Share

Bayi Miliarder Yang Tak Terduga
Bayi Miliarder Yang Tak Terduga
Penulis: Miarosa

Bab 1. Hamil

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-14 07:23:08

Ruangan itu terasa sesak oleh keheningan yang mencekam. Tatapan tajam Pak Aryan menusuk Brisa, membuat gadis itu semakin menunduk. Wajah Bu Tara yang biasanya lembut kini tampak murung, matanya berkaca-kaca.

"Brisa, siapa laki-laki itu?" Suara Pak Aryan menggelegar, memecah keheningan.

Brisa terisak, tubuhnya gemetar hebat. "Pa... Papa, aku nggak tahu."

"Tidak tahu? Bagaimana bisa tidak tahu, Brisa?" Pak Aryan semakin marah.

"Kamu sudah melakukan hal memalukan seperti ini, tapi masih berani bohong!"

"Papa, aku beneran nggak tahu. Aku belum pernah... belum pernah tidur sama siapa-siapa." Suara Brisa teredam oleh isakannya.

Pak Aryan tertawa sinis. "Jangan berbohong lagi, Brisa! Kamu hamil? Kamu pikir Papa bodoh? Hasil medical check up menyatakan kamu hamil."

"Papa, aku... aku nggak bohong!" Brisa memohon, air matanya mengalir deras.

Bu Tara mendekat, mengelus bahu Brisa. "Brisa, coba ingat-ingat lagi. Mungkin kamu lupa?"

Brisa menggelengkan kepala putus asa. "Bu, aku udah berusaha ingat, tapi aku beneran nggak tahu. Aku juga nggak ngerti kenapa bisa kayak gini."

"Sudahlah, Bu. Percuma kita tanya lagi. Dia jelas-jelas sudah mempermalukan kita!" Pak Aryan memotong ucapan istrinya.

"Papa, jangan marah sama Brisa. Mungkin ada penjelasan lain," Bu Tara membela anaknya.

"Penjelasan apa lagi? Dia hamil di luar nikah! Ini sudah jelas-jelas aib bagi keluarga kita!" Pak Aryan membentak.

Brisa semakin terisak. Hatinya hancur melihat ayahnya yang biasanya penyayang kini begitu marah padanya.

"Brisa, kalau kamu tidak mau mengaku, jangan salahkan Papa kalau Papa bertindak keras!" ancam Pak Aryan.

Brisa semakin ketakutan. Ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ia hanya ingin semua ini segera berakhir.

"Brisa, coba kamu ingat-ingat lagi. Mungkin ada sesuatu yang terlewatkan. Jangan sampai kamu menutup-nutupi kebenaran," bujuk Bu Tara.

Brisa menghela napas panjang. Ia memejamkan mata, berusaha mengingat-ingat semua kejadian yang pernah dialaminya. Namun, otaknya terasa kosong. Ia benar-benar tidak bisa mengingat apapun kalau ia pernah tidur dengan seorang pria, karena ia memang tidak pernah melakukannya.

"Sudah, Bu. Percuma kita bicara dengannya. Dia tidak akan pernah jujur!" Pak Aryan memotong ucapan istrinya lagi.

"Papa, aku mohon, jangan marah sama Brisa." Bu Tara memohon.

Brisa semakin merasa terpuruk. Ia merasa dirinya tidak berguna dan sudah mengecewakan semua orang yang menyayanginya.

Bunga rampai yang biasa menghiasi ruang keluarga kini tampak layu. Aroma harum yang dulu menenangkan, kini terasa mencekik. Brisa masih terisak di sudut ruangan, tubuhnya gemetar hebat. Tatapan Pak Aryan semakin tajam, bagai elang yang siap menerkam mangsanya.

"Brisa, masuk ke kamarmu sekarang juga!" perintah Pak Aryan dengan suara bergetar menahan amarah.

Brisa menggeleng lemah, air matanya semakin deras.

"Jangan bantah, Brisa!" Pak Aryan menunjuk pintu kamar.

Dengan langkah gontai, Brisa berjalan menuju kamarnya. Pintu dibanting keras dari dalam. Brisa memeluk lututnya, tubuhnya terkulai lemas di atas ranjang.

Bu Tara menghampiri suaminya, berusaha menenangkan. "Aryan, jangan terlalu keras pada Brisa."

Pak Aryan menghela napas kasar. "Bagaimana aku tidak marah, Bu? Dia sudah mempermalukan kita!"

"Tapi, Aryan, kita harus mencari solusi yang terbaik. Kita tidak bisa terus-menerus menyalahkan Brisa."

"Solusi apa yang bisa kita ambil? Perjodohan dengan keluarga Hendratama sudah di depan mata. Bagaimana kalau mereka tahu tentang ini? Brisa akan menjadi bahan tertawaan!"

Bu Tara terdiam. Ia tahu suaminya sangat gengsi. Nama baik keluarga adalah segalanya baginya.

"Aku akan bicara dengan keluarga Hendratama," ujar Bu Tara pelan.

Pak Aryan menggeleng tegas. "Tidak! Jangan pernah!"

Bu Tara merasa putus asa. Ia tidak tega melihat anaknya menderita. Beberapa hari kemudian, Brisa tetap dikurung di kamarnya. Ia hanya keluar untuk makan, kerja, dan mandi, itupun sambil diawasi oleh pembantunya.

Sementara itu, Pak Aryan terus memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini. Ia tidak ingin perjodohan dengan keluarga Hendratama batal, namun di sisi lain, ia juga tidak tega melihat anaknya menderita.

"Aryan, aku sudah memikirkannya matang-matang," ujar Bu Tara suatu siang. "Kita harus jujur pada keluarga Hendratama."

Pak Aryan menatap istrinya dengan tajam. "Apa maksudmu?"

"Kita harus memberitahu mereka tentang keadaan Brisa. Kita tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kebenaran."

Pak Aryan menggelengkan kepala. "Tidak, Bu. Aku tidak mau nama baik keluarga kita tercemar."

"Tapi Aryan, kita tidak bisa terus-menerus berbohong. Kebenaran akan terungkap juga."

Pak Aryan terdiam. Ia tahu istrinya benar. Namun, egonya masih sangat besar. Ia tidak ingin kehilangan muka di hadapan masyarakat.

Bu Tara menghela napas panjang. Ia tahu suaminya akan sulit untuk menerima kenyataan ini.

***

Cahaya matahari sore menyinari kamar Brisa, menembus celah tirai. Brisa terbangun dengan perasaan berat. Pikirannya berkecamuk memikirkan masa depannya yang tak menentu. Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka dan Pak Aryan masuk.

"Ada apa lagi, Pa."

"Ada yang ingin Papa bicarakan denganmu," ujar Pak Aryan dengan nada serius.

Brisa terduduk di tepi ranjang, matanya menatap ayahnya dengan penuh tanya.

"Tentang perjodohanmu dengan keluarga Hendratama, Papa sudah memutuskan...."

Hati Brisa berdebar kencang. Ia sudah menduga pembicaraan mereka akan mengarah ke sana.

"...Papa tetap akan melanjutkan perjodohan ini, meskipun sekarang kamu sedang hamil," sambung Pak Aryan tegas.

Brisa tertegun. "Tapi, Pa, aku...."

"Dengar, Brisa," potong Pak Aryan. "Ini demi kebaikan kita semua. Keluarga Hendratama adalah keluarga yang sangat baik. Anaknya juga orang yang sukses dan bertanggung jawab. Dia akan menjadi suami yang baik untukmu dan akan menyelamatkan rasa malu kita, karena kamu hamil di luar nikah."

"Tapi, Pa, aku tidak mencintainya," ucap Brisa lirih.

"Cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, Brisa," jawab Pak Aryan.

"Lagipula, kamu akan memiliki segalanya. Kehidupan yang nyaman, keluarga yang baik, dan masa depan yang cerah."

"Mereka akan tahu kalau aku hamil," ucap Brisa dengan suara bergetar.

"Selama perutmu belum membesar, mereka tidak akan tahu. Itu sebabnya kamu harus cepat menikah."

"Aku tidak ingin membohongi siapapun, Pa," jawab Brisa. "Aku tidak bisa menikah dengan seseorang yang tidak kucintai, apalagi dalam keadaan seperti ini."

"Ini jalan satu-satunya agar kita tidak malu. Ini salahmu tak bisa jaga diri."

Seberapa pun usaha Brisa untuk memberitahu ayahnya, bahwa ia belum ada satu pun pria yang menyentuhnya, ayahnya tak akan pernah percaya, bahkan kehamilannya masih jadi misteri.

"Kamu pikir dengan memberitahu mereka tentang kehamilanmu, masalah akan selesai?" bentak Pak Aryan. "Kamu akan menjadi bahan tertawaan orang! Nama baik keluarga kita akan hancur!"

"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Pa?" tanya Brisa putus asa.

"Kamu akan tetap menikah dengan salah satu putra keluarga Hendratama," tegas Pak Aryan. "Dan kamu akan merahasiakan kehamilanmu. Anak itu akan menjadi anak suamimu. Tidak ada yang akan tahu tentang ini."

"Tidak, Pa! Aku tidak mau berbohong!" bantah Brisa.

"Kamu tidak punya pilihan lain, Brisa," ucap Pak Aryan. "Ini demi kebaikanmu dan anak yang sedang kamu kandung. Apa kamu ingin anakmu nanti tak punya ayah?"

"Bagaimana dengan masa depanku, Pa? Aku ingin melanjutkan kuliah di Inggris," ucap Brisa dengan suara bergetar.

"Luar negeri? Lupakan saja! Kamu sudah tidak bisa kuliah lagi dalam keadaan hamil di luar nikah," tegas Pak Aryan.

Brisa merasa dunianya runtuh. Semua mimpinya hancur dalam sekejap.

Pak Aryan menatap Brisa dengan tatapan tajam. "Kamu sudah tidak punya pilihan lain, Brisa."

Brisa menangis sejadi-jadinya. Hatinya hancur berkeping-keping dan terjebak dalam situasi yang sulit.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 2. Tes

    Brisa menatap layar ponselnya, jari-jarinya gemetar saat hendak menekan tombol panggilan. Akhirnya, dengan mengumpulkan keberanian, ia menekan tombol hijau."Halo, Van?" sapa Brisa dengan suara lirih."Brisa, kamu kenapa sih?" tanya Ivana khawatir.Brisa menarik napas dalam-dalam. "Van, aku... aku hamil."Seketika terdengar suara teriak dari ujung telepon. "Apa? Kamu hamil? Seriusan, Brisa?"Brisa mengangguk, meskipun Ivana tidak bisa melihatnya. "Iya, Van. Aku beneran hamil.""Tapi siapa ayahnya, Brisa? Kamu harus jujur sama aku," desak Ivana.Brisa terdiam sejenak. "Aku nggak tahu, Van. Aku beneran nggak tahu siapa ayahnya.""Hah? Kamu nggak tahu? Maksudnya gimana?" tanya Ivana tak percaya."Aku belum pernah tidur sama siapapun, Van," jawab Brisa dengan suara bergetar."Brisa, kamu jangan bohong. Masa iya kamu nggak tahu siapa ayahnya?""Aku beneran nggak bohong, Van. Aku nggak pernah melakukan hal yang macam-macam. Aku masih perawan."Ivana terdiam sejenak. Ia mengenal Brisa dengan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 3. Benih yang salah

    "Iya, Pa. Ivana menyarankan agar aku melakukan tes itu," jawab Brisa."Untuk apa kamu melakukan tes itu?" tanya Pak Aryan, suaranya meninggi."Aku ingin membuktikan pada Papa kalau aku masih perawan," jawab Brisa.Pak Aryan terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk. Ia tidak menyangka putrinya akan meminta untuk melakukan tes seperti itu."Tidak perlu," ujar Pak Aryan."Tapi, Pa....""Sudah, tidak usah diperpanjang lagi," potong Pak Aryan.Bu Tara yang sedari tadi mengamati mereka, akhirnya angkat bicara. "Aryan, biarkan saja Brisa melakukan tes itu. Ini penting untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong."Pak Aryan menatap istrinya, kemudian kembali menatap Brisa. "Baiklah, kalau itu maumu, tapi ingat, jangan pernah berbohong lagi."Brisa merasa lega mendengar persetujuan ayahnya. Ia segera memeluk ayahnya erat. "Terima kasih, Pa!"Setelah sarapan, Brisa dan Ivana berangkat ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam. Brisa merasa gugup dan cemas, sedangkan Ivana ber

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 4. Jatuh cinta

    Sinar mentari sore menyisir lembut rambut gadis itu, menciptakan halo emas di sekeliling wajahnya yang sayu. Pria itu terpaku di tempatnya, jantungnya berdebar kencang seolah hendak keluar dari rongga dada. Sejak pandangan pertama, ia tahu bahwa hidupnya takkan pernah sama lagi.Gadis itu duduk di bangku taman, sebuah buku terbuka di pangkuannya. Angin sore menghembus lembut, membolak-balik halaman buku itu. Mata pria itu tak berkedip, mengamati setiap gerakan gadis itu. Rambutnya yang terurai bebas tertiup angin, matanya yang berkilau seakan menyimpan sejuta rahasia, dan senyum tipis yang sesekali menghiasi bibirnya membuat pria itu terpukau.Sejak dulu, pria itu bukanlah tipe pria yang mudah jatuh cinta. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada gadis ini. Tatapannya yang dalam seolah menembus jiwa, aura misterius yang mengelilinginya, dan kecantikannya yang alami membuatnya merasa tertarik secara mendalam.Dengan hati berdebar, pria itu mendekati gadis itu. Ia ragu-ragu sejenak, lalu me

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 5. Pertemuan

    Hati Brisa terasa diremas. Perasaan campur aduk memenuhi dadanya. Ada kekecewaan, ketakutan, dan sedikit rasa penasaran. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan seperti ini."Pa, aku belum siap untuk menikah," ujar Brisa lirih.Pak Aryan menghela napas panjang. "Papa tahu kamu belum siap, Nak, tapi pernikahan ini akan sangat menguntungkan kita. Keluarga Hendratama adalah keluarga yang sangat berpengaruh. Pernikahan dengan putra mereka akan membuka banyak peluang baru untukmu."Brisa terdiam. Ia tahu ayahnya hanya menginginkan yang terbaik untuknya. Namun, ia tidak bisa memaksakan dirinya untuk mencintai seseorang hanya karena perjodohan."Tapi, Pa, bagaimana jika aku tidak menyukai orang itu?" tanya Brisa.Pak Aryan tersenyum tipis. "Tentu saja kamu berhak untuk tidak menyukainya. Papa sudah membicarakan hal ini dengan keluarga Hendratama. Mereka setuju jika kamu ingin mengenal calonmu lebih dulu. Jika setelah beberapa kali pertemuan, kamu merasa tidak cocok, kamu tidak perlu melan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 6. kesalahan fatal

    Brisa dan Sagara saling berpandangan, keheningan di antara mereka begitu pekat. Pernyataan Pak Raditya barusan masih menggantung di udara, menggetarkan hati Brisa. "Bolehkah kami diberi waktu untuk lebih saling mengenal?" pinta Brisa, suaranya lirih namun penuh keteguhan. Pak Raditya dan Bu Arini saling bertukar pandang, mencoba membaca pikiran satu sama lain. Mereka tahu, memaksakan kehendak bukanlah jawabannya. "Tentu saja, Nak," ujar Pak Raditya akhirnya. "Kami hanya berharap, kalian bisa segera mengambil keputusan yang terbaik." Brisa mengangguk pelan. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya, meskipun kebimbangan tetap menyelimutinya. Setelah makan siang usai, Brisa dan Sagara menyendiri di sudut ruangan, duduk berseberangan. "Terima kasih!" Suara Sagara terdengar begitu tulus. "Terima kasih karena sudah mau menerima perjodohan ini." Brisa tersenyum kecil, meskipun hatinya masih dipenuhi tanya. "Aku juga senang bisa mengenalmu lebih dekat." Sagara menatapnya, sorot matan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 7. Kekeliruan yang tak termaafkan

    Sementara itu, Mattheo, pria yang namanya kini tertera pada tabung kosong di tangannya adalah seseorang yang tidak terlalu ia kenal secara pribadi. Yang ia tahu, pria itu adalah pejuang yang baru saja memenangkan pertarungannya melawan kanker darah. Sebelum menjalani pengobatan, Mattheo menyimpan spermanya di bank sperma, berjaga-jaga kalau terapi yang ia jalani akan membuatnya mandul. Dan sekarang, pria itu tanpa sepengetahuannya telah menjadi ayah dari seorang anak yang bahkan tidak pernah ia rencanakan. Tangan dokter Angga bergetar semakin hebat. Ia harus segera bertindak. Dengan napas memburu, ia meraih ponselnya dan mencari kontak Mattheo. Setelah menemukannya, jemarinya yang basah oleh keringat mulai mengetik pesan. "Pak Mattheo, saya perlu bicara dengan Anda. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus saya sampaikan." Jantungnya berdebar kencang saat menunggu balasan. Waktu terasa berjalan lambat. Lalu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. "Ada apa, Dok? Ada masal

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 8. Undangan kencan

    Brisa sedang asyik membaca buku di kamarnya ketika ponselnya bergetar. Nama Sagara muncul di layar, membuatnya tersenyum tipis. Jantungnya berdebar pelan saat ia membuka pesan tersebut."Hai Sayang, lagi ngapain? Aku kepikiran kamu nih. Udah makan belum? Jangan lupa jaga kesehatan ya. Love you."Brisa menggigit bibirnya, merasakan kehangatan menyelinap ke dalam hatinya. Namun sebelum ia sempat membalas, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, pesan suara.Dengan sedikit ragu, ia menekan tombol play."Halo Sayang, dengerin ya. Aku kangen banget sama kamu. Aku pengen cepet-cepet ketemu. Malam ini, mau nggak kalau kita jalan-jalan di pantai? Aku udah pesenin tempat yang bagus kok. Aku tunggu jawaban kamu, ya."Senyumnya melebar. Sagara selalu tahu cara membuatnya merasa spesial. Dengan cepat, jari-jarinya menari di atas layar."Terima kasih sudah membuat hariku lebih berwarna, Sagara! Aku juga kangen banget sama kamu. Nanti malam aku free kok. Aku tunggu di tempat yang kamu bilang ya."Tak

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 9. Panggilan telepon

    Tangannya gemetar sedikit saat ia mencoba tersenyum. "Sagara, aku sangat senang kamu mengatakan itu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkannya." Sagara tak menunjukkan kekecewaan. Ia justru tersenyum lembut, mengangguk penuh pengertian. "Tentu saja, Sayang. Aku akan memberimu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu aku mencintaimu dan aku akan selalu ada untukmu." Brisa menatapnya dalam, matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa sadar, ia menggenggam tangan Sagara lebih erat. Malam ini, di bawah langit yang dihiasi bintang, Brisa merasakan betapa tulusnya cinta Sagara. Namun, di balik itu semua, hatinya tetap dipenuhi ketakutan. Brisa tersenyum bahagia ketika Sagara meraih tangannya dengan lembut. Matanya membulat saat melihat sebuah kotak beludru kecil di tangan pria itu. Dengan hati-hati, Sagara membukanya, memperlihatkan gelang berlian yang berkilauan di bawah cahaya malam. Gelang itu luar biasa. Bertabur berlian langka berwarna merah

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12

Bab terbaru

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 101. Ketegangan yang nyata

    Bu Tara mengangguk kecil sambil melepas kacamata hitamnya. "Terima kasih, Mbak Ani. Semua baik-baik saja, kan?" Mbak Ani tersenyum canggung. "Semuanya baik-baik saja, Bu." Pak Aryan ikut masuk, meletakkan koper di dekat sofa. Ia memutar lehernya ke kanan dan kiri, lalu bertanya dengan suara yang khas, dalam dan tenang, "Tidak ada masalah selama kami pergi?" Mbak Ani sempat ragu, namun akhirnya menjawab, "Tidak ada, Pak. Rumah baik-baik saja. Hanya kemarin...." Bu Tara yang baru saja duduk di sofa, menoleh cepat. "Kemarin? Ada apa?" Mbak Ani mengatupkan tangan di depan perutnya, menunduk sedikit. "Mas Brian sempat datang ke rumah." Keduanya saling pandang seketika. Wajah Pak Aryan yang biasanya tenang, tampak berubah. Matanya mengeras. Sementara Bu Tara mengerutkan kening, terlihat cemas. "Brian?" ulang Pak Aryan, nadanya berat. "Apa yang kamu katakan padanya?" Mbak Ani menelan ludah. "Saya bilang kalau Bapak dan Ibu sedang pergi ke luar negeri." Pak Aryan memicingkan mata, se

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 100. Tidak ada kehangatan

    "Pergi? Ke mana?" "Keluar negeri, Mas. Sudah tiga hari yang lalu." Deg. Brian mengerutkan kening. "Keluar negeri? Serius? Brisa juga ikut?" Mbak Ani mengangguk pelan. "Iya, Mas. Bertiga. Ibu, Bapak, sama Mbak Brisa. Mereka nggak bilang pergi ke mana secara spesifik, cuma bilang mereka akan tinggal cukup lama di luar negeri." Brian mundur satu langkah, kepalanya mendadak ringan, seperti darah mengalir terlalu cepat ke ubun-ubun. "Mereka ninggalin Indonesia dan nggak bilang apa-apa ke aku?" Mbak Ani tampak canggung. "Maaf, Mas. Saya juga nggak tahu banyak. Saya hanya diberi tugas menjaga rumah sementara. Mereka cuma bilang bahwa mereka pergi untuk waktu yang belum bisa dipastikan." "Nggak ninggalin pesan? Nggak ada surat buat aku? Nggak ada kabar?" Mbak Ani menggeleng pelan. Brian terdiam beberapa saat. Matanya memerah, rahangnya mengeras. "Mbak, Brisa nggak bilang apa-apa sebelum pergi? Tentang aku? Tentang bayi kami?" "Saya benar-benar nggak tahu, Mas. Maaf. Mb

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 99. Langit sore yang kelabu

    Malam itu, setelah semua tenang dan lampu ruangan dipadamkan, Brisa duduk sendiri di depan jendela. Di luar, salju tipis mulai turun, menyelimuti halaman rumah Bibi Rika. Ia memeluk bantal kecil sambil mengusap perutnya. “Hari pertama kita di tempat yang baru, Nak,” bisiknya lembut. “Maaf, kalau dunia belum terlalu ramah padamu, tapi Ibu janji, kita akan cari tempat yang bisa jadi rumah. Rumah yang sesungguhnya.” *** Hari-hari selanjutnya berlalu dalam keheningan yang menyembuhkan. Bibi Rika mengajaknya berjalan pagi ke taman kecil dekat kuil, mengajarkan Brisa cara membuat onigiri, dan memperkenalkan berbagai teh herbal yang bisa membuatnya rileks. Brisa mulai menulis lagi. Ia membuka laptop tuanya dan mulai mengetik catatan harian, entah untuk dirinya sendiri, untuk anaknya, atau untuk masa depannya. Pagi hari rumah itu dipenuhi aroma teh chamomile. Siang hari, suara radio Jepang mengalun pelan, kadang lagu lama, kadang sekadar berita. Malam hari, rumah itu senyap kecuali detak

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 98. Bibi Rika

    Brisa duduk di dekat jendela. Tangannya mengelus perutnya yang membuncit. Di sampingnya, Bu Tara duduk dengan kepala bersandar, tertidur. Pak Aryan di sisi lain, memejamkan mata meski jelas tak benar-benar tidur. Brisa melihat ke jendela kecil pesawat dan menatap ke luar. Di ketinggian itu, awan terlihat seperti hamparan kapas tak berujung. Dunia di bawah sana tidak terlihat. Seolah semuanya lenyap. Kenangan, luka, air mata, semua ditinggalkan di tanah yang menjauh. Ia menghela napas pelan. Tangan kirinya menyentuh kaca jendela. “Aku nggak tahu masa depanku akan seperti apa, tapi aku akan berusaha demi anak ini.” Tangannya mengusap lembut perutnya. “Dan demi diriku sendiri.” Sementara itu, di rumah yang ditinggalkan, di kamar Brisa terasa hampa. Boneka-boneka kecil, beberapa bingkai foto, dan tirai warna putih masih tergantung. Di meja rias, ada secarik kertas yang tertinggal, ditulis Brisa semalam sebelum berangkat. Untuk diriku yang akan kembali. Jangan lupa bahwa kamu pernah

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 97. Bandara

    Langit di luar terminal masih abu-abu. Sisa gerimis semalam membuat lantai trotoar bandara licin dan berkilau samar tertimpa lampu kuning dari deretan tiang lampu. Di dalam terminal, keramaian bercampur dengan suara koper beroda yang bergesekan, pengumuman jadwal keberangkatan, dan langkah kaki orang-orang yang tergesa-gesa.Brisa berdiri diam di dekat pintu masuk keberangkatan internasional, jaket kremnya terlipat rapi di lengan. Wajahnya terlihat tenang, tapi matanya tidak bisa berbohong. Ada beban yang ia bawa, beban yang tak terlihat namun terasa beratnya di setiap tarikan napas.Di sampingnya, Bu Tara tengah memeriksa paspor dan dokumen, sedangkan Pak Aryan mengawasi koper yang sudah tersusun di troli. Mereka berdua tampak lelah, tapi jelas berusaha menyembunyikan perasaan agar Brisa tidak semakin terbebani.Arga datang tergesa dari arah pintu masuk, jaket denimnya setengah basah karena sempat terguyur hujan. Nafasnya sedikit terengah, rambutnya acak-acakan, tapi yang paling menc

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 96. Pergi

    Sore itu, rumah keluarga Brisa terasa lebih lengang dari biasanya. Udara sejuk dari jendela terbuka membawa aroma rumput basah dan rintik gerimis yang mulai turun perlahan.Brisa membuka pintu rumah dengan langkah pelan. Sepatu yang basah oleh gerimis meninggalkan jejak samar di lantai. Ibunya, Bu Tara, yang mendengar suara pintu segera keluar dari dapur.“Brisa, kamu sudah pulang?” Suaranya lembut namun sarat kecemasan.Pak Aryan muncul dari ruang kerja, menatap putrinya lekat-lekat.Brisa memaksakan senyum kecil. “Ma, Pa.”Bu Tara buru-buru menghampiri dan memeluknya erat. Pelukan itu hangat, lama, dan penuh rasa khawatir yang tak bisa diucapkan. “Kamu nggak apa-apa, kan?” bisiknya.Brisa mengangguk pelan. “Aku cuma butuh sedikit waktu untuk menenangkan diri."Setelah itu mereka duduk bertiga di ruang keluarga. Tidak ada televisi menyala, tidak ada suara musik. Hanya keheningan yang mengendap di antara mereka.Pak Aryan bersandar di sofa, tangannya bertaut di depan dada, sedangkan

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 95. Pergi dari rumah

    Beberapa saat kemudian, pintu kamar Brisa terbuka. Brisa melangkah keluar dengan sebuah koper besar di tangannya. Ia tampak terkejut melihat Ivana masih duduk di ruang tamu.“Kamu masih di sini?” tanya Brisa, nada suaranya dingin.Ivana bangkit berdiri, matanya menatap koper besar itu. “Kamu… kamu mau pergi?”Brisa menunduk sejenak, lalu menatap Ivana lurus. “Iya. Aku nggak bisa tinggal di rumah ini lagi. Terlalu banyak kenangan buruk dan Sagara sudah tidak ada lagi di sini."Ivana membuka mulutnya, seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tak ada kata yang keluar. Ia hanya berdiri di tempat, tubuhnya terasa kaku. Ada perasaan bersalah yang menyelinap di hatinya, tapi ia menekannya dalam-dalam.Brisa menyeret kopernya ke dekat pintu. Ia mengambil jaket dari gantungan, lalu berbalik menatap Ivana sekali lagi.“Kalau kamu datang buat bicara soal hubunganmu dengan Brian, aku nggak tertarik. Kalian bisa melakukan apa pun yang kalian mau, tapi aku nggak akan tinggal di tengah drama kalian. La

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 94. Surat untuk Brisa

    Suasana di ruang tamu semakin hening, hanya terdengar detakan jam dinding yang seakan mengiringi kegelisahan di dalam dada Brian. Ia mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan tatapan dokter Angga yang masih menunggu reaksi selanjutnya.Brian menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia tahu ini bukan saatnya emosi. Ia bertanya dengan nada pelan, "Apakah Brisa sudah tahu?" Dokter Angga menggeleng perlahan."Saya belum memberitahunya," ujar dokter Angga, suara berat dan penuh pertimbangan. "Itulah alasan saya datang ke sini. Saya ingin bicara langsung dengan Bu Brisa, menjelaskan semuanya dari awal."Brian menatap dokter Angga beberapa saat sebelum mengangguk. Tidak ada kata-kata lagi. Setelah berpamitan, dokter Angga pun pergi meninggalkan rumah yang kembali tenggelam dalam keheningan.Brian menatap pintu yang baru saja tertutup di belakang dokter Angga. Ia menunduk, menggenggam ponselnya. Ia mencoba menelepon Brisa. Sekali, dua kali. Tak dijawab. Ia mengirim pesan

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 93. Penerima donor

    Setelah rapat selesai, Brian berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan campur aduk. Ia tahu ini bukan hal yang mudah, tetapi ia sudah bertekad untuk menjalankan tugasnya. Malam itu, setelah hari yang panjang, Brian kembali ke rumah Brisa dan Sagara. Begitu memasuki rumah, ia langsung merasakan kekosongan yang begitu mencengkeram. Ruang tamu sunyi hanya ada bayangan perabotan yang tampak seperti saksi bisu dari kebahagiaan yang dulu pernah ada. Rumah itu masih sama, tetapi rasanya berbeda. Seperti kehilangan jiwanya. Langkah Brian terasa berat saat ia berjalan ke dalam. Meja makan yang dulu sering mereka gunakan untuk berkumpul kini tertata rapi, tak tersentuh. Di sudut ruangan, foto pernikahan Sagara dan Brisa masih berdiri kokoh di atas meja kecil. Brian mengulurkan tangan, jemarinya menyentuh bingkai itu. Sagara tersenyum dalam foto itu, begitu bahagia, begitu hidup. Brian menarik napas dalam, mencoba menekan rasa kehilangan yang tiba-tiba menyerangnya. Hari-hari

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status