"Apa sih, Sal?" Tanya Savira kala tangannya ditarik Salsa menuju toilet khusus wanita.
Savira benar-benar tidak habis pikir dengan temannya ini. Padahal dia baru saja datang di kantor tapi tiba-tiba dia langsung ditarik menuju toilet. Wanita itu memutar bole matanya malas ketika melihat Salsa menatapnya dengan tatapan menyelidik, dia tidak mengerti apa yang perlu diselidiki Salsa.
"Mantan suamimu ... Pak Axel?"
Savira menghembuskan napasnya lelah, dia sebenarnya tidak ingin mengatakan apa-apa pada Salsa, tapi tidak ingin membuat wanita di hadapannya ini penasaran, pada akhirnya Savira pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban kalau memang benar Axel adalah mantan suaminya. Toh, sepertinya juga itu tidak perlu disembunyikan dari Salsa, suatu saat juga pasti akan terbongkar, tak ada gunanya.
"Jadi dia?"
"Ya. Terus sekarang mau apa?"
Salsa menggelengkan kepalanya cepat lalu berkata, "Gak nyangka aku kalau Pak Axel mantan suamimu."
"Aku juga gitu, gak nyangka aja pria brengsek kayak dia jadi mantan suami aku," balas Savira dengan santainya.
PLAK...
Savira mengaduh kesakitan saat tangan Salsa mendarat dengan sempurna di bahunya.
"Heh, dia bos kamu sekarang."
"Bos kamu juga," ucap Savira tak mau kalah.
"Tapi dulu kamu sayang kan sama dia?" Goda Salsa membuat Savira melirik sinis pada wanita itu.
"Kamu mau file laporan di komputermu aku hapus atau alat make-up aku buang ke tong sampah?" Ancaman Savira.
"Jahat! Susah tahu buat laporan kayak gitu, susah juga nabung buat beli alat make-up, sampai aku gak makan tujuh hari tujuh malam" rajuk Salsa mendramatisir keadaan.
Savira tidak peduli, dia lebih memilih keluar dari toilet itu untuk kembali ke mejanya. Kalau manajer mereka lihat, pasti mereka berdua akan kena omelan lagi. Sebenarnya Savira tidak akan mendapatkan omelan dari manajer kalau Salsa tidak mengajaknya mencari masalah, syukur-syukur mereka tidak mendapatkan surat peringatan.
Tapi... Baru beberapa langkah saja wanita itu berjalan, dia malah ditabrak oleh seorang pria yang badannya bisa dibilang lebih besar daripada Savira.
"Ya Alloh," pekik Savira, beruntung wanita itu tidak terjungkal.
"Saya kok sial mulu yah?"
Savira mengenal suara itu. Itu suara Axel. What the hell? Axel masih ada di sini, Savira pikir kemarin itu baru pertama dan terakhir Axel datang di cabang perusahannya ini.
"Bapak ngapain di sini?" Tanya Savira dengan nada suara paniknya.
"Suka-suka saya dong, ini kan perusahaan saya, kok kamu yang sewot?" Protes Axel.
Savira menelan ludahnya susah payah. Kalau Axel masih ada di sini, bisa jadi Axel akan bertemu dengan Raka. Savira jadi membayangkan Axel bertemu dengan Raka, membayangkan Axel yang mengambil Raka dan Raka yang ingin bersama Axel. Tidak-tidak, Savira menggelengkan kepalanya cepat, menghilangkan bayangan itu, dia tidak akan membiarkan Raka sampai bertemu dengan Axel, Axel dulu tidak percaya kalau dia mengandung anak pria itu.
"Ngapain kamu geleng-geleng kepala? Lagi mikirin yang aneh-aneh tentang saya yah? Lagi berfantasi tentang saya?"
Pertanyaan Axel yang terdengar begitu percaya diri membuat Savira memutar bola matanya malas.
"Ih, amit-amit jabang bayi, Pak. Tubuh Bapak juga gak menggoda iman."
"Apa kamu bilang? Tubuh saya yang atletis ini gak menggoda? Mau saya kasih liat ke kamu?"
Mampus! Savira melotot kan matanya saat mendengar pertanyaan Axel. Savira mengenal Axel, pria itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Tanpa keduanya sadari, keduanya kini menjadi pusat perhatian, terlebih lagi banyak karyawati menunggu Pak Axel mereka untuk memperlihatkan perutnya yang berbentuk roti sobek favorit cewek-cewek jaman now.
***
Huuufffth...
Savira menghembuskan napasnya panjang saat perdebatannya dengan Axel berakhir. Semuanya karena para karyawati melihat mereka. Savira benar-benar malu dan kini dia menjadi pusat pembicara dari semua divisi. Tidak apa, asal tak ada yang tahu kalau Axel adalah mantannya, itu saja sudah cukup bagi Savira.
Wanita itu mengambilnya ponselnya, melihat pada gambar lock screen ponselnya. Di sana ada foto dirinya dan Raka. Dia sebenarnya takut Axel lama di kota ini atau lama berada di cabang perusahaan yang ini, takut Axel bertemu dengan Raka.
"Savira." Panggilan dari atasannya membuat Savira langsung mematikan layar ponselnya dan bangkit dari duduknya.
"Iya, Pak."
"Tolong laporan ini kamu bawa ke ruangannya Pak Axel," pinta Zulfan-atasan Savira.
"Lho, kok saya sih, Pak?" Tanya Savira tidak terima karena malah dia yang disuruh untuk memberikan laporan itu kepada Axel, yang ada nanti mereka perang dunia kelima ini.
"Pak Axel yang minta, saya sudah ke sana tadi, tapi malah diusir terus suruh saya buat nyuruh kamu bawa laporan ini."
Savira langsung menggerutu dalam hati saat mendengar penjelasan dari Zulfan. Kalau sudah dibawa oleh manajernya, kenapa ditolak dan harus dia lagi yang bawa?. Ini namanya capek berkali-kali lipat. Padahal kemarin Savira bersumpah untuk tidak akan menginjakkan kakinya lagi di ruangan Axel yang banyak penunggunya.
Dengan terpaksa, Savira mengambil laporan itu dan berlalu dari hadapan sang atasan menuju ruangan Bos Besar.
Sesampainya, Savira melihat pintu ruangan Axel terbuka lebar. Karena dinding yang digunakan sebagai penghalang adalah dinding kaca, Savira dapat melihat Axel yang tengah sibuk dengan laptopnya, sesekali juga Axel terlihat menelepon seseorang di ponselnya.
Tanpa mengucapkan salam, Savira langsung masuk, langsung meletakkan laporan itu di atas meja Axel. Memang, ya, Savira adalah satu-satunya karyawati yang melawan pada bosnya.
"Eh, kamu mau ke mana?" Tanya Axel saat melihat Savira melangkah menuju pintu.
"Mau lanjut kerja lah, Pak. Bapak juga ngapain malah nyuruh saya yang bawa laporan ini? Padahal tadi Pak Zulfan udah bawa ini."
"Itu hukuman buat kamu karena udah sering banget bantah saya."
"Kan Pak Axel yang salah," kata Savira gak ingin disalahkan.
"Peraturan baru buat semua karyawan, pertama, bos itu gak pernah salah. Kedua, karyawan gak boleh membangkang dengan bos walaupun bos salah jika karyawan membangkang, maka harus kena hukuman seperti potong gaji. Ketiga, jika bos salah, maka kembali ke pasal pertama."
Savira mendelik tajam ketika mendengar peraturan baru yang baru saja dikatakan Axel. Peraturan macam apa itu? Kalau membangkang mendapatkan hukuman dengan potong gaji, Savira lebih baik mengundurkan diri dari perusahaan ini.
"Saya mengundurkan diri saja deh, Pak. Surat pengunduran dirinya besok."
"Heh, kalau kamu resign, kamu harus bayar denda lima puluh juta."
Arghh... Savira rasanya ingin mencakar wajah Axel yang terlihat begitu menyebalkan. Hari ini lebih menyebalkan dari pada kemarin.
"Kamu jangan kayak dia yah, Nak," gumam Savira.
Samar-samar, Axel mendengar perkataan Savira, apalagi saat mendengar kata 'Nak' dalam gumam-an Savira tadi. Apa Savira sudah menikah lagi? Atau anaknya dengan selingkuhannya masih ada?. Huh, sungguh miris sekali kisah percintaan Axel dulu, dikhianati.
"Pak, saya ini lagi lapar, pengen makan," ujar Savira mengalihkan perhatian Axel.
"Suruh siapa kamu gak sarapan dari rumah?"
"Saya mau makan Bapak aja deh, biar hilang di muka bumi ini. Pak Axel, terlalu nyebelin."
***
"Mama tahu kamu belum bisa move on, yah kalau gak bisa balikan lagi aja," tutur Jeslyn.Axel melebarkan matanya ketika mendengar penuturan mamanya."Belum move on gimana? Orang udah move on kok," kilah Axel.Jeslyn mendesis, kesal dengan sang anak yang tetap tidak mau jujur padanya. Huh, padahal dia dulu sangat sayang dengan mantan menantunya, tapi anak dan menantunya malah cerai karena katanya Savira berselingkuh. Yang Jeslyn tahu, anak dan menantunya bercerai karena Savira selingkuh, Jeslyn tidak tahu saja kalau Savira hamil saat bercerai dan Axel tidak mempercayai kalau itu anaknya."Ya udah, kalau gitu kasih Mama cucu," putus Jeslyn.Axel menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan mamanya yang meminta cucu. Apa-apa ini? Apa dikira buat anak itu gampang langsung main masuk aja? Anak orang harus dinikahi dulu baru dikawini."Mah, gampang emang ngomong kayak gitu tapi susah buat Axel," ucap Axel memelas.
"Mbak Savira pucat banget," tegur satpam kantor padanya.Savira menghembuskan napasnya panjang. Satpam di kantor adalah orang kesekian kalinya yang mengatakan kalau dia pucat, padahal lipstik yang dia pakai sangat tebal agar bibirnya terlihat segar. Savira juga menyadari itu, karena sejak siang kemarin, dia sama di tidak makan. Wanita itu hanya meminum air putih saja juga memakan kerupuk sisa Salsa kemarin.Dan sampai pagi ini, Savira masih juga belum merasakan enaknya nasi.Kepalanya pusing, tapi Savira menahannya. Savira yakini, kalau asam lambungnya kambuh lagi.Ketika wanita itu melangkah menuju lift, suara yang sangat dikenalnya menginterupsinya untuk berhenti. Savira menghembuskan napasnya kala mendengar suara itu. Ini suara orang yang sudah membuatnya tidak makan sejak semalam, siapa lagi kalau bukan Axel."Saya manggil-manggil kamu, kenapa gak menyahut?" Tanya Axel garang."Saya gak dengar," jawab Savira seadany
"Hei, apa-apaan kamu?"Axel berteriak karena terkejut saat melihat Savira mencabut selang infus yang tertancap di punggung tangan kanannya. Matanya melebar saat melihat punggung tangan wanita itu mengeluarkannya cairan kental berwarna merah. Astaga, baru saja siang tadi dia bahagia dan senang, tapi sore menjelang malam ini dia malah dibuat kesal dan khawatir secara bersamaan.Savira benar-benar nekat, padahal cairan infusnya belum habis."Saya mau pulang, Pak. Ngapain juga saya di sini, saya gak punya uang bayar biaya rumah sakit," jelas Savira.Wanita itu benar-benar tidak memiliki uang walau sepersen pun, kemarin saja dia meminjam uang Salsa dua puluh ribu untuk membeli bensin motornya dan sekarang dia masuk rumah sakit dan parahnya lagi berada di ruang VVIP, dengan apa dia membayarnya. Alasan Savira juga ingin pulang karena anaknya pasti sedang menunggunya.Bersyukur Savira karena Raka tidak tahu dia ada di rumah sakit."Saya
Setelah kejadian kemarin di mana Axel yang memarahi bahkan sampai membentak Savira, tadi malam Axel jadi merasa bersalah, apalagi saat melihat Savira yang keluar dari mobilnya tanpa berkata apa-apa dengan kepala yang menunduk.Pagi ini, Axel berencana untuk meminta maaf pada wanita itu. Seharusnya dia tidak perlu marah, karena Savira hanya bermaksud untuk menjailinya, tapi dia malah terbawa emosi. Sial! Axel sangat tidak bisa jika ada yang menyebutnya tidak bisa move on.Masih pagi-pagi sekali, Axel sudah datang di kantor untuk menemui Savira. Dalam hatinya, dia berdoa, semoga saja Savira mau memaafkannya. Huh, kalau Savira tidak mau memaafkannya, dia akan memotong gaji wanita itu, enak saja atasan sendiri tidak dimaafkan. Namun, ketika waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, Axel sama sekali tidak melihat batang hidung Savira, alhasil pria itu menyusul ke ruangan divisi marketing, divisi Savira bekerja.Ketika dia sampai, Axel celingak-celinguk mencari Sav
Mengingat dua hari yang lalu Axel menolongnya saat dia pingsan, Savira melupakan kekesalannya pada Axel. Wanita itu berniat memasak makanan kesukaan Axel dan memberikan pada pria itu sebagai ucapan terima kasih atas pertolongannya dua hari yang lalu. Pagi-pagi sekali, Savira sudah bangun untuk memasakkan untuk Axel. Setelah semuanya masak, Savira memasukkan semuanya ke rantang. Awalnya wanita itu membentuk nasi dengan bentuk hati, tapi dia merusak nasi yang dibentuk tadi. Nanti Axel berpikir kalau dia belum move on. Hei, ini sudah delapan tahun berlalu, mana mungkin Savira masih belum move on pada pria itu. Setelah mengantar Raka ke sekolahnya dengan menaiki angkot, Savira lanjut ke kantornya. Jika ditanya motornya ke mana, maka jawabannya adalah Savira menjual motornya. Wanita itu terpaksa menjual motor karena dia sangat butuh uang. Kalau dia tidak menjual motornya, maka kemarin dia dan Raka tidak akan makan. Untuk masalah motor, Savira akan
"Besok malam temani saya ke ulang tahun perusahaan teman saya," kata Axel.Savira mendelik saat mendengar perkataan mantan suami yang merangkap jadi atasannya itu. Sama sekali tidak ada kata ajakan, pria itu malah mengatakan untuk menemaninya. Setidaknya, bukan seperti itu mengajaknya."Saya gak mau," tolak Savira tanpa berpikir lebih dulu. Huh, kalau pun dia pergi, bagaimana dengan Raka di rumah?."Gaji kamu saya potong," ancam Axel."Bapak kok ancamannya itu mulu sih?"Savira benar-benar sudah bosan sebenarnya mendengar ancaman itu, tapi ancaman itu satu-satunya yang ampuh. Savira tidak bisa berkutik kalau Axel sudah mengancamnya dengan gaji yang akan dipotong. Masa dia yang bekerja lembur bahkan merevisi laporan yang salah berkali-kali gajinya dipotong, harusnya gajinya itu dinaikkan."Makanya temani saya ke pesta ulang tahun perusahaan teman saya," ujar Axel."Kenapa harus saya, Pak? Bapak gak punya pasangan yah, makanya nga
Dengan senyum lebar dan tangannya yang menenteng rantang makanan pemberian Savira, Axel masuk ke dalam rumahnya. Perasaan gembiranya sejak tadi di perusahaan benar-benar tidak bisa disembunyikannya. Bahkan tadi saat dia melewati para karyawannya ketika pulang, Axel terus menjadi pusat perhatian.Senyum Axel yang jarang dilihat dan mempesona itu membuat semua karyawati terpana.Ketika sudah memasuki rumahnya, Axel mendapatkan sang mama di ruang tamu yang tengah sibuk dengan beberapa kertas di atas meja. Menjadi seorang desainer memang sungguh merepotkan bagi mamanya, lebih baik Axel berurusan dengan berkas-berkas dari pada harus berurusan dengan pensil gambar juga mistar.Axel bersiul, membuat mamanya berdecak akibat terganggu dengan siulan sang anak. Kemudian Jeslyn memandang sinis anaknya, lalu pensil yang tadi di tangannya dia lempar hingga mengenai kening sang anak."Serius amat, Mah, Amat aja gak serius-serius banget," tegur Axel."Berisik kamu
Ketika sinar rembulan berganti menjadi sinar matahari pagi yang hangat, Axel sudah bangun dari tidurnya. Pria itu bangun lebih cepat dari biasanya. Jika biasanya selepas shalat subuh pria itu akan tidur sejenak, namun tidak, Axel malah langsung bersiap-siap, menyiapkan keperluan dan semua berkas-berkas penting yang akan dibawa ke kantor.Setelah semua keperluannya sudah siap, Axel langsung turun. Dia sudah tidak sabar memakan makanan yang Savira berikan padanya. Ketika dia sudah benar-benar turun dan berada di dapur, wajah Axel memerah saat dia melihat kalau rantang makanan pemberian Savira sudah dibuka dan isinya pun sudah kosong.Pria itu menarik napasnya panjang kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan, berusaha mengontrol emosinya agar dia tidak marah pada orang yang sudah melahirkannya. Ok, Axel tidak ingin jadi anak durhakanya dan dikutuk jadi batu, dia lebih suka dikutuk jadi pria paling tampan di dunia.Tapi, melihat makanan yang diberikan Savira