Anak itu? Axel menjambak rambutnya. Pria itu takut memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja membuatnya menyesal, dia takut mengetahui sebuah kenyataan. Pandangan mata Axel mengikuti Savira dan Raka yang terus berjalan, tatapan matanya sendu melihat Savira.
Sial. Pria itu mendongak, menghalau cairan bening yang ada di matanya agar tidak menetes. Tapi, tidak-tidak, dia tidak boleh menyimpulkan begitu saja, Axel harus memastikan. Ya, dia harus memastikan. Dia harus memastikan siapa ayah kandung Raka? Karena saat dia pertama kali bertemu dengan Raka, Axel merasa kalau Raka sangat mirip dengannya saat dia masih kecil dulu.
"Ron, berhenti!" Perintah Axel membuat Ron tidak mengerti dengan bosnya.
Dia tidak mungkin berhenti di lampu merah, yang ada nanti dia malah mendapatkan omela
Axel terkekeh sinis mendengar penuturan Savira yang katanya selama mengandung Raka, wanita itu membencinya. "Itu hanya mitos, Savira," ucap Axel yang kembali sukses membuat Savira diam. "Dia mirip denganku karena dia adalah anakku, bukan begitu?" Imbuh Axel membuat Savira menatap pria itu tajam. Savira teringat dengan kejadian delapan tahun yang lalu, saat Axel menceraikannya karena tidak percaya dia yang hamil di saat mereka baru saja menikah dua minggu. Saat dia dituduh selingkuh dan dikatai sebagai wanita murahan oleh Axel. Wanita itu juga ingat saat-saat dia baru saja bercerai, mengandung tanpa suami, memeriksa kandungan seorang diri, melahirkan tanpa ada satu pun yang menemaninya, bahkan sampai dia dan Raka dulu pernah kelaparan karena tak makan.
Bangun tidur dengan mata sembap tak membuat Savira marah dengan Raka akibat anaknya ingin bersama Axel. Savira merasa ini adalah salahnya karena tidak mengenalkan Raka pada ayah kandungnya. Jika ditanya menyesal atau tidak, ya, Savira menyesal menyembunyikan itu dan juga menyesal menolak Axel yang berniat menebus semuanya. Setelah membersihkan diri, Savira memasak sarapan untuk Raka. Selepas shalat subuh, biasanya Raka akan keluar kamar hanya sekedar melihatkan batang hidungnya pada Savira supaya Savira tahu kalau anaknya sudah bangun. Namun, kali ini berbeda, Raka sama sekali tidak keluar, membuat Savira langsung sedih. "Maafin Mama, Nak," gumam Savira. Hingga tepat pukul enam, Raka sama sekali belum keluar dari kamarnya. Semua sarapan sudah siap di atas meja, tapi Raka sama sekali tidak keluar dari kamar. Tak tahu harus berbuat apa, Savira memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya, di atas meja, menang
Sesampainya di rumah kedua orang tua Axel, Savira tak turun sementara Raka juga Axel sudah turun dan menunggunya. Savira menggigit bibirnya, dia takut keluar dan kedua orang tua Axel marah karena dia sudah menyembunyikan keberadaan Raka juga kemarin tidak menyapa kedua orang tua itu. Apalagi jika mengingat kalau mereka cerai kerena Savira yang dituduh selingkuh oleh Savira. Sampai sekarang Savira sebenarnya takut bertemu kedua orang tua Axel. Sementara itu, Axel yang menunggu Savira yang tak turun-turun pun berdecak kesal, dia itu sudah tidak sabar mempertemukan Raka kepada kedua orang tuanya tapi Savira malah berlama-lama di dalam mobil. "Ayo, kamu ngapain masih di sini?" Ajak Axel membuat Savira kembali menggigit bibirnya. "Pak, saya gak usah ikut deh," kata Savira berusaha menolak untuk ikut masuk ke dalam sana. "Gak ada, kamu harus ikut." Axel pun tanpa peduli denga
Seperti biasa, kala Savira sampai di ruangan Axel, dia akan menyiapkan semuanya. Sudah sebulan dia bekerja sebagai asisten pribadi Axel, ada suka maupun kesal karena Axel yang suka sekali mengganggunya bahkan menggodanya.Hei, dia sudah bukan anak kecil."Morning Savira...." sapa Axel membuat Savira yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya langsung menoleh."Pak," panggil Savira."Hmm""Mau ditabok gak?" Tanya Savira."Saya atasan kamu, lho."Savira tak peduli, dia bahkan cuma diam tak membalas perkataan atasannya itu."Jadwal saya hari ini apa aja?""Bapak kan punya sekretaris, tanya sama dia."Sungguh, Savira satu-satunya bawahannya yang sangat berani dengannya, tetapi Axel menikmatinya. Tanpa Axel ketahui, sebenarnya Savira juga menikmati perdebatan mereka setiap harinya.
"Raka kalau Mama antar jemput pakai motor lagi mau?" Tanya Savira.Wanita itu sebenarnya tidak enak hati pada Axel juga kedua orang tua Axel, dia merasa kalau dia benar-benar merepotkan. Ini semua karena Savira yang sudah tak memiliki kendaraan.Sementara itu, Raka mengernyit heran mendengar pertanyaan mamanya lalu berkata, " Kenapa emangnya?""Mama mau beli motor lagi kalau gajian bulan ini," jawab Savira. Namun, ketika sadar ada yang salah dari perkataannya barusan, Savira pun menggelengkan kepalanya dan meralat perkataannya, " Eh, bukan beli, tapi nyicil motor.""Mau kok, biasanya juga 'kan selalu antar jemput pakai motor."Raka benar-benar tak tahu kenapa dengan mamanya yang tiba-tiba bertanya hal seperti itu. Anak kecil yang sudah berusia delapan tahun itu kembali melanjutkan mengerjakan tugasnya seraya menunggu mamanya mengeluarkan suara. Raka tahu, mamanya pasti teng
Savira benar-benar tak menyangka kalau gajinya melebihi ekspektasi, gajinya bahkan bisa membeli satu motor setiap bulannya. Karena gajinya yang besar, Savira pun membeli motor walau bukan motor baru, tapi setidaknya motornya masih bisa dipakai juga surat-suratnya yang lengkap."Raka, ayo!" teriak Savira dari luar yang tengah memanasi motornya.Keduanya sudah selesai sarapan tapi Raka masih di dalam memakai sepatunya. Sekitar dua menit Savira menunggu Raka, akhirnya anaknya itu pun keluar, mengunci pintu rumah kemudian menghampiri Savira."Kunci rumah Raka yang pegang atau Mama?"Savira nampak berpikir, kemarin-kemarin anaknya pulang bersama kakek neneknya jadi selalu Savira yang memegang kunci rumah, tapi kali ini beda, Savira sudah memiliki motor dan yang antar Raka ke sekolah pun dia, pastinya kakek nenek Raka tak akan menjemput Raka di sekolah."Kamu aja deh, kan nanti kamu pu
Ini benar-benar gila. Bukan, bukan Savira yang gila, tapi Axel yang malah ikut bersamanya sementara mobil pria itu ditinggalkan di kantor. Axel bersikeras ingin ikut dengan Savira naik motor dengan alasan tujuan mereka sama yaitu rumah kedua orang tua Axel. Savira ke rumah mantan mertuanya itu karena dia ingin mengambil kunci rumah dengan Raka.Wanita itu menghela napasnya panjang, jengah dengan tingkah laku Axel. Seandainya dia tidak kabur di kota yang ternyata di sini ada mantan mertuanya, dia tidak akan bertemu dengan Axel yang sifatnya semakin konyol. Padahal beberapa tahun lalu hidupnya sangat damai tanpa adanya Axel juga kedua mantan mertuanya yang masih sangat mengharapkannya."Bapak deh yang bawa motor."Savira memberikan kunci motornya pada Axel, menyuruh Axel untuk membawa motornya ke rumah kedua orang tua pria itu dan dengan senang hati, Axel menerimanya. Pria itu menuju motor Savira yang terparkir tak jauh dari mereka berdiri, menyalakan motor itu ke
Axel menemani Raka yang tengah mengerjakan tugas sekolah, sesekali pria itu akan membantu Raka jika anak itu terlalu lama menjawabnya.Pria itu bahagia, dia sangat bahagia menemani Raka mengerjakan tugas sekolah. Mata Axel berbinar melihat anaknya yang cerdas bahkan melebihi ekspektasinya.Seperti apa Savira mendidik Raka? Savira sangat pintar mendidik Raka, anaknya menjadi anak yang cerdas walau Raka bisa disebut dewasa sebelum waktunya. Axel bangga.Tiba-tiba Axel teringat akan satu hal, alasan Savira menjual motornya. Entah kenapa, itu malah membuat Axel terus kepikiran. Savira memang butuh uang tapi untuk apa? Kalau uang yang Savira butuhkan untuk keperluan Raka, Axel benar-benar merasa bersalah pada dirinya karena dulu menceraikan Savira.Tapi, tunggu dulu, karena keperluan Raka? Bukankah Savira akan melakukan apa pun demi anak mereka?"Raka," panggil Axel."Hmm," gumam Raka.Sekali pun Raka mengatakan dia ingin bersama papanya,