"Hei, apa-apaan kamu?"
Axel berteriak karena terkejut saat melihat Savira mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya. Matanya melebar saat melihat punggung tangan wanita itu mengeluarkannya cairan kental berwarna merah. Astaga, baru saja siang tadi dia bahagia dan senang, tapi sore menjelang malam ini dia malah dibuat kesal dan khawatir secara bersamaan.
Savira benar-benar nekat, padahal cairan infusnya belum habis.
"Saya mau pulang, Pak. Ngapain juga saya di sini, saya gak punya uang bayar biaya rumah sakit," jelas Savira.Wanita itu benar-benar tidak memiliki uang walau sepersen pun, kemarin saja dia meminjam uang Salsa dua puluh ribu untuk membeli bensin motornya dan sekarang dia masuk rumah sakit dan parahnya lagi berada di ruang VVIP, dengan apa dia membayarnya. Alasan Savira juga ingin pulang karena anaknya pasti sedang menunggunya.Bersyukur Savira karena Raka tidak tahu dia ada di rumah sakit.
"Saya yang bayar."
"Tapi saya mau tetap pulang.""Kok kamu nyolot, sih? Ini itu demi kesehatan kamu. Saya gak mau karyawan saya kenapa-kenapa.""Saya itu gak pa-pa, Pak.""Gak pa-pa apanya, sampai pingsan?"Tanya Axel membuat Savira diam seketika.
Tak ada suara dari Savira membuat Axel kembali mengeluarkan suaranya."Berapa hari kamu gak makan?"
Savira berdecak kesal, wanita itu tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Axel. Percuma juga dia jawab, tak ada gunanya."Kalau kamu gak jawab gaji kamu saya potong," ancam Axel."Satu hari doang."Axel memutar bola matanya malas, satu hari? Apa wanita itu tidak makan selama satu hari dan karena sudah tidak tahan dia pingsan saat di perusahaan tadi?"Kamu ngapain aja sampai gak makan?" Tanya Axel.Sungguh aneh, dulu saat keduanya bersama, Savira tidak bisa kalau tidak makan, bahkan jika wanita itu tidak makan siang dia akan makan sore hari sebagai pengganti makan siang."Itu gak penting, Pak. Saya mau pulang.""Kamu boleh pulang kalau cairan infusnya habis.""Gak bisa, Pak, saya harus pulang sekarang.""Nanti, kalau cairan infusnya habis."Kenapa Axel sungguh tidak peka? Di rumah pasti Raka sudah menunggunya di rumah."Saya mohon," mohon Savira menatap Axel dengan tatapan memohonnya.Mata wanita itu berkaca-kaca. Axel tidak tahu, kenapa wanita itu sangat ingin pulang padahal cairan infusnya belum habis. Savira terlihat gelisah, seperti ada sesuatu yang sedang menunggunya. Ah, sesuatu menunggunya? Mungkin saja itu anak Savira dan selingkuhannya dulu. Rasanya Axel tidak rela mengizinkan Savira pulang, kalau perlu pria itu meminta dokter untuk menyuruh Savira rawat inap di sini selama mungkin.Oh, menyebalkan. Sialan.***Setelah perdebatan panjang tadi yang dimenangkan oleh Savira, pada akhirnya wanita itu dibolehkan pulang oleh dokter padahal Axel masih ingin Savira dirawat karena wanita itu yang terlihat lemah.Saat ini, keduanya masih berada di perjalanan. Waktu pun sudah menunjukkan pukul 16:22. Traffic light yang tadinya berwarna kuning lalu berganti merah membuat Axel menghentikan mobilnya sejenak untuk menunggu lampu hijau.Sejenak di mobil itu hening hingga suara pesan masuk di ponsel Savira memecahkan keheningan tersebut. Axel melirik pada ponsel Savira, melihat siapa yang mengirimkan pesan pada wanita itu. Namun, dia tidak bisa melihat isi pesan tersebut, karena Savira yang membalas pesan tersebut dengan dua huruf saja lalu mematikan ponselnya."Rumah kamu di mana?" Tanya Axel saat lampu merah berganti dari kuning ke hijau."Saya ke perusahaan saja, Pak, mau ambil motor saya," jawab Savira."Motor kamu gak bakal hilang disimpan di sana.""Gak, bisa, saya butuh motor saya.""Nanti saya suruh orang buat anterin ke rumahmu.""Emang Pak Axel tahu alamat rumah saya?" Tanya Savira."Makanya saya bertanya di mana rumah kamu, sekalian saya antar kamu pulang dan motor kamu dibawa sama orang suruhan saya."Ck, niat awal Savira bertanya seperti itu agar Axel menyerah dan tidak ingin mengantarnya pulang, tapi pria itu malah bertanya alamatnya. Ya Tuhan, ini gawat! Bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka?.Tidak-tidak, ini tidak bisa dibiarkan. Savira menggelengkan kepalanya cepat, yang di mana semua itu tidak luput dari perhatian Axel. Tanpa sadar, Axel meletakkan punggung tangannya di kening Savira, mengecek suhu tubuh wanita itu."Kayaknya kita perlu ke rumah sakit.""Hah? Ngapain, Pak?" Pekik Savira.Wanita itu seketika panik saat mendengar perkataan Axel.
"Dokter salah kasih obat, kamu masih demam makanya kayak orang gila yang geleng-geleng kepala terus.""Bapak ngatain saya gila?" Mata Savira melotot melihat Axel yang secara tidak langsung mengatainya gila."Bukan saya yang bilang kamu gila, tapi kamu sendiri," ujar Axel santai."Pokoknya saya mau ke perusahaan mau ambil motor saya," kata Savira tak bisa dibantah."Kamu masih sakit, Savira, pastinya gak kuat bawa motornya."Savira mengerling jail, bermaksud menggoda Axel."Pak Axel khawatir yah sama saya?""Khawatir? Saya? Apa gunanya?""Terus apa namanya gak khawatir?""Saya peduli sama kamu.""Khawatir dan peduli itu dekat loh, Pak.""Beda, khawatir ya khawatir, peduli ya peduli.""Atau jangan-jangan Pak Axel belum bisa move on dari saya?" Tanya Savira.Pertanyaan Savira membuat darah Axel mendidih, tiba-tiba saja ingatan masa lalunya tentang Savira yang berselingkuh muncul di otaknya, bagai film yang diputar berulang-ulang, itu membuat Axel marah. Karena itu, Axel memukul stir mobilnya, membuat Savira terkejut."Jangan katakan hal yang mustahil, Savira!" Peringat Axel dengan nada suara yang datar dan dingin.Savira mengenal Axel sekali pun dia dan Axel sudah lama pisah, pria itu akan sangat menyeramkan jika dia sudah merah besar. Dan melihat pria itu yang berkata dengan suara datar dan dingin menandakan pria itu marah besar.Savira bergidik ngeri. Tamatlah riwayatmu, Savira. Axel marah besar dan bisa jadi dia akan menjadi sasaran amarah pria itu, apalagi dia yang telah memancingnya.
"Apa kamu pikir aku sedih saat kamu pergi? Apa kamu pikir aku tersiksa saat kamu pergi? Apa kamu pikir aku hancur saat kamu pergi?" Tanya Axel bertubi-tubi.Savira tidak bergeming, dia sadar, pertanyaannya tadi salah, padahal maksudnya hanya ingin menjaili mantan suami yang kini merangkap menjadi bos-nya itu."JAWAB!" teriak Axel.Pria itu masih tetap menjalankan mobilnya dan parahnya lagi kecepatan mobilnya bertambah. Axel bahkan mengambil jalan yang jauh agar mereka sedikit lama sampai perusahaan padahal sebentar lagi mereka akan sampai.Savira menunduk, dia tidak bisa menjawab apa pun, karena nyatanya, jawaban dari pertanyaan Axel adalah iya. Savira berpikir saat dia pergi dari hidup Axel, pria itu sedih. Saat dia pergi dari hidup Axel, pria itu tersiksa. Dan saat dia pergi dari hidup Axel, pria itu hancur. Namun nyatanya Savira salah, Axel tidak sedih, Axel tidak tersiksa, dan Axel tidak hancur.
Setelah kejadian kemarin di mana Axel yang memarahi bahkan sampai membentak Savira, tadi malam Axel jadi merasa bersalah, apalagi saat melihat Savira yang keluar dari mobilnya tanpa berkata apa-apa dengan kepala yang menunduk.Pagi ini, Axel berencana untuk meminta maaf pada wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu marah, karena Savira hanya bermaksud untuk menjailinya, tapi dia malah terbawa emosi. Sial! Axel sangat tidak bisa jika ada yang menyebutnya tidak bisa move on.Masih pagi-pagi sekali, Axel sudah datang di kantor untuk menemui Savira. Dalam hatinya, dia berdoa, semoga saja Savira mau memaafkannya. Huh, kalau Savira tidak mau memaafkannya, dia akan memotong gaji wanita itu, enak saja atasan sendiri tidak dimaafkan. Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Axel sama sekali tidak melihat batang hidung Savira, alhasil pria itu menyusul ke ruangan divisi marketing, divisi Savira bekerja.Ketika dia sampai, Axel celingak-celinguk mencari Sav
Mengingat dua hari yang lalu Axel menolongnya saat dia pingsan, Savira melupakan kekesalannya pada Axel. Wanita itu berniat memasak makanan kesukaan Axel dan memberikan pada pria itu sebagai ucapan terima kasih atas pertolongannya dua hari yang lalu. Pagi-pagi sekali, Savira sudah bangun untuk memasakkan untuk Axel. Setelah semuanya masak, Savira memasukkan semuanya ke rantang. Awalnya wanita itu membentuk nasi dengan bentuk hati, tapi dia merusak nasi yang dibentuk tadi. Nanti Axel berpikir kalau dia belum move on. Hei, ini sudah delapan tahun berlalu, mana mungkin Savira masih belum move on pada pria itu. Setelah mengantar Raka ke sekolahnya dengan menaiki angkot, Savira lanjut ke kantornya. Jika ditanya motornya ke mana, maka jawabannya adalah Savira menjual motornya. Wanita itu terpaksa menjual motor karena dia sangat butuh uang. Kalau dia tidak menjual motornya, maka kemarin dia dan Raka tidak akan makan. Untuk masalah motor, Savira akan
"Besok malam temani saya ke ulang tahun perusahaan teman saya," kata Axel.Savira mendelik saat mendengar perkataan mantan suami yang merangkap jadi atasannya itu. Sama sekali tidak ada kata ajakan, pria itu malah mengatakan untuk menemaninya. Setidaknya, bukan seperti itu mengajaknya."Saya gak mau," tolak Savira tanpa berpikir lebih dulu. Huh, kalau pun dia pergi, bagaimana dengan Raka di rumah?."Gaji kamu saya potong," ancam Axel."Bapak kok ancamannya itu mulu sih?"Savira benar-benar sudah bosan sebenarnya mendengar ancaman itu, tapi ancaman itu satu-satunya yang ampuh. Savira tidak bisa berkutik kalau Axel sudah mengancamnya dengan gaji yang akan dipotong. Masa dia yang bekerja lembur bahkan merevisi laporan yang salah berkali-kali gajinya dipotong, harusnya gajinya itu dinaikkan."Makanya temani saya ke pesta ulang tahun perusahaan teman saya," ujar Axel."Kenapa harus saya, Pak? Bapak gak punya pasangan yah, makanya nga
Dengan senyum lebar dan tangannya yang menenteng rantang makanan pemberian Savira, Axel masuk ke dalam rumahnya. Perasaan gembiranya sejak tadi di perusahaan benar-benar tidak bisa disembunyikannya. Bahkan tadi saat dia melewati para karyawannya ketika pulang, Axel terus menjadi pusat perhatian.Senyum Axel yang jarang dilihat dan mempesona itu membuat semua karyawati terpana.Ketika sudah memasuki rumahnya, Axel mendapatkan sang mama di ruang tamu yang tengah sibuk dengan beberapa kertas di atas meja. Menjadi seorang desainer memang sungguh merepotkan bagi mamanya, lebih baik Axel berurusan dengan berkas-berkas dari pada harus berurusan dengan pensil gambar juga mistar.Axel bersiul, membuat mamanya berdecak akibat terganggu dengan siulan sang anak. Kemudian Jeslyn memandang sinis anaknya, lalu pensil yang tadi di tangannya dia lempar hingga mengenai kening sang anak."Serius amat, Mah, Amat aja gak serius-serius banget," tegur Axel."Berisik kamu
Ketika sinar rembulan berganti menjadi sinar matahari pagi yang hangat, Axel sudah bangun dari tidurnya. Pria itu bangun lebih cepat dari biasanya. Jika biasanya selepas shalat subuh pria itu akan tidur sejenak, namun tidak, Axel malah langsung bersiap-siap, menyiapkan keperluan dan semua berkas-berkas penting yang akan dibawa ke kantor.Setelah semua keperluannya sudah siap, Axel langsung turun. Dia sudah tidak sabar memakan makanan yang Savira berikan padanya. Ketika dia sudah benar-benar turun dan berada di dapur, wajah Axel memerah saat dia melihat kalau rantang makanan pemberian Savira sudah dibuka dan isinya pun sudah kosong.Pria itu menarik napasnya panjang kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan, berusaha mengontrol emosinya agar dia tidak marah pada orang yang sudah melahirkannya. Ok, Axel tidak ingin jadi anak durhakanya dan dikutuk jadi batu, dia lebih suka dikutuk jadi pria paling tampan di dunia.Tapi, melihat makanan yang diberikan Savira
Huuufffth...Huuufffth...Savira berusaha mengatur napasnya karena berlari sepanjang dua kilometer untuk mengejar waktu agar dia tak terlambat. Tapi nihil, wanita itu masih juga terlambat. Savira rela-rela berlari sepanjang dua kilometer, menghindari dari macet.Kalau saja dia tidak bangun lama dia tidak akan terlambat seperti ini. Saat membawa Raka ke sekolahnya tadi, Savira sudah menduga dia akan terlambat, ditambah lagi dengan jalanan yang macet membuat Savira dengan terpaksa turun dari angkot dan berlari sepanjang dua kilometer."Jam berapa ini, Savira?"Tiba-tiba suara yang sangat dikenalnya berada di belakang, bertanya padanya dengan nada suara yang terdengar marah. Savira tahu, ini akan terjadi.Karena napasnya yang sudah mulai teratur, Savira membalikkan badannya seratus delapan puluh derajat hingga berhadapan dengan Axel. Wanita itu menyengir kuda, kemudian tangan
Siang tadi, setelah berdebat dengan Axel, Savira langsung pulang tanpa bertanya pada Axel alamat tempat pesta ulang tahun perusahaan teman pria itu berlangsung. Alhasil, wanita itu harus mengirimkan Axel pesan untuk menanyakan alamatnya.Savira : Pak Axel, alamat acaranya di mana? Saya ke sananya jam berapa?Tak sampai satu menit Savira mengirim pesan, Axel pun sudah membalas pesannya. Baguslah kalau begitu, setidaknya, Savira tidak perlu menunggu lama-lama lagi.Pak Axel : Di hotel Sky Garden, selepas magrib saya jemput.Savira : Gak usah, Pak, saya berangkat sendiri aja.Bisa gawat kalau Axel sampai datang ke rumahnya dan menjemputnya, bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka? Savira tidak ingin Raka tahu Axel dan Savira tidak ingin Axel tahu Raka. Jahat, Savira memang jahat, tapi itu satu-satunya cara Savira untuk menjaga harta satu-satunya. Savira pun mulai bersiap-siap, memb
Siang tadi, setelah berdebat dengan Axel, Savira langsung pulang tanpa bertanya pada Axel alamat tempat pesta ulang tahun perusahaan teman pria itu berlangsung. Alhasil, wanita itu harus mengirimkan Axel pesan untuk menanyakan alamatnya.Savira : Pak Axel, alamat acaranya di mana? Saya ke sananya jam berapa?Tak sampai satu menit Savira mengirim pesan, Axel pun sudah membalas pesannya. Baguslah kalau begitu, setidaknya, Savira tidak perlu menunggu lama-lama lagi.Pak Axel : Di hotel Sky Garden, selepas magrib saya jemput.Savira : Gak usah, Pak, saya berangkat sendiri ajaBisa gawat kalau Axel sampai datang ke rumahnya dan menjemputnya, bagaimana kalau Axel bertemu dengan Raka? Savira tidak ingin Raka tahu Axel dan Savira tidak ingin Axel tahu Raka. Jahat, Savira memang jahat, tapi itu satu-satunya cara Savira untuk menjaga harta satu-satunya. Savira pun mulai bersiap-siap, membersihkan tubuhnya, berpakaian dan berdandan. Setidaknya S