"Mbak Savira pucat banget," tegur satpam kantor padanya.
Savira menghembuskan napasnya panjang. Satpam di kantor adalah orang kesekian kalinya yang mengatakan kalau dia pucat, padahal lipstik yang dia pakai sangat tebal agar bibirnya terlihat segar. Savira juga menyadari itu, karena sejak siang kemarin, dia sama di tidak makan. Wanita itu hanya meminum air putih saja juga memakan kerupuk sisa Salsa kemarin.Dan sampai pagi ini, Savira masih juga belum merasakan enaknya nasi.Kepalanya pusing, tapi Savira menahannya. Savira yakini, kalau asam lambungnya kambuh lagi.
Ketika wanita itu melangkah menuju lift, suara yang sangat dikenalnya menginterupsinya untuk berhenti. Savira menghembuskan napasnya kala mendengar suara itu. Ini suara orang yang sudah membuatnya tidak makan sejak semalam, siapa lagi kalau bukan Axel."Saya manggil-manggil kamu, kenapa gak menyahut?" Tanya Axel garang."Saya gak dengar," jawab Savira seadanya."Laporan yang kemarin saya minta kamu untuk perbaiki, revisi ulang."Hah? Revisi laporan yang kemarin? Yang benar saja? Laporan itu bukan dia yang buat, tapi kenapa malah dia yang disuruh perbaiki?."Yang buat bukan saya, lho, Pak.""Kamu kira saya peduli," balas Axel."Bapak suruh yang buat laporan itu untuk revisi, kenapa malah saya?" Protes Savira."Saya maunya kamu.""Sa—""Gaji kamu mau saya potong."Ok, Savira diam, dia tidak ingin gajinya dipotong bulan ini. Ah, mendengar kata 'gaji' Savira jadi tidak sabar untuk gajian. Padahal masih ada dua minggu lagi.Sementara itu, Axel melihat wajah Savira dengan seksama, mulutnya gatal untuk bertanya pada Savira. Apa wanita itu sakit?. Hal itu membuat Axel khawatir dengan Savira. Kala lift terbuka dan Savira masuk ke dalam, Axel pun juga ikut masuk. Tak perlu mengungkapkan kekhawatirannya, Axel lebih memilih ikut, takut Savira kenapa-kenapa."Bapak ngapain masuk?""Suka-suka saya, kok kamu sewot sih.""Kan ada lift khusus petinggi perusahaan, Pak.""Perusahaan ini punya saya, jadi jangan banyak protes. Kalau kamu gak suka ke—"Belum selesai Axel berucap, tiba-tiba saja Savira langsung ambruk bertepatan dengan lift yang tertutup.Oh Tuhan, Axel rasanya seperti kesusahan bernapas melihat Savira pingsan, ditambah lagi dengan wajah wanita itu pucat.
"Savira," panggil Axel seraya menepuk-nepuk pelan pipi Savira.Kekhawatiran Axel semakin bertambah saat dia menyentuh kening Savira. Sial. Kenapa lift terasa begitu lama berjalan, padahal mereka hanya ke lantai lima saja. Ayolah, Axel ingin turun ke bawah dan membawa Savira ke rumah sakit.Dulu, sewaktu mereka bersama, Axel sama sekali tidak pernah melihat Savira seperti ini. Ada banyak yang sudah dia lewati tentang wanita yang kini tengah pingsan itu. Axel memeluk Savira erat, mungkin saja dengan ini Savira bisa sembuh walau Axel tahu kenyataannya Savira tidak akan sembuh hanya dengan pelukannya."Aku mohon, jangan buat aku kehilanganmu kedua kalinya."Lebay, sangat lebay. Axel hanya terlalu takut Savira kenapa-kenapa. Takut Savira tiba-tiba pergi begitu saja.Padahal kemarin saat bertemu Savira, wanita itu baik-baik saja.
***Ya Tuhan, Axel benar-benar sudah gila tadi saat melihat Savira pingsan hingga dia tidak bisa berpikir jernih.Bagaimana bisa dia mengatakan hal tidak seharusnya dia katakan?. Oh, ayolah Axel, ingat kamu pasti sudah move on.
Pria itu mengacak-acak rambutnya frustrasi. Untung saja Savira saat itu sedang pingsan, kalau saja wanita itu sadar, bisa-bisa dia besar kepala karena mendengar ucapan Axel. Huh, siapa juga yang masih mencintai Savira?.Axel mengatakan seperti itu karena dia hanya takut kehilangan salah satu karyawannya. Ya, hanya takut kehilangan salah satu karyawannya, itu saja, tidak lebih. Berbicara tentang Savira, wanita itu masih berada di rumah sakit karena masih demam. Sementara Axel, dia meninggalkan Savira sejenak untuk meeting dengan kolega bisnisnya.Pria itu melewati taman, siang-siang yang terik seperti ini ternyata banyak juga pengunjung taman, terlebih lagi ada banyak anak sekolah dasar yang bermain di sana karena kebetulan taman berdekatan dengan sekolah tersebut. Ron yang sebagai sopirnya kali ini terus melakukan mobil, tetapi suara Axel membuatnya memelankan laju mobil."Pelan sedikit, jangan terlalu cepat."Axel melihat ke arah taman, di sana dia melihat ada perundungan yang dilakukan oleh anak sekolah dasar. Ada sekitar delapan anak laki-laki yang melingkari satu anak laki-laki yang hanya diam seraya menundukkan kepalanya.Melihat itu, Axel menyuruh Ron untuk menghentikan mobil. Axel turun, berniat untuk menghampiri mereka dan melerainya. Dari jarak sekitar sepuluh langkah, Axel dapat mendengar mereka, sebagian dari mereka ada yang tertawa sembari menunjuk ke anak laki-laki itu, sebagian ada yang berteriak."Anak haram!"Astaghfirullah, itu yang ajar anak-anak sekolah dasar berkata seperti itu siapa?. Axel menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa anak kecil yang bahkan umur bisa dibilang sekitar delapan atau sembilan tahun bisa berkata seperti itu?."Hei, kalian, tidak boleh berkata seperti itu," tegur Axel, suara pria itu meninggi dan amarahnya langsung memuncak saat mata anak laki-laki yang sedang mereka hina menatapnya.Axel tidak tahu, kenapa dia bisa marah melihat anak kecil itu dihina 'anak haram' oleh teman-temannya? Mereka yang tadi menghina langsung lari terbirit-birit, meninggalkan Axel dan anak laki-laki itu. Sementara itu, Axel langsung menghampiri anak laki-laki itu, memperhatikan anak itu dengan seksama, barang kali ada yang terluka."Aku baik-baik aja, Om," ucap anak itu karena paham akan tatapan Axel."Kamu kenapa cuma diam pas dihina?" Tanya Axel. Oh, kalau saja dia yang jadi anak laki-laki di hadapannya ini, sudah dia pastikan dia akan menghabisi semua anak-anak tadi."Kenyataannya memang seperti itu."Hah? Axel benar-benar tidak menyangka jika anak tersebut tidak marah saat dia dikatakan anak haram, bahkan anak itu sendiri secara tidak langsung mengakuinya. Kenapa anak ini terlihat seperti duplikat dirinya waktu dia masih kecil?. Eh, tidak-tidak."Namamu siapa?""Rakanda Pradipta."Anak laki-laki yang tidak lain adalah Raka itu, menjawab pertanyaan Axel seadanya. Dia tidak biasa berbicara dengan orang asing, maka jangan salahkan Raka kalau sifatnya sangat buruk."Sudah makan?" Tanya Axel. Sebenarnya pria itu tidak tahu mau mengobrol apa dengan anak yang terlihat pendiam."Belum," jawab Raka seadanya."Mau makan?" Tawar Axel."Tidak udah, aku makan di rumah dengan Mama.""Mau diantar pulang?" Tawar Axel lagi."Tidak usah.""Ah, Om akan senang kalau kamu mau makan siang bareng Om," kata Axel.Pria itu tidak rela melihat Raka pergi secepatnya. Hei, Axel, jangan sampai kamu memiliki pemikiran untuk menculik anak orang.
"Om mau ditemani makan?"Axel terkekeh kecil, pria itu berjongkok menyamakan tingginya dengan Raka. Wajah Raka yang terlihat begitu mirip dengannya sama sekali tidak membuatnya curiga. Axel percaya kalau di dunia ini setiap orang memiliki tujuh kembaran, terbukti dengan Raka yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengannya."Makan bareng kamu, di restoran, mau?"Raka menggigit bibir bawahnya, niatnya ingin menolak ajakan Axel tapi ternyata perutnya malah berbunyi dan terdengar oleh Axel hingga membuat Axel tertawa pelan."Ya sudah, tapi Om yang traktir, aku tidak punya uang.""Tentu saja, Boy."Di pagi hari tadi, Axel dibuat khawatir karena Savira tapi siang ini dia dibuat bahagia karena Raka mau menerima ajakannya untuk makan siang bersama. Sore nanti apa yang akan menantinya?.***HolaaaaAda yg nungguin cerita ini gk? HeheheSelamat membaca"Hei, apa-apaan kamu?"Axel berteriak karena terkejut saat melihat Savira mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya. Matanya melebar saat melihat punggung tangan wanita itu mengeluarkannya cairan kental berwarna merah. Astaga, baru saja siang tadi dia bahagia dan senang, tapi sore menjelang malam ini dia malah dibuat kesal dan khawatir secara bersamaan.Savira benar-benar nekat, padahal cairan infusnya belum habis."Saya mau pulang, Pak. Ngapain juga saya di sini, saya gak punya uang bayar biaya rumah sakit," jelas Savira.Wanita itu benar-benar tidak memiliki uang walau sepersen pun, kemarin saja dia meminjam uang Salsa dua puluh ribu untuk membeli bensin motornya dan sekarang dia masuk rumah sakit dan parahnya lagi berada di ruang VVIP, dengan apa dia membayarnya. Alasan Savira juga ingin pulang karena anaknya pasti sedang menunggunya.Bersyukur Savira karena Raka tidak tahu dia ada di rumah sakit."Saya
Setelah kejadian kemarin di mana Axel yang memarahi bahkan sampai membentak Savira, tadi malam Axel jadi merasa bersalah, apalagi saat melihat Savira yang keluar dari mobilnya tanpa berkata apa-apa dengan kepala yang menunduk.Pagi ini, Axel berencana untuk meminta maaf pada wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu marah, karena Savira hanya bermaksud untuk menjailinya, tapi dia malah terbawa emosi. Sial! Axel sangat tidak bisa jika ada yang menyebutnya tidak bisa move on.Masih pagi-pagi sekali, Axel sudah datang di kantor untuk menemui Savira. Dalam hatinya, dia berdoa, semoga saja Savira mau memaafkannya. Huh, kalau Savira tidak mau memaafkannya, dia akan memotong gaji wanita itu, enak saja atasan sendiri tidak dimaafkan. Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Axel sama sekali tidak melihat batang hidung Savira, alhasil pria itu menyusul ke ruangan divisi marketing, divisi Savira bekerja.Ketika dia sampai, Axel celingak-celinguk mencari Sav
Mengingat dua hari yang lalu Axel menolongnya saat dia pingsan, Savira melupakan kekesalannya pada Axel. Wanita itu berniat memasak makanan kesukaan Axel dan memberikan pada pria itu sebagai ucapan terima kasih atas pertolongannya dua hari yang lalu. Pagi-pagi sekali, Savira sudah bangun untuk memasakkan untuk Axel. Setelah semuanya masak, Savira memasukkan semuanya ke rantang. Awalnya wanita itu membentuk nasi dengan bentuk hati, tapi dia merusak nasi yang dibentuk tadi. Nanti Axel berpikir kalau dia belum move on. Hei, ini sudah delapan tahun berlalu, mana mungkin Savira masih belum move on pada pria itu. Setelah mengantar Raka ke sekolahnya dengan menaiki angkot, Savira lanjut ke kantornya. Jika ditanya motornya ke mana, maka jawabannya adalah Savira menjual motornya. Wanita itu terpaksa menjual motor karena dia sangat butuh uang. Kalau dia tidak menjual motornya, maka kemarin dia dan Raka tidak akan makan. Untuk masalah motor, Savira akan
"Besok malam temani saya ke ulang tahun perusahaan teman saya," kata Axel.Savira mendelik saat mendengar perkataan mantan suami yang merangkap jadi atasannya itu. Sama sekali tidak ada kata ajakan, pria itu malah mengatakan untuk menemaninya. Setidaknya, bukan seperti itu mengajaknya."Saya gak mau," tolak Savira tanpa berpikir lebih dulu. Huh, kalau pun dia pergi, bagaimana dengan Raka di rumah?."Gaji kamu saya potong," ancam Axel."Bapak kok ancamannya itu mulu sih?"Savira benar-benar sudah bosan sebenarnya mendengar ancaman itu, tapi ancaman itu satu-satunya yang ampuh. Savira tidak bisa berkutik kalau Axel sudah mengancamnya dengan gaji yang akan dipotong. Masa dia yang bekerja lembur bahkan merevisi laporan yang salah berkali-kali gajinya dipotong, harusnya gajinya itu dinaikkan."Makanya temani saya ke pesta ulang tahun perusahaan teman saya," ujar Axel."Kenapa harus saya, Pak? Bapak gak punya pasangan yah, makanya nga
Dengan senyum lebar dan tangannya yang menenteng rantang makanan pemberian Savira, Axel masuk ke dalam rumahnya. Perasaan gembiranya sejak tadi di perusahaan benar-benar tidak bisa disembunyikannya. Bahkan tadi saat dia melewati para karyawannya ketika pulang, Axel terus menjadi pusat perhatian.Senyum Axel yang jarang dilihat dan mempesona itu membuat semua karyawati terpana.Ketika sudah memasuki rumahnya, Axel mendapatkan sang mama di ruang tamu yang tengah sibuk dengan beberapa kertas di atas meja. Menjadi seorang desainer memang sungguh merepotkan bagi mamanya, lebih baik Axel berurusan dengan berkas-berkas dari pada harus berurusan dengan pensil gambar juga mistar.Axel bersiul, membuat mamanya berdecak akibat terganggu dengan siulan sang anak. Kemudian Jeslyn memandang sinis anaknya, lalu pensil yang tadi di tangannya dia lempar hingga mengenai kening sang anak."Serius amat, Mah, Amat aja gak serius-serius banget," tegur Axel."Berisik kamu
Ketika sinar rembulan berganti menjadi sinar matahari pagi yang hangat, Axel sudah bangun dari tidurnya. Pria itu bangun lebih cepat dari biasanya. Jika biasanya selepas shalat subuh pria itu akan tidur sejenak, namun tidak, Axel malah langsung bersiap-siap, menyiapkan keperluan dan semua berkas-berkas penting yang akan dibawa ke kantor.Setelah semua keperluannya sudah siap, Axel langsung turun. Dia sudah tidak sabar memakan makanan yang Savira berikan padanya. Ketika dia sudah benar-benar turun dan berada di dapur, wajah Axel memerah saat dia melihat kalau rantang makanan pemberian Savira sudah dibuka dan isinya pun sudah kosong.Pria itu menarik napasnya panjang kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan, berusaha mengontrol emosinya agar dia tidak marah pada orang yang sudah melahirkannya. Ok, Axel tidak ingin jadi anak durhakanya dan dikutuk jadi batu, dia lebih suka dikutuk jadi pria paling tampan di dunia.Tapi, melihat makanan yang diberikan Savira
Huuufffth...Huuufffth...Savira berusaha mengatur napasnya karena berlari sepanjang dua kilometer untuk mengejar waktu agar dia tak terlambat. Tapi nihil, wanita itu masih juga terlambat. Savira rela-rela berlari sepanjang dua kilometer, menghindari dari macet.Kalau saja dia tidak bangun lama dia tidak akan terlambat seperti ini. Saat membawa Raka ke sekolahnya tadi, Savira sudah menduga dia akan terlambat, ditambah lagi dengan jalanan yang macet membuat Savira dengan terpaksa turun dari angkot dan berlari sepanjang dua kilometer."Jam berapa ini, Savira?"Tiba-tiba suara yang sangat dikenalnya berada di belakang, bertanya padanya dengan nada suara yang terdengar marah. Savira tahu, ini akan terjadi.Karena napasnya yang sudah mulai teratur, Savira membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat hingga berhadapan dengan Axel. Wanita itu menyengir kuda, kemudian tangan
Siang tadi, setelah berdebat dengan Axel, Savira langsung pulang tanpa bertanya pada Axel alamat tempat pesta ulang tahun perusahaan teman pria itu berlangsung. Alhasil, wanita itu harus mengirimkan Axel pesan untuk menanyakan alamatnya.Savira : Pak Axel, alamat acaranya di mana? Saya ke sananya jam berapa?Tak sampai satu menit Savira mengirim pesan, Axel pun sudah membalas pesannya. Baguslah kalau begitu, setidaknya, Savira tidak perlu menunggu lama-lama lagi.Pak Axel : Di hotel Sky Garden, selepas magrib saya jemput.Savira : Gak usah, Pak, saya berangkat sendiri aja.Bisa gawat kalau Axel sampai datang ke rumahnya dan menjemputnya, bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka? Savira tidak ingin Raka tahu Axel dan Savira tidak ingin Axel tahu Raka. Jahat, Savira memang jahat, tapi itu satu-satunya cara Savira untuk menjaga harta satu-satunya. Savira pun mulai bersiap-siap, memb