Home / Romansa / Bayi Miliarder Yang Tak Terduga / Bab 3. Benih yang salah

Share

Bab 3. Benih yang salah

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2025-02-14 07:24:36

"Iya, Pa. Ivana menyarankan agar aku melakukan tes itu," jawab Brisa.

"Untuk apa kamu melakukan tes itu?" tanya Pak Aryan, suaranya meninggi.

"Aku ingin membuktikan pada Papa kalau aku masih perawan," jawab Brisa.

Pak Aryan terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk. Ia tidak menyangka putrinya akan meminta untuk melakukan tes seperti itu.

"Tidak perlu," ujar Pak Aryan.

"Tapi, Pa...."

"Sudah, tidak usah diperpanjang lagi," potong Pak Aryan.

Bu Tara yang sedari tadi mengamati mereka, akhirnya angkat bicara. "Aryan, biarkan saja Brisa melakukan tes itu. Ini penting untuk membuktikan bahwa dia tidak berbohong."

Pak Aryan menatap istrinya, kemudian kembali menatap Brisa. "Baiklah, kalau itu maumu, tapi ingat, jangan pernah berbohong lagi."

Brisa merasa lega mendengar persetujuan ayahnya. Ia segera memeluk ayahnya erat. "Terima kasih, Pa!"

Setelah sarapan, Brisa dan Ivana berangkat ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya diam. Brisa merasa gugup dan cemas, sedangkan Ivana berusaha menenangkannya.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ruang pemeriksaan. Dokter yang memeriksa Brisa adalah dokter yang sama yang direkomendasikan oleh Ivana. Dokter itu sangat ramah dan menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dengan detail.

"Tenang saja, Brisa! Semua akan baik-baik saja," ucap Ivana sambil menggenggam tangan Brisa.

Setelah pemeriksaan selesai, Brisa dan Ivana menunggu hasil tes di ruang tunggu. Brisa merasa sangat gelisah. Ia terus bertanya-tanya dalam hati, bagaimana jika hasilnya tidak sesuai dengan yang ia harapkan?

Beberapa saat kemudian, dokter keluar dan memanggil nama Brisa. Brisa dan Ivana segera berdiri dan mengikuti dokter itu ke ruangannya.

"Hasil pemeriksaannya sudah keluar," ujar dokter. "Dan hasilnya, kamu masih perawan."

Brisa dan Ivana saling berpandangan, wajah mereka dipenuhi oleh rasa lega. Akhirnya, kebenaran telah terungkap.

"Dokter, apakah ada kemungkinan saya hamil tanpa berhubungan seksual?" tanya Brisa dengan suara pelan.

Dokter itu tersenyum lembut. "Kemungkinan itu sangat kecil, tapi tidak sepenuhnya tidak mungkin. Ada beberapa kondisi medis yang bisa menyebabkan kehamilan tanpa adanya hubungan seksual. Hasil dari pemeriksaan, kamu memang hamil dan usia kandungan tiga Minggu."

Namun yang lebih mengejutkan lagi adalah dokter juga menyebutkan kemungkinan adanya prosedur inseminasi buatan.

"Maksud dokter, saya di inseminasi?" tanya Brisa dengan suara bergetar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Dokter mengangguk pelan. "Kemungkinan itu ada, Nona. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sperma di dalam tubuh Anda dan mengingat Anda mengatakan belum pernah melakukan hubungan seksual, maka prosedur inseminasi menjadi salah satu kemungkinan yang paling masuk akal."

Brisa merasa dunia seakan runtuh. Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi padanya? Ia sama sekali tidak pernah berpikir untuk melakukan inseminasi. "Tapi, Dok, saya tidak pernah melakukan prosedur seperti itu. Saya tidak tahu apa-apa tentang ini."

Ivana yang mendengar percakapan mereka merasa sangat bingung. "Dokter, apakah ada kemungkinan terjadi kesalahan?" tanyanya.

Dokter menggelengkan kepala. "Kemungkinan kesalahan medis sangat kecil. Namun, saya sarankan Anda untuk mencoba mengingat-ingat kembali. Apakah ada kejadian yang mencurigakan sebelum Anda mengetahui kehamilan ini? Misalnya, apakah Anda pernah pergi ke rumah sakit atau klinik untuk melakukan pemeriksaan kesehatan?"

Brisa berusaha mengingat-ingat. "Saya pernah pergi ke rumah sakit untuk tes kesehatan rutin beberapa hari yang lalu," jawabnya.

"Apa yang Anda lakukan di sana selain tes kesehatan?" tanya dokter lagi.

Brisa mencoba mengingat-ingat dengan seksama. "Saya hanya melakukan tes darah dan urine, lalu tes kesehatan kandungan. Di sana dokter menyuntikkan sesuatu ke tubuh saya."

"Sangat mungkin prosedur inseminasi dilakukan saat itu," ujar dokter. "Saya sarankan Anda untuk kembali ke rumah sakit tempat Anda melakukan pemeriksaan kesehatan dan menanyakan hal ini pada dokter yang merawat Anda."

Brisa dan Ivana saling pandang. Mereka berdua merasa sangat terkejut dan bingung. Bagaimana bisa mereka tidak mengetahui hal ini?

Brisa dan Ivana keluar dari ruangan dokter dengan perasaan campur aduk. Mereka memutuskan untuk segera kembali ke rumah sakit tempat Brisa melakukan pemeriksaan.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju ke bagian informasi untuk mencari tahu di mana ruangan dokter Rahman yang pernah memeriksa Brisa. Setelah menemukan ruangan tersebut, mereka pun mengetuk pintu.

"Permisi, Dok," sapa Brisa. "Saya ingin bertanya tentang pemeriksaan yang saya lakukan beberapa waktu lalu."

Dokter itu menatap Brisa dengan heran. "Oh, Nona Brisa. Ada apa?"

Brisa menceritakan semuanya kepada dokter itu. Ia menjelaskan tentang hasil pemeriksaan kehamilannya dan kemungkinan adanya prosedur inseminasi.

Dokter itu terdiam sejenak, kemudian meminta Brisa untuk menunggu sebentar. Ia masuk ke dalam ruangannya dan keluar beberapa saat kemudian dengan membawa sebuah file.

"Nona Brisa, saya sudah memeriksa catatan medis Anda," ujar dokter Rahman. "Ternyata benar, ada prosedur inseminasi yang dilakukan pada Anda."

Brisa merasa sangat marah dan kecewa. Bagaimana bisa ada orang yang seenaknya melakukan prosedur medis pada dirinya tanpa sepengetahuannya?

"Saya ingin tahu siapa yang bertanggung jawab atas hal ini," tegas Brisa.

Dokter itu mengangguk. "Saya akan berusaha mencari tahu. Namun, saya membutuhkan waktu untuk menyelidiki."

Brisa dan Ivana keluar dari rumah sakit dengan perasaan yang sangat berat. Mereka tidak pernah menyangka akan mengalami kejadian seperti ini.

***

Pintu rumah terbuka lebar, membiarkan angin malam menerpa wajah Brisa dan Ivana. Langkah mereka terhenti di ambang pintu, tatapan mereka bertemu dengan sepasang mata penuh kecemasan milik Pak Aryan dan Bu Tara.

"Bagaimana hasilnya, Nak?" tanya Pak Aryan, suaranya sedikit bergetar.

Brisa menatap ayahnya dalam-dalam, lalu menghela napas panjang. "Papa, aku masih perawan."

Jawaban Brisa bagaikan bom yang meledak di tengah ruangan. Pak Aryan terbelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia meraih hasil tes dari tangan Brisa, matanya menelusuri setiap kata yang tertulis di sana.

Bu Tara menghampiri Brisa, memeluknya erat. "Syukurlah, Nak. Ibu sangat senang mendengarnya."

Pak Aryan masih terdiam, seolah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia membaca ulang hasil tes itu berkali-kali, berharap ada kesalahan. Namun, kenyataan pahit tetap saja tidak bisa diubah.

"Bagaimana ini bisa terjadi, Brisa?" tanya Pak Aryan, suaranya terdengar parau. "Kalau kamu masih perawan, lalu kenapa kamu bisa hamil?"

Brisa menjelaskan semuanya dengan jujur. Ia menceritakan tentang kesalahan medis yang telah terjadi, tentang inseminasi buatan yang dilakukan tanpa sepengetahuannya.

"Jadi, ada orang yang sengaja melakukan ini padamu?" tanya Pak Aryan, suaranya meninggi.

Brisa menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu, Pa. Aku hanya mengikuti prosedur pemeriksaan yang disarankan dokter."

Pak Aryan mengepalkan tangannya erat-erat. Amarahnya meluap-luap. "Ini tidak bisa dibiarkan! Aku akan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas hal ini!"

Bu Tara berusaha menenangkan suaminya. "Tenanglah, Aryan! Kita harus mencari solusi terbaik untuk masalah ini."

Brisa merasa sangat sedih, ia tidak pernah menyangka hidupnya akan menjadi seperti ini.

"Maafkan aku, Pa, Ma," lirih Brisa.

"Bukan salahmu, Nak," ujar Bu Tara sambil mengusap air mata Brisa. "Ini semua karena kesalahan orang lain."

Pak Aryan masih terlihat marah dan kecewa. Ia merasa sangat bersalah karena tidak bisa melindungi putrinya.

"Aku akan melaporkan kejadian ini ke polisi," tegas Pak Aryan. "Pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 4. Jatuh cinta

    Sinar mentari sore menyisir lembut rambut gadis itu, menciptakan halo emas di sekeliling wajahnya yang sayu. Pria itu terpaku di tempatnya, jantungnya berdebar kencang seolah hendak keluar dari rongga dada. Sejak pandangan pertama, ia tahu bahwa hidupnya takkan pernah sama lagi.Gadis itu duduk di bangku taman, sebuah buku terbuka di pangkuannya. Angin sore menghembus lembut, membolak-balik halaman buku itu. Mata pria itu tak berkedip, mengamati setiap gerakan gadis itu. Rambutnya yang terurai bebas tertiup angin, matanya yang berkilau seakan menyimpan sejuta rahasia, dan senyum tipis yang sesekali menghiasi bibirnya membuat pria itu terpukau.Sejak dulu, pria itu bukanlah tipe pria yang mudah jatuh cinta. Namun, ada sesuatu yang berbeda pada gadis ini. Tatapannya yang dalam seolah menembus jiwa, aura misterius yang mengelilinginya, dan kecantikannya yang alami membuatnya merasa tertarik secara mendalam.Dengan hati berdebar, pria itu mendekati gadis itu. Ia ragu-ragu sejenak, lalu me

    Last Updated : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 5. Pertemuan

    Hati Brisa terasa diremas. Perasaan campur aduk memenuhi dadanya. Ada kekecewaan, ketakutan, dan sedikit rasa penasaran. Ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan seperti ini."Pa, aku belum siap untuk menikah," ujar Brisa lirih.Pak Aryan menghela napas panjang. "Papa tahu kamu belum siap, Nak, tapi pernikahan ini akan sangat menguntungkan kita. Keluarga Hendratama adalah keluarga yang sangat berpengaruh. Pernikahan dengan putra mereka akan membuka banyak peluang baru untukmu."Brisa terdiam. Ia tahu ayahnya hanya menginginkan yang terbaik untuknya. Namun, ia tidak bisa memaksakan dirinya untuk mencintai seseorang hanya karena perjodohan."Tapi, Pa, bagaimana jika aku tidak menyukai orang itu?" tanya Brisa.Pak Aryan tersenyum tipis. "Tentu saja kamu berhak untuk tidak menyukainya. Papa sudah membicarakan hal ini dengan keluarga Hendratama. Mereka setuju jika kamu ingin mengenal calonmu lebih dulu. Jika setelah beberapa kali pertemuan, kamu merasa tidak cocok, kamu tidak perlu melan

    Last Updated : 2025-02-14
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 6. kesalahan fatal

    Brisa dan Sagara saling berpandangan, keheningan di antara mereka begitu pekat. Pernyataan Pak Raditya barusan masih menggantung di udara, menggetarkan hati Brisa."Bolehkah kami diberi waktu untuk lebih saling mengenal?" pinta Brisa, suaranya lirih namun penuh keteguhan.Pak Raditya dan Bu Arini saling bertukar pandang, mencoba membaca pikiran satu sama lain. Mereka tahu, memaksakan kehendak bukanlah jawabannya."Tentu saja, Nak," ujar Pak Raditya akhirnya. "Kami hanya berharap, kalian bisa segera mengambil keputusan yang terbaik."Brisa mengangguk pelan. Ada sedikit kelegaan dalam hatinya, meskipun kebimbangan tetap menyelimutinya.Setelah makan siang usai, Brisa dan Sagara menyendiri di sudut ruangan, duduk berseberangan."Terima kasih!" Suara Sagara terdengar begitu tulus. "Terima kasih karena sudah mau menerima perjodohan ini."Brisa tersenyum kecil, meskipun hatinya masih dipenuhi tanya. "Aku juga senang bisa mengenalmu lebih dekat."Sagara menatapnya, sorot matanya dalam dan ha

    Last Updated : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 7. Kekeliruan yang tak termaafkan

    Sementara itu, Mattheo, pria yang namanya kini tertera pada tabung kosong di tangannya adalah seseorang yang tidak terlalu ia kenal secara pribadi. Yang ia tahu, pria itu adalah pejuang yang baru saja memenangkan pertarungannya melawan kanker darah. Sebelum menjalani pengobatan, Mattheo menyimpan spermanya di bank sperma, berjaga-jaga kalau terapi yang ia jalani akan membuatnya mandul.Dan sekarang, pria itu tanpa sepengetahuannya telah menjadi ayah dari seorang anak yang bahkan tidak pernah ia rencanakan.Tangan Angga bergetar semakin hebat. Ia harus segera bertindak. Dengan napas memburu, ia meraih ponselnya dan mencari kontak Mattheo. Setelah menemukannya, jemarinya yang basah oleh keringat mulai mengetik pesan."Pak Mattheo, saya perlu bicara dengan Anda. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus saya sampaikan."Jantungnya berdebar kencang saat menunggu balasan. Waktu terasa berjalan lambat.Lalu, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk."Ada apa, Dok? Ada masalah?"Angga menelan

    Last Updated : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 8. Undangan kencan

    Brisa sedang asyik membaca buku di kamarnya ketika ponselnya bergetar. Nama Sagara muncul di layar, membuatnya tersenyum tipis. Jantungnya berdebar pelan saat ia membuka pesan tersebut."Hai Sayang, lagi ngapain? Aku kepikiran kamu nih. Udah makan belum? Jangan lupa jaga kesehatan ya. Love you."Brisa menggigit bibirnya, merasakan kehangatan menyelinap ke dalam hatinya. Namun sebelum ia sempat membalas, ponselnya kembali bergetar. Kali ini, pesan suara.Dengan sedikit ragu, ia menekan tombol play."Halo Sayang, dengerin ya. Aku kangen banget sama kamu. Aku pengen cepet-cepet ketemu. Malam ini, mau nggak kalau kita jalan-jalan di pantai? Aku udah pesenin tempat yang bagus kok. Aku tunggu jawaban kamu, ya."Senyumnya melebar. Sagara selalu tahu cara membuatnya merasa spesial. Dengan cepat, jari-jarinya menari di atas layar."Terima kasih sudah membuat hariku lebih berwarna, Sagara! Aku juga kangen banget sama kamu. Nanti malam aku free kok. Aku tunggu di tempat yang kamu bilang ya."Tak

    Last Updated : 2025-03-03
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 9. Panggilan telepon

    Tangannya gemetar sedikit saat ia mencoba tersenyum. "Sagara, aku sangat senang kamu mengatakan itu, tapi aku butuh waktu untuk memikirkannya." Sagara tak menunjukkan kekecewaan. Ia justru tersenyum lembut, mengangguk penuh pengertian. "Tentu saja, Sayang. Aku akan memberimu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku tidak ingin memaksamu. Aku hanya ingin kamu tahu aku mencintaimu dan aku akan selalu ada untukmu." Brisa menatapnya dalam, matanya mulai berkaca-kaca. Tanpa sadar, ia menggenggam tangan Sagara lebih erat. Malam ini, di bawah langit yang dihiasi bintang, Brisa merasakan betapa tulusnya cinta Sagara. Namun, di balik itu semua, hatinya tetap dipenuhi ketakutan. Brisa tersenyum bahagia ketika Sagara meraih tangannya dengan lembut. Matanya membulat saat melihat sebuah kotak beludru kecil di tangan pria itu. Dengan hati-hati, Sagara membukanya, memperlihatkan gelang berlian yang berkilauan di bawah cahaya malam. Gelang itu luar biasa. Bertabur berlian langka berwarna merah

    Last Updated : 2025-03-12
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 10. Potongan Puzzle

    Senja mulai turun saat Brisa duduk di sudut kafe, tatapannya menerawang ke luar jendela. Langit Jakarta mulai berpendar keemasan, menciptakan siluet kota yang muram. Tangannya yang menggenggam cangkir teh sedikit bergetar. Sudah satu jam sejak ia tiba, tapi sosok dokter yang ditunggunya tak juga muncul.Ia mengingat kembali telepon yang ia terima tadi siang. "Bu Brisa, ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan Anda. Mari bertemu di Kafe Mediteranian pukul 16.00."Tanpa penjelasan. Tanpa petunjuk. Hanya pesan penuh misteri yang kini membebani dadanya. Penasaran? Ya. Tapi yang lebih kuat kini adalah rasa cemas yang perlahan merayapi pikirannya.Ia menghela napas, lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya dengan cepat mencari kontak yang baru saja menghubunginya siang tadi. Ia menekan tombol panggil.Nada sambung. Sekali. Dua kali. Lalu mati.Brisa mencoba lagi. Tetap tak tersambung.Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Tangan kanannya mengepal di atas meja. Ada apa ini?Di luar, huj

    Last Updated : 2025-03-13
  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 11. Harapan dan rasa takut

    Cahaya rembulan menyelinap melalui jendela kamar Brisa, menciptakan bayangan lembut di dinding. Malam begitu sunyi hanya suara detak jam yang terdengar samar, mengikuti irama debaran jantungnya. Brisa merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ponselnya menyala terang di genggaman. Satu notifikasi muncul. Sagara. Sudut bibirnya terangkat tipis saat ia membuka pesannya. "Bintang di langit malam ini sepertinya iri melihat kita yang sedang kasmaran. Kamu tahu, Sayang? Setiap kali aku melihat bulan, aku selalu teringat padamu. Cahayamu selalu menerangi hidupku." Dada Brisa menghangat. Jari-jarinya gemetar pelan saat membalas pesan itu. "Aku juga selalu memikirkanmu, Sagara. Rasanya dunia ini jauh lebih indah saat bersamamu. Terima kasih sudah selalu ada untukku." Percakapan mereka mengalir begitu saja, seperti aliran sungai yang tenang namun tak pernah berhenti. Setiap pesan yang masuk dari Sagara membuatnya tersenyum, membuat hatinya melayang di antara bintang-bintang. "Aku ingin kita s

    Last Updated : 2025-03-13

Latest chapter

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 23. Tidak bisa terus berbohong

    “Siapa sih pengirimnya? Jangan bikin penasaran, dong,” goda Rani dengan nada menggoda.Brisa hanya tersenyum tipis, matanya berbinar dengan kilau misterius saat ia menatap Kartika. “Seseorang yang baik,” jawabnya singkat.Kartika mengerjap, jelas tidak puas dengan jawaban itu. “Seseorang yang baik? Ah, jangan bikin penasaran! Ayo, spill dong!” desaknya sambil mencubit lengan Brisa pelan.Seketika, ruangan menjadi lebih ramai. Rekan-rekan kerja yang tadinya sibuk dengan pekerjaan mereka kini menoleh dengan penuh rasa ingin tahu. Selama ini, Brisa dikenal sebagai sosok mandiri, hampir tidak pernah terlihat dekat dengan pria mana pun. Maka, kemunculan buket mawar itu menjadi topik paling menarik hari ini.“Wah, ada yang lagi dimabuk cinta, nih,” seru Kartika, disambut tawa beberapa rekan kerja lainnya.“Siapa sih? Cowok ganteng, kan?” tanya Rani sambil mengangkat alis, penuh rasa ingin tahu.Brisa hanya tertawa kecil, pipinya mulai memanas. Ia tidak menyangka reaksi teman-temannya akan s

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 22. Buket bunga mawar

    “Terima kasih, Ma, Pa,” ucapnya lirih, penuh rasa syukur. Mereka bertiga lalu duduk bersama, mengobrol panjang lebar tentang pernikahan Brisa dan Sagara. Mereka membicarakan tanggal, tempat, dan segala persiapan yang diperlukan. Brisa mendengarkan dengan mata berbinar, hatinya terasa begitu ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasakan kebahagiaan yang utuh. *** Brisa duduk di tepi ranjang, menggenggam ponselnya erat-erat. Jantungnya berdetak kencang saat melihat nama Sagara muncul di layar. Ia menarik napas dalam, mencoba mengendalikan debaran di dadanya sebelum akhirnya menekan tombol hijau. “Halo, Sayang!” suara Sagara terdengar hangat, seperti pelukan di malam yang dingin. Brisa menggigit bibirnya, senyum tersungging di wajahnya. “Halo, Sagara!” Suaranya sedikit gemetar. “Aku mau bilang, aku terima lamaranmu.” Keheningan menyelimuti sejenak, hanya ada suara napas tertahan di ujung telepon. Lalu, tawa bahagia meledak dari seberang sana. “Benarkah, Sayang

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 21. Keputusan penting

    Saat istirahat siang, Brisa memilih menjauh sejenak dari hiruk-pikuk kantor. Ia berjalan tanpa tujuan di sekitar gedung, membiarkan angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya yang terasa hangat oleh kegelisahan. Rasanya sesak berada di dalam ruangan terlalu lama dengan pikiran yang terus berputar.Ia menemukan sebuah bangku taman yang sepi, lalu duduk dan mendongak menatap langit. Biru cerah membentang luas, seakan menawarkan ketenangan yang sulit ia genggam. Dalam diam, ia mengelus perutnya yang masih rata, hatinya dipenuhi kebimbangan.Setelah istirahat selesai, Brisa kembali ke meja kerjanya, mencoba membenamkan diri dalam rutinitas. Ia menyalakan komputer, membuka email, namun pikirannya masih melayang entah ke mana. Hingga tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja.Nomor asing.Dengan sedikit ragu, ia mengangkatnya. "Halo?""Brisa? Ini aku, Ivana!"Brisa terdiam sesaat, lalu matanya membesar. "Ivana?" suaranya hampir tercekat oleh keterkejutan. "Kamu?""Iya, ini aku! Astaga, aku kangen

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 20. Kehangatan yang menyelimuti hati

    Sesampainya di rumah, Brisa langsung menjatuhkan diri ke atas ranjang. Matanya menatap langit-langit, tetapi pikirannya masih tertinggal di rumah Sagara. Ia memikirkan segalanya—keluarga Sagara yang begitu hangat, obrolan mereka yang menyenangkan, dan tentu saja perasaan yang kini semakin nyata tumbuh di dalam hatinya. Namun, di antara semua itu, ada sesuatu yang terus menghantuinya. Percakapan tentang Brian. Tatapan enggan yang saling dilemparkan oleh Pak Raditya dan Bu Arini. Suasana yang tiba-tiba berubah tegang. Apa yang sebenarnya terjadi? Brisa meraih ponselnya dan membuka galeri. Ia menelusuri foto-foto yang diambilnya bersama Sagara dan keluarganya tadi malam. Senyumnya terukir saat melihat momen-momen itu, tetapi rasa penasaran di hatinya tetap menggelayut. Aroma kopi dan roti panggang memenuhi udara, menciptakan suasana pagi yang hangat di ruang makan. Brisa duduk di meja, mengaduk minumannya pelan sambil sesekali melirik kedua orang tuanya yang tengah berbincang. "Bris

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 19. Masa lalu yang tak ingin diungkapkan

    "Sagara punya kakak laki-laki. Namanya Brian," suara Bu Arini terdengar pelan, hampir seperti bisikan yang enggan terucap. "Tapi kakak Sagara sudah tidak tinggal bersama kami lagi. Dia sekarang tinggal di Inggris." Brisa mengernyit. "Kenapa?" tanyanya, penuh rasa ingin tahu. Pak Raditya dan Bu Arini saling bertukar pandang. Sekilas, Brisa bisa melihat keraguan di mata mereka, seolah ada luka lama yang tersimpan di sana—luka yang terlalu perih untuk diungkit kembali. "Sudahlah, Nak. Itu sudah masa lalu," ujar Pak Raditya dengan nada yang berat, seakan kata-kata itu lebih ditujukan untuk dirinya sendiri daripada untuk Brisa. Keheningan menyelimuti ruangan. Brisa bisa merasakan sesuatu yang tidak diungkapkan, sesuatu yang seharusnya tetap terkubur. Ada cerita di balik nama Brian, cerita yang masih menghantui keluarga ini. Namun, ia tidak ingin memaksa mereka mengungkap luka yang belum sembuh. Jam dinding berdenting pelan, menunjukkan pukul sepuluh malam. Brisa menarik napas, men

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 18. Taman kota

    Kembali ke kantor, Sagara langsung menuju ruang rapat. Sore ini, ia mengadakan pertemuan rutin dengan tim manajemen untuk membahas kinerja perusahaan secara keseluruhan."Bulan ini, kita berhasil menyelesaikan tiga proyek besar," kata Sagara membuka rapat. Nada suaranya tegas, mencerminkan kepemimpinannya yang solid. "Ini pencapaian luar biasa, tapi kita tidak boleh berpuas diri. Kita harus terus berkembang."Satu per satu, para manajer memaparkan laporan mereka. Ada masalah yang perlu diatasi—keterlambatan pengiriman material, kurangnya tenaga kerja, hingga kendala teknis lainnya. Sagara menyimak dengan seksama, memberi masukan di setiap kesempatan. Namun, jauh di dalam benaknya, pikirannya melayang ke tempat lain.Ponselnya yang tergeletak di atas meja terasa begitu menggoda. Beberapa saat lalu, Brisa mengirim pesan—sesuatu yang sederhana, namun cukup untuk membuat jantungnya berdebar. Sejak itu, ia tak bisa sepenuhnya fokus. Setiap kali ada jeda dalam pembicaraan, matanya tak sadar

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 17. Rumah bagi hatinya sendiri

    Sagara melangkah mantap menuju ruang kerjanya, seperti seorang raja yang tengah melewati singgasananya. Sorak sorai dan bisikan para karyawan wanita menyambutnya, seperti biasa. Tatapan penuh kagum tertuju padanya—CEO muda yang tak hanya tampan dan karismatik, tetapi juga begitu sulit untuk diabaikan. Namun, hari ini, perhatian itu tak berarti apa-apa baginya.Setibanya di ruang kerja, Sagara berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke kota. Cahaya pagi membias lembut di balik kaca, melukis bayangan gedung pencakar langit menjadi lukisan abstrak yang seharusnya menenangkan. Namun, keindahan itu gagal meredakan kegelisahan yang terus berkecamuk dalam dadanya. Pikirannya masih terpaku pada satu nama—Brisa.Kemarin siang, pertemuan mereka masih membekas di benaknya. Brisa, dengan presentasinya yang begitu percaya diri, tampak begitu berkilau di matanya. Namun, di balik senyuman tipisnya, ada sesuatu yang mengusik hati Sagara—seberkas kesedihan yang tak bisa ia abaikan. Itu bukan han

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 16. Pamit

    Ivana mengangguk. "Iya, aku akan berangkat besok. Hari ini adalah hari terakhirku bekerja di perusahaan Anda, Pak Sagara. Aku sudah tidak sabar untuk memulai hidup baru di sana." Brisa menoleh ke arah Sagara, yang hanya mengangguk mengerti. "Ivana akan melanjutkan kuliah di sana," jelas Brisa dengan suara yang mulai bergetar. Hati Brisa terasa mencelos. Ada kehangatan yang tiba-tiba menghilang dari dadanya, digantikan oleh rasa kehilangan yang menyelinap tanpa izin. "Aku sangat sedih kamu harus pergi," ujar Brisa jujur. "Aku akan sangat merindukanmu." Ivana tersenyum lembut. "Aku juga akan merindukanmu, Brisa," katanya. "Penerbanganku besok pagi." Brisa terdiam sejenak, merasa dadanya semakin sesak. "Besok pagi?" ulangnya, seolah berharap ia salah dengar. Ivana mengangguk. "Penerbanganku cukup pagi, jadi aku harus berangkat lebih awal. Aku tidak mau terlambat," jelasnya dengan nada ringan, meski Brisa tahu sahabatnya itu juga menyembunyikan perasaan yang sama. Brisa menundukka

  • Bayi Miliarder Yang Tak Terduga   Bab 15. Kafetaria

    Siang itu, di kafetaria perusahaan, Sagara duduk santai menikmati makan siangnya bersama Brisa. Cahaya matahari yang masuk dari jendela besar membelai wajahnya, menonjolkan garis rahangnya yang tegas. Beberapa wanita di ruangan itu melirik ke arahnya, berbisik-bisik dengan tatapan penuh kekaguman. Sagara memang memiliki daya tarik alami—karismatik, tenang, dan penuh wibawa. Namun, saat bersama Brisa, ada sisi lain darinya yang jarang terlihat oleh orang lain. Mereka mengobrol santai, membahas banyak hal mulai dari pekerjaan hingga rencana-rencana masa depan. "Brisa, kamu tahu, aku sangat mengagumi kamu," ujar Sagara tiba-tiba, menatapnya dengan intens. "Kamu cerdas, berbakat, dan penuh semangat. Aku yakin kamu akan mencapai banyak hal dalam hidup." Brisa merasa wajahnya menghangat. Kata-kata Sagara membuat hatinya berdesir, meski ia berusaha untuk tetap tenang. "Terima kasih, Sagara! Kamu juga luar biasa," balasnya dengan senyum malu. Sagara hanya tersenyum tipis, tetapi m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status