Share

3. Obrolan Berat

Author: naladhipayu
last update Last Updated: 2020-08-17 21:40:24

Tips yang kedua, cobalah mencari tahu kesukaan atau hobinya agar komunikasi kalian berjalan lancar.

Aku menatap layar ponselku, melanjutkan membaca artikel kemarin. Tips yang pertama bisa dibilang cukup berhasil. Buktinya, Evan secara sukarela duduk di sebelahku ketika makan malam. Artinya, dari segi penampilanku tidak masalah bukan?

Yang menjadi masalah tadi malam adalah ayah yang lebih banyak bertanya kepada Evan soal kehidupan lelaki itu. Namun karena hal itu, aku mengetahui bahwa Evan hanya memiliki kakak laki-laki bernama Damian yang sekarang bekerja di luar negeri.

"Kiran, sarapannya dimakan dulu," ujar ibuku membuatku sadar bahwa sekarang aku sedang berada di meja makan.

"Kan selalu juga gitu si Kiran." Suara Kanaya membuatku menatap tajam kakak perempuanku yang sedang asyik mengunyah sosis dalam mulutnya.

"Oh ya, Kak Evan yang tinggal di rumah depan kenapa bisa pindah ke sana?" tanya Kanaya membuatku ikut penasaran. Maklum saja, dia pulang terlambat tadi malam dan hanya menemukan ayahnya sedang menonton siaran langsung sepak bola. Sedangkan aku harus menyelesaikan catatan buku Deril yang sempat tertunda.

Ayahku berhenti mengunyah sejenak. "Hm, Evan kan bekerja di salah satu perusahaan konstruksi dari pamannya bernama Damian, terus dia dipercayakan untuk mengelolah cabang di kota ini."

Aku hanya menganggukkan kepala telah mendengar hal itu pada tadi malam ketika makan malam bersama Evan.

"Tapi, katanya cuma setahun ini. Soalnya Evan berniat melanjutkan pendidikan magisternya di Prancis, tempat Andre kakaknya sekarang tinggal," lanjut ayahku yang membuatku membulatkan mata. Pasalnya hal tersebut baru pertama kali kudengar.

"Jadi Kak Evan cuma bakal tinggal selama setahun di sini?" tanyaku dengan terburu-buru.

Ayahku tersenyum singkat. "Belum tahu, kan baru rencana nanti mau lanjut kuliah."

"Bagus itu, selagi masih bisa belajar, kenapa harus menundanya?" Ucapan Kanaya jelas secara tidak langsung menyindirku. Kulihat dia mulai bangkit berdiri dan mungkin akan segera berangkat kuliah.

Bicara tentang Kanaya hanyalah seputar ambisi perempuan itu untuk terpilih menjadi Presiden BEM semester ini. Aku bahkan belum pernah mendengarnya memiliki pacar lagi setelah kuliah. Padahal seingatku Kanaya cukup bersenang-senang sewaktu SMA, tidak terlalu aktif di eskul dan kebanyakan waktu luangnya jalan-jalan ke pusat perbelanjaan bersama teman-temannya. Namun semua berubah, sejak dia sudah menjadi mahasiswi.

Akhirnya pagi itu aku tidak bisa berhenti memikirkan betapa singkatnya mungkin waktu kebersamaanku dengan Evan. Berarti aku harus segera mengambil langkah maju lebih cepat. Kenapa ini harus terjadi ketika aku harus kelas dua belas SMA?

"Kiran, ayo berangkat nanti telat," ujar ayahku membuatku tersadar bahwa harus berangkat ke sekolah.

Pelajaran olahraga untuk mata pelajaran pertama membuat raut wajah murid laki-laki dalam kelasku menjadi suram. Bagaimana tidak, langit cerah pada apel pagi, kini berubah menjadi mendung sendu disertai dengan tiupan angin yang cukup kencang.

Untung saja aku belum mengganti seragam batikku dengan pakaian olahraga. Ini semua berkat sibuk memikirkan taktik untuk menerapkan tips yang kedua. 

"Gila kenapa cuaca malah gini sih."

"Mana tim buat main sudah dibagi dengan baik lagi."

Aku melirik sekumpulan murid laki-laki dalam kelasku yang menggerutu akibat rencana mereka yang gagal. Sedangkan murid perempuan lainnya malah mengeluhkan pencahayaan yang minim untuk berfoto atau membuat video TikTok.

Kuyakin guru olahragaku juga hanya akan tinggal di ruang guru, melihat rencana bermain basket yang pekan lalu dia rencanakan menjadi batal, karena cuaca yang kurang bersahabat.

"Kiran, ada yang cari!"

Seruan seseorang membuatku mendongak dan menoleh ke arah pintu. Aku telah mengira bahwa mungkin itu adalah Deril yang akan meminta bukunya kembalinya. Nyatanya adalah mantan yang kini menjadi pusat perhatian.

Aku menghela napas panjang kemudian bangkit berdiri. Bisa kulihat wajah Ruri menatapku dengan penuh rasa penasaran.

"Ada apa?" tanyaku tanpa berbasa-basi kepada Fahmi. Aku berdiri tepat di depan pintu kelasku, membelakangi murid dalam kelas yang menatap kami seolah sudah tidak sabar melihat drama klise tentang sepasang mantan kekasih yang kembali bertemu.

"Aku mendengar kau dekat dengan Deril," uhar Fahmi membuatku terkekeh.

"Ini masih jam pertama. Dan kau datang hanya untuk menanyakan hal itu?" tanyaku berkacak pinggang menatapnya.

"Hei!"

Belum sempat Fahmi akan membalas ucapanku, sebelum seruan lain datang dan itu adalah Deril. Tidak imgin membuat situasi semakin dramatis dan menjadi tontonan satu kelasku, segera aku menuju kembali ke bangkuku dan mengeluarkan buku Deril dari tasku.

"Ini, pegal tanganku menulisnya," ujarku sambil menyerahkan buku catatan tersebut kepada Deril. 

Kulihat wajah Fahmi yang tampak terkejut. Namun dia segera mendengus pelan. "Apa ini? Kau sekarang menjadi tukang catatnya?" ujarnya mencibir.

Aku memutar bola mata dengan malas. "Lagipula itu bukan urusanmu."

"Oke, makasih. Aku akan menunggumu di parkiran sepulang sekolah," kata Deril sambil tersenyum singkat, kemudian berjalan pergi.

"Gini ya Fahmi. Aku tidak tahu apa maksudmu kemari dan menanyakan soal hubunganku dengan Deril, tapi satu hal yang harus kau ingat bahwa … kita sudah putus dan kau telah bersama Soraya," ujarku tidak ingin ada drama lanjutan.

"Jika aku memutuskan Soraya, apa kau akan kembali denganku?" tanya Fahmi menatapku dalam.

Bagai drama televisi, tepat setelah Fahmi mengucapkan kalimat mengundang pertengkaran itu, tiba-tiba terlihat kilat dari langit yang selanjutnya diiringi suara petir.

"Tidak, apa kau sudah gila?" balasku. "Sebaiknya kau kembali ke kelasmu, sebelum melanjutkan omong kosong ini." 

Aku mulai membalik badanku untuk berjalan kembali masuk ke dalam kelas.

"Apa kau mendekati Deril, karena dia anak orang kaya? Kau bahkan rela menuliskan materi catatan untuknya?"

Suara Fahmi yang lumayan keras, menarik lebih perhatian murid dalam kelasku. Mereka satu per satu mulai memandangku dengan tatapan terkejut dan bertanya-tanya dalam hati, apakah yang lelaki itu ucapkan adalah sebuah kebenaran atau bukan.

Aku menyeringai sebelum kembali berbalik badan. "Kau pikir untuk apa aku menolak berpacaran dengan Adnan dan memilihmu waktu itu?" balasku dengan suara tak kalah lantang.

Raut wajah Fahmi terkejut, mungkin karena baru pertama kali mendengar fakta yang kubeberkan ini. Siapa yang tidak mengenal Adnan, mantan Ketua Osis yang merupakan anak politisi ternama di Indonesia.

"Karena kau penuh perhatian," lanjutku kemudian melihat Fahmi terperangah akan ucapanku. "Sebelum kau menjadi laki-laki berengsek penuh dusta."

Ucapanku membuat Fahmi menjadi kicep dan melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah kata. Namun begitu aku berbalik, betapa terkejutnya aku melihat murid perempuan yang berdiri.

Clap!

Clap!

Clap!

Satu per satu murid perempuan bertepuk tangan ke arahku. Membuat ekspresi para murid laki-laki menjadi bingung.

"Benar, inilah Kiran kita yang penuh keberanian menyuarakan kebenaran," ujar salah satu murid perempuan dalam kelasku.

"Wah tuduhan tadi sangatlah tidak sopan."

"Laki-laki memang terkadang berengsek."

"Woy, tidak semua ya?" tukas salah satu murid laki-laki lain.

"Perempuan juga kadang suka menyakiti."

Aku tertawa pelan melihat pertengkaran jika kini terjadi antara teman sekelasku satu sama lain. Maklum saja, beberapa diantara mereka juga pernah saling membahagiakan sebelum berpisah dengan pilu.

Aku berjalan kembali menuju bangkuku. Mendapati Ruri menatapku dalam. "Okay, aku minta maaf tidak cerita soal Adnan."

Ruri menggelengkan kepalanya. "Bukan itu. Aku hanya tidak menyangka Fahmi mengucapkan hal seperti tadi."

"Tapi benar nih kau dan Deril tidak punya hubungan spesial?" Ruri seolah masih meragukan antara hubunganku dengan Deril yang sebenarnya harus saling berhubungan, karena sebuah insiden konyol yang kubuat sendiri.

Aku menggeleng dengan yakin. "Aku sudah memiliki calon masa depan."

Mata Ruri membulat. "Apa? Siapa?"

"Rahasia."

Akhirnya hari itu hujan turun hingga jam terakhir pelajaran. Membuat para murid kebanyakan merasakan rasa kantuk meski terus berusaha mencerna apa yang dikatakan dan ditulis oleh guru di atas papan tulis. 

Rintik air hujan yang terus turun menjadikanku setuju dengan ajakan Deril yang ternyata ingin mentraktirku. Lelaki itu seolah merasa sedikit bersalah menyuruhku menuliskan catatan ke dalam bukunya.

"Padahal gak masalah loh sebenarnya," ujarku ketika kami telah berada di parkiran salah satu pusat perbelanjaan.

"Aku yang tidak merasa enak, apalagi datang pas kau dan Fahmi bicara," balasnya membuatku tersenyum singkat.

"Baiklah, rejeki kan gak boleh ditolak," balasku akhirnya keluar dari mobil dan mengikuti Deril masuk ke salah satu resto & kafe dalam pusat perbelanjaan tersebut.

Namun begitu baru di pintu masuk, mataku menangkap sosok Evan telah duduk di dalam terlebih dahulu. Hatiku bersorak gembira dan bibirku tidak bisa menahan senyuman. Bisa kulihat lelaki itu berbicara dengan dua pria lainnya, tetapi dua pria tersebut sepertinya orang asing dari luar negeri. Dari gerak bibir Evan pun bisa kulihat bahwa lelaki itu memakai bahasa asing yang terlihat begitu fasih. Apalagi bisa kuperhatikan lengan kemeja yang digulung oleh Evan menperlihatkan otot tangan lelaki tersebut. Gagah sekali dia!

Tidak lama kemudian aku melihat Evan mulai bangkit dan menyalami kedua pria tersebut. Namun tanpa kuduga pandangannya mengarah kepadaku dan dia melambaikan tangannya.

Aku dengan sigap membalas lambaian tangannya, tetapi ketika ekor mataku menangkap ke arah samping, ternyata Deril juga melambaikan tangannya. Kami berdua kemudian menoleh satu sama lain seolah dalam hati berkata, Kau mengenal Kak Evan?

"Deril … Kiran?" 

Suara Evan membuatku kembali menghadap ke depan dan melihat lelaki itu telah berdiri di hadapan kami. Tidak ingin mengganggu pengunjung yang baru datang juga, akhirnya Evan mengajakku dan Deril untuk duduk bersama.

"Ternyata nama Deril pada buku yang kemarin kau tulis adalah Deril yang kukenal," kata Evan sambil tersenyum. Ah, manis sekali.

"Kak Evan kenal Kiran?" tanya Deril terlihat sudah begitu penasaran.

"Oh itu, Ayah Kiran adalah sahabat ayahku dan aku kebetulan pindah menjadi tetangga Kiran," jawab Evan.

Aku mengangkat tanganku dengan cepat. "Lalu bagaimana dengan Kak Evan, kok bisa kenal dengan Deril?"

Evan tertawa pelan. "Kakak Deril bernama Mayang adalah pembimbingku kedua, ketika memgerjakan skripsi."

Suara kekehan Deril juga mulai terdengar. "Wah sudah lama ya, terakhir kita bertemu di Singapura tahun lalu."

"Benar, benar. Oh ya, masih aktif ikut lomba sains ya?" tanya Evan memandang serius Deril.

"Enggak, mulai sibuk persiapan ujian akhir sekolah," jawab Deril dengan santai.

Dan pertemuan yang seharusnya aku bisa mengenal lebih jauh tentang Evan malah beralih menjadi pembahasan lomba sains, pekerjaan Evan yang berhubungan dengan teori fisika, hingga permainan video game yang sama sekali tidak kumengerti. Hal itupun berlangsung selama hampir satu jam, aku seolah hanya biji kuaci diantara mereka berdua.

Mendengar Evan yang sangat suka membahas berbagai teori sains membuatku berpikir bahwa tips yang kedua akan tidak cocok untukku dan malah akan membuatku terlihat bodoh apabila membicarakannya.

"Oh ya, aku lupa. Kalian kenapa bisa datang bersama? Hanya berdua lagi," ujar Evan kini mulai kembali memandangku bergantian dengan Deril.

Akupun hanya tertawa sumbang. "Rencananya Deril mau traktir aku."

"Tapi malah Kak Evan yang bayar makan sama minumnya," timpal Deril sambil tertawa santai.

"Oh, kalian pacaran?" tebak Evan membuat mataku seketika membulat.

"Tidak."

"Belum."

Balasan ucapanku dengan Deril hampir bersamaan. Namun ketika aku mendengar kata 'belum' otomatis membuat kepalaku menoleh menatap Deril.

"Kalian serasi kok, Deril bisa bantu Kiran supaya tidak remedial fisika lagi."

Perkataan Evan membuatmu meringis pelan. Kuyakin ayah yang bercerita tentang ujian fisikaku akhir semester lalu yang harus remedial. Lalu, kenapa Deril juga harus mendengarnya sekarang? Hilang sudah citra dalam diriku ini.

***

Related chapters

  • Be My Husband (INDONESIA)   4. Merpati Berubah Menjadi Gagak

    "Eh tumben jam segini udah bangun," komentar Kanaya sedang duduk melantai di atas karpet pada ruang tengah.Aku memutar bola mataku malas, berjalan terus menuju dapur untuk mengambil secangkir teh yang ada dalam poci yang sudah mulai dingin. Memang benar bahwa bangun pagi pada akhir pekan adalah sesuatu yang langkah bagiku."Kau juga tumben," balasku duduk di sofa yang terdapat di belakang Kanaya. Bahkan kakak perempuanku itu memakai sofa untuk bersandar.Kanaya menghela napas sejenak. "Kau akan mengerti jika sudah tamat SMA nanti," ujarnya kemudian menggerakkan tangan di atas keyboard laptop miliknya.Aku bisa melihat Kanaya sedang sibuk mengerjakan tugas kuliahnya dalam bentuk powerpoint. Wajahnya yang serius dengan cokelat di atas meja untuk memperbaiki suasana hati perempuan itu."Selamat pagi Ayah," sapaku melihat ayah keluar dari kamar dengan memakai baju kaus dan celana olahraga pendek."Oh pagi Kiran. Kenapa sudah bangun?" t

    Last Updated : 2020-08-17
  • Be My Husband (INDONESIA)   5. Romantis Tak Melulu Soal Cinta

    Sudah hampir dua minggu sejak Evan pindah rumah. Namun kedekatanku dengannya masih sebatas melempar senyum dan salam jika tidak sengaja berpapasan di luar pagar.Aku mengakui bagaimana sibuknya lelaki itu bekerja. Setidaknya itulah yang kutangkap setelah memperhatikan Evan selama beberapa hari belakangan ini. Dia akan berangkat bekerja kurang lebih sama seperti diriku yang berangkat ke sekolah, hanya saja lelaki itu pulang sebelum petang.Melihat rutinitasnya berangkat dan pulang kerja secara teratur mengingatkanku akan ucapan Evan tempo hari yang berkata bahwa lelaki itu perfeksionis."Haafhh.""Kenapa Ki?" tanya Ruri memandangku bingung.Kami sedang berada di kafe pada salah satu pusat perbelanjaan. Rasa haus yang mendera setelah mengunjungi beberapa tempat les untuk masuk ke perguruan tinggi membuatku berakhir dengan segelas milk brown sugar."Enggak, bingung aja nanti mau ambil jurusan apa," ujarku mengatakan hal yan

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   6. Strategi Menghadirkan Matchmaker

    Perkataanku yang ceroboh membuat situasiku untuk dekat dengan Evan malah menjadi penuh kecanggungan. Aku merutuki diriku yang terlalu terbawa suasana ketika lelaki itu menepuk kepalaku."Argghhh!""Apa otakmu sedang error sehingga mengeluarkan suara sumbang seperti itu?"Ucapan sarkastik Kanaya memaksa kepalaku menoleh menatapnya yang sedang asyik menikmati siaran Netflix dengan camilan tortilla chips andalannya.Jika Kanaya sedang duduk di sofa depan televisi di ruang tengah, maka aku berada di sofa dekat dinding dengan posisi berbaring.Aku tentu saja berusaha mengabaikan ucapan Kanaya dan memilih fokus menatap ponselku. Mendekati Evan dalam dunia nyata, tampaknya akan sedikit sulit. Mengingat kesan terakhirku yang kurang menampakkan sisi anggun dan polosnya diriku. Oleh karena itu, aku berencana untuk mengulik sisi Evan melalui dunia maya.Pertama aku mencari media sosialnya dan seperti generasi modern saat ini,

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   7. Kandasnya Harapan

    Berstatus murid kelas tiga SMA membuat tubuh dan pikiranku benar-benar lelah. Banyaknya tugas, materi kelas tambahan dan mengikuti simulasi ujian membuatku ingin segera merebahkan tubuhku di atas tempat tidur.Namun apa daya kini aku malah menatap jengah kepada kumpulan murid laki-laki yang ributnya minta ampun. Aku yang selesai makan siang di kantin berniat menghabiskan waktu istirahat dengan meletakkan kepalaku di atas meja sambil memejamkan mata harus gagal.Aku melirik Ruri mulai bergabung dengan murid laki-laki tersebut. Helaan napas langsung keluar dari hidung dan mulutku. Aku tetap meletakkan kepalaku di atas meja, dengan memakai sebelah tanganku sebagai bantalan.Aku memiringkan kepalaku seraya merogoh saku rok abu-abu yang kupakai untuk mengeluarkan ponselku. Tentu saja tidak ada hiburan lain saat ini selain berselancar di dunia maya.Namun mataku melebar begitu melihat pertama kali instastory Evan yang sejak beberapa hari lalu kuikut

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   8. Love Scenario

    "Jadi kau akan menyerah kepada Kak Evan?" tanya Deril dengan suara penasaran. Ini bermula dari cuitan twitter yang kulakukan pagi ini. Sejak kapan juga Deril mengikutiku di twitter? Aku memang tidak memperhatikan orang yang mengikutiku, karena jumlahnya bisa puluhan dengan username yang aneh dan unik."Apa ya, aku belum berjuang, tetapi sudah dipatahkan beberapa kali oleh ucapan dan tindakan Kak Evan yang memang sepertinya tidak memberi ruang di hatinya dengan kehadiranku," balasku berkaca pada realitas yang ada.Saat ini kami berdua sedang berada di pinggir lapangan basket ketika jam istirahat sedang berlangsung, di mana murid lainnya sedang berlalu-lalang. Pasalnya untuk bisa ke kantin harus melewati lapangan basket yang juga berdekatan dengan lapangan futsal.Kudengar suara kekehan Deril. "Yakin nih? Padahal aku ada rencana bertemu dengan Kak Evan untuk berdiskusi tentang pelajaran fisika."Aku menoleh menatapnya. "Bahkan jika kau mengajakku b

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   9. Memacu Adrenalin

    Aku kembali menulis usaha perjuanganku pada notebook yang kubeli dulu ketika mengunjungi toko buku bersama Ruri.Senyum seolah tidak mau beranjak dari bibirku kala melirik dua buah tiket yang terletak di atas meja belajarku. Namun hal itu terganggu begitu ponselku berbunyi, tanda notifikasi bahwa sebuah pesan masuk.Aku meletakkan pulpen yang kupegang, lalu menggantinya dengan ponsel. Kulihat pesan itu dari Ruri.Ruri : Kiraaaan!Kiran : Apaan sih?Ruri : Hehe, PR Kimia tentang Logam Alkali sudah selesai?Aku mengernyitkan dahi, bisa menebak apa niat Ruri berkata seperti itu.Kiran : Sudah dong, tapi gak bisa diintip.Ruri : Eh kok gitu, aku beri imbalan deh.Kiran : Gak tertarik.Ruri : Yakin?Tidak lama kemudian setelah pesan terakhir Ruri, dia mengirimiku sebuah gambar foto. Sebuah tiket untuk masuk ke rumah hantu.Ah Ruri, tahu saja kalau aku sedang penasaran sama wahana ru

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   10. Minggu Sempurna

    08538908*** : Ini aku Evan. Besok kita berangkat jam sepuluh.Aku yang baru saja akan tidur, ketika membaca pesan dari nomor yang tidak tersimpan, tetapi begitu membaca nama Evan, hatiku menolak untuk tidak bersorak kegirangan."Assa!" Aku mengangkat kepalan tangan dengan wajah semringah.Aku mencoba membalasnya akan terdengar semanis dan selembut mungkin. Namun sebelumnya aku menyimpan nomor lelaki itu dengan nama Kak Evan♡.Aku cekikikan sendiri membaca tanda love pada nama kontak yang kubuat. Lalu beralih memikirkan balasan yang bisa membuat obrolan kami tidak terputus.Kiran : Kalau boleh tahu, Kak Evan lagi apa sekarang?Aku menggigit kuku jempolku setelah mengirim pesan tersebut. Kurang dari semenit balasan dari lelaki itu sudah datang.Kak Evan♡ : Kerja laporan.Aku berdecak lidah, karena balasan singkat tersebut. Namun Evan malah tidak balik bertanya tentang kegiatanku. Bangkit dari tempat tidur, aku meli

    Last Updated : 2020-08-18
  • Be My Husband (INDONESIA)   11. Deep Talk

    Jika kemarin pujian kata manis Evan membuatku seolah melayang, kini kepalaku malah pusing mengartikannya. Pasalnya aku mengingat hari di mana Evan memberiku kue, karena lelaki itu mengatakan bahwa dia tidak suka makanan manis."Ini sedikit ambigu," gumamku setelah merapikan rambutku, lalu segera keluar dari kamar.Aku menuju meja makan di mana sudah ada Kanaya yang makan dengan terburu-buru. "Pelan-pelan saja."Kanaya langsung mendongak dan menatapku tajam. Ia kemudian segera menghabiskan susunya. "Kuliah nanti, baru tahu rasa," balasnya ketus lalu bangkit dari kursi makan menuju pintu depan dengan menyampirkan ransel yang dipakainya."Oh ya Bu, Ayah mana? Kok tidak sarapan," tanyaku mulai memakan sarapanku."Ayahmu sudah tadi. Kelamaan tunggu kau selesai pakaian. Sekarang lagi ngobrol sama Evan di teras sambil minum kopi," balas ibu membuat mataku seketika terbelalak.Tanpa berbicara lagi, aku segera menghabiskan sarapanku dengan terburu-bu

    Last Updated : 2020-08-29

Latest chapter

  • Be My Husband (INDONESIA)   51. Kebahagiaan Sempurna Kiran

    "Kalian berangkat saja. Evan sudah mempersiapkan segalanya seperti ini," ujar ibuku setelah aku memberitahu tentang rencana bulan madu yang telah dipersiapkan oleh Evan.Namun aku masih khawatir akan satu hal, yaitu Karin. "Tapi ini bukan libur sekolah.""Karin biar aku dan ayahmu yang jaga. Antar dia ke sekolah dan juga menjemputnya. Lagipula Kanaya dan Kenzo akan datang akhir pekan ini, jadi Karin tidak akan begitu kesepian," balas ibu telah menebak bahwa aku berniat mengikutsertakan Karin ke rencana bulan madu yang Evan susun sebelumnya."Benarkah?" Aku sebenarnya tidak ragu bahwa Karin akan melarang kami, karena anak perempuan itu sudah terbiasa

  • Be My Husband (INDONESIA)   50. Saling Memiliki

    Setiap orang memiliki harapan.Awalnya aku meragukan kalimat tersebut, hingga sampai aku bisa kembali duduk, berjalan dan bahkan berlari. Bentuk fisikku juga mulai kembali seperti layaknya wanita berusia dua puluhan tanpa kekurangan apapun. Bukan usaha yang mudah dan waktu yang singkat. Setidaknya satu tahun membuatku mencoba menggenggam harapan itu agar semakin nyata."Kau menyukai tempat ini?" Suara Evan membuat lamunanku buyar."Ya?"Evan terkekeh kecil. "Aku mengajakmu melihat calon hunian baru kita dan kau mengkhayal?"

  • Be My Husband (INDONESIA)   49. Impian, Harapan dan Cinta

    Author POV-------------------------------------------------------------------Pada sebuah toko buku di pusat perbelanjaan, tampak adanya antrean panjang di dalamnya. Pengunjung yang baru datang lalu membaca spanduk yang terdapat pada pintu depanFan Meeting With RiruNovel terbaru : Linggar (Impian, Harapan dan Cinta)Ruri telah sukses menjadi seorang penulis novel, setelah mengundurkan diri sebagai editor. Ia juga memakai nama Riru sebagai nama penanya. Hanya membalik huruf pada

  • Be My Husband (INDONESIA)   48. Kamu Yang Kutunggu

    Sudah tiga hari sejak Ruri membawa surat yang kutulis untuk Evan tersebut. Namun belum ada tanda-tanda kedatangannya. Aku tidak pernah meragukan bahwa Ruri akan terlambat menyerahkan surat itu. Mungkin … Evan sedang sibuk.Aku tidak membohongi diriku sendiri bahwa rasa sakit ini mulai menyiksaku. Berharap bahwa ini akan segera berakhir. Bukan hanya soal rasa sakit secara fisik, tetapi batinku tersayat melihat ayah, ibu dan Kanaya yang menangis di sampingku kala aku memejamkan mata seolah tengah tertidur, padahal mendengar bagaimana rintihan mereka.Hari ini gerimis hujan turun membasahi tanah. Aroma petrichor menyusup ke dalam kamar rawatku, sengaja aku meminta Kanaya tidak menutup jendela. Suara rinai hujan membuat ingatanku tertaut pada

  • Be My Husband (INDONESIA)   47. Sendu Kerinduan

    Aku berpikir bahwa menyingkir dari hiruk pikuk Jakarta akan membuat kesehatanku mulai membaik. Namun ternyata aku salah, baru sehari tiba di Bandung, aku langsung tumbang.Ayah dan ibu pun langsung mengetahui penyakitku setelah aku dirawat di rumah sakit. Mendapat perawatan bukan berarti membuat kerisauanku menghilang. Nyatanya aku malah bertambah akan satu hal. Evan, lelaki itu telah mengetahui surat pengunduran diriku.Evan♡ : Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Apakah aku membuat kesalahan? Maafkan aku tidak terlalu memperhatikanmu disaat sedang bersama Karin.Evan♡ : Berikan aku alasan pengunduran dirimu, di mana kau sekarang?

  • Be My Husband (INDONESIA)   46. Menepi Untuk Berjuang Kembali Kepelukanmu

    Masalah kebohonganku kepada layanan darurat telah di atasi oleh Evan. Pria itu bahkan menemaniku ke kantor polisi terlebih dahulu, kemudian akan menyusul Karin yang telah dibawa ke rumah sakit.Menurut keterangan polisi, pria yang menculik Karin dari tempat les adalah pemain lama yang memiliki komplotan tersendiri. Salah satu dari penculik yang telah ditangkap tersebut bahkan merupakan residivis untuk kasus yang sama."Kiran," panggil Evan melangkah mendekat, lalu memelukku erat. "Terima kasih, terima kasih."Aku tersenyum lalu membalas pelukan lelaki itu. Kemudian terdengar isak tangis, perasaanku tersayup, apakah Evan sedang menangis dalam p

  • Be My Husband (INDONESIA)   45. Kondisi Darurat

    Sesuai dengan instruksi dokter, aku menuju salah satu rumah sakit besar yang ada di Indonesia untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan kali ini jauh lebih banyak serta kompleks, sehingga aku harus meminta izin agar tidak masuk kantor selama satu hari.Aku tidak mungkin memberitahu Evan tentang penyakitku ini, karena lelaki itu pasti akan khawatir dan mulai tidak fokus dalam bekerja. Tanggung jawab Evan begitu besar dan melibatkan banyak orang. Namun Evan mencoba mencari tahu alasanku untuk cuti satu hari tersebut.Maka dari itu kami kini tersambung melalui panggilan suara. Aku berada di depan ruang pemeriksaan setelah mengganti baju. Sebelah tanganku memegang nomor antrean dan satunya lagi memegang ponsel."Kau sungguh mengajukan cuti, karena Kanaya meminta

  • Be My Husband (INDONESIA)   44. Hati Manusia Ternyata Serapuh Itu

    Sesuai dengan janji kami, aku mendatangi salah satu restoran untuk bertemu dengan Kanaya pada jam istirahat kerja. Ketika aku sampai, ternyata Kanaya telah duduk pada sudut restoran terlebih dahulu."Kak Kanaya," sapaku membuat Kanaya mendongak menatapku. Dia tersenyum tipis sekilas lalu mempersilakanku."Kau benar-benar sibuk sampai terlambat hampir setengah jam?"Aku tertawa sumbang. "Jam makan siang selalu membuat jalan di depan kantor menjadi padat.""Bukan karena menemani Kak Evan makan siang dulu?" Balasan Kanaya menjadikanku terdiam. Dia langsung membahas tentang hubunganku dengan lelaki itu."Apakah … Ibu dan Ayah telah tahu tentang hal

  • Be My Husband (INDONESIA)   43. Cup Cup

    Aku memandangi penampilanku di depan cermin saat ini. Memakai gaun mungkin adalah pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir. Jika bukan karena ajakan kencan dari Evan, mana mungkin aku mau repot-repot memakainya."Aku ingin mengajakmu menonton bersama, namun malah ada agenda kencan," keluh Ruri yang telah sengaja mengosongkan jadwalnya dan berangkat menuju indekos tempatku tinggal.Aku melirik Ruri sekilas. "Salah sendiri tidak kabarin dulu. Waktu akhir pekan untuk perempuan yang telah memiliki kekasih bukanlah di rumah," ujarku terdengar sombong sampai Ruri berdecak lidah."Ketemu tiap hari juga."Aku mengeluarkan liptint dari tasku. Mengoleskannya sebagai sentuhan terakhir untuk acara kencanku hari ini. Semoga

DMCA.com Protection Status