"Aku tidak mau cerai," kata Savira menolak permintaan sang suami.
Axel Pradipta Ruxandra—suami Savira—tidak memedulikan sang istri yang berlutut di kakinya. Pria itu hanya menatap datar pada Savira yang memohon agar tidak bercerai. Berkali-kali Savira memohon tapi sama sekali tidak menggerakkan hati nurani sang suami.
"Aku tidak mau cerai," imbuh Savira lagi. Wanita itu semakin memeluk erat kaki Axel, berharap sang suami tidak menceraikannya dalam keadaan mengandung anak mereka..
"Terus kamu mau apa kalau tidak ingin cerai? Ingin mengkhianatiku sampai kapan?" Tanya Axel dengan nada sinis. "Oh, atau kau ingin melihatku hancur, atau kau ingin membawa selingkuhanmu ke rumahku?," imbuh Axel lagi memberondongi Savira pertanyaan dugaan yang sama sekali tidak bisa Savira jawab.
Alhasil, Savira menggelengkan kepalanya. Dia sama sekali tidak mengkhianati Axel. Dia mencintai Axel, sangat mencintai Axel. Apa berpacaran selama tujuh tahun tidak membuat pria itu percaya padanya? Bahkan mereka sudah menikah pun Axel masih tetap tidak percaya padanya.Dari mana Axel mendapatkan rumor kalau dia selingkuh. Savira berani bersumpah, kalau dia sama sekali tidak selingkuh.
"Ax, aku—"
Savira tidak bisa melanjutkan perkataannya, tenggorokannya tercekat, dia juga tidak tahu harus memberikannya pembelaan seperti apa pada Axel. Dia sama sekali tidak mengkhianati Axel. Dari mana Axel mendapatkan pemikiran kalau dia selingkuh. Savira pun menggelengkan kepalanya, bermaksud mengatakan pada suaminya kalau dia sama sekali tidak selingkuh, tapi sepertinya Axel sama sekali tidak percaya dan malah memberondonginya dengan pertanyaan.
"Aku apa? Kamu mau bilang kalau kamu hamil anakku? Begitu?"
"Ini memang anakmu," ujar Savira. Wanita itu tak terima Axel mengatakan kalau anak yang dia kandung bukan anak pria itu. Apa pun yang terjadi, Axel harus percaya kalau ini anaknya dan Savira tidak selingkuh.
"Itu anakmu dan pria selingkuhanmu itu, J*****!" bentak Axel.
Savira tersentak dan karena sudah tidak bisa membendung air matanya, Savira pun memilih mengeluarkan cairan bening itu. Rasanya benar-benar perih saat suami tidak mempercayainya tengah mengandung buah cinta mereka, ditambah dengan suaminya yang mengatai dia jalang. Apa Axel lupa malam pertama mereka? Bahkan Axel adalah pria pertama Savira dan mungkin pria terakhirnya.
"Apa pun yang terjadi, aku akan tetap menceraikanmu," ucap Axel.
"Sekali pun anak yang kukandung adalah anakmu?" tanya Savira.
Axel terkekeh sinis, dan berkata, "Jangan mengada-ngada, kita baru menikah dua minggu dan kamu sudah hamil satu bulan."
“Kamu akan menyesal Axel,” ucap Savira.
“Apa yang perlu aku sesalkan? Karena menceraikanmu atau karena tak percaya dengan anak yang kamu kandung?”
“Ini memang anakmu,” kata Savira lagi.
“Hah? Savira, katakana, sudah berapa banyak pria yang tidur denganmu?”
Savira menggelengkan kepalanya, lagi-lagi dia tak percaya dengan Axel yang begitu menghinanya. Sakit sekali rasanya.
“Aku berjanji, kalau ini terbukti anakmu, aku tidak akan membiarkan dia mengenal ayahnya,” sumpah Savira.
“Silakan, karena anak itu bukan anakku,” balas Axel.
Axel mengakhiri percakapan keduanya. Pria itu bahkan dengan teganya melepaskan kakinya secara paksa dari pelukan Savira dan juga kakinya tidak sengaja menendang perut Savira yang tengah mengandung.
Savira memegang perutnya yang keram, darah merembes dari balik dress yang dia kenakan. Wanita itu menggelengkan kepalanya cepat. Sementara Axel tidak peduli pada Savira dan malah melenggang pergi.
"Tidak, jangan tinggalkan Mama, kamu satu-satunya yang Mama miliki."
Savira berharap anak yang dia kandung tidak kenapa-kenapa karena tendangan dari Axel di perutnya. Wanita itu juga berharap, semoga saja suatu saat, Axel akan menyesal karena sudah menceraikannya dan tidak percaya dengan anak yang dia kandung.
Tanpa Axel sadari, dia akan menyesal nantinya, dia kan menderita nantinya karena tidak percaya dengan Savira.
***
Sembilan bulan pun berlalu, saat ini, Savira tengah berjuang seorang diri melahirkan anaknya. Anak yang diragukan keberadaannya oleh Axel. Wanita itu mengikuti interupsi dari bidan yang tengah menanganinya, menyuruhnya mengejan. Rasa sakit benar-benar tidak bisa dideskripsikan, apalagi di bagian bawah sana dia merasakan perih teramat dalam. Dalam hati, wanita itu berdoa, semoga saja dia masih diberikan Tuhan kesempatan untuk hidup agar bisa melihat juga merawat anaknya.
Sesekali wanita itu menangis saat perihnya membuat dia tak tahan.
"Kamu dan Mama harus selamat," gumam Savira kemudian kembali mengejan.
Tak berapa lama, isak tangis seorang bayi terdengar. Suaranya yang keras menandakan kalau bayi tersebut adalah bayi laki-laki. Savira ditunjukkan oleh bidan bayi laki-laki itu yang masih dipenuhi oleh darah juga tali pusarnya yang belum putus. Hal itu membuat Savira menangis bahagia. Dia bahagia karena bisa melahirkan anaknya secara normal dan selamat, walau pun perjuangan yang dia hadapi sangatlah berat. Semasa mengandung wanita itu bekerja sebagai tukang cuci piring di warung makan tak jauh dari rumah kontrakannya, kemudian Savira juga membuat kue-kue tradisional dan dititipkan di kios-kios kecil.
Setelah anaknya dibersihkan, bidan yang tadinya menanganinya berkata, "Saya carikan bapak-bapak yang lewat di luar sana yah, Bu. Anaknya harus diazankan."
Savira menganggukkan kepalanya. Sedikit merasa sedih kala tahu kalau yang mengazankan anaknya bukanlah ayah kandung anaknya sendiri. Savira berjanji, dia akan merawat anaknya penuh kasih sayang, memberikan segalanya untuk anaknya, dan yang lebih penting, wanita itu tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti anaknya termasuk ayah kandung anaknya sendiri.
Kemudian, masuk bidan tersebut juga seorang pemuda yang terlihat seumuran dengan Savira. Tersenyum melihat Savira, lalu mulai mengazani anak Savira.
"Terima kasih," ucap Savira saat pemuda itu selesai mengazankan anaknya.
Sementara pemuda itu, dia tidak menjawab tapi langsung pergi begitu saja. Kata bidan kalau pemuda itu sedang buru-buru. Savira sangat berterima kasih pada pemuda itu, sekali pun dia tengah sibuk, pemuda itu mau mengazankan anaknya.
Tiba-tiba saja Savira langsung terpikir oleh nama anaknya. "Raka Pradipta," gumam Savira.
Pradipta berasal dari nama tengah Axel, sekali pun Axel meragukan anaknya, dan Savira juga tidak bisa menghindari fakta kalau anaknya juga darah daging Axel, setidaknya Savira masih sedikit menghargai Axel sebagai ayah Raka.
"Semoga kamu jadi anak yang berbakti, menjadi anak yang sholeh, dan membanggakan Mama. Jangan tinggalkan Mama seperti Papa kamu yang meninggalkan Mama," ucap Savira.
Kemudian wanita itu diarahkan juga dibantu bidan untuk memberikan ASI pertamanya untuk Raka. Pertama kali yang dirasakaan Savira adalah rasa geli dan perih, tetapi wanita itu menahannya demi sang anak. Semua rasa sakit yang dia peroleh akan memberikan dia kebahagiaan suatu saat. Dan Savira percaya akan hal itu. Suatu saat dia akan bahagia. Entah itu bahagia karena Raka--anaknya--atau bahagia karena hal lain.
***
"Gawat...! Gawat! Gawat! Gawat...!" Savira berlari, menghampiri mejanya dan langsung duduk di sana. Napas wanita itu terengah-engah akibat berlari dari lobi gedung perusahaan sampai di meja kerjanya yang berada di lantai dua, belum lagi dia sama sekali tidak menggunakan lift dan malah menggunakan tangga darurat agar cepat sampai. "Eh, gawat kenapa?" Salsa, teman satu divisi Savira mengernyit heran, apalagi saat melihat Savira berlari seperti orang kesetanan. Salsa yang tadinya berdiri ingin ke lobi malah mengurungkan niatnya saat melihat Savira yang terlihat begitu panik. "Gawat, Sal," kata Savira. "Iya, gawat, gawat kenapa?" Wajah Savira terlihat pucat pasi, bukan hanya itu, wanita itu juga terlihat begitu gelisah. Bergerak bak cacing kepanasan. Hal itu membuat Salsa semakin tidak mengerti dengan wanita bernama lengkap Assavira Rembulan Putri. Salsa bahkan sampai memutar bola matanya malas karena pertanyaannya tak kunjung dijawab oleh
"Aduh!" Pekik Savira.Wanita itu gelisah melihat mobil yang baru saja dia tabrak itu penyok di bagian belakangnya, eh, bukan hanya penyok, tapi lampu bagian belakang mobilnya pun pecah. Savira mematikan motornya, lalu menurunkan standar motornya, dan menggigit kukunya gelisah. Dia takut kalau si pemilik mobil meminta ganti rugi, Savira mengingat sisa saldonya di rekening dan kalau di ingat-ingat tidak sampai lima juta. Bagaimana kalau seandainya si pemilik minta ganti rugi dan biayanya lebih dari lima juta?.Ketika pintu mobil terbuka, Savira memejamkan matanya, berdoa dalam hati, semoga saja pemilik mobil tidak meminta rugi."Ck, kayaknya saya sial sekali hari ini?" Axel berdecak kesal, baru hari ini ketemu dengan Savira tapi dia sudah siap saja.Savira langsung membuka matanya saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Di depannya ada Axel juga sekretarisnya. Setidaknya Savira dapat bernapas dengan lega."Maaf, Pak, saya gak sengaja, lagi
"Apa sih, Sal?" Tanya Savira kala tangannya ditarik Salsa menuju toilet khusus wanita.Savira benar-benar tidak habis pikir dengan temannya ini. Padahal dia baru saja datang di kantor tapi tiba-tiba dia langsung ditarik menuju toilet. Wanita itu memutar bole matanya malas ketika melihat Salsa menatapnya dengan tatapan menyelidik, dia tidak mengerti apa yang perlu diselidiki Salsa."Mantan suamimu ... Pak Axel?"Savira menghembuskan napasnya lelah, dia sebenarnya tidak ingin mengatakan apa-apa pada Salsa, tapi tidak ingin membuat wanita di hadapannya ini penasaran, pada akhirnya Savira pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban kalau memang benar Axel adalah mantan suaminya. Toh, sepertinya juga itu tidak perlu disembunyikan dari Salsa, suatu saat juga pasti akan terbongkar, tak ada gunanya."Jadi dia?""Ya. Terus sekarang mau apa?"Salsa menggelengkan kepalanya cepat lalu berkata, "Gak nyangka aku kalau Pak Axel mantan suamimu.""Aku
"Mama tahu kamu belum bisa move on, yah kalau gak bisa balikan lagi aja," tutur Jeslyn.Axel melebarkan matanya ketika mendengar penuturan mamanya."Belum move on gimana? Orang udah move on kok," kilah Axel.Jeslyn mendesis, kesal dengan sang anak yang tetap tidak mau jujur padanya. Huh, padahal dia dulu sangat sayang dengan mantan menantunya, tapi anak dan menantunya malah cerai karena katanya Savira berselingkuh. Yang Jeslyn tahu, anak dan menantunya bercerai karena Savira selingkuh, Jeslyn tidak tahu saja kalau Savira hamil saat bercerai dan Axel tidak mempercayai kalau itu anaknya."Ya udah, kalau gitu kasih Mama cucu," putus Jeslyn.Axel menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan mamanya yang meminta cucu. Apa-apa ini? Apa dikira buat anak itu gampang langsung main masuk aja? Anak orang harus dinikahi dulu baru dikawini."Mah, gampang emang ngomong kayak gitu tapi susah buat Axel," ucap Axel memelas.
"Mbak Savira pucat banget," tegur satpam kantor padanya.Savira menghembuskan napasnya panjang. Satpam di kantor adalah orang kesekian kalinya yang mengatakan kalau dia pucat, padahal lipstik yang dia pakai sangat tebal agar bibirnya terlihat segar. Savira juga menyadari itu, karena sejak siang kemarin, dia sama di tidak makan. Wanita itu hanya meminum air putih saja juga memakan kerupuk sisa Salsa kemarin.Dan sampai pagi ini, Savira masih juga belum merasakan enaknya nasi.Kepalanya pusing, tapi Savira menahannya. Savira yakini, kalau asam lambungnya kambuh lagi.Ketika wanita itu melangkah menuju lift, suara yang sangat dikenalnya menginterupsinya untuk berhenti. Savira menghembuskan napasnya kala mendengar suara itu. Ini suara orang yang sudah membuatnya tidak makan sejak semalam, siapa lagi kalau bukan Axel."Saya manggil-manggil kamu, kenapa gak menyahut?" Tanya Axel garang."Saya gak dengar," jawab Savira seadany
"Hei, apa-apaan kamu?"Axel berteriak karena terkejut saat melihat Savira mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya. Matanya melebar saat melihat punggung tangan wanita itu mengeluarkannya cairan kental berwarna merah. Astaga, baru saja siang tadi dia bahagia dan senang, tapi sore menjelang malam ini dia malah dibuat kesal dan khawatir secara bersamaan.Savira benar-benar nekat, padahal cairan infusnya belum habis."Saya mau pulang, Pak. Ngapain juga saya di sini, saya gak punya uang bayar biaya rumah sakit," jelas Savira.Wanita itu benar-benar tidak memiliki uang walau sepersen pun, kemarin saja dia meminjam uang Salsa dua puluh ribu untuk membeli bensin motornya dan sekarang dia masuk rumah sakit dan parahnya lagi berada di ruang VVIP, dengan apa dia membayarnya. Alasan Savira juga ingin pulang karena anaknya pasti sedang menunggunya.Bersyukur Savira karena Raka tidak tahu dia ada di rumah sakit."Saya
Setelah kejadian kemarin di mana Axel yang memarahi bahkan sampai membentak Savira, tadi malam Axel jadi merasa bersalah, apalagi saat melihat Savira yang keluar dari mobilnya tanpa berkata apa-apa dengan kepala yang menunduk.Pagi ini, Axel berencana untuk meminta maaf pada wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu marah, karena Savira hanya bermaksud untuk menjailinya, tapi dia malah terbawa emosi. Sial! Axel sangat tidak bisa jika ada yang menyebutnya tidak bisa move on.Masih pagi-pagi sekali, Axel sudah datang di kantor untuk menemui Savira. Dalam hatinya, dia berdoa, semoga saja Savira mau memaafkannya. Huh, kalau Savira tidak mau memaafkannya, dia akan memotong gaji wanita itu, enak saja atasan sendiri tidak dimaafkan. Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Axel sama sekali tidak melihat batang hidung Savira, alhasil pria itu menyusul ke ruangan divisi marketing, divisi Savira bekerja.Ketika dia sampai, Axel celingak-celinguk mencari Sav
Mengingat dua hari yang lalu Axel menolongnya saat dia pingsan, Savira melupakan kekesalannya pada Axel. Wanita itu berniat memasak makanan kesukaan Axel dan memberikan pada pria itu sebagai ucapan terima kasih atas pertolongannya dua hari yang lalu. Pagi-pagi sekali, Savira sudah bangun untuk memasakkan untuk Axel. Setelah semuanya masak, Savira memasukkan semuanya ke rantang. Awalnya wanita itu membentuk nasi dengan bentuk hati, tapi dia merusak nasi yang dibentuk tadi. Nanti Axel berpikir kalau dia belum move on. Hei, ini sudah delapan tahun berlalu, mana mungkin Savira masih belum move on pada pria itu. Setelah mengantar Raka ke sekolahnya dengan menaiki angkot, Savira lanjut ke kantornya. Jika ditanya motornya ke mana, maka jawabannya adalah Savira menjual motornya. Wanita itu terpaksa menjual motor karena dia sangat butuh uang. Kalau dia tidak menjual motornya, maka kemarin dia dan Raka tidak akan makan. Untuk masalah motor, Savira akan