“Kamu ingat tujuanmu berada di sini, kan?” Suara Vivian terdengar tajam, memecah keheningan kamar.Kirana, yang sedang duduk sambil memandangi foto USG di tangannya, mendongak dan mengangguk.Meskipun dia memahami perannya, tetap saja ada semacam perasaan yang tidak bisa diabaikan–perasaan antara ibu dan calon bayi yang sedang tumbuh di dalam rahimnya.“Dan foto USG ini,” Vivian menyambar foto itu dari genggaman Kirana, “adalah milikku. Dia anakku. Akulah yang akan membesarkannya, lebih tepatnya Thomas dan aku.”Vivian tersenyum dingin.Kirana tahu benar apa yang harus dia lakukan–diam, tunduk dan menerima semuanya.Hati Kirana semak
“Selamat, Vivian! Akhirnya kamu hamil juga!” Seorang wanita dari kalangan media menghampiri Vivian dengan senyum lebar dan penuh kekaguman.Di tengah peluncuran serial terbaru Starlight Production, Vivian berdiri anggun di samping suaminya, Thomas, sang presdir. Acara malam ini begitu mewah, dihiasi lampu-lampu kristal yang memantulkan kilauan di seluruh ruangan, dengan para tamu undangan yang terdiri dari selebriti, rekan industri, media serta tokoh-tokoh penting di dunia hiburan.Vivian memamerkan senyum manisnya, menganggukkan kepala sambil mengusap perutnya yang rata.“Ya, terima kasih banyak. Kami sangat bersyukur. Ini keajaiban yang kami nantikan,” ucap Vivian dengan nada terharu.Sementara itu, Thomas hanya tersenyum tipis di sampingnya.Sedari tadi, semua orang mendekati mereka, memberikan ucapan selamat atas kehamilan Vivian. Wanita itu nampak tidak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia.Selama dunia percaya dia hamil, semua akan baik-baik saja. Rumor dirinya mandul terbantah
Vivian mereguk ludahnya.“Dia…dia memaksaku untuk wawancara, Thomas,” tukas Vivian dengan tersendat.Thomas memiringkan kepalanya dengan dahi mengernyit ke arah Alex.“Memaksa untuk wawancara?” ulang Alex dingin.Nadi Vivian berdenyut kencang sekarang. Jangan bilang Alex akan mengacaukan semuanya!“Ya,” Vivian berusaha tenang, mendongakkan dagunya. “Kamu memaksaku untuk melakukan wawancara eksklusif terkait kehamilanku. Maaf, tapi aku belum bisa membeberkannya secara rinci. Lagi pula, kita sedang di tengah pesta.”Alex berdecak pelan. ‘Pintar sekali dia mencari alasan.’
“Ibu…” Kirana memeluk Ratna dengan erat, menghirup dalam-dalam wangi khas ibunya yang sudah lama dia rindukan.Terakhir Kirana bertemu Ratna, wanita setengah baya itu terbaring tidak berdaya di IGD.“Sayangku…” Ratna mengusap punggung putri kesayangannya itu. Lantas, mereka saling bertatapan penuh haru.“Aku senang keadaan Ibu membaik. Lihat, Ibu bisa tersenyum sekarang,” Kirana merapikan beberapa helai rambut Ratna yang mencuat.“Semua berkat kamu, Nak. Tapi kenapa wajahmu pucat? Kamu sakit?” Kirana menggeleng. Sebenarnya dia masih lemas. Pagi tadi dia dilanda morning sickness, namun dia tidak bisa menunggu lama. Dia sangat merindukan ibunya. “Sebenarnya…aku sedang hamil muda, Bu…”“Be-benarkah? Astaga…”Kirana tersenyum tipis. “Satu per satu kesepakatan kontrak itu sudah kupenuhi, Bu. Jadi, sekarang Ibu tenang saja dan fokus pada penyembuhan kanker Ibu. Semua biaya biar aku yang tanggung.”Namun binar mata Ratna meredup. “Nak, Ibu merasa begitu bersalah. Tidak seharusnya kamu menj
“Ratna!” Mata Salim melotot. “Jaga ucapanmu!”Kirana nampak tertegun. “A-Apa maksud, Ibu?”Ratna mengurut dadanya. Tubuh wanita itu sedikit goyah. Dengan cepat, Kirana memapah ibunya agar tidak tersungkur.“Kamu boleh membenciku, Ratna. Tapi jangan mengatakan kebohongan seperti itu pada putriku. Walau bagaimanapun, dia darah dagingku sendiri!” Salim berujar marah. “Kirana dan Romi adalah anak-anakku, anak-anak kita.”Ratna menarik napasnya pelan-pelan. Kali ini, dia tidak membalas ucapan suaminya yang brengsek itu.Lantas, Salim memalingkan pandangannya ke arah Kirana. Dia pun memohon dengan iba. “Tolong Bapak, Kirana…sekali ini saja…”
“Thomas!!! Dasar brengsek!”Jeritan Vivian seakan mengguncang keheningan malam. Kedua kelopak mata Kirana membelalak dengan dada yang terus berdebar kencang.“Astaga…” dia beringsut, bersandar di kepala ranjang. Kamarnya dingin, tapi pelipisnya sedikit berkeringat.Tidak ada Thomas, maupun Vivian. Namun, sentuhan Thomas terasa begitu nyata, ciumannya, deru napasnya…Bahkan kata-kata Thomas yang bilang mencintainya itu masih terngiang di telinganya.Lantas, jeritan Vivian membuayarkan segalanya. Mimpi yang tadinya indah, berakhir buruk.Tok, tok, tok.Suara ketukan itu membuat Kirana terkesiap
“Thomas, gawat!” Suara panik Melinda dari ponsel, memecah fokus Thomas yang sedang menjamu klien penting di sebuah restoran mewah.“Ada apa, Ma?” Bisik Thomas di sudut ruangan sambil sekali melirik kliennya yang sedang menelusuri kontrak kesepakatan bisnis mereka.“Kirana…Dia menghilang, Thomas!” Pekik Melinda.Thomas mendadak tegang. “Bagaimana bisa? Apa yang terjadi??”“Dia pergi ke mall sejak siang. Tapi supirnya malah pulang sendirian sore ini karena Kirana enggak muncul-muncul. Dia mengira Kirana sudah pulang naik taksi sendirian. Dan Mama enggak bisa menghubungi nomor Kirana! Mama takut terjadi sesuatu pada Kirana!”Thomas menghela napas berat. “Ba
Keheningan di ruangan ini semakin mencekam. Belum sempat dokter itu mengucapkan sesuatu, Kirana sudah keburu terisak.“Tenang, Bu Kirana…”“Bagaimana aku bisa tenang, Dok…” bahu Kirana berguncang pelan. “Aku harus kehilangan bayiku…”“Saya tidak bilang seperti itu,” sergah dokter itu. “Bayi Anda baik-baik saja.”“Benarkah, Dok??”Dokter itu mengangguk sambil tersenyum. “Ini suatu berkah, Bu Kirana. Biasanya kalau terjatuh di usia kehamilan 13 minggu bisa menyebabkan kontraksi, bahkan keguguran. Lain kali, Ibu harus hati-hati ya? Kurangi naik turun tangga. Namun, saya sarankan Bu Kirana untuk rawat inap di sini sementara waktu.&r