalau ada waktu," ucap Mark.
Mereka berdua —Karina dan Mark saling berhadapan. Jangan lupakan tangan kiri Mark yang masih menggenggam tangan gadis itu dan tangan kirinya mengusap pelan pucuk kepalanya.
"Iya, sudah sana. Tidak enak dilihat banyak orang," ucap Karina yang berusaha melepas genggaman tangannya. Ia tahu Mark tengah mengerjainya.
"Kalian anggap kami apa? Dinding?" Ninging berdecih karena diabaikan Karina.
Giselle pun akhirnya angkat bicara juga. "Ya! kalian berdua kalau ingin memadu kasih jangan di sini juga," dengusnya sambil terkekeh.
"Jadi ingin punya kekasih, andai dia tahu perasaanku," gumam Chenle sambil melirik seseorang.
Dan jangan lupakan tatapan iri, kesal sekaligus sirik mahasiswa/i yang sudah ada di dalam kelas.
"Cepat sana pergi! Astaga Mark, aku benar-benar akan marah setelah ini." Karina berusaha melepaskan genggaman erat tangan Mark. Hingga akhirnya Mark menyerah dengan senyuman manis.
Tapi tak hanya sampai disitu saja, Mark malah mengacak pelan pucuk surai Karina. Lalu ia langsung mengambil langkah lebar untuk menghindari amukan Karina.
"MAGUUU!!" teriak Karina sebal.
Setelahnya ia menghampiri Ningning. "Ini," tukasnya dan memberikan tugasnya, lalu duduk di samping Giselle.
"Gomawo Na," sahut Ningning sambil menyengir lebar.
Karina dan ketiga sahabatnya jalan bersama menujuLemonade Cafe. Mereka hendak mengerjakan tugas sambil makan siang. Sebelumnya Karina mengirim pesan pada Mark, sebab bisa heboh kalau Mark khawatir. Bahkan Chenle sangat hapal bagaimana posesifnya Mark sebagai sahabat Karina."Sudah mengabari Mark?" tanya Chenle sambil membenarkan posisi duduknya. Mereka sudah tiba diCafe.Gadis itu mengangguk. "Sudah."Isi pesannya;Mark, aku ke Lemonade Cafe dengan yang lain.11.15 KST"Na, kau kenal dengan Jeno?" Ninging tiba-tiba memulai pembicaraan setelah mereka duduk.Mengernyitkan dahi. "Ye? Ah, tidak kenal. Hanya tahu dari Mark. Kenapa?
"Aish! Aku tidak bisa diam saja di sini," gumam Mark.Laki-laki itu mondar-mandir dengan tangan kiri di pinggang dan tangan kanan memijat keningnya pelan. Rasanya gemas ingin menyusul Karina ke Klinik, tapi kalau ia tetap nekat ke sana, yang ada Karina akan marah.Namun Mark sungguh khawatir. "Aku akan menyusulnya!" Baru saja laki-laki itu ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba ada suara seseorang menyerukan namanya."Mark!" seru Karina sambil menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya erat.Sungguh gadis itu sangat ketakutan ketika dikejar-kejar oleh orang jahat tadi. Tapi, ia tidak bisa menunjukan kelemahannya di depan orang yang baru ia kenal seperti Jeno."Ada apa denganmu
Kalau kau memulainya dengan tidak baik, jangan berharap mendapatkan hasil yang baik.***Saat ini Jeno sedang duduk di ruang tamu rumah Karina. Lelaki itu ditatap oleh kelima pasang mata, Mark, Ningning, Chenle dan pemilik rumah yaitu Karina serta Jisung."Ada urusan apa kau datang ke sini?" tanya Mark sambil menatap sinis ke arah Jeno.Sedikit tak nyaman, Jeno berusaha biasa saja. "Aku ingin memberikanfilepenting dari Kakakku untuk Kak Dejun."Chenle mengernyit. "Memangnya siapa kakakmu?" tanyanya."Hendery," jawabnya singkat.Karina sedikit terkejut,
Bolehkah aku memiliki perasaan ini untukmu? Tidak, kau tidak perlu membalasnya. Cukup tidak melarangku untuk mencintaimu dalam diam.***Dua bulan lebih telah berlalu, setelah kejadian di mana Jeno meminta izin untuk menjadi lebih dekat dengan Karina. Hubungan mereka pun semakin dekat, bahkan dengan sahabat-sahabat dari mereka masing-masing.Juga, Mark lebih banyak mengalah untuk membiarkan Karina lebih banyak menghabiskan waktu dengan Jeno. Ia cukup menjaganya dari jauh dan... mencintai dalam diam --menurutnya.---"Na, boleh tidak kalau aku lebih dekat selangkah denganmu?" tanya Jeno kala itu."Hah? Maksudmu
Satu hal yang pasti, cinta tak akan tumbuh jika wadahnya tak dibiarkan terbuka. Makanya kenapa setiap orang yang patah hati sukar untuk memupuk cinta, karena wadahnya sudah tak utuh lagi.***"Aku pulang!" teriak Karina yang baru saja tiba di rumah.Jisung datang menghampiri, dengan berbagaisnackdi kedua tangannya. Ia baru saja dari dapur. "Pulang dengan siapa? Diantar Kak Mark?" sahutnya. Kemudian ia kembali duduk di sofa.Karina menggeleng sekali, lalu ikut duduk di samping Jisung dan menyomotsnackmilik pemuda itu. "Bukan, aku diantar Jeno.""Aku lihat akhir-akhir ini, sepertinya Kakak lebih sering pulang bersama Kak Jeno ya? Meman
Disarankan sambil mendengarkan lagu Davichi - Days Without You *** Cintailah orang yang kau sayang sepenuh hati, selagi dia masih hidup apa pun keadaannya. Pernahkah kau mengatakan 'aku mencintaimu' kepadanya, ataukah kau menunggu untuk mengatakan itu disaat seseorang itu telah tiada.Jika tidak...kau masih mempunyai kesempatan untuk mencintainya lebih. ***Beberapa tahun lalu.Karina memiliki masalalu --kisah cinta yang sulit untuk dilupakan, namun enggan dikenang. Bagaimana tidak? Kisah yang seharusnya berjalan sesusai dengan rencana. Tapi, tidak dengan kisah Karina dan tunangannya.Ya, gadis itu menjadi seperti sekarang k
Di kediaman keluarga Lee. Jeno sedang menerima telepon dari seseorang."Halo.""..."Tidak ada jawaban dari sang penelepon."Maaf, ini dengan siapa?"Masih tidak ada jawaban juga. Hal itu membuat Jeno geram.Siapa yang meneleponku seperti ini, biasanya Haechan yang selalu mengerjaiku tapi saat ini dia ada bersamaku.Batin Jeno sambil melirik ke arah Haechan yang sedang berkutat dengan daging yang menyangkut di behelnya."Yeoboseyo. Jika kau hanya ingin mengerjaiku. Akan kututup teleponnya."Baru saj
Karina Jung; gadis itu sedang gelisah karena tidak biasanya Mark susah dihubungi. Hari ini sudah genap seminggu pemuda itu jarang menemuinya."Coba kau tenang. Kau sudah menelepon rumahnya atau Ibunya?" tanya Giselle.Karina mengangguk satu kali. "Aku sudah menghubungi ponsel Ibunya, telepon rumah bahkan semua teman-teman Mark yang aku tahu," sahutnya."Mungkin Mark sedang ada urusan atau ponselnya habis baterai?" ucap Giselle asal menebak.Karina tetap khawatir. "Tapi akhir-akhir ini Mark sangat jarang menghubungiku. Aku khawatir padanya.""Aku mengerti Na, ya sudah lebih baik kita tidur saja. Kau harus istirahat. Aku tahu kau telah berusaha tegar atas kejadian hari ini," ucap Gisel