Berdamailah dengan keadaan. Karena keadaan akan memberikanmu waktu atau peluang untuk kau mengetahui apa yang belum kau ketahui. Atau keadaan itu sendiri bisa membuatmu menjadi dewasa, dengan bagaimana kau menyikapi keadaan tersebut.
***
Dejun melajukan mobilnya menuju rumah teman yang ia maksud tadi. "Na, mampir sebentar ya..."
"Iya," sahut Karina.
Sahutannya itu membuat Dejun menoleh ke arah Karina. Seketika ia teringat sesuatu. "Na, boleh aku bertanya? Kau masih berhubungan dengan keluarga Hwang?"
Karina agak terkejut dengan pertanyaan kakaknya. Ia pun menoleh. "Masih, tapi tidak sering. Itu juga hanya dengan Yeji. Karena dia ingin kuliah di universitas yang sama denganku," sahutnya sedikit tenang.
Lalu Karina kembali berkata, "kenapa memangnya?""Tidak apa-apa, hanya ingin tahu saja. Menjaga hubungan itu penting Na. Walau bagaimana pun kau pernah dekat dengan keluarga Hwang," jawab kakak laki-lakinya itu.
Karina mengangguk. "Iya, aku paham. Aku juga sudah mulai sedikit berdamai dengan keadaan," ucapnya.
"Aku juga tidak ingin melihat Ayah dan Ibu sedih karenaku," lanjutnya, lagi.
Dejun mengusap kepala Karina, dan berkata, "adik Kakak sudah dewasa ya. Aku yakin, kau bisa melewati semua ini Na," ucapnya.
Gadis itu memeluk lengan Dejun. "Gomawo Kak," sahutnya.
"Kakak selalu ada untukku. Begitu juga dengan Ayah, Ibu, Jisung, dan teman-temanku, terutama Mark yang selalu berada di sisiku," ucap gadis itu dan sedikit melirik Dejun. "Aku sangat menyayangi kalian," lanjutnya lagi.
Karina sedikit meneteskan air mata, mengingat bagaimana hidupnya belakangan ini. Sebuah fakta yang membuatnya sedikit menyesal dan sulit melupakan. Juga menjadikan Karina sosok yang berbeda --lebih menutup diri dan membangun dinding pertahanan.
"Sudah jangan bersedih. Maaf aku tidak bermaksud membuatmu mengingatnya lagi. Kau tidak sendirian Na. Ada kami yang akan selalu ada untukmu," ujar Dejun.
Kakak laki-lakinya itu mengusap-usap rambut Karina dengan satu tangan. Karena satu tangannya lagi untuk menyetir. Karina pun menganggukan kepala dan semakin memeluk erat lengan tangan kakaknya itu.
Beberapa menit kemudian, Karina dan Dejun tiba di pekarangan rumah Hendery yang terletak tak jauh dari perumahan mereka.
Pintu mobil terbuka. "Yo Hendery! Kau sedang apa?" sapa Dejun sambil tertawa renyah.
"Ya! Kau!" seru Hendery. "Kau bilang buru-buru, maka dari itu aku standby di depan pintu, agar langsung bisa memberikan ponselmu ini," lanjutnya, lagi.
"Ah iya, gomawo. Iya, aku tidak bisa lama karena adikku ikut, takut kemalaman," jawab Dejun.
Hendery mengangguk. "Oh iya, bagaimana dengan proposal yang kau ajukan tempo hari?"
"Astaga, iya ternyata..."
Dejun lupa kalau ada Karina yang menunggunya. Ia asik mengobrol dengan Hendery soal pekerjaan. Pengusaha muda seperti mereka memang sedang semangatnya merintis perusahaan. Ditambah bakat minat mereka pun sama, yaitu dibidang otomotif.
Merasa terlalu lama, akhirnya Karina pun turun dari mobil untuk mengajak Dejun pulang. Ini sudah larut malam, dan perjanjiannya adalah tidak akan lama-lama. Jangan lupakan kepribadian Karina yang berbeda dari sebelumnya, membuat gadis itu agak sedikit disiplin akan waktu.
Hendery mengernyitkan dahinya mendapati Karina turun dari mobil dan berkata, "Karina? Wah sudah beranjak dewasa ya."
Karina tak langsung menjawab ucapan Hendery. "Kak Dejun, ayo pulang!" serunya.
Sungguh, Hendery maupun Dejun menjadi tidak enak. Bisa dibilang Karina membuat keduanya menjadi tiba-tiba canggung. "Ah, maaf Kak..." Karina menaikkan sebelah alis matanya sambil menatap Dejun, meminta penjelasan siapa nama temannya itu.
"Hendery namanya. Ini Na, temanku yang sering main ke rumah. Kalian pernah bertemu beberapa kali, mungkin kau tak sadar," sahut Dejun yang sadar.
Karina mengangguk singkat, lalu ia menyapa dengan sopan. "Annyeonghaseyo Hendery-ssi." Itu pun dengan ekspresi jutek.
"Hai Karina-ya. Maaf ya sudah membuatmu menunggu lama." Hendery menatap Dejun. "Kasihan adikmu, kita lanjutkan pembicaraannya besok saja di kantor."
Karina tak menjawab, ia hanya menggedikkan bahunya sambil menatap Dejun yang tengah menghela napas pasrah. Ini salah Dejun juga memang, karena ia tak menepati janjinya untuk tidak lama-lama.
"Oke, kalau begitu kami pamit pulang ya. Terima kasih sudah menyimpan ponselku, karena banyak file penting di dalamnya."
"Tak masalah. Ya sudah hati-hati kalian berdua," sahut Hendery.
Karina hanya membungkuk empat puluh lima derajat dan langsung masuk ke mobil, begitu juga dengan Dejun.
Sebelum mobil Dejun keluar dari pekarangan rumah keluarga Lee, Jeno menghampiri Hendery. "Itu Kak Dejun langsung pulang? Tidak mampir dulu? Ibu sudah membuatkan minum," ucap Jeno.
"Tidak Jen, mereka buru-buru. Lagi pula sudah malam juga kasihan adiknya Dejun," sahut Hendery.
"Oh dia bersama adiknya?" Jeno mengernyitkan dahi.
"Iya. Cantik sih tapi judes persis dirimu," goda Hendery.
Jeno melirik horor ke arah Hendery. "Terserah apa katamu saja," ucapnya.
Hendery pun berjalan masuk ke rumah, dan Jeno masih tetap berdiri di ambang pintu sambil melihat mobil Dejun yang semakin menjauh dari rumah keluarga Lee.
"Kenapa seperti tidak asing ya," gumam Jeno. "Ah, entahlah," lanjutnya.
Sedangkan di mobil Dejun, Karina kembali menoleh ke belakang, karena penasaran. Terlihat dari kaca mobil, ia seperti mengenal laki-laki yang berdiri di samping Hendery.
Oh? Itu Jeno kan? Batin Karina.
***
Karina tiba di rumahnya. "Ayah, Ibu. Aku pulang," ucapnya.
Dejun berjalan di belakangnya dan menutup pintu rumah. "Dejun juga."
"Tuan sudah tidur Nona muda, Nyonya sedang di kamar Tuan muda Jisung," ucap Ajumma yang bekerja di kediaman Jung.
Ajumma memang tinggal di rumah keluarga Jung untuk membantu pekerjaan rumah, karena Irene merupakan wanita karir jadi jarang di rumah. Tapi, kalau soal masak-memasak. Ia tidak pernah memberikan pekerjaan itu pada siapapun.
Karena menurutnya, asupan makanan mereka harus terjaga, dan supaya keluarga selalu ingin cepat pulang karena rindu masakannya.
"Oh ya sudah Ajumma, terima kasih." Karina pun langsung melanjutkan langkahnya ke lantai dua, diikuti oleh Dejun.
Dejun langsung berbelok ke arah kiri setelah sampai di lantai atas. Namun sebelum itu, ia berkata, "jaljayo, Karina-ya."
Karina mengangguk. "Gomawo Kak." Lalu ia membawa langkahnya ke kamar Jisung yang ada di sebelah kanan tangga.
"Bu!" pekik Karina tertahan.
Jisung dan Irene menoleh ke arah pintu kamar.
"Sudah pulang? Dejun mana?" sapa Irene, menghampiri Karina.
"Kakak sudah masuk kamar duluan. Ibu sedang apa di kamar Jisung? Dia sedang bercerita tentang kekasihnya ya Bu?" goda Karina pada Jisung.
Pemuda itu menggeleng cepat. "Maksudmu apa Kak? Tidak! Ya kan Bu?" elaknya.
"Biasa sayang. Apa kau sudah makan malam?" tanya Irene.
"Sudah tadi bersama Kak Dejun. Ya sudah aku ke kamar ya," ucap gadis itu, kemudian ia mencium pipi kanan kiri Irene. "Sung, kenalkan padaku nanti," lanjutnya menggoda Jisung sambil mengedipkan mata ke arah matanya.
Jisung yang digoda Karina pun hanya berdecih pelan. "Ck, astaga Kakak."
"Uri Jjsung, sudah besar," gumam gadis itu sambil tersenyum.
Setelah Karina memasuki kamarnya, ia segera membersihkan tubuh, lalu memakai baju tidur dan membaringkan tubuhnya di kasur king size miliknya.
"Aah lelahnya," ucap Karina sambil menguap.
Gadis itu pun mengecek ponselnya dan membuka aplikasi obrolan.
Karina mengerutkan dahinya. "Ya ampun aku lupa memberikan kabar pada Mark." Gadis itu diam sebentar. "Eh tunggu, kenapa Jaemin mengirimiku pesan?"
Akhirnya Karina membuka line dari Jaemin lebih dulu. Isi pesannya adalah;
Hai Karina. Maaf mengganggu. Temanku ada yang minta nomormu. Boleh tidak Na?Karina semakin mengerutkan dahinya. Ia memutuskan untuk tidak menjawab pesan dari Jaemin. Tidak penting menurutnya. "Dasar aneh... Oh iya Mark!"
Jari-jemari Karina menari di atas kerboard di ponselnya. Ia membalas pesan Mark. Tak lama kemudian, Mark langsung menjawabnya. Astaga lelaki itu benar-benar menunggu kabar darinya.
"Belum tidur pasti," gumam Karina.
Berakhir dengan Mark yang mengatakan akan menjemput Karina besok, ia tak menerima penolakan. Tentu saja membuat Karina terkekeh. "Aku bersyukur memiliki sahabat sepertimu, Mark."
Setelahnya, Karina meletakkan ponsel di nakas. Lalu ia merebahkan dirinya di atas kasur sambil menatap langit-langit. "Kira-kira besok Jeno ada di taman tidak ya?"
Karina berencana untuk memastikan besok, bahwa yang ia lihat di taman adalah orang yang sama yang ia temui di kampus.
Keesokan hari.Karina benar-benar kembali ke tempat kemarin ia melihat Jeno —hanya asumsi Karina semata. Ia memberanikan diri mendekatispotyang selama ini ia hindari. Demi memenuhi rasa penasarannya yang teramat tinggi itu.Namun sepertinya, usaha Karina tidak membuahkan hasil. Ia sudah berdiri tepat di bangku antara dua pohon itu, dan tidak menemukan seseorang yang menurutnya adalah Lee Jeno —mahasiswa baru di kelas Mark."Ke mana ya? Apa mungkin dia tidak datang hari ini?" gumam Karina. "Ya sudah lah, mungkin aku salah lihat kemarin," lanjutnya lagi.Gadis itu akhirnya melanjutkan lari paginya dan kembali ke rumah.Sedang di sisi lain, di kediaman L
Karina dan ketiga sahabatnya jalan bersama menujuLemonade Cafe. Mereka hendak mengerjakan tugas sambil makan siang. Sebelumnya Karina mengirim pesan pada Mark, sebab bisa heboh kalau Mark khawatir. Bahkan Chenle sangat hapal bagaimana posesifnya Mark sebagai sahabat Karina."Sudah mengabari Mark?" tanya Chenle sambil membenarkan posisi duduknya. Mereka sudah tiba diCafe.Gadis itu mengangguk. "Sudah."Isi pesannya;Mark, aku ke Lemonade Cafe dengan yang lain.11.15 KST"Na, kau kenal dengan Jeno?" Ninging tiba-tiba memulai pembicaraan setelah mereka duduk.Mengernyitkan dahi. "Ye? Ah, tidak kenal. Hanya tahu dari Mark. Kenapa?
"Aish! Aku tidak bisa diam saja di sini," gumam Mark.Laki-laki itu mondar-mandir dengan tangan kiri di pinggang dan tangan kanan memijat keningnya pelan. Rasanya gemas ingin menyusul Karina ke Klinik, tapi kalau ia tetap nekat ke sana, yang ada Karina akan marah.Namun Mark sungguh khawatir. "Aku akan menyusulnya!" Baru saja laki-laki itu ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba ada suara seseorang menyerukan namanya."Mark!" seru Karina sambil menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya erat.Sungguh gadis itu sangat ketakutan ketika dikejar-kejar oleh orang jahat tadi. Tapi, ia tidak bisa menunjukan kelemahannya di depan orang yang baru ia kenal seperti Jeno."Ada apa denganmu
Kalau kau memulainya dengan tidak baik, jangan berharap mendapatkan hasil yang baik.***Saat ini Jeno sedang duduk di ruang tamu rumah Karina. Lelaki itu ditatap oleh kelima pasang mata, Mark, Ningning, Chenle dan pemilik rumah yaitu Karina serta Jisung."Ada urusan apa kau datang ke sini?" tanya Mark sambil menatap sinis ke arah Jeno.Sedikit tak nyaman, Jeno berusaha biasa saja. "Aku ingin memberikanfilepenting dari Kakakku untuk Kak Dejun."Chenle mengernyit. "Memangnya siapa kakakmu?" tanyanya."Hendery," jawabnya singkat.Karina sedikit terkejut,
Bolehkah aku memiliki perasaan ini untukmu? Tidak, kau tidak perlu membalasnya. Cukup tidak melarangku untuk mencintaimu dalam diam.***Dua bulan lebih telah berlalu, setelah kejadian di mana Jeno meminta izin untuk menjadi lebih dekat dengan Karina. Hubungan mereka pun semakin dekat, bahkan dengan sahabat-sahabat dari mereka masing-masing.Juga, Mark lebih banyak mengalah untuk membiarkan Karina lebih banyak menghabiskan waktu dengan Jeno. Ia cukup menjaganya dari jauh dan... mencintai dalam diam --menurutnya.---"Na, boleh tidak kalau aku lebih dekat selangkah denganmu?" tanya Jeno kala itu."Hah? Maksudmu
Satu hal yang pasti, cinta tak akan tumbuh jika wadahnya tak dibiarkan terbuka. Makanya kenapa setiap orang yang patah hati sukar untuk memupuk cinta, karena wadahnya sudah tak utuh lagi.***"Aku pulang!" teriak Karina yang baru saja tiba di rumah.Jisung datang menghampiri, dengan berbagaisnackdi kedua tangannya. Ia baru saja dari dapur. "Pulang dengan siapa? Diantar Kak Mark?" sahutnya. Kemudian ia kembali duduk di sofa.Karina menggeleng sekali, lalu ikut duduk di samping Jisung dan menyomotsnackmilik pemuda itu. "Bukan, aku diantar Jeno.""Aku lihat akhir-akhir ini, sepertinya Kakak lebih sering pulang bersama Kak Jeno ya? Meman
Disarankan sambil mendengarkan lagu Davichi - Days Without You *** Cintailah orang yang kau sayang sepenuh hati, selagi dia masih hidup apa pun keadaannya. Pernahkah kau mengatakan 'aku mencintaimu' kepadanya, ataukah kau menunggu untuk mengatakan itu disaat seseorang itu telah tiada.Jika tidak...kau masih mempunyai kesempatan untuk mencintainya lebih. ***Beberapa tahun lalu.Karina memiliki masalalu --kisah cinta yang sulit untuk dilupakan, namun enggan dikenang. Bagaimana tidak? Kisah yang seharusnya berjalan sesusai dengan rencana. Tapi, tidak dengan kisah Karina dan tunangannya.Ya, gadis itu menjadi seperti sekarang k
Di kediaman keluarga Lee. Jeno sedang menerima telepon dari seseorang."Halo.""..."Tidak ada jawaban dari sang penelepon."Maaf, ini dengan siapa?"Masih tidak ada jawaban juga. Hal itu membuat Jeno geram.Siapa yang meneleponku seperti ini, biasanya Haechan yang selalu mengerjaiku tapi saat ini dia ada bersamaku.Batin Jeno sambil melirik ke arah Haechan yang sedang berkutat dengan daging yang menyangkut di behelnya."Yeoboseyo. Jika kau hanya ingin mengerjaiku. Akan kututup teleponnya."Baru saj