Kisah kami baru dimulai...
***
Musim semi adalah musim yang paling ditunggu oleh sebagian orang. Termasuk seorang gadis bernama lengkap Karina Jung. Angin sisa musim dingin pun masih begitu terasa. Namun, tidak mengurungkan niatnya untuk lari pagi di sekitar Sungai Han.
Karina menghentikan langkahnya setelah dirasa cukup lelah berlari. Kini netranya terfokus pada subjek yang ada di ujung spot yang baru saja ia lalui. Sedikit menajamkan penglihatannya, Karina seperti bergumam. "Sedang apa orang itu? Kenapa dia diam saja di sana?"
Pada akhirnya, Karina memberanikan diri untuk berjalan mendekati sumber yang membuatnya penasaran dan berharap bahwa itu bukan seperti sesuatu yang sedang dipikirkannya sekarang. Kebetulan tempat itu menjadi salah satu yang Karina takuti.
Semoga bukan hantu! Batinnya.
Namun, sebelum Karina melangkah lebih dekat, seseorang itu membalikan tubuhnya dan iris hitam pekatnya tepat menatap ke arah Karina.
Tentu saja Karina terkejut bukan main. "Astaga!" Lalu ia membungkam mulutnya sendiri.
Berhubung Karina sangat penakut, ia pun akhirnya berlari berlawanan arah dari orang aneh itu. Apa di zaman sekarang pasien rumah sakit jiwa bisa berkeliaran dengan bebas? Itu hanya pemikiran random Karina. Tapi tunggu, manusia atau hantu?
Dikira sudah cukup jauh dari pusat taman, Karina pun berhenti melangkah untuk mengatur napasnya. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Matahari juga sudah menyingsing tinggi, yang artinya Karina harus segera bersiap berangkat kuliah.
Setibanya di rumah, Karina tak langsung masuk ke dalam. Ia berdiam diri di ambang pintu sambil melakukan peregangan. "Hantu atau bukan ya tadi? Lagipula kalau bukan, untuk apa dia diam di sana," gumamnya sambil mengatur napas.
Tiba-tiba Karina dikagetkan oleh adik laki-lakinya, siapa lagi kalau bukan Jung Jisung. Pemuda itu menepuk pundak Karina.
"DORR!!" serunya sambil menyengir menunjukan giginya yang putih.
Terlonjak, Karina sampai refleks memukul lengan Jisung. "Astaga! Kau mengagetkan saja!" cicitnya. Lalu ia meniakkan sebelah alis mata. "Kenapa?"
Jisung bersidekap dada lalu mencebik. "Ck, seharusnya aku yang bertanya padamu Kak! Apa yang kau lalukan di depan pintu begini?" sahutnya.
Tersadar akan ucapan Jisung, gadis yang disapa 'Kak' olehnya, berkata, "ah iya, sedang apa aku di sini?"
"Tidak ada!" lanjutnya singkat terkesan sangat ketus dan berjalan melewati Jisung begitu saja.
Jisung menggedikan bahu, seakan sudah biasa dengan sikap kakak perempuannya. "Pasti dia sedang datang bulan. Wajahnya lebih jutek dari biasanya," gumamnya.
***
Karina baru saja selesai mandi sekaligus merapikan tempat tidurnya. Berhubung hari ini ia ada kelas pagi dan kuis, jadi ia harus berangkat lebih awal. Gadis bersurai dark blue itu bergegas untuk berpakaian rapi, tidak terlalu formal namun tetap fashionable + chic.
Butuh waktu kurang lebih lima belas menit, Karina selesai berhias diri. Ia membawa tas serta perlengkapan kuliahnya dan turun ke lantai utama --ke ruang makan. Kebetulan kamar Karina ada di lantai dua, tepat di sebelah kamar kakak laki-lakinya.
Karina bergerak menuruni tangga dan melihat bahwa di ruang makan sudah ada Jaehyun dan Jisung. Keduanya sedang menunggu Irene --Ibu mereka membuat sarapan. Sedangkan kakak laki-lakinya? Jangan ditanya, ia selalu telat dengan alasan yang sama yaitu kelelahan bekerja.
Iya, Xiao DeJun bisa dibilang sudah menata karirnya sejak lulus sekolah. Ia bekerja di perusahaan Pamannya --Dong Sicheng di WAYV Global. Winwin sapaan Dong Sicheng itu adalah saudara kandung Jaehyun --Ayah Dejun. Padahal Jaehyun juga mempunyai perusahaan sendiri dan terbilang besar yaitu NEOCITY Town. Namun, Dejun selalu menolak jika Jaehyun mengajaknya untuk bergabung di perusahaan.
Alasan Dejun adalah, 'Aku ingin seperti Appa memiliki perusahaan hasil kerja keras dan bisa berdiri di kaki sendiri. Aku akan menjadi laki-laki sejati.' Kira-kira seperti itulah yang diucapkan oleh Dejun, jika ditanya kenapa tidak ingin bergabung di perusahaan Jaehyun, Ayahnya.
"Yah, Kak Dejun belum bangun?" tanya Karina sambil membantu Irene menyiapkan sarapan.
Jaehyun menoleh ke arah putrinya. "Belum sayang, kenapa tidak kau bangunkan, hm?" sahutnya sambil membolak-balikan koran yang sedang ia baca.
Karina menggerutu dan berkata, "tidak Yah. Kak Dejun kebiasaan. Bu, bagaimana ini? Aku ada kuis pagi." Ia mengerucutkan bibirnya. Biasanya ia diantar oleh Dejun.
"Kak bagaimana kalau berangkat bersamaku? Aku sekalian akan menjemput temanku," tawar Jisung.
Irene mengangguk setuju. "Ya sudah diantar Jisung saja, atau ingin berangkat bersama Ayah?" ujarnya, menyetujui usul Jisung.
Karina menghela napas pelan. "Baiklah, aku berangkat bersama Jisung saja. Ayah dan Kak Dejun tidak ada bedanya —sama-sama lama!"
Jaehyun --selaku sang Ayah, hanya tersenyum menanggapi ucapan Karina, putri satu-satunya itu. Sebab begitu lah faktanya.
Memang benar Jaheyun sebelas dua belas dengan Dejun, 'like father like son'. Ia selalu bangun tepat waktu tapi ritualnya itu banyak, yang membuat berangkat kerjanya lama. Contohnya sekarang ini, ia selalu membaca koran dari halaman depan sampai akhir dengan seksama, lama 'kan?
Menit berikutnya, Irene selesai dengan masak-memasaknya, dibantu oleh Karina yang menyiapkan untuk dihidangkan di meja makan. Setelahnya ia berjalan ke kamar Dejun, karena hanya dirinya yang bisa membangunkan putra tertuanya itu --dengan teriakannya yang sangat menggelegar tentunya.
Tak butuh waktu lama, mereka --Karina, Jaehyun dan Jisung selesai sarapan. Tapi, Ayah tiga anak itu masih melanjutkan membaca korannya ditemani dengan secangkir kopi favoritnya. Sedang, Karina dan Jisung bersiap untuk berangkat.
"Yah, aku dan Jisung berangkat sekarang ya," ucap Karina sambil mencium pipi kanan dan kiri Ayahnya.
Jaehyun mengangguk. "Hati-hati sayang. Sung jangan melajukan motor dengan kecepatan tinggi ya," tukasnya.
"Siap Ayah!" jawab Jisung, dan berpamitan seperti anak muda kepada Jaehyun.
Jaehyun bukan hanya seorang Ayah yang bijaksana dan berwibawa bagi anak-anaknya, tetapi juga bisa seperti seorang teman dekat untuk mereka. Begitu pun dengan Irene, sang Ibu.
"Iya Bu, kami berangkat," ucap Karina, lalu mencium pipi kanan dan kiri Irene.
Irene pun tersenyum menanggapi ucapan putri satu-satunya --Karina. "Hati-hati sayang, jangan lupa makan siang, hm." Dan dijawab dengan anggukan oleh Karina.
Baru saja Karina dan Jisung ingin melangkahkan kaki ke arah pintu rumah, Dejun dengan langkah gontai bergerak dari anak tangga dan langsung memeluk Karina gemas.
"Ck Kak, lepaskan! Kau belum sikat gigi?" ujar Karina sambil menutup hidungnya dan meronta di pelukan Dejun.
Dejun tertawa. "Tapi tetap harum kan?" jawabnya cengengesan.
Karina bergedik lalu mundur perlahan sambil tersenyum mengejek. "Harum apanya! Bilang saja Kakak malas," sahutnya.
"Iya terserah apa katamu, Na," ucap Dejun sambil duduk di kursi.
"Hati-hati kalian. Maaf ya Karina, aku tidak bisa mengantarmu hari ini!" lanjut Dejun sambil melambaikan tangannya.
Karina dan Jisung pun langsung keluar rumah tanpa menjawab perkataan kakak mereka itu. Bagi Karina, Dejun memang menyebalkan tapi ia sangat menyayanginya. Sebab hanya Dejun yang selalu mengerti dirinya setelah Jisung.
Tak butuh waktu lama, Jisung memanuverkan motor sport --hitam miliknya di parkiran Kampus.
"Terima kasih, Sung."
Mengangguk, lalu membuka helmnya. "Aku berangkat ya," ucapnya pada kakak perempuannya itu.
"Iya hati-hati. Oh iya Sung, kau sedang mengencani gadis di sekolahmu ya? Tumben sekali mengendarai motor sendiri," goda Karina.
Tersenyum samar. "Ah Kakak ingin tahu saja. Ingat Kak, jangan terus-terusan jutek seperti tadi, nanti tidak ada yang mau denganmu bagaimana?" jawab Jisung meledek dan langsung melajukan motornya.
"Dasar anak Jaehyun. Eh, aku juga 'kan," gumam Karina diakhir kalimat dan tersenyum sendirian.
Setelah memastikan Jisung pergi, Karina melanjutkan langkahnya menuju kelas. Tapi, tak sengaja ekor matanya menangkap seseorang yang tengah memerhatikannya. Refleks, Karina menoleh lalu menggedikkan bahu. Sebab ia tidak tahu, siapa seseorang yang berdiri di ujung sana.
Akhirnya Karina memutuskan untuk melanjutkan langkahnya. Tapi, sebelum itu ia berpikir seperti mengenal postur tubuh seseorang yang memerhatikannya tadi. "Ah sudahlah," gumamnya.
***
Di sisi lain, seorang lelaki dengan aura coolnya sedang menunggu teman-temannya di dekat pohon yang ada di area parkir motor.
Ya, lelaki itu bernama lengkap Lee Jeno. Ia baru saja pindah dari Scotland dan melanjutkan sekolahnya di Yonsei University jurusan School of Business. Berada di tingkat senior, Jeno sedang fokus mengejar ketertinggalannya.
Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya menuju kelas --karena ia tidak suka menunggu, iris hitamnya tidak sengaja mengangkap sosok seorang gadis yang ia lihat di taman, pagi tadi.
Bukankah itu gadis yang di taman? Ah dia kuliah di sini? Batinnya.
Kau tetap musim semi bagiku, walau kisahmu telah menjadi musim dingin yang berkepanjangan.***Karina mengambil langkah ringan menyusuri koridor Gedung A. Ia sedikit melamun --memikirkan sosok yang ada di Taman Hangang tadi. Dari postur tubuhnya seperti laki-laki. Tapi, Karina agak ragu sebab orang itu memakai hoodie. Lalu tiba-tiba ingatannya beralih pada seseorang yang menatapnya di parkiran.Dia siapa? Apa dia mengenalku? Atau aku yang mengenal dia? ucapnya dalam ha
Ketika kau mulai memikirkannya, itu pertanda kau mulai peduli padanya.***Masih di hari yang sama. Lee Jeno, tengah sibuk dengan pemikirannya sendiri. Bahkan ia tak menyadari kehadiran sahabat-sahabatnya. Bagi Jeno, dengan berada di antara mereka bisa membuatnya sedikit melupakan hal-hal yang mengusiknya akhir-akhir ini."Yo Jeno Lee, Na Jaemin!" seru Huang Renjun, sambil menepuk pundak Jeno dan Na Jaemin bersamaan.Mereka berdua terkesiap dan sedikit terkejut. "Aish! Berisik!" tegur Jeno.Renjun mengernyitkan dahi. "Ada
Dan kau hadir, mampu membuat duniaku lebih berwarna.***"Mark Lee!"Tentu saja membuat atensi Mark langsung teralihkan. Suara yang selalu membuatnya gerak cepat, siapa lagi kalau bukan Karina Jung. Mark pun menoleh sambil tersenyum.Kelas Bisnis terlihat kosong, tersisa Mark yang sedang merapikan kertas-kertas di meja dosen. Ia baru saja selesai diskusi dengan Pak Sehun. Beruntung Karina datang diwaktu yang tepat. Bagaimana kalau tadi masih ada Pak Sehun dan Karina berteriak-teriak, berbanding terbalik dengan image yang selama ini ia tunjukkan pada warga Kampus? Mungkin Pak Sehun akan terkejut."Ada apa? Hm?" sahut Mark sambil mengusap pucuk kepala Karina pelan ketika gadis itu sampai di hadapannya. Jangan lupa dengan senyuman khasnya yang bisa membuat siapa pun ingin ikut tersenyum.K
Melihatnya tersenyum, itu cukup bagiku —untuk perasaan yang kupendam selama ini.***Waktu menunjukkan pukul empat sore. Di sebuah bangunan bergaya klasik modern, yang terletak di UN Village, Hannam-dong, Mark memanuverkan mobilnya di pekarangan rumah tersebut."Gomawo Mark. Mau mampir? Kak Dejun sudah di rumah sepertinya," ucap Karina sambil menunjuk dengan dagunya ke arah garasi, mobil Dejun sudah ada di sana.Tersenyum manis. "Lain kali ya. Aku harus menjemput Ibuku. Bibi Irene juga masih di butik 'kan?" sahutnya sekaligus bertanya.Ya, Irene dan Seulgi bersahabat. Mereka punya usaha di bidang fashion, terkadang Karina dan Mark yang dijadikan model brand mereka. Hitung-hitung hemat biaya produksi, kata ibu-ibu mandiri tersebut."Heum, mungkin nanti
Sesulit apapun pilihan yang ada di hadapanmu, kau hanya perlu ingat satu hal. Pilihlah yang membuatmu merasa nyaman.***"Kak, kau duluan saja. Aku ingin menunggu Mark sebentar," ucap Karina masih berada di basement toko buku.Dejun mengangguk. "Baiklah, jangan lama-lama," sahutnya dan berjalan masuk ke dalam toko buku."Mark mana ya? Tadi 'kan ada di belakang mobil Kak Dejun," gumam gadis itu sambil mengedarkan pandangannya.Karina sibuk mencari Mark, hingga tidak sadar bahwa lelaki itu ada di belakangnya. Ekspresi Mark mengatakan bahwa ia akan mengerjai Karina."Hai gadis cantik," goda Mark sambil mencolek pundak gadis di
Berdamailah dengan keadaan. Karena keadaan akan memberikanmu waktu atau peluang untuk kau mengetahui apa yang belum kau ketahui. Atau keadaan itu sendiri bisa membuatmu menjadi dewasa, dengan bagaimana kau menyikapi keadaan tersebut.***Dejun melajukan mobilnya menuju rumah teman yang ia maksud tadi. "Na, mampir sebentar ya...""Iya," sahut Karina.Sahutannya itu membuat Dejun menoleh ke arah Karina. Seketika ia teringat sesuatu. "Na, boleh aku bertanya? Kau masih berhubungan dengan keluarga Hwang?"Karina agak terkejut dengan pertanyaan kakaknya. Ia pun menoleh. "Masih, tapi tidak sering. Itu juga hanya dengan Yeji. Karena dia ingin kuliah di universitas yang sama denganku
Keesokan hari.Karina benar-benar kembali ke tempat kemarin ia melihat Jeno —hanya asumsi Karina semata. Ia memberanikan diri mendekatispotyang selama ini ia hindari. Demi memenuhi rasa penasarannya yang teramat tinggi itu.Namun sepertinya, usaha Karina tidak membuahkan hasil. Ia sudah berdiri tepat di bangku antara dua pohon itu, dan tidak menemukan seseorang yang menurutnya adalah Lee Jeno —mahasiswa baru di kelas Mark."Ke mana ya? Apa mungkin dia tidak datang hari ini?" gumam Karina. "Ya sudah lah, mungkin aku salah lihat kemarin," lanjutnya lagi.Gadis itu akhirnya melanjutkan lari paginya dan kembali ke rumah.Sedang di sisi lain, di kediaman L
Karina dan ketiga sahabatnya jalan bersama menujuLemonade Cafe. Mereka hendak mengerjakan tugas sambil makan siang. Sebelumnya Karina mengirim pesan pada Mark, sebab bisa heboh kalau Mark khawatir. Bahkan Chenle sangat hapal bagaimana posesifnya Mark sebagai sahabat Karina."Sudah mengabari Mark?" tanya Chenle sambil membenarkan posisi duduknya. Mereka sudah tiba diCafe.Gadis itu mengangguk. "Sudah."Isi pesannya;Mark, aku ke Lemonade Cafe dengan yang lain.11.15 KST"Na, kau kenal dengan Jeno?" Ninging tiba-tiba memulai pembicaraan setelah mereka duduk.Mengernyitkan dahi. "Ye? Ah, tidak kenal. Hanya tahu dari Mark. Kenapa?