Sesulit apapun pilihan yang ada di hadapanmu, kau hanya perlu ingat satu hal. Pilihlah yang membuatmu merasa nyaman.
***
"Kak, kau duluan saja. Aku ingin menunggu Mark sebentar," ucap Karina masih berada di basement toko buku.
Dejun mengangguk. "Baiklah, jangan lama-lama," sahutnya dan berjalan masuk ke dalam toko buku.
"Mark mana ya? Tadi 'kan ada di belakang mobil Kak Dejun," gumam gadis itu sambil mengedarkan pandangannya.
Karina sibuk mencari Mark, hingga tidak sadar bahwa lelaki itu ada di belakangnya. Ekspresi Mark mengatakan bahwa ia akan mengerjai Karina.
"Hai gadis cantik," goda Mark sambil mencolek pundak gadis di hadapannya.
Refleks Karina menoleh. "Mark Lee! Kau ini mengagetkan saja," pekiknya.
"Maaf, hm," ucap Mark sambil mengacak pelan surai hitam milik gadis itu.
"Di mana Kak Dejun? Kenapa dia meninggalkanmu sendirian?" tanya, lagi.
Mendengus sebal. "Sudah duluan!"
Mark mengangguk dan menggandeng tangan sahabatnya itu, lalu berjalan masuk ke toko buku. Bahkan tidak banyak orang yang lalu-lalang, melihat keduanya pasti berpikiran mereka pasangan kekasih.
'Mereka sangat romantis.'
'Relationship goals sekali mereka'.
'Sang pria sangat tampan. Aku ingin menjadi kekasihnya.'
Mereka hanya tidak tahu, jika hubungan pasangan yang mereka lihat itu hanya sebatas sahabat. Tidak lebih. Tapi, tidak ada persahabatan yang murni diantara laki-laki dan wanita, pasti salah satunya ada yang menaruh perasaan lebih bukan?
***
"Bagaimana? Sudah ketemu yang mau kau beli?" tanya Mark menghampiri Karina yang tengah asik di bagian rak buku-buku science.
Gadis itu mengangguk. "Sudah Mark. Kau bagaimana?" tanyanya kembali.
"Sudah, tidak ingin melihat-lihat novel Na?" tanya Mark. Ia tahu kalau Karina suka membaca.
Karina pun mengangguk. "Boleh, kajja Mark."
"Ah iya, tadi di kampus mau cerita apa?" tanya Mark sambil melangkahkan kakinya bersama sahabatnya itu menuju rak Novel.
Gadis itu seperti berpikir. "Oh iya, mulainya dari mana ya? Jadi begini..."
Mark menatap Karina dengan serius.
"Ini soal teman sekelasmu yang baru pindah dari Scotland itu Mark. Siapa namanya?" tanya Karina sambil mengingat-ingat siapa namanya.
Mark menaikkan sebelah alis matanya. "Jeno?" jawabnya.
"Ah iya Jeno." Karina menjetikkan jarinya di udara.
"Aku baru yakin setelah memastikannya. Sebelumnya aku pernah melihat dia di taman dekat rumahku."
Mark mendengarkan dan menjawab, "hm, lalu?" Ia masih serius mendengarkan Karina sambil ikut melihat-lihat novel.
Gadis itu menoleh ke arah Mark. "Lalu tadi pagi di parkiran depan kampus, ada yang memperhatikanku juga—"
"Iya Karina Juuung... lalu apa hubungannya?" jawab Mark gemas.
"Sabar Mark. Aku belum selesai bicara. Dengarkan saja, jangan dipotong-potong terus," protes gadis itu sedikit berbisik.
"Iya-iya. Aku dengarkan, lanjutkan," jawabnya.
"Menurutku, orang yang di taman dan orang yang memperhatikanku di parkiran depan kampus, adalah orang yang sama," ucap Karina sambil mengambil salah satu novel terbaru.
"Dan kau tahu Mark? Orang itu adalah Jeno. Aku baru menyadarinya saat melihat dia duduk di bangku dekat kelasku," lanjutnya.
Mark hanya mengangguk-anggukan kepalanya dan tidak menjawab ucapan gadis itu.
"Aku jadi penasaran Mark, dia sedang apa berdiri diam di taman dekat bangku yang di antara dua pohon besar itu. Kau tahu maksudku kan?" ujar Karina.
Mark masih diam dan membuat Karina mendengus sebal. "Sekarang boleh bicara."
"Iya aku tahu, tempat yang ada pohon besar. Dan kau selalu takut kalau melewati itu."
"Iya benar Mark. Dia seperti hantu diam di sana," lanjut gadis itu lagi.
"Mungkin dia juga sedang olahraga juga. Sudah tidak usah kau pikirkan lagi," ucap Mark.
Karina menganggukan kepala. "Baiklah," sahutnya.
"Tapi tetap saja membuatku penasaran," lanjut Karina lagi.
Mark terkekeh melihat sahabatnya. "Ya sudah nanti aku coba cari tahu. Supaya kau tidak penasaran lagi."
"Call, gomawo Mark. Kau yang paling bisa kuandalkan," sahut Karina sambil tersenyum lebar.
Mark ikut tersenyum tapi kemudian ia mendesah pelan. "Apa kau tertarik dengannya? Hm?" godanya.
"Aish! Apa maksudmu eoh? Aku ini hanya penasaran, kau tahu itu kan," dengus Karina sambil mengerucutkan bibirnya.
"Aku hanya bercanda. Ayo kita bayar ini dulu dan menyusul Kakakmu," ucap Mark sambil menggandeng tangan Karina.
Karina dan Mark pun jalan ke kasir untuk membayar apa yang telah mereka beli.
***
Mark dan Karina menyusul Dejun yang sudah lebih dulu menunggu keduanya di sebuah Kafe tak jauh dari sana. Sebut saja White Cafe.
"Sudah dapat yang ingin kau beli?" tanya Dejun pada Karina.
"Hm," sahut Karina sambil mengangguk.
Dejun menoleh ke arah Mark. "Bagaimana denganmu?"
Mark mengangguk. "Sudah semua," jawabnya.
Iya, setelah beberapa menit Dejun masuk toko buku, kakak Karina itu lebih memilih keluar dan menunggu di Kafe dekat toko buku.
"Baiklah. Kalian ingin pesan minum dulu atau tidak?" tanya Dejun sambil menatap Karina dan Mark bergantian.
"Tidak usah, terima kasih. Sudah malam juga, aku ingin langsung pulang saja," sahut Mark
Karina pun ikut menggeleng tanda ia tidak ingin minum juga. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang.
"Na, Aku pulang ya," ucap Mark sambil berhadapan dengan Karina.
Sedangkan Dejun sudah duluan masuk ke dalam mobil.
Mark mengelus pucuk kepala Karina dengan lembut. "Hubungi aku kalau kau sudah sampai di rumah," ucapnya.
"Iya. Tapi setelah ini aku ingin ke rumah teman Kak Dejun sebentar," sahut Karina.
"Ya sudah, hati-hati. Ingatkan Kakakmu kalau terlalu malam pulangnya," sahut pemuda itu.
Dejun menurunkan kaca mobilnya. "Hei kalian berdua! Pasangan sahabat tapi seperti sepasang kekasih. Cepat nanti terlalu malam. Ayo Na," serunya.
Karina melirik tajam ke arah Dejun.
"Sebentar," ujar Mark sambil tersenyum ke arah gadis di depannya.
Karina mengernyit. "Wae?" ucapnya sambil merotasikan bola matanya malas.
Mark menggelengkan kepalanya. "Ya sudah sana masuk ke dalam mobil. Ingat ya untuk mengabariku kalau kau sudah tiba di rumah," ucapnya lagi.
Mark mendorong Karina pelan dan membukakan pintu mobil untuk gadis itu. Tidak lupa dengan tangan Mark yang melindungi kepalanya.
"Gomawo," ucap Karina sambil melambaikan tangan pada Mark.
"Hati-hati, Mark," ujar Dejun pada Mark.
Mark mengangguk dan melambaikan tangan pada Karina. "Sampai jumpa besok, Na."
Mobil Dejun pun melaju keluar dari parkiran toko buku.
Haruskah aku menceritakan semuanya? Menyimpan rahasia sebesar ini, selalu membuatku takut akan kehilangan Karina. Batin Mark.
Berdamailah dengan keadaan. Karena keadaan akan memberikanmu waktu atau peluang untuk kau mengetahui apa yang belum kau ketahui. Atau keadaan itu sendiri bisa membuatmu menjadi dewasa, dengan bagaimana kau menyikapi keadaan tersebut.***Dejun melajukan mobilnya menuju rumah teman yang ia maksud tadi. "Na, mampir sebentar ya...""Iya," sahut Karina.Sahutannya itu membuat Dejun menoleh ke arah Karina. Seketika ia teringat sesuatu. "Na, boleh aku bertanya? Kau masih berhubungan dengan keluarga Hwang?"Karina agak terkejut dengan pertanyaan kakaknya. Ia pun menoleh. "Masih, tapi tidak sering. Itu juga hanya dengan Yeji. Karena dia ingin kuliah di universitas yang sama denganku
Keesokan hari.Karina benar-benar kembali ke tempat kemarin ia melihat Jeno —hanya asumsi Karina semata. Ia memberanikan diri mendekatispotyang selama ini ia hindari. Demi memenuhi rasa penasarannya yang teramat tinggi itu.Namun sepertinya, usaha Karina tidak membuahkan hasil. Ia sudah berdiri tepat di bangku antara dua pohon itu, dan tidak menemukan seseorang yang menurutnya adalah Lee Jeno —mahasiswa baru di kelas Mark."Ke mana ya? Apa mungkin dia tidak datang hari ini?" gumam Karina. "Ya sudah lah, mungkin aku salah lihat kemarin," lanjutnya lagi.Gadis itu akhirnya melanjutkan lari paginya dan kembali ke rumah.Sedang di sisi lain, di kediaman L
Karina dan ketiga sahabatnya jalan bersama menujuLemonade Cafe. Mereka hendak mengerjakan tugas sambil makan siang. Sebelumnya Karina mengirim pesan pada Mark, sebab bisa heboh kalau Mark khawatir. Bahkan Chenle sangat hapal bagaimana posesifnya Mark sebagai sahabat Karina."Sudah mengabari Mark?" tanya Chenle sambil membenarkan posisi duduknya. Mereka sudah tiba diCafe.Gadis itu mengangguk. "Sudah."Isi pesannya;Mark, aku ke Lemonade Cafe dengan yang lain.11.15 KST"Na, kau kenal dengan Jeno?" Ninging tiba-tiba memulai pembicaraan setelah mereka duduk.Mengernyitkan dahi. "Ye? Ah, tidak kenal. Hanya tahu dari Mark. Kenapa?
"Aish! Aku tidak bisa diam saja di sini," gumam Mark.Laki-laki itu mondar-mandir dengan tangan kiri di pinggang dan tangan kanan memijat keningnya pelan. Rasanya gemas ingin menyusul Karina ke Klinik, tapi kalau ia tetap nekat ke sana, yang ada Karina akan marah.Namun Mark sungguh khawatir. "Aku akan menyusulnya!" Baru saja laki-laki itu ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba ada suara seseorang menyerukan namanya."Mark!" seru Karina sambil menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya erat.Sungguh gadis itu sangat ketakutan ketika dikejar-kejar oleh orang jahat tadi. Tapi, ia tidak bisa menunjukan kelemahannya di depan orang yang baru ia kenal seperti Jeno."Ada apa denganmu
Kalau kau memulainya dengan tidak baik, jangan berharap mendapatkan hasil yang baik.***Saat ini Jeno sedang duduk di ruang tamu rumah Karina. Lelaki itu ditatap oleh kelima pasang mata, Mark, Ningning, Chenle dan pemilik rumah yaitu Karina serta Jisung."Ada urusan apa kau datang ke sini?" tanya Mark sambil menatap sinis ke arah Jeno.Sedikit tak nyaman, Jeno berusaha biasa saja. "Aku ingin memberikanfilepenting dari Kakakku untuk Kak Dejun."Chenle mengernyit. "Memangnya siapa kakakmu?" tanyanya."Hendery," jawabnya singkat.Karina sedikit terkejut,
Bolehkah aku memiliki perasaan ini untukmu? Tidak, kau tidak perlu membalasnya. Cukup tidak melarangku untuk mencintaimu dalam diam.***Dua bulan lebih telah berlalu, setelah kejadian di mana Jeno meminta izin untuk menjadi lebih dekat dengan Karina. Hubungan mereka pun semakin dekat, bahkan dengan sahabat-sahabat dari mereka masing-masing.Juga, Mark lebih banyak mengalah untuk membiarkan Karina lebih banyak menghabiskan waktu dengan Jeno. Ia cukup menjaganya dari jauh dan... mencintai dalam diam --menurutnya.---"Na, boleh tidak kalau aku lebih dekat selangkah denganmu?" tanya Jeno kala itu."Hah? Maksudmu
Satu hal yang pasti, cinta tak akan tumbuh jika wadahnya tak dibiarkan terbuka. Makanya kenapa setiap orang yang patah hati sukar untuk memupuk cinta, karena wadahnya sudah tak utuh lagi.***"Aku pulang!" teriak Karina yang baru saja tiba di rumah.Jisung datang menghampiri, dengan berbagaisnackdi kedua tangannya. Ia baru saja dari dapur. "Pulang dengan siapa? Diantar Kak Mark?" sahutnya. Kemudian ia kembali duduk di sofa.Karina menggeleng sekali, lalu ikut duduk di samping Jisung dan menyomotsnackmilik pemuda itu. "Bukan, aku diantar Jeno.""Aku lihat akhir-akhir ini, sepertinya Kakak lebih sering pulang bersama Kak Jeno ya? Meman
Disarankan sambil mendengarkan lagu Davichi - Days Without You *** Cintailah orang yang kau sayang sepenuh hati, selagi dia masih hidup apa pun keadaannya. Pernahkah kau mengatakan 'aku mencintaimu' kepadanya, ataukah kau menunggu untuk mengatakan itu disaat seseorang itu telah tiada.Jika tidak...kau masih mempunyai kesempatan untuk mencintainya lebih. ***Beberapa tahun lalu.Karina memiliki masalalu --kisah cinta yang sulit untuk dilupakan, namun enggan dikenang. Bagaimana tidak? Kisah yang seharusnya berjalan sesusai dengan rencana. Tapi, tidak dengan kisah Karina dan tunangannya.Ya, gadis itu menjadi seperti sekarang k