Huuufffth...
Huuufffth...
Savira berusaha mengatur napasnya karena berlari sepanjang dua kilometer untuk mengejar waktu agar dia tak terlambat. Tapi nihil, wanita itu masih juga terlambat. Savira rela-rela berlari sepanjang dua kilometer, menghindari dari macet.
Kalau saja dia tidak bangun lama dia tidak akan terlambat seperti ini. Saat membawa Raka ke sekolahnya tadi, Savira sudah menduga dia akan terlambat, ditambah lagi dengan jalanan yang macet membuat Savira dengan terpaksa turun dari angkot dan berlari sepanjang dua kilometer.
"Jam berapa ini, Savira?"
Tiba-tiba suara yang sangat dikenalnya berada di belakang, bertanya padanya dengan nada suara yang terdengar marah. Savira tahu, ini akan terjadi.
Karena napasnya yang sudah mulai teratur, Savira membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat hingga berhadapan dengan Axel. Wanita itu menyengir kuda, kemudian tangan
Siang tadi, setelah berdebat dengan Axel, Savira langsung pulang tanpa bertanya pada Axel alamat tempat pesta ulang tahun perusahaan teman pria itu berlangsung. Alhasil, wanita itu harus mengirimkan Axel pesan untuk menanyakan alamatnya.Savira : Pak Axel, alamat acaranya di mana? Saya ke sananya jam berapa?Tak sampai satu menit Savira mengirim pesan, Axel pun sudah membalas pesannya. Baguslah kalau begitu, setidaknya, Savira tidak perlu menunggu lama-lama lagi.Pak Axel : Di hotel Sky Garden, selepas magrib saya jemput.Savira : Gak usah, Pak, saya berangkat sendiri aja.Bisa gawat kalau Axel sampai datang ke rumahnya dan menjemputnya, bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka? Savira tidak ingin Raka tahu Axel dan Savira tidak ingin Axel tahu Raka. Jahat, Savira memang jahat, tapi itu satu-satunya cara Savira untuk menjaga harta satu-satunya. Savira pun mulai bersiap-siap, memb
Siang tadi, setelah berdebat dengan Axel, Savira langsung pulang tanpa bertanya pada Axel alamat tempat pesta ulang tahun perusahaan teman pria itu berlangsung. Alhasil, wanita itu harus mengirimkan Axel pesan untuk menanyakan alamatnya.Savira : Pak Axel, alamat acaranya di mana? Saya ke sananya jam berapa?Tak sampai satu menit Savira mengirim pesan, Axel pun sudah membalas pesannya. Baguslah kalau begitu, setidaknya, Savira tidak perlu menunggu lama-lama lagi.Pak Axel : Di hotel Sky Garden, selepas magrib saya jemput.Savira : Gak usah, Pak, saya berangkat sendiri ajaBisa gawat kalau Axel sampai datang ke rumahnya dan menjemputnya, bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka? Savira tidak ingin Raka tahu Axel dan Savira tidak ingin Axel tahu Raka. Jahat, Savira memang jahat, tapi itu satu-satunya cara Savira untuk menjaga harta satu-satunya. Savira pun mulai bersiap-siap, membersihkan tubuhnya, berpakaian dan berdandan. Setidaknya S
Pagi harinya, suhu tubuh Raka sudah sedikit menurun padahal anaknya itu semalam tidak makan juga tidak minum obat. Savira yang baru saja selesai memasak bubur untuk Raka pun langsung menghela napasnya lega. Savira benar-benar khawatir saat tahu anaknya demam. Sudah sangat lama Raka tidak merasakan sakit yang namanya demam dan semalam baru pertama kalinya setelah sekian lama, bersyukur Raka tidak dibawa ke rumah sakit.Janda satu anak itu langsung duduk di sisi ranjang, dengan pelan dan lembut, dia membangunkan Raka untuk makan."Bangun dulu, Sayang."Raka mengerjap berkali-kali, menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya. Ketika dirasa matanya telah menyesuaikan cahaya yang masuk di matanya, Raka pun bangun dibantu oleh Savira."Makan dulu, baru minum obat," ucap Savira membuat Raka menganggukkan kepalanya.Savira mulai menyuapi Raka. Savira sangat bersyukur karena an
Ketika Savira baru saja datang di kantor, dia sudah dipanggil oleh manajer divisi marketing. Savira benar-benar tidak mengerti kenapa dia datang-datang langsung dipanggil. Seingatnya, dia sama sekali tidak berbuat salah, apa mungkin dia disuruh urusan membuat laporan lagi? Atau disuruh membawa laporan untuk Axel?.Kalau memang 'iya,' dia disuruh untuk membawakan laporan untuk Axel, ini bisa dijadikan Savira untuk bertemu dengan Axel dan mengajaknya Axel kembali keluar karena kemarin tidak sempat. Dia juga perlu menjelaskan alasan dia tidak bisa datang.Suara Pak Zulfan menginterupsinya untuk masuk ke dalam ruangan Pak Zulfan, Savira mengucapkan permisi lebih dulu lalu melenggang masuk."Pagi, Pak," sapa Savira.Pak Zulfan tersenyum, dia sebenarnya sama sekali tidak tega mengatakan pada Savira kalau ada hal yang penting atau bisa dibilang berita buruk yang akan dikatakan pada Savira. Selama ini, Savir
Baru saja Savira berniat ingin menidurkan Raka, tapi ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Savira pun tak jadi menidurkan anaknya itu, sedangkan Raka duduk di sofa usang, menunggu mamanya selesai mengangkat telepon.Savira tak langsung mengangkat panggilan itu, dia lebih dulu melihat id caller yang tak lain adalah Axel. Huh, untuk apa mantan bosnya itu meneleponnya? Wanita itu kesal dengan Axel, apalagi dia yang dipecat begitu saja tanpa adanya alasan tertentu."Apa? Masih belum puas pecat saya?"Yang pertama kali keluar dari mulut Savira adalah pertanyaan dengan nada sinis. Tak ada sapaan, toh, Axel juga sudah bukan bosnya."Halo, dengan Non Savira?"Savira terdiam saat mendengar suara wanita di seberang sana, dia mengernyit heran, memastikan kembali id caller yang tadi memanggilnya, mungkin saja tadi dia salah baca. Tapi ketika melihat id caller itu benar-benar nama Axel, Savir
Ketika sinar rembulan berganti menjadi sinar mentari yang menyilaukan, Savira mengerjapkan matanya berkali-kali, merutuk cahaya yang masuk di sela-sela gorden jendela. Kemudian tangannya terangkat menutup matanya, berniat ingin melanjutkan tidur tapi urung saat dia merasakan lengan kokoh yang memeluknya dari belakang.Jantung wanita itu berdetak tak menentu saat merasakan ada yang memeluknya. Matanya langsung terbuka lebar, pandangannya turun ke bawah, tepat di tempat lengah itu memeluknya. Lalu, tanpa memikirkan orang yang memeluknya tengah sakit, Savira langsung bangkit dari tidurnya, membuat Axel terganggu akibat Savira."Ck," decak Axel. "Saya bisa-bisa gak sembuh karena kamu, Savira," imbuhnya.Pria itu terusik dengan pergerakan Savira yang tiba-tiba dan mengangetkan nya. Axel membuka matanya, memandangi Savira, sementara Savira juga tengah menatapnya tajam. Axel mengernyit heran saat melihat Savira yang kini
Tak ingin berlarut-larut pada kesedihan karena Axel ingin menjauhinya, Savira memilih mencoba untuk melupakan sang mantan suami. Dia memang sudah tidak seharusnya masih berharap dan jatuh cinta pada Axel.Sudah tidak seharusnya cinta dengan orang yang dari masa lalu, itu hanya menyakiti hati saja. Dan Savira kini merasakannya. Malam ini Savira memasak banyak, membuat Raka mengernyit heran melihat mamanya. Ada gerangan apa mamanya sampai memasak sangat banyak seperti ini? Apa mamanya akan kedatangan tamu?"Mama masaknya banyak banget, ada yang mau datang?" Tanya Raka.Sembari menggoreng ikan, Savira menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan Raka. Dia hanya ingin melampiaskan semuanya pada makanan."Terus, kenapa masaknya banyak banget?""Mama cuma mau makan banyak, kok."Raka mengangkat kedua bahunya, tak ingin lagi b
Anak itu? Axel menjambak rambutnya. Pria itu takut memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja membuatnya menyesal, dia takut mengetahui sebuah kenyataan. Pandangan mata Axel mengikuti Savira dan Raka yang terus berjalan, tatapan matanya sendu melihat Savira. Sial. Pria itu mendongak, menghalau cairan bening yang ada di matanya agar tidak menetes. Tapi, tidak-tidak, dia tidak boleh menyimpulkan begitu saja, Axel harus memastikan. Ya, dia harus memastikan. Dia harus memastikan siapa ayah kandung Raka? Karena saat dia pertama kali bertemu dengan Raka, Axel merasa kalau Raka sangat mirip dengannya saat dia masih kecil dulu. "Ron, berhenti!" Perintah Axel membuat Ron tidak mengerti dengan bosnya. Dia tidak mungkin berhenti di lampu merah, yang ada nanti dia malah mendapatkan omela