Share

8. Love Scenario

Penulis: naladhipayu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Jadi kau akan menyerah kepada Kak Evan?" tanya Deril dengan suara penasaran. Ini bermula dari cuitan twitter yang kulakukan pagi ini. Sejak kapan juga Deril mengikutiku di twitter? Aku memang tidak memperhatikan orang yang mengikutiku, karena jumlahnya bisa puluhan dengan username yang aneh dan unik.

"Apa ya, aku belum berjuang, tetapi sudah dipatahkan beberapa kali oleh ucapan dan tindakan Kak Evan yang memang sepertinya tidak memberi ruang di hatinya dengan kehadiranku," balasku berkaca pada realitas yang ada.

Saat ini kami berdua sedang berada di pinggir lapangan basket ketika jam istirahat sedang berlangsung, di mana murid lainnya sedang berlalu-lalang. Pasalnya untuk bisa ke kantin harus melewati lapangan basket yang juga berdekatan dengan lapangan futsal.

Kudengar suara kekehan Deril. "Yakin nih? Padahal aku ada rencana bertemu dengan Kak Evan untuk berdiskusi tentang pelajaran fisika."

Aku menoleh menatapnya. "Bahkan jika kau mengajakku bersama datang ke rumahnya, aku hanya akan terlihat makin bodoh di depannya."

"Namamu sudah kudaftarkan sebagai peserta lomba biologi. Kata Ibu Jana, ingatanmu cukup baik mengingat struktur anatomi sapi."

Aku tertawa keras mendengarnya. "Sapi? Apa karena aku menyukai makan daging sapi jadi Ibu Jana berkata seperti itu?" 

Aku tahu Deril sedang bercanda soal lomba tersebut. Ibu Jana memang pernah menawariku untuk ikut dalam lomba terakhir sebagai anak kelas dua belas, hanya karena aku pernah sekali mendapat nilai seratus alias sempurna dalam ujian harian yang diadakan. Kuakui aku memang cukup bekerja keras pada waktu itu.

Deril ikut tertawa memandangku. "Coba sekali lagi, tidak ada salahnya bukan?"

"Apa kau punya maksud lain?" tanyaku dengan tatapan menyelidik.

Dahi Deril mengernyit. "Tidak, hanya saja baru pertama kali ini … aku bertemu dengan perempuan yang berjuang terlebih dahulu."

Aku tersenyum tipis mendengarnya. Merasa bangga bahwa ini pertama kalinya untuk Deril bertemu dengan perempuan sepertiku, tetapi saat bersamaan merasa miris dengan ketidakjelasan nasib cintaku kepada Evan.

Aku bisa merasakan dengan jelas perbedaan bagaimana tenagaku terkuras saat masih menjadi murid kelas sebelas dan kini menjadi murid kelas dua belas. Apalagi kalau bukan kelas tambahan dan bimbingan belajar untuk masuk perguruan tinggi yang kadang juga diselingi tips dan trik untuk menghadapi ujian nasional.

Hari ini Deril memberitahuku bahwa malam ini akan ke rumah Evan dan mengajakku ikut bersamanya. Aku bisa membayangkan wajah Evan yang mungkin menganggapku modus, tetapi ya sudahlah, ingat kata Deril saja. Mencoba sekali lagi apa salahnya?

Tentunya sebelum aku ke sana, terlebih dahulu harus memakai jurus atau strategi dan itu adalah melalui makanan. Sayanglah kini kulihat area dapur sedang digunakan oleh Kanaya sebagai medan tempurnya dalam menguji coba resep yang mungkin baru dinontonnya pada kanal Ramsay Gordon.

"Eh, Kiran sini coba ini," ujar Kanaya melambaikan tangan menyuruhku mendekat.

Aku yang hanya berdiri terpaku menatapnya sedang memanggang daging steak, hanya pasrah. Mau menghindar juga, nanti malah kena omelan yang memekikkan telinga.

Kulihat Kanaya mengiriskan sepotong daging sapi yang terpanggang dengan tingkat medium rare. Sebelah tangannya kemudian menusuk irisan daging tersebut dengan garpu lalu menyodorkannya kepadaku.

Sebelum terjadi adegan suap-menyuap, aku segera merebut garpu dari tangan Kanaya, lalu memasukkan irisan daging tersebut ke dalam mulutku. Ternyata lezat juga.

"Ini enak," pujiku tulus.

Mata Kanaya berbinar untuk sesaat. "Benarkah?"

Timbullah sebuah ide dalam kepalaku yang mungkin kali ini harus memanfaatkan Kanaya. Sorry my annoying sister.

"Iya, gimana kalau aku bawain buat Kak Evan juga? Kebetulan dia sedang ada tamu juga," ucapku dengan suara pelan.

Kulirik Kanaya tampak berpikir sesaat. "Baiklah, kau akan antarkan nanti ke rumahnya."

"Sip."

Sekarang semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Aku juga telah mendapat pesan dari Deril bahwa lelaki itu telah berada di rumah Evan. 

Aku pun mulai mengeluarkan rantang terbaik ibuku dari dalam lemari. Sembari itu Kanaya mulai terus memanggang daging sapi dengan suara penyanyi Ariana Grande yang mengiringinya.

"Eist, bukan begitu," sergah Kanaya menghentikan aksiku saat akan memasukkan daging sapi yang telah terpanggang ke dalam rantang.

Aku sebenarnya ingin memakai piring dengan menatanya dengan cantik lengkap dengan garnish-nya. Tetapi aku takut kalau berjalan membawa piring dengan nampan dan kakiku bersandung maka rencanaku bisa gagal total. Jadi aku akan menaruhnya di piring Evan nanti setelah tiba di rumah lelaki tersebut.

Kanaya menata sendiri daging steak tersebut ke dalam rantang dilengkapi masakan lain berjenis vegetable yang aku tidak tahu apa namanya. 

"Nah sudah selesai. Buruan bawa gih ke Kak Evan. Aku mau siapin buat Ayah dan Ibu."

Ucapan Kanaya membuatku mengangguk semangat. "Oke, thank you."

Tanpa menunggu waktu lebih lama dan supaya masakan Kanaya tersebut masih hangat, maka aku segera membawa rantang menuju rumah Evan.

Tok.

Tok.

Aku mengetuk pintu rumah Evan dan sosok Deril langsung muncul membukakan. 

"Loh kok kau sih yang buka?" tanyaku berbisik pelan sambil mataku berusaha menelisik ke dalam rumah Evan.

"Kak Evan sedang mandi."

Aku menegak saliva membayangkan otot perut Evan yang terkena air. Gila, kenapa otak korenganku tiba-tiba bekerja dengan baik?

"Baiklah, coba minggir. Aku perlu mengaturnya."

Kulihat Deril hanya menatapku bingung, namun kuyakin matanya telah menangkap rantang yang kubawa, sehingga lelaki itu mulai menyampingkan tubuhnya agar aku bisa masuk ke dalam rumah.

Aku yang belum melihat sosok Evan segera menuju area dapurnya. Mengambil piring di dalam lemari piring dan mengaturnya di meja makan. 

Aku melihat kedatangan Deril yang duduk di depan meja maka ketika aku mulai mengeluarkan satu per satu daging steak beserta salad sayurnya dan yang terakhir adalah saus untuk steak-nya.

"Sepertinya enak," koemntar Deril membuatku tersenyum tipis.

"Kiran?"

Suara Evan langsung membuat kepalaku menoleh, mendapati lelaki itu baru saja mandi dengan memakai kaus oblong hitam dengan ujung rambut masih basah. Pemandangan yang membuat batinku bersorak gembira.

"Kau membawa makanan?" tanya Evan berjalan mendekat.

"Iya, buat makan malam."

"Buat sendiri?"

Aku melirik Deril sekilas yang tampak tersenyum tipis ketika Evan melontarkan pertanyaanku itu kepadaku.

Aku pun hanya mengangguk pelan.

"Baiklah, terima kasih. Ayo makan," kata Evan mulai duduk di sebelah Deril.

Aku menggeleng. "Sudah, Kak Evan dan Deril bisa menikmatinya."

"Kiran, jangan pulang dulu ya. Bahas soal fisika yang kemarin aku tanyakan," ucap Deril membuatku bingung sesaat, namun lelaki itu langsung mengedipkan sebelah matanya sehingga aku mengerti apa maksud sebenarnya.

Aku padamu Deril!

Sekitar tiga puluh menit aku menunggu Evan dan Deril selesai makan. Selama itu pula aku hanya menonton siaran Netflix yang sedang menayangkan film berjudul All The Boys I've Loved Before.

Aku mendengar suara derap sandal dari belakang. Ketika aku berbalik itu adalah Evan yang kini duduk di sofa bagian sebelahku. Aku pun menahan napas untuk sesaat.

"Katanya buatan sendiri? Tapi aku lihat unggahan instagram Kanaya sedang memasak itu."

Gleep

Aku menoleh perlahan. Mendapati Evan sudah menatapku. "Tapi aku juga bantu dia kok," ujarku beralasan.

Evan tersenyum tipis. "Bilang sama Kanaya ya kalau buatannya itu enak dan makasih sudah mau berbagi."

Aku hanya mengangguk lemah mendengarnya. Seketika semangatku langsung luruh, apalagi Evan kini mulai fokus mengajak Deril untuk berdiskusi tentang pelajaran fisika. Sebenarnya Evan juga mengajakku, tetapi dasar otakku yang lemah akan rumus sehingga hanya menyimak tanpa mengerti.

Malam itu pun hanya terlihat mengasyikkan untuk Evan dan Deril yang mulai melontarkan berbagai teori fisika yang cukup familie di telingaku. Akhirnya setelah mereka selesai aku pulang dan Deril ikut mengantarku sampai di depan pintu rumah.

"Kenapa hanya murung?" tanya Deril menatapku.

"Sepertinya rencana malam ini gagal."

Deril tertawa pelan. "Bukan, hanya mungkin kurang efektif, karena kau kurang bisa ikut bicara."

Aku mendengus pelan. "Bagaimana mungkin aku ikut bicara soal teori fisika. Entar salah malah menjadi bumerang bagiku."

Kudengar suara pintu terbuka dan ketika aku berbalik, itu adalah Kanaya.

"Eh, temannya Kiran ya?"

"Oh dia Deril, tamunya Kak Evan yang kubilang," ujarku tidak ingin membuat Kanaya berpikir macam-macam dan akan menggodaku di hadapan ayah dan ibu nanti.

"Oh kenalan Kak Evan yang kebetulan teman sekolahmu?" tanya Kanaya membuatku mengangguk.

"Terus mana rantangnya?"

Ucapan Kanaya membuatku sadar sesuatu, bahwa ada sesuatu yang kulupakan di rumah Evan.

"Aku akan segera mengambilnya. Semoga Kak Evan belum tidur."

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu ya Kiran. Selamat malam Kak Kanaya, terima kasih makan malamnya," tukas Deril sambil tersenyum lebar menatap Kanaya.

Aku menaikan sebelah alisku, namun segera berjalan menuju rumah Evan di mana Deril mengikuti dari belakang, karena mobil lelaki itu terparkir di halaman rumah Evan.

"Aku pulang ya," ujar Deril sebelum masuk ke dalam mobil.

Aku berbalik dan mengangguk pelan. Setelah mobil Deril mulai meninggalkan halaman rumah Evan, aku kembali fokus untuk mengetuk pintu depan rumah Evan.

Usaha pertama dan kedua gagal, membuatku berpikir untuk memintanya besok. Namun karena mencoba sekali lagi apa salahnya, maka aku mengetuknya kembali.

Ceklek.

Pintu terbuka menampilkan sosok Evan yang menatapku tanpa bersuara.

"Itu Kak, rantang makannya," ujarku merasa kikuk.

Evan mengangguk kecil. "Ayo masuk. Sepertinya masih ada di atas meja makan."

Aku pun mengikuti langkah Evan yang mengarah menuju area ruang makan. Lelaki itu merapikan rantang tersebut, sebelum memberikannya padaku.

"Padahal bisa kau ambil besok atau aku bawakan setelah mencuci terlebih dahulu," kata Evan masih berdiri di hadapanku.

"Tidak masalah. Kan Kak Evan sibuk. Kalau begitu Kiran--"

Aku yang akan beranjak sambil mengucap kalimat pamit kemudian menghentikan gerakan dan perkataanku begitu Evan memegang pergelangan tanganku.

"Tunggu, jangan pulang dulu," sergah Evan membuat napasku tertahan.

Kulihat Evan berjalan menuju salah satu kamar dan tidak lama kemudian kembali sambil menyodorkan sesuatu di hadapanku.

"Hari minggu nanti salah satu sahabatku akan membuka restoran Jepang, kebetulan ada dua tiket. Mau pergi bersama?" 

Aku menegak saliva. Ini bukan mimpi kan? Tapi matahari sudah terbenam dan mataku mulai berkunang.

"Kak Evan beneran mengajak Kiran?" tanyaku memastikan dengan mendongak menatap lelaki itu.

Evan tersenyum tipis, lalu mengangguk pelan. "Anggap saja ucapan terima kasih atas makan malamnya tadi."

"Tapikan Kak Kanaya yang membuatnya."

"Aku sempat berkomentar pada unggahannya dan dia berkata kalau kau yang mengusulkan agar memberiku daging steak tadi," jelas Evan dengan suara pelan.

Aku menerima tiket atau bisa dikatakan undangan peresmian restoran tersebut. 

"Baiklah, sudah malam. Jangan tidur kemalaman," kata Evan lalu mengacak pelan rambutku dan mulai akan beranjak.

"Tapi sepertinya Kiran gak bakal bisa tidur," balasku masih setia menatap dua lembar tiket tersebut.

Suara kekehan Evan terdengar. Manis sekali kedengarannya dan ketika aku mencoba menatapnya. Lelaki itu sudah berbaring di atas sofa. Meski begitu sorot matanya memandangku.

"Kita akan berangkat bersama, tapi kau pegang tiketnya. Soalnya aku sering melupakan hal-hal seperti itu dan…." Ucapan Evan terhenti dan bangkit kembali. Dia menuju meja kecil dekat televisi tergantung. Mengambil ponselnya, lalu berjalan mendekat ke arahku.

"Berikan aku nomor ponselmu, sehingga aku bisa menghubungi atau kau mengingatkanku tentang acara minggu nanti," ujarnya menatapku lekat.

Aku bersorak dalam hati. Deril, rencanaku yang gagal tiba-tiba menemukan jalannya kembali dan ini mendapatkan dua hal sekaligus. Jalan berdua pada hari minggu dan Evan meminta nomor ponselku sendiri!

♡♡♡

Bab terkait

  • Be My Husband (INDONESIA)   9. Memacu Adrenalin

    Aku kembali menulis usaha perjuanganku pada notebook yang kubeli dulu ketika mengunjungi toko buku bersama Ruri.Senyum seolah tidak mau beranjak dari bibirku kala melirik dua buah tiket yang terletak di atas meja belajarku. Namun hal itu terganggu begitu ponselku berbunyi, tanda notifikasi bahwa sebuah pesan masuk.Aku meletakkan pulpen yang kupegang, lalu menggantinya dengan ponsel. Kulihat pesan itu dari Ruri.Ruri : Kiraaaan!Kiran : Apaan sih?Ruri : Hehe, PR Kimia tentang Logam Alkali sudah selesai?Aku mengernyitkan dahi, bisa menebak apa niat Ruri berkata seperti itu.Kiran : Sudah dong, tapi gak bisa diintip.Ruri : Eh kok gitu, aku beri imbalan deh.Kiran : Gak tertarik.Ruri : Yakin?Tidak lama kemudian setelah pesan terakhir Ruri, dia mengirimiku sebuah gambar foto. Sebuah tiket untuk masuk ke rumah hantu.Ah Ruri, tahu saja kalau aku sedang penasaran sama wahana ru

  • Be My Husband (INDONESIA)   10. Minggu Sempurna

    08538908*** : Ini aku Evan. Besok kita berangkat jam sepuluh.Aku yang baru saja akan tidur, ketika membaca pesan dari nomor yang tidak tersimpan, tetapi begitu membaca nama Evan, hatiku menolak untuk tidak bersorak kegirangan."Assa!" Aku mengangkat kepalan tangan dengan wajah semringah.Aku mencoba membalasnya akan terdengar semanis dan selembut mungkin. Namun sebelumnya aku menyimpan nomor lelaki itu dengan nama Kak Evan♡.Aku cekikikan sendiri membaca tanda love pada nama kontak yang kubuat. Lalu beralih memikirkan balasan yang bisa membuat obrolan kami tidak terputus.Kiran : Kalau boleh tahu, Kak Evan lagi apa sekarang?Aku menggigit kuku jempolku setelah mengirim pesan tersebut. Kurang dari semenit balasan dari lelaki itu sudah datang.Kak Evan♡ : Kerja laporan.Aku berdecak lidah, karena balasan singkat tersebut. Namun Evan malah tidak balik bertanya tentang kegiatanku. Bangkit dari tempat tidur, aku meli

  • Be My Husband (INDONESIA)   11. Deep Talk

    Jika kemarin pujian kata manis Evan membuatku seolah melayang, kini kepalaku malah pusing mengartikannya. Pasalnya aku mengingat hari di mana Evan memberiku kue, karena lelaki itu mengatakan bahwa dia tidak suka makanan manis."Ini sedikit ambigu," gumamku setelah merapikan rambutku, lalu segera keluar dari kamar.Aku menuju meja makan di mana sudah ada Kanaya yang makan dengan terburu-buru. "Pelan-pelan saja."Kanaya langsung mendongak dan menatapku tajam. Ia kemudian segera menghabiskan susunya. "Kuliah nanti, baru tahu rasa," balasnya ketus lalu bangkit dari kursi makan menuju pintu depan dengan menyampirkan ransel yang dipakainya."Oh ya Bu, Ayah mana? Kok tidak sarapan," tanyaku mulai memakan sarapanku."Ayahmu sudah tadi. Kelamaan tunggu kau selesai pakaian. Sekarang lagi ngobrol sama Evan di teras sambil minum kopi," balas ibu membuat mataku seketika terbelalak.Tanpa berbicara lagi, aku segera menghabiskan sarapanku dengan terburu-bu

  • Be My Husband (INDONESIA)   12. Only Hope

    Kegiatan sekolah semakin menumpuk. Tugas tanpa henti meski sudah mendekati ujian sekolah, les yang semakin rajin serta beberapa praktikum yang harus selesai sebelum ujian. Semua masalah akademik tersebut membuat usaha dan rencanaku untuk dekat dengan Evan menjadi terhambat.Disaat Evan mulai sedikit terbuka, dengan mengajakku sekadar makan bersama meski Kanaya terkadang ikut untuk menghilangkan rasa jenuhnya itu. Namun semuanya kembali renggang, karena jadwal sekolah serta bagaimana Evan terlihat sibuk dengan pekerjaannya."Jadi kau masih saling mengirim pesan dengan Kak Kanaya?" tanyaku pada Deril yang kini duduk denganku di bangku dekat lapangan basket.Deril tertawa pelan. "Kau masih menganggapku mendekati kakakmu? Aku hanya pernah beberapa kali bertanya tentang kampus.""Lalu setelahnya saling komen lewat direct message instagram?" timpalku mengingat dengan jelas bagaimana Kanaya yang selalu meng

  • Be My Husband (INDONESIA)   13. Double the Trouble

    Kesibukan akan praktikum menjadikan hariku hampir tidak bisa bersantai. Belum lagi ujian nasional yang sebentar lagi akan berlangsung. Semua tentang akademik membuat kepalaku berat dan terasa pening. Namun kurasa semua anak kelas dua belas mengalaminya. Tidak terkecuali Deril yang mengajakku makan di kantin, hanya berdua."Dan sekarang orang-orang mulai akan semakin yakin bahwa kita berpacaran," ujarku lalu menyesap jus jeruk di hadapanku.Derik terkekeh pelan. "Ayolah Kiran, sebentar lagi masa SMA akan berakhir. Lupakan ucapan murid lainnya."Aku mengendikkan bahu samar. "Baiklah. Jadi rencanamu setelah lulus bakal kuliah?""Tentu saja. Kau sendiri, mau nikah?" tanya Deril balik dengan sebuah candaan.

  • Be My Husband (INDONESIA)   14. It's Hurt, That's Love

    Ketika duniamu mulai dipusingkan oleh persoalan akademik, tambatan hati yang ingin pindah kota dan pernyataan cinta belum kesampaian, maka hal-hal tersebut bertambah rumit ketika kakak perempuanmu hamil diluar nikah.Aku tidak pernah memperkirakan bahwa Kanaya akan melakukan tindakan berisiko. Padahal setahuku Kanaya adalah perempuan yang penuh pertimbangan matang, logis dan bukan tipikal yang bisa dipaksa. Namun ketika tidak seng

  • Be My Husband (INDONESIA)   15. Risalah Hati

    Rasa lelah untuk ujian nasional. Perasaan resah memikirkan Kanaya, serta patah hati mengingat penolakan Evan. Semua seolah bercampur dan bersatu dalam relung jiwaku. Benar-benar berat rasanya memikul semua itu.

  • Be My Husband (INDONESIA)   16. Hari itu juga, Hati Kiran Meledak

    Satu minggu berlalu sejak ujian nasional berakhir. Dalam kurun waktu sesingkat itu, banyak hal yang terjadi. Mulai dari Kanaya dan Irvan telah menikah secara agama dan pengantin baru tersebut tinggal di rumah orang tua Irvan sementara. Alasannya, karena ayah dan ibu ingin bersiap akan kepindahan mereka ke Bandung, daerah asal ibu.

Bab terbaru

  • Be My Husband (INDONESIA)   51. Kebahagiaan Sempurna Kiran

    "Kalian berangkat saja. Evan sudah mempersiapkan segalanya seperti ini," ujar ibuku setelah aku memberitahu tentang rencana bulan madu yang telah dipersiapkan oleh Evan.Namun aku masih khawatir akan satu hal, yaitu Karin. "Tapi ini bukan libur sekolah.""Karin biar aku dan ayahmu yang jaga. Antar dia ke sekolah dan juga menjemputnya. Lagipula Kanaya dan Kenzo akan datang akhir pekan ini, jadi Karin tidak akan begitu kesepian," balas ibu telah menebak bahwa aku berniat mengikutsertakan Karin ke rencana bulan madu yang Evan susun sebelumnya."Benarkah?" Aku sebenarnya tidak ragu bahwa Karin akan melarang kami, karena anak perempuan itu sudah terbiasa

  • Be My Husband (INDONESIA)   50. Saling Memiliki

    Setiap orang memiliki harapan.Awalnya aku meragukan kalimat tersebut, hingga sampai aku bisa kembali duduk, berjalan dan bahkan berlari. Bentuk fisikku juga mulai kembali seperti layaknya wanita berusia dua puluhan tanpa kekurangan apapun. Bukan usaha yang mudah dan waktu yang singkat. Setidaknya satu tahun membuatku mencoba menggenggam harapan itu agar semakin nyata."Kau menyukai tempat ini?" Suara Evan membuat lamunanku buyar."Ya?"Evan terkekeh kecil. "Aku mengajakmu melihat calon hunian baru kita dan kau mengkhayal?"

  • Be My Husband (INDONESIA)   49. Impian, Harapan dan Cinta

    Author POV-------------------------------------------------------------------Pada sebuah toko buku di pusat perbelanjaan, tampak adanya antrean panjang di dalamnya. Pengunjung yang baru datang lalu membaca spanduk yang terdapat pada pintu depanFan Meeting With RiruNovel terbaru : Linggar (Impian, Harapan dan Cinta)Ruri telah sukses menjadi seorang penulis novel, setelah mengundurkan diri sebagai editor. Ia juga memakai nama Riru sebagai nama penanya. Hanya membalik huruf pada

  • Be My Husband (INDONESIA)   48. Kamu Yang Kutunggu

    Sudah tiga hari sejak Ruri membawa surat yang kutulis untuk Evan tersebut. Namun belum ada tanda-tanda kedatangannya. Aku tidak pernah meragukan bahwa Ruri akan terlambat menyerahkan surat itu. Mungkin … Evan sedang sibuk.Aku tidak membohongi diriku sendiri bahwa rasa sakit ini mulai menyiksaku. Berharap bahwa ini akan segera berakhir. Bukan hanya soal rasa sakit secara fisik, tetapi batinku tersayat melihat ayah, ibu dan Kanaya yang menangis di sampingku kala aku memejamkan mata seolah tengah tertidur, padahal mendengar bagaimana rintihan mereka.Hari ini gerimis hujan turun membasahi tanah. Aroma petrichor menyusup ke dalam kamar rawatku, sengaja aku meminta Kanaya tidak menutup jendela. Suara rinai hujan membuat ingatanku tertaut pada

  • Be My Husband (INDONESIA)   47. Sendu Kerinduan

    Aku berpikir bahwa menyingkir dari hiruk pikuk Jakarta akan membuat kesehatanku mulai membaik. Namun ternyata aku salah, baru sehari tiba di Bandung, aku langsung tumbang.Ayah dan ibu pun langsung mengetahui penyakitku setelah aku dirawat di rumah sakit. Mendapat perawatan bukan berarti membuat kerisauanku menghilang. Nyatanya aku malah bertambah akan satu hal. Evan, lelaki itu telah mengetahui surat pengunduran diriku.Evan♡ : Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku? Apakah aku membuat kesalahan? Maafkan aku tidak terlalu memperhatikanmu disaat sedang bersama Karin.Evan♡ : Berikan aku alasan pengunduran dirimu, di mana kau sekarang?

  • Be My Husband (INDONESIA)   46. Menepi Untuk Berjuang Kembali Kepelukanmu

    Masalah kebohonganku kepada layanan darurat telah di atasi oleh Evan. Pria itu bahkan menemaniku ke kantor polisi terlebih dahulu, kemudian akan menyusul Karin yang telah dibawa ke rumah sakit.Menurut keterangan polisi, pria yang menculik Karin dari tempat les adalah pemain lama yang memiliki komplotan tersendiri. Salah satu dari penculik yang telah ditangkap tersebut bahkan merupakan residivis untuk kasus yang sama."Kiran," panggil Evan melangkah mendekat, lalu memelukku erat. "Terima kasih, terima kasih."Aku tersenyum lalu membalas pelukan lelaki itu. Kemudian terdengar isak tangis, perasaanku tersayup, apakah Evan sedang menangis dalam p

  • Be My Husband (INDONESIA)   45. Kondisi Darurat

    Sesuai dengan instruksi dokter, aku menuju salah satu rumah sakit besar yang ada di Indonesia untuk melakukan pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan kali ini jauh lebih banyak serta kompleks, sehingga aku harus meminta izin agar tidak masuk kantor selama satu hari.Aku tidak mungkin memberitahu Evan tentang penyakitku ini, karena lelaki itu pasti akan khawatir dan mulai tidak fokus dalam bekerja. Tanggung jawab Evan begitu besar dan melibatkan banyak orang. Namun Evan mencoba mencari tahu alasanku untuk cuti satu hari tersebut.Maka dari itu kami kini tersambung melalui panggilan suara. Aku berada di depan ruang pemeriksaan setelah mengganti baju. Sebelah tanganku memegang nomor antrean dan satunya lagi memegang ponsel."Kau sungguh mengajukan cuti, karena Kanaya meminta

  • Be My Husband (INDONESIA)   44. Hati Manusia Ternyata Serapuh Itu

    Sesuai dengan janji kami, aku mendatangi salah satu restoran untuk bertemu dengan Kanaya pada jam istirahat kerja. Ketika aku sampai, ternyata Kanaya telah duduk pada sudut restoran terlebih dahulu."Kak Kanaya," sapaku membuat Kanaya mendongak menatapku. Dia tersenyum tipis sekilas lalu mempersilakanku."Kau benar-benar sibuk sampai terlambat hampir setengah jam?"Aku tertawa sumbang. "Jam makan siang selalu membuat jalan di depan kantor menjadi padat.""Bukan karena menemani Kak Evan makan siang dulu?" Balasan Kanaya menjadikanku terdiam. Dia langsung membahas tentang hubunganku dengan lelaki itu."Apakah … Ibu dan Ayah telah tahu tentang hal

  • Be My Husband (INDONESIA)   43. Cup Cup

    Aku memandangi penampilanku di depan cermin saat ini. Memakai gaun mungkin adalah pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir. Jika bukan karena ajakan kencan dari Evan, mana mungkin aku mau repot-repot memakainya."Aku ingin mengajakmu menonton bersama, namun malah ada agenda kencan," keluh Ruri yang telah sengaja mengosongkan jadwalnya dan berangkat menuju indekos tempatku tinggal.Aku melirik Ruri sekilas. "Salah sendiri tidak kabarin dulu. Waktu akhir pekan untuk perempuan yang telah memiliki kekasih bukanlah di rumah," ujarku terdengar sombong sampai Ruri berdecak lidah."Ketemu tiap hari juga."Aku mengeluarkan liptint dari tasku. Mengoleskannya sebagai sentuhan terakhir untuk acara kencanku hari ini. Semoga

DMCA.com Protection Status