Savira benar-benar tak menyangka kalau gajinya melebihi ekspektasi, gajinya bahkan bisa membeli satu motor setiap bulannya. Karena gajinya yang besar, Savira pun membeli motor walau bukan motor baru, tapi setidaknya motornya masih bisa dipakai juga surat-suratnya yang lengkap.
"Raka, ayo!" teriak Savira dari luar yang tengah memanasi motornya.
Keduanya sudah selesai sarapan tapi Raka masih di dalam memakai sepatunya. Sekitar dua menit Savira menunggu Raka, akhirnya anaknya itu pun keluar, mengunci pintu rumah kemudian menghampiri Savira.
"Kunci rumah Raka yang pegang atau Mama?"
Savira nampak berpikir, kemarin-kemarin anaknya pulang bersama kakek neneknya jadi selalu Savira yang memegang kunci rumah, tapi kali ini beda, Savira sudah memiliki motor dan yang antar Raka ke sekolah pun dia, pastinya kakek nenek Raka tak akan menjemput Raka di sekolah.
"Kamu aja deh, kan nanti kamu pu
Ini benar-benar gila. Bukan, bukan Savira yang gila, tapi Axel yang malah ikut bersamanya sementara mobil pria itu ditinggalkan di kantor. Axel bersikeras ingin ikut dengan Savira naik motor dengan alasan tujuan mereka sama yaitu rumah kedua orang tua Axel. Savira ke rumah mantan mertuanya itu karena dia ingin mengambil kunci rumah dengan Raka.Wanita itu menghela napasnya panjang, jengah dengan tingkah laku Axel. Seandainya dia tidak kabur di kota yang ternyata di sini ada mantan mertuanya, dia tidak akan bertemu dengan Axel yang sifatnya semakin konyol. Padahal beberapa tahun lalu hidupnya sangat damai tanpa adanya Axel juga kedua mantan mertuanya yang masih sangat mengharapkannya."Bapak deh yang bawa motor."Savira memberikan kunci motornya pada Axel, menyuruh Axel untuk membawa motornya ke rumah kedua orang tua pria itu dan dengan senang hati, Axel menerimanya. Pria itu menuju motor Savira yang terparkir tak jauh dari mereka berdiri, menyalakan motor itu ke
Axel menemani Raka yang tengah mengerjakan tugas sekolah, sesekali pria itu akan membantu Raka jika anak itu terlalu lama menjawabnya.Pria itu bahagia, dia sangat bahagia menemani Raka mengerjakan tugas sekolah. Mata Axel berbinar melihat anaknya yang cerdas bahkan melebihi ekspektasinya.Seperti apa Savira mendidik Raka? Savira sangat pintar mendidik Raka, anaknya menjadi anak yang cerdas walau Raka bisa disebut dewasa sebelum waktunya. Axel bangga.Tiba-tiba Axel teringat akan satu hal, alasan Savira menjual motornya. Entah kenapa, itu malah membuat Axel terus kepikiran. Savira memang butuh uang tapi untuk apa? Kalau uang yang Savira butuhkan untuk keperluan Raka, Axel benar-benar merasa bersalah pada dirinya karena dulu menceraikan Savira.Tapi, tunggu dulu, karena keperluan Raka? Bukankah Savira akan melakukan apa pun demi anak mereka?"Raka," panggil Axel."Hmm," gumam Raka.Sekali pun Raka mengatakan dia ingin bersama papanya,
Ketika pagi telah tiba, Savira bergegas turun ke lantai bawah membantu Bi Ulan di dapur. Wanita itu merasa tidak enak kalau hanya numpang tidur di rumah orang."Mbak Savira, biar Bibi aja, nanti nyonya marah."Savira menggelengkan kepalanya, dia menjauhkan pisau dan talenan agar tak diambil alih Bi Ulan, lalu Savira berkata, "Gak pa-pa, Bi. Aku juga di sini cuma numpang doang. Gak enak juga."Bi Ulan mengigit kukunya, dia takut nanti Jeslyn datang dan marah padanya karena membiarkan Savira membantunya memasak. Selama dia bekerja di sini, bisa dihitung dengan jari Jeslyn membantunya memasak karena majikannya itu sibuk dengan pekerjaannya."Lho, Savira, udah bangun?"Suara Jeslyn membuat Bi Ulan keringat dingin, menyiapkan dirinya dimarahi Jeslyn walau Jeslyn jarang marah padanya tapi tetap saja dia takut.Savira tak menjawab, tapi malah tersenyum manis pada Je
"Wih, lihat nih, siapa yang datang?"Salsa menyambut Savira dengan ejekan yang membuat Savira kesal dengan wanita itu dan membuat Savira memberengut kesalSavira kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi samping Salsa. Kantin kantor terlihat ramai hari ini, tidak seperti biasanya."Apa sih, Sal?" Protes Savira.Wanita itu meraih sebotol mineral di atas meja, membukanya lalu meminum botol itu. Hari ini, pekerjaan Savira sangat banyak sampai wanita itu kewalahan."Eh, si ganteng mana?"Pertanyaan Salsa membuat Savira mengernyit heran, kemudian wanita itu bertanya, "Si ganteng siapa?"Sementara Salsa, dia mendengus."Anak kamu lah," jawab Salsa ketus."Sekolah," sahut Savira seraya mencomot batagor milik Salsa."Batagor aku itu, beli sendiri sana," protes Salsa. Savira memang suka s
"Halo, Pak?"Savira meletakkan ponselnya di telinga kiri saat ada panggilan masuk dari Axel."Kamu di mana?" Tanya Axel di seberang sana.Savira yang tengah berada di kantin bersama Salsa pun melirik Salsa yang tengah senyum-senyum tak jelas. Savira tahu, temannya ini pasti berniat menggodanya mengingat kejadian kemarin. Wanita itu mencibir, mencibir kelakuan Salsa yang sama sekali tak berubah semenjak mereka pertama kali bertemu dan berteman.Savira masih belum menjawab, membuat Axel yang di seberang sana memberengut kesal."Kamu di mana sih?"Savira memasukkan sesendok nasi kuning ke mulutnya, mengunyah sambil menjawab pertanyaan Axel."Lagi di kantin."Sebenarnya Axel sudah tahu saat dia mendengar suara decakan dari Savira, wanita itu pasti ada di kantin.Di tempatnya, Axel melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sekarang memang sedang jam istirahat karyawannya termasuk Savira dan sudah pasti wani
"Raka malam ini Mama titip sama nenek, yah?" Tanya Savira meminta persetujuan dari anaknya. Sementara Raka yang tengah menonton kartun favoritnya langsung menoleh pada Savira. Anak laki-laki itu mengambil remot di meja, menekan tombol merah di remot itu, mematikan televisi. "Memangnya Mama mau kemana?" Mendengar pertanyaan anaknya, Savira jadi menyimpulkan kalau anaknya tidak akan mengizinkan dia untuk keluar malam. Dulu Savira pernah akan keluar malam bersama Axel untuk menemani Axel ke pesta ulang tahun perusahaan salah satu teman Axel, tapi urung kala Raka malah demam. "Papa ngajakin Mama keluar," jawab Savira. Raka membulatkan mulutnya, ber-oh ria. Anak itu menyimpulkan kalau mama dan papanya akan pergi jalan-jalan, bermalam minggu seperti anak-anak jaman sekarang, mengingat besok adalah hari Minggu. "Mama sama Papa mau dinner di luar?"
Axel bertanya, "Ngapain kamu natap saya kayak gitu?"Savira masih belum menjawab, tapi masih tetap menatap Axel tajam."Oh, saya tahu, kamu kayak gini pasti karena Mama saya hampir ikut kan?" Celetuk Axel. "Tenang aja, Mama saya juga gak jadi ikut," sambung pria itu."Bapak kenapa ngajarin kata-kata yang gak baik buat Raka?""Kata-kata apa?"Hah? Pria itu masih saja bertanya kata-kata apa?"Dinner, kencan, Bapak kenapa ngajarin Raka ngomong gitu sih?""Savira, saya gak ngerti kamu ngomong apa?""Intinya, Raka jadi tahu kata dinner
"Savira, saya hari ini ada urusan penting di luar, kamu boleh pulang lebih dulu," kata Axel. Savira yang tadi sibuk dengan layar komputer di depannya pun mendongakkan kepalanya, menatap Axel dengan kening mengernyit. Tumben sekali Axel pergi tanpa mengajaknya, biasanya sepenting apa pun urusan pria itu, pasti selalu mengajaknya. Wanita itu berpikir, kalau Axel ada urusan penting seperti ini, jangan-jangan Axel memiliki urusan penting bersama wanita bernama Vina itu. Jangan-jangan keduanya sebenarnya memiliki hubungan khusus, hanya saja Axel tidak menampakkan pada Savira. "Mau kemana, Pak? Urusan apa emangnya?" Axel tersenyum jail, dia mengerling saat mendengar pertanyaan Savira. "Kenapa? Kamu mau ikut?" "Hah? Saya kan cuma nanya doang," ujar Savira ketus. "Hari ini ada pesta bujang bareng teman-teman saya, kenapa? Kamu mau ikut?" Savira meneguk ludahnya kasar. Pesta bujang? Mana mungkin dia ikut, sudah pasti di sana isi