"Gawat...! Gawat! Gawat! Gawat...!"
Savira berlari, menghampiri mejanya dan langsung duduk di sana. Napas wanita itu terengah-engah akibat berlari dari lobi gedung perusahaan sampai di meja kerjanya yang berada di lantai dua, belum lagi dia sama sekali tidak menggunakan lift dan malah menggunakan tangga darurat agar cepat sampai.
"Eh, gawat kenapa?"
Salsa, teman satu divisi Savira mengernyit heran, apalagi saat melihat Savira berlari seperti orang kesetanan. Salsa yang tadinya berdiri ingin ke lobi malah mengurungkan niatnya saat melihat Savira yang terlihat begitu panik.
"Gawat, Sal," kata Savira.
"Iya, gawat, gawat kenapa?"
Wajah Savira terlihat pucat pasi, bukan hanya itu, wanita itu juga terlihat begitu gelisah. Bergerak bak cacing kepanasan. Hal itu membuat Salsa semakin tidak mengerti dengan wanita bernama lengkap Assavira Rembulan Putri. Salsa bahkan sampai memutar bola matanya malas karena pertanyaannya tak kunjung dijawab oleh Savira.
"Eh, tunggu dulu, kamu gak ke lobi? Hari ini ada bos besar berkunjung."
Savira mengatur napasnya, kemudian wanita itu menatap Salsa dengan mata yang memancarkan kegelisahan. Savira menggelengkan kepalanya yang semakin tidak dimengerti oleh Salsa.
"Itu dia, Sal."
"Apa sih kamu? Gak jelas banget."
Savira menarik napasnya panjang lalu menghembuskan perlahan. Kemudian berkata, "Di lobi ada orang yang selalu aku hindari."
"Hah, siapa?"
Semua orang di kantor tahu kalau Savira adalah seorang janda, tapi tidak ada yang tahu siapa mantan suami Savira. Toh juga tidak ada yang peduli dan setidaknya Savira bersyukur, terlebih lagi saat ini sang mantan suami ada di lobi perusahaan. Untuk apa mantannya itu di sini? Apa dia juga bekerja di perusahaan yang sama dengannya hanya saja berbeda tempat?.
Tapi... Mana mungkin? Dulu pekerjaan Axel adalah seorang fotografer dan keluarganya memang memiliki perusahaan, hanya saja nama perusahaannya bukan SJ grup tapi Ruxandra Grup maka dari itu, Savira selalu menghindari perusahaan yang bisa jadi berhubungan dengan pria itu. Tapi sialnya, dia malah di divisi marketing yang sama sekali tidak mengerti padahal dia lulusan manajemen keuangan.
"Mantan suamiku," cicit Savira agar tidak didengar yang lain padahal di tempat mereka sekarang hanya ada mereka berdua.
"Terus?"
"Ya gitu, Sal."
"Ya udah sih, kamu pura-pura gak kenal aja. Ayok, udah telat nih nanti dimarahin lagi."
Pada akhirnya, dengan terpaksa Savira mengikuti Salsa turun menuju lobi. Wanita itu hany mampu berdoa, semoga saja mantan semuanya tidak melihat keberadaannya.
***
Saat Savira dan Salsa sudah berada di lobi, kedua wanita itu memilih berdiri di belakang para karyawan lainnya yang juga menyambut kedatangan bos mereka. Ah, bukan Salsa sebenarnya yang memilih, tapi Savira. Wanita itu bahkan memaksa Salsa juga ikut dengannya, bertujuan untuk sembunyi dari orang yang selama ini tidak ingin ditemui Savira.
Beruntung Savira karena tinggi badannya tidak seberapa, jadi dia bisa bersembunyi di belakang para karyawan yang lebih tinggi darinya.
"Mantanmu yang mana?" Tanya Salsa berbisik pada Savira.
"Sal, please..." Mohon Savira.
"Aku kan cuma tanya doang. Aku penasaran sama mantan kamu," bisik Salsa membela diri.
"Yah gak usah tanya juga kali," protes Savira menjadi kesal dengan Salsa.
"Ih, orang cuma nanya juga."
Kali ini, suara Salsa naik dua oktaf. Wanita itu menarik perhatian para karyawan lainnya hingga menjadi pusat perhatian. Kemudian para karyawan yang tadi di depan mereka tiba-tiba menyingkir, dan pria yang dihindari oleh Savira malah menghampiri mereka berdua. Berjalan dengan elegan, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana kainnya.
Mata Savira melebar tak percaya kala melihat mantan suaminya-Axel, menghampirinya. Oh my God, bantu Savira saat ini. Tidak, jangan sampai Axel mengenalnya.
Sebenarnya ada urusan apa mantan suaminya itu ke sini?.
"Mau ngapain?" Hardik Savira.
"Savira, jaga sopan santun kamu, saya ini bos kamu."
Hah? Oh Tuhan, Savira benar-benar sial kali ini. Ternyata Axel adalah adalah bosnya. Bagaimana bisa? Setahunya, perusahaan keluarga pria itu pun juga bukan SJ Grup. Ini tidak mungkin.
Savira menelan ludahnya sudah payah, kemudian mulai bersikap profesional.
"Maafkan saya, Pak," ucap Savira menekan kata 'Pak.'
"Saya tidak suka dengan orang yang kurang ajar sama saya dan tidak menghormati saya sebagai bosnya."
Oke. Jika dilihat-lihat, Axel berubah, dia jadi angkuh seperti ini dan semakin menyebalkan.
"Maaf, Pak."
"Kamu saya kasih SP satu."
What the hell?! Baru hari pertama pria itu datang sebagai bosnya tapi dia sudah mendapatkan surat peringatan. Ini benar-benar keterlaluan. Belum lagi dia yang menjadi pusat perhatian karyawan-karyawan lainnya.
Ah, memalukan.
"Dan ambil suratnya di ruangan saya, sebentar saya hubungi."
***
Ron-sekretaris Axel-melirik bosnya yang terlihat senyum-senyum tak jelas. Hal itu membuat Ron bergidik ngeri melihat Axel. Selama enam tahun menjadi sekretaris Axel, Ron tidak pernah melihat Axel senyum-senyum tak jelas seperti saat ini, bosnya selalu terlihat garang.
"Ron," panggil Axel.
"Iya, Pak."
"Buat surat peringatan untuk wanita tadi."
"Hah, Pak, bukannya SP itu dibuat sama HRD?"
"Turutin saja perintah saya!" Hardik Axel.
"Tapi kan-"
"Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu?"
"Maaf, Pak."
"Hubungi dia kalau sudah selesai, suruh keruangan saya."
Ron sudah tidak ingin membantah jika tidak ingin dirinya juga ikut mendapatkan SP 1 dari si bos. Si bosnya ini terkadang marah-marah tak jelas, bahkan kadang-kadang memberikan Ron pekerjaan yang tidak sesuai dengan jabatannya. Seperti saat ini, dia malah disuruh membuat surat peringatan untuk wanita yang tadi pagi di lobi.
Kalau kayak gini, Ron rasanya ingin menenggelamkan diri di Palung Mariana. Besok-besok apa lagi yang akan diperintahkan oleh Axel. Oh, jangan sampai dia disuruh membersihkan kolam renang di rumah bosnya.
***
Panggilan dari sekretaris Axel membuat Savira mencak-mencak tak jelas. Padahal Savira rasa dia sama sekali tidak melakukan pelanggaran-pelanggara, dia juga sama sekali tidak mengenal wajah bosnya yang ternyata adalah mantan suaminya, ya jelas kalau Savira panik saat Axel menghampirinya.
Dengan perasaan dongkol di hati, Savira memasuki lift tanpa melihat tanda di depan pintu lift, kalau dia tengah menaiki lift khusus petinggi perusahaan. Savira tidak akan tahu kalau dia akan mendapatkan masalah baru setelah ini.
Sesampainya di lantai empat, letak ruangan Axel berada, Savira melihat Axel di ruangannya yang tersenyum sinis saat melihatnya keluar dari lift. Ah, dinding kaca itu membuat Savira semakin kesal. Kenapa juga ruangan Axel dindingnya terbuat dari kaca?. Senyum sinis Axel terlihat begitu menyebalkan di mata Savira pada baru hari ini mereka bertemu setelah empat tahun tidak bertemu.
Masih dari luar ruangan Axel, Savira melihat Axel menelepon di telepon kantornya, dan di depan sana, tempat meja sekretaris Axel tengah mengangkat teleponnya. Savira tahu, pasti Axel menelepon sekretarisnya dan wanita itu sama sekali tidak peduli.
"Savira 'kan?" Tanya Ron.
"Iya," jawab Savira seadanya.
"Silakan masuk, Pak Axel sudah menunggu."
Savira pun masuk dan langsung disambut dengan senyum sinis Axel.
"Kau mau dapat SP 2?"
Oh, ralat, bukan hanya senyum sinis Axel yang menyambutnya, tapi pertanyaannya Axel yang terdengar menyebalkan yang juga ikut menyambutnya. Kenapa lagi dia harus mendapatkan SP 2 sementara dia tidak melakukan kesalahan apa pun?.
"Memangnya saya salah apa sih, Pak?"
"Kamu ngapain pake lift khusus petinggi perusahaan?"
Sial. Saking kesalnya, Savira sampai tidak memperhatikan tanda pada pintu lift.
"Ya, maaf, saya kan gak lihat," ketus Savira.
"Kamu kok ngelunjak sih?"
Savira menarik napasnya panjang kemudian menghembuskan napasnya pelan. Ok, ini masih hari pertama dia tahu kalau Axel adalah bosnya, dia harus bersabar, Savira yakin, Axel kemari hanya untuk mengecek cabang perusahannya dan paling besok pria itu sudah tidak ada lagi di kantor ini.
"Maaf, Pak Axel," kata Savira berusaha berbicara lembut pada Axel. Wanita itu harus bisa menahan emosinya.
Dia tidak boleh meledakkan amarahnya di depan Axel atau bisa-bisa dia akan mendapatkan surat peringatan atau bisa jadi surat pemecatan.
"Itu surat peringatan untuk kamu. Awas aja kalau sampai kamu gak sopan sama saya, saya pecat kamu."
"Sombong banget, mudah-mudahan aja tuh bibir dower kek bebek tetangga " gumam Savira.
"Aduh!" Pekik Savira.Wanita itu gelisah melihat mobil yang baru saja dia tabrak itu penyok di bagian belakangnya, eh, bukan hanya penyok, tapi lampu bagian belakang mobilnya pun pecah. Savira mematikan motornya, lalu menurunkan standar motornya, dan menggigit kukunya gelisah. Dia takut kalau si pemilik mobil meminta ganti rugi, Savira mengingat sisa saldonya di rekening dan kalau di ingat-ingat tidak sampai lima juta. Bagaimana kalau seandainya si pemilik minta ganti rugi dan biayanya lebih dari lima juta?.Ketika pintu mobil terbuka, Savira memejamkan matanya, berdoa dalam hati, semoga saja pemilik mobil tidak meminta rugi."Ck, kayaknya saya sial sekali hari ini?" Axel berdecak kesal, baru hari ini ketemu dengan Savira tapi dia sudah siap saja.Savira langsung membuka matanya saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Di depannya ada Axel juga sekretarisnya. Setidaknya Savira dapat bernapas dengan lega."Maaf, Pak, saya gak sengaja, lagi
"Apa sih, Sal?" Tanya Savira kala tangannya ditarik Salsa menuju toilet khusus wanita.Savira benar-benar tidak habis pikir dengan temannya ini. Padahal dia baru saja datang di kantor tapi tiba-tiba dia langsung ditarik menuju toilet. Wanita itu memutar bole matanya malas ketika melihat Salsa menatapnya dengan tatapan menyelidik, dia tidak mengerti apa yang perlu diselidiki Salsa."Mantan suamimu ... Pak Axel?"Savira menghembuskan napasnya lelah, dia sebenarnya tidak ingin mengatakan apa-apa pada Salsa, tapi tidak ingin membuat wanita di hadapannya ini penasaran, pada akhirnya Savira pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban kalau memang benar Axel adalah mantan suaminya. Toh, sepertinya juga itu tidak perlu disembunyikan dari Salsa, suatu saat juga pasti akan terbongkar, tak ada gunanya."Jadi dia?""Ya. Terus sekarang mau apa?"Salsa menggelengkan kepalanya cepat lalu berkata, "Gak nyangka aku kalau Pak Axel mantan suamimu.""Aku
"Mama tahu kamu belum bisa move on, yah kalau gak bisa balikan lagi aja," tutur Jeslyn.Axel melebarkan matanya ketika mendengar penuturan mamanya."Belum move on gimana? Orang udah move on kok," kilah Axel.Jeslyn mendesis, kesal dengan sang anak yang tetap tidak mau jujur padanya. Huh, padahal dia dulu sangat sayang dengan mantan menantunya, tapi anak dan menantunya malah cerai karena katanya Savira berselingkuh. Yang Jeslyn tahu, anak dan menantunya bercerai karena Savira selingkuh, Jeslyn tidak tahu saja kalau Savira hamil saat bercerai dan Axel tidak mempercayai kalau itu anaknya."Ya udah, kalau gitu kasih Mama cucu," putus Jeslyn.Axel menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan mamanya yang meminta cucu. Apa-apa ini? Apa dikira buat anak itu gampang langsung main masuk aja? Anak orang harus dinikahi dulu baru dikawini."Mah, gampang emang ngomong kayak gitu tapi susah buat Axel," ucap Axel memelas.
"Mbak Savira pucat banget," tegur satpam kantor padanya.Savira menghembuskan napasnya panjang. Satpam di kantor adalah orang kesekian kalinya yang mengatakan kalau dia pucat, padahal lipstik yang dia pakai sangat tebal agar bibirnya terlihat segar. Savira juga menyadari itu, karena sejak siang kemarin, dia sama di tidak makan. Wanita itu hanya meminum air putih saja juga memakan kerupuk sisa Salsa kemarin.Dan sampai pagi ini, Savira masih juga belum merasakan enaknya nasi.Kepalanya pusing, tapi Savira menahannya. Savira yakini, kalau asam lambungnya kambuh lagi.Ketika wanita itu melangkah menuju lift, suara yang sangat dikenalnya menginterupsinya untuk berhenti. Savira menghembuskan napasnya kala mendengar suara itu. Ini suara orang yang sudah membuatnya tidak makan sejak semalam, siapa lagi kalau bukan Axel."Saya manggil-manggil kamu, kenapa gak menyahut?" Tanya Axel garang."Saya gak dengar," jawab Savira seadany
"Hei, apa-apaan kamu?"Axel berteriak karena terkejut saat melihat Savira mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya. Matanya melebar saat melihat punggung tangan wanita itu mengeluarkannya cairan kental berwarna merah. Astaga, baru saja siang tadi dia bahagia dan senang, tapi sore menjelang malam ini dia malah dibuat kesal dan khawatir secara bersamaan.Savira benar-benar nekat, padahal cairan infusnya belum habis."Saya mau pulang, Pak. Ngapain juga saya di sini, saya gak punya uang bayar biaya rumah sakit," jelas Savira.Wanita itu benar-benar tidak memiliki uang walau sepersen pun, kemarin saja dia meminjam uang Salsa dua puluh ribu untuk membeli bensin motornya dan sekarang dia masuk rumah sakit dan parahnya lagi berada di ruang VVIP, dengan apa dia membayarnya. Alasan Savira juga ingin pulang karena anaknya pasti sedang menunggunya.Bersyukur Savira karena Raka tidak tahu dia ada di rumah sakit."Saya
Setelah kejadian kemarin di mana Axel yang memarahi bahkan sampai membentak Savira, tadi malam Axel jadi merasa bersalah, apalagi saat melihat Savira yang keluar dari mobilnya tanpa berkata apa-apa dengan kepala yang menunduk.Pagi ini, Axel berencana untuk meminta maaf pada wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu marah, karena Savira hanya bermaksud untuk menjailinya, tapi dia malah terbawa emosi. Sial! Axel sangat tidak bisa jika ada yang menyebutnya tidak bisa move on.Masih pagi-pagi sekali, Axel sudah datang di kantor untuk menemui Savira. Dalam hatinya, dia berdoa, semoga saja Savira mau memaafkannya. Huh, kalau Savira tidak mau memaafkannya, dia akan memotong gaji wanita itu, enak saja atasan sendiri tidak dimaafkan. Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Axel sama sekali tidak melihat batang hidung Savira, alhasil pria itu menyusul ke ruangan divisi marketing, divisi Savira bekerja.Ketika dia sampai, Axel celingak-celinguk mencari Sav
Mengingat dua hari yang lalu Axel menolongnya saat dia pingsan, Savira melupakan kekesalannya pada Axel. Wanita itu berniat memasak makanan kesukaan Axel dan memberikan pada pria itu sebagai ucapan terima kasih atas pertolongannya dua hari yang lalu. Pagi-pagi sekali, Savira sudah bangun untuk memasakkan untuk Axel. Setelah semuanya masak, Savira memasukkan semuanya ke rantang. Awalnya wanita itu membentuk nasi dengan bentuk hati, tapi dia merusak nasi yang dibentuk tadi. Nanti Axel berpikir kalau dia belum move on. Hei, ini sudah delapan tahun berlalu, mana mungkin Savira masih belum move on pada pria itu. Setelah mengantar Raka ke sekolahnya dengan menaiki angkot, Savira lanjut ke kantornya. Jika ditanya motornya ke mana, maka jawabannya adalah Savira menjual motornya. Wanita itu terpaksa menjual motor karena dia sangat butuh uang. Kalau dia tidak menjual motornya, maka kemarin dia dan Raka tidak akan makan. Untuk masalah motor, Savira akan
"Besok malam temani saya ke ulang tahun perusahaan teman saya," kata Axel.Savira mendelik saat mendengar perkataan mantan suami yang merangkap jadi atasannya itu. Sama sekali tidak ada kata ajakan, pria itu malah mengatakan untuk menemaninya. Setidaknya, bukan seperti itu mengajaknya."Saya gak mau," tolak Savira tanpa berpikir lebih dulu. Huh, kalau pun dia pergi, bagaimana dengan Raka di rumah?."Gaji kamu saya potong," ancam Axel."Bapak kok ancamannya itu mulu sih?"Savira benar-benar sudah bosan sebenarnya mendengar ancaman itu, tapi ancaman itu satu-satunya yang ampuh. Savira tidak bisa berkutik kalau Axel sudah mengancamnya dengan gaji yang akan dipotong. Masa dia yang bekerja lembur bahkan merevisi laporan yang salah berkali-kali gajinya dipotong, harusnya gajinya itu dinaikkan."Makanya temani saya ke pesta ulang tahun perusahaan teman saya," ujar Axel."Kenapa harus saya, Pak? Bapak gak punya pasangan yah, makanya nga