Ketika Savira baru saja datang di kantor, dia sudah dipanggil oleh manajer divisi marketing. Savira benar-benar tidak mengerti kenapa dia datang-datang langsung dipanggil. Seingatnya, dia sama sekali tidak berbuat salah, apa mungkin dia disuruh urusan membuat laporan lagi? Atau disuruh membawa laporan untuk Axel?.
Kalau memang 'iya,' dia disuruh untuk membawakan laporan untuk Axel, ini bisa dijadikan Savira untuk bertemu dengan Axel dan mengajaknya Axel kembali keluar karena kemarin tidak sempat. Dia juga perlu menjelaskan alasan dia tidak bisa datang.
Suara Pak Zulfan menginterupsinya untuk masuk ke dalam ruangan Pak Zulfan, Savira mengucapkan permisi lebih dulu lalu melenggang masuk.
"Pagi, Pak," sapa Savira.
Pak Zulfan tersenyum, dia sebenarnya sama sekali tidak tega mengatakan pada Savira kalau ada hal yang penting atau bisa dibilang berita buruk yang akan dikatakan pada Savira. Selama ini, Savir
Baru saja Savira berniat ingin menidurkan Raka, tapi ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Savira pun tak jadi menidurkan anaknya itu, sedangkan Raka duduk di sofa usang, menunggu mamanya selesai mengangkat telepon.Savira tak langsung mengangkat panggilan itu, dia lebih dulu melihat id caller yang tak lain adalah Axel. Huh, untuk apa mantan bosnya itu meneleponnya? Wanita itu kesal dengan Axel, apalagi dia yang dipecat begitu saja tanpa adanya alasan tertentu."Apa? Masih belum puas pecat saya?"Yang pertama kali keluar dari mulut Savira adalah pertanyaan dengan nada sinis. Tak ada sapaan, toh, Axel juga sudah bukan bosnya."Halo, dengan Non Savira?"Savira terdiam saat mendengar suara wanita di seberang sana, dia mengernyit heran, memastikan kembali id caller yang tadi memanggilnya, mungkin saja tadi dia salah baca. Tapi ketika melihat id caller itu benar-benar nama Axel, Savir
Ketika sinar rembulan berganti menjadi sinar mentari yang menyilaukan, Savira mengerjapkan matanya berkali-kali, merutuk cahaya yang masuk di sela-sela gorden jendela. Kemudian tangannya terangkat menutup matanya, berniat ingin melanjutkan tidur tapi urung saat dia merasakan lengan kokoh yang memeluknya dari belakang.Jantung wanita itu berdetak tak menentu saat merasakan ada yang memeluknya. Matanya langsung terbuka lebar, pandangannya turun ke bawah, tepat di tempat lengah itu memeluknya. Lalu, tanpa memikirkan orang yang memeluknya tengah sakit, Savira langsung bangkit dari tidurnya, membuat Axel terganggu akibat Savira."Ck," decak Axel. "Saya bisa-bisa gak sembuh karena kamu, Savira," imbuhnya.Pria itu terusik dengan pergerakan Savira yang tiba-tiba dan mengangetkan nya. Axel membuka matanya, memandangi Savira, sementara Savira juga tengah menatapnya tajam. Axel mengernyit heran saat melihat Savira yang kini
Tak ingin berlarut-larut pada kesedihan karena Axel ingin menjauhinya, Savira memilih mencoba untuk melupakan sang mantan suami. Dia memang sudah tidak seharusnya masih berharap dan jatuh cinta pada Axel.Sudah tidak seharusnya cinta dengan orang yang dari masa lalu, itu hanya menyakiti hati saja. Dan Savira kini merasakannya. Malam ini Savira memasak banyak, membuat Raka mengernyit heran melihat mamanya. Ada gerangan apa mamanya sampai memasak sangat banyak seperti ini? Apa mamanya akan kedatangan tamu?"Mama masaknya banyak banget, ada yang mau datang?" Tanya Raka.Sembari menggoreng ikan, Savira menggelengkan kepalanya, menjawab pertanyaan Raka. Dia hanya ingin melampiaskan semuanya pada makanan."Terus, kenapa masaknya banyak banget?""Mama cuma mau makan banyak, kok."Raka mengangkat kedua bahunya, tak ingin lagi b
Anak itu? Axel menjambak rambutnya. Pria itu takut memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja membuatnya menyesal, dia takut mengetahui sebuah kenyataan. Pandangan mata Axel mengikuti Savira dan Raka yang terus berjalan, tatapan matanya sendu melihat Savira. Sial. Pria itu mendongak, menghalau cairan bening yang ada di matanya agar tidak menetes. Tapi, tidak-tidak, dia tidak boleh menyimpulkan begitu saja, Axel harus memastikan. Ya, dia harus memastikan. Dia harus memastikan siapa ayah kandung Raka? Karena saat dia pertama kali bertemu dengan Raka, Axel merasa kalau Raka sangat mirip dengannya saat dia masih kecil dulu. "Ron, berhenti!" Perintah Axel membuat Ron tidak mengerti dengan bosnya. Dia tidak mungkin berhenti di lampu merah, yang ada nanti dia malah mendapatkan omela
Axel terkekeh sinis mendengar penuturan Savira yang katanya selama mengandung Raka, wanita itu membencinya. "Itu hanya mitos, Savira," ucap Axel yang kembali sukses membuat Savira diam. "Dia mirip denganku karena dia adalah anakku, bukan begitu?" Imbuh Axel membuat Savira menatap pria itu tajam. Savira teringat dengan kejadian delapan tahun yang lalu, saat Axel menceraikannya karena tidak percaya dia yang hamil di saat mereka baru saja menikah dua minggu. Saat dia dituduh selingkuh dan dikatai sebagai wanita murahan oleh Axel. Wanita itu juga ingat saat-saat dia baru saja bercerai, mengandung tanpa suami, memeriksa kandungan seorang diri, melahirkan tanpa ada satu pun yang menemaninya, bahkan sampai dia dan Raka dulu pernah kelaparan karena tak makan.
Bangun tidur dengan mata sembap tak membuat Savira marah dengan Raka akibat anaknya ingin bersama Axel. Savira merasa ini adalah salahnya karena tidak mengenalkan Raka pada ayah kandungnya. Jika ditanya menyesal atau tidak, ya, Savira menyesal menyembunyikan itu dan juga menyesal menolak Axel yang berniat menebus semuanya. Setelah membersihkan diri, Savira memasak sarapan untuk Raka. Selepas shalat subuh, biasanya Raka akan keluar kamar hanya sekedar melihatkan batang hidungnya pada Savira supaya Savira tahu kalau anaknya sudah bangun. Namun, kali ini berbeda, Raka sama sekali tidak keluar, membuat Savira langsung sedih. "Maafin Mama, Nak," gumam Savira. Hingga tepat pukul enam, Raka sama sekali belum keluar dari kamarnya. Semua sarapan sudah siap di atas meja, tapi Raka sama sekali tidak keluar dari kamar. Tak tahu harus berbuat apa, Savira memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya, di atas meja, menang
Sesampainya di rumah kedua orang tua Axel, Savira tak turun sementara Raka juga Axel sudah turun dan menunggunya. Savira menggigit bibirnya, dia takut keluar dan kedua orang tua Axel marah karena dia sudah menyembunyikan keberadaan Raka juga kemarin tidak menyapa kedua orang tua itu. Apalagi jika mengingat kalau mereka cerai kerena Savira yang dituduh selingkuh oleh Savira. Sampai sekarang Savira sebenarnya takut bertemu kedua orang tua Axel. Sementara itu, Axel yang menunggu Savira yang tak turun-turun pun berdecak kesal, dia itu sudah tidak sabar mempertemukan Raka kepada kedua orang tuanya tapi Savira malah berlama-lama di dalam mobil. "Ayo, kamu ngapain masih di sini?" Ajak Axel membuat Savira kembali menggigit bibirnya. "Pak, saya gak usah ikut deh," kata Savira berusaha menolak untuk ikut masuk ke dalam sana. "Gak ada, kamu harus ikut." Axel pun tanpa peduli denga
Seperti biasa, kala Savira sampai di ruangan Axel, dia akan menyiapkan semuanya. Sudah sebulan dia bekerja sebagai asisten pribadi Axel, ada suka maupun kesal karena Axel yang suka sekali mengganggunya bahkan menggodanya.Hei, dia sudah bukan anak kecil."Morning Savira...." sapa Axel membuat Savira yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya langsung menoleh."Pak," panggil Savira."Hmm""Mau ditabok gak?" Tanya Savira."Saya atasan kamu, lho."Savira tak peduli, dia bahkan cuma diam tak membalas perkataan atasannya itu."Jadwal saya hari ini apa aja?""Bapak kan punya sekretaris, tanya sama dia."Sungguh, Savira satu-satunya bawahannya yang sangat berani dengannya, tetapi Axel menikmatinya. Tanpa Axel ketahui, sebenarnya Savira juga menikmati perdebatan mereka setiap harinya.