Share

Bab 4

Author: Author Receh
last update Last Updated: 2024-08-19 12:24:54

Hari yang dinantikan pun tiba. Sera datang lebih awal ke gedung perkantoran, dengan hati yang berdebar-debar. Pagi itu, suasana di gedung tampak lebih sibuk dari biasanya, namun Sera berusaha tetap tenang. Setelah mengantar anak-anak ke sekolah dan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang ada di depan.

Setelah menunggu beberapa saat di ruang tunggu, Rani datang menjemputnya. "Hai, Sera. Kamu udah siap?" sapa Rani dengan senyuman ramah.

Sera mengangguk, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Iya, siap. Terima kasih banyak, Mbak Rani."

"Bagus. Yuk, kita ke lantai atas. Pak Galendra sudah menunggu," kata Rani sambil mempersilakannya menuju lift. Di dalam lift, suasana terasa sedikit tegang, tetapi Rani mencoba mencairkan suasana dengan beberapa obrolan ringan tentang cuaca dan aktivitas sehari-hari.

Begitu pintu lift terbuka di lantai tertinggi, Rani mengarahkan Sera ke sebuah ruangan besar dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari jendela besar. Di balik meja kerja yang besar dan rapi, duduklah Galendra Romanov, pria dengan aura karismatik dan wibawa yang tak terbantahkan.

Galendra berdiri dan menyambut Sera dengan senyuman yang hangat. "Selamat pagi, Sera. Silakan duduk," katanya sambil mengulurkan tangan.

"Pagi, Pak Galendra. Terima kasih atas kesempatannya," balas Sera sambil menjabat tangan Galendra, merasa sedikit lebih tenang.

Rani pun meninggalkan mereka berdua di ruangan tersebut, menutup pintu dengan lembut. Galendra duduk kembali di kursinya, mengamati Sera dengan penuh perhatian. "Jadi, Sera, saya sudah membaca CV dan portofoliomu. Sangat mengesankan. Saya ingin tahu lebih banyak tentang dirimu dan bagaimana kamu melihat dirimu bisa berkontribusi di perusahaan ini."

Sera menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, berusaha menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat. "Terima kasih, Pak. Saya sudah bekerja di beberapa perusahaan sebelumnya, dan saya merasa pengalaman saya di bidang ini bisa sangat berguna di sini. Saya tertarik dengan visi dan misi Romanov Corp. yang inovatif dan berorientasi pada masa depan. Saya ingin sekali menjadi bagian dari tim yang membawa perubahan positif."

Galendra mengangguk, tampak puas dengan jawaban awal Sera. "Apa yang menurutmu paling menantang dari pekerjaan ini dan bagaimana kamu mengatasinya?" tanyanya, kali ini dengan sorot mata yang lebih tajam.

Sera berpikir sejenak, lalu menjawab dengan penuh keyakinan. "Tantangan terbesar mungkin adalah beradaptasi dengan budaya perusahaan yang baru dan memastikan bahwa saya bisa memenuhi ekspektasi yang tinggi. Namun, saya yakin dengan kemampuan saya untuk belajar cepat dan berkolaborasi dengan tim, saya bisa mengatasi tantangan itu. Saya selalu berusaha memberikan yang terbaik dan terbuka terhadap masukan dan kritik untuk terus berkembang."

Percakapan pun berlanjut, dengan Galendra mengajukan beberapa pertanyaan mendalam tentang pengalaman kerja Sera, cara pandangnya terhadap inovasi, dan ide-ide yang mungkin bisa diterapkan di Romanov Corp. Sera menjawab setiap pertanyaan dengan percaya diri, menunjukkan pengetahuan dan antusiasmenya yang tulus.

Setelah sekitar satu jam, wawancara pun mendekati akhir. Galendra tersenyum, merasa puas dengan pertemuan tersebut. "Terima kasih, Sera. Saya sangat menghargai waktu dan kejujuranmu. Kami akan segera memberi kabar terkait hasil wawancara ini."

"Terima kasih banyak, Pak Galendra. Saya sangat berharap bisa bergabung dengan tim Anda," jawab Sera dengan senyuman lega.

Setelah berpamitan, Sera keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk antara lega dan harap-harap cemas. Ia tahu, apa pun hasilnya, ia telah memberikan yang terbaik. Di dalam ruangan, Galendra duduk sejenak, merenungkan pertemuannya dengan Sera. Ada sesuatu yang berbeda dari kandidat kali ini, sesuatu yang membuatnya merasa optimis tentang masa depan perusahaan dengan potensi yang dibawa oleh Sera.

Sambil memandangi kota dari jendelanya, Galendra tersenyum kecil. Hari ini adalah awal yang baik, dan ia merasa keputusan besar yang akan diambilnya tidak lama lagi akan membawa perubahan positif bagi Romanov Corp. dan mungkin juga bagi hidup Sera.

Setelah pertemuan itu, Galendra tidak bisa menghilangkan bayangan Sera dari pikirannya. Ada sesuatu dalam cara Sera berbicara dan menjelaskan ide-idenya yang membuat Galendra merasa penasaran. Ia merasa bahwa Sera bukan hanya kandidat biasa; ada sesuatu yang istimewa yang membuatnya ingin mengenal lebih jauh sosok wanita itu.

Hari-hari berlalu, dan meskipun kesibukan kerja menumpuk, pikiran Galendra sering melayang ke pertemuan mereka. Di sela-sela rapat dan tumpukan dokumen yang harus ditandatangani, ia teringat senyuman Sera, cara dia menjawab pertanyaan dengan percaya diri, dan bagaimana matanya berbinar ketika berbicara tentang inovasi.

Suatu pagi, saat sedang memeriksa laporan di ruangannya, Galendra memutuskan untuk mengambil langkah lebih lanjut. Ia menekan tombol interkom dan memanggil Rani. "Rani, bisa kamu datang ke ruangan saya sebentar?" suaranya terdengar tegas namun penuh rasa ingin tahu.

Tak lama kemudian, Rani masuk ke ruangan dengan membawa beberapa berkas. "Ada yang bisa saya bantu, Pak Galendra?" tanyanya dengan sopan.

"Saya ingin kamu menjadwalkan pertemuan informal dengan Sera. Saya ingin mengenal dia lebih jauh di luar konteks formal pekerjaan. Mungkin kita bisa makan siang bersama atau ngopi di tempat yang santai. Apa kamu bisa atur itu?" ujar Galendra sambil melihat ke arah Rani.

Rani sedikit terkejut mendengar permintaan tersebut, tetapi ia segera mengangguk. "Tentu, Pak. Saya akan segera menghubungi Sera dan mengatur jadwalnya. Apakah ada waktu khusus yang Anda inginkan?"

"Secepatnya, mungkin besok atau lusa. Saya ingin ini terasa santai, jadi pilihlah tempat yang nyaman dan tidak terlalu formal," kata Galendra sambil tersenyum tipis.

Setelah Rani keluar untuk mengatur jadwal, Galendra merasa sedikit lega. Ia tahu, sebagai CEO, keputusannya untuk mengenal calon karyawan lebih jauh mungkin tidak biasa, tetapi intuisi dan rasa ingin tahunya mengatakan bahwa Sera bisa membawa perubahan besar, bukan hanya untuk perusahaan, tetapi mungkin juga dalam hidupnya.

Keesokan harinya, Rani kembali dengan kabar baik. "Pak Galendra, saya sudah mengatur pertemuan dengan Sera besok siang di kafe di dekat sini. Sera sangat antusias dan setuju untuk bertemu," lapornya dengan senyuman.

"Terima kasih, Rani. Itu sempurna," jawab Galendra, merasa senang dengan kabar tersebut.

Hari yang dinantikan pun tiba. Di sebuah kafe yang hangat dan nyaman, dengan suasana yang tenang dan dekorasi yang menarik, Galendra duduk menunggu kedatangan Sera. Ia mengenakan pakaian kasual, berbeda dengan setelan jas formal yang biasa dipakainya di kantor, untuk menciptakan suasana yang lebih santai.

Tak lama kemudian, Sera tiba. Dengan senyum ramah, ia menyapa Galendra. "Halo, Pak Galendra. Terima kasih sudah mengundang saya."

"Selamat siang, Sera. Panggil saya Galendra saja. Ini pertemuan santai, jadi tidak perlu terlalu formal," jawab Galendra sambil mempersilakan Sera duduk.

Mereka mulai berbicara, awalnya tentang hal-hal ringan seperti cuaca, hobi, dan kehidupan sehari-hari. Galendra terkejut melihat betapa mudahnya mereka berdua mengalir dalam percakapan. Ia menemukan bahwa Sera bukan hanya cerdas dan bersemangat dalam pekerjaannya, tetapi juga memiliki pandangan hidup yang menarik dan selera humor yang menyenangkan.

"Jadi, apa yang membuat kamu tertarik bekerja di Romanov Corp., Sera?" tanya Galendra sambil menyeruput kopinya.

"Saya tertarik dengan visi perusahaan ini yang selalu berinovasi dan tidak takut mengambil risiko untuk mencapai hal-hal besar. Saya juga melihat ada banyak kesempatan untuk belajar dan berkembang di sini," jawab Sera dengan antusias.

Percakapan mereka berlanjut selama beberapa jam, dan Galendra semakin yakin bahwa Sera adalah orang yang tepat untuk perusahaan. Tapi lebih dari itu, ia merasa ada koneksi yang dalam dan tulus antara mereka. Sera bukan hanya seorang calon karyawan; dia adalah seseorang yang membawa inspirasi dan energi positif.

Ketika akhirnya pertemuan berakhir, Galendra merasa sangat puas dan semakin penasaran dengan sosok Sera. "Terima kasih banyak atas waktunya, Sera. Saya benar-benar menikmati pertemuan ini," katanya sambil tersenyum.

"Saya juga, Galendra. Terima kasih sudah mengundang saya. Saya berharap bisa segera bergabung dan memberikan yang terbaik untuk Romanov Corp.," jawab Sera dengan senyuman penuh harap.

Setelah berpamitan, Galendra melihat Sera pergi dengan perasaan yang campur aduk antara kagum dan antusias. Ia tahu, ini bukan hanya awal dari hubungan profesional yang baik, tetapi mungkin juga awal dari sesuatu yang lebih berarti. Dengan hati yang ringan dan pikiran yang dipenuhi ide-ide baru, Galendra kembali ke kantornya, siap untuk menyambut hari-hari yang lebih cerah.

Related chapters

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 5

    Setelah pertemuan di kafe itu, Galendra merasa semakin penasaran dengan Sera. Ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuatnya ingin tahu lebih dalam, tidak hanya tentang kualifikasinya untuk pekerjaan, tetapi juga tentang kehidupannya dan tujuan yang ingin dicapai. Di malam yang tenang, saat duduk di ruang kerjanya yang luas, Galendra memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Sera.Ia mulai dengan membuka laptopnya dan mencari informasi tentang Sera di media sosial. Di profil LinkedIn Sera, Galendra melihat berbagai pencapaian profesional yang mengesankan, proyek-proyek yang pernah dia tangani, dan berbagai rekomendasi dari rekan-rekan kerjanya. Semua ini membuat Galendra semakin yakin bahwa Sera adalah kandidat yang sangat cocok untuk perusahaan. Namun, yang membuatnya lebih tertarik adalah sisi pribadi Sera yang terlihat dari beberapa unggahan di media sosial lainnya.Melalui Instagram, Galendra melihat foto-foto Sera bersama anak-anaknya, momen-momen bahagia yang penuh c

    Last Updated : 2024-08-19
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 6

    Beberapa minggu setelah mereka setuju untuk menjalani peran sebagai pasangan kontrak, Galendra dan Sera menghadiri sebuah pesta malam gala yang bergengsi di kota. Acara ini dihadiri oleh para elit bisnis dan tokoh masyarakat, menyediakan platform yang sempurna bagi mereka untuk memperkuat citra mereka sebagai pasangan yang solid.Di atas tangga masuk, Galendra memberikan tangannya kepada Sera dengan penuh keanggunan, seperti pasangan yang benar-benar terbiasa dengan sorotan publik. Sera mengenakan gaun hitam yang elegan, sementara Galendra memakai setelan jas hitam yang memancarkan kepercayaan diri dan kekuasaan.Mereka berdua berjalan masuk ke dalam ruang pesta yang gemerlap, di mana lampu-lampu gantung kristal memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Tamu-tamu lain memperhatikan mereka dengan rasa ingin tahu, sebagian besar penasaran tentang pasangan baru ini yang terlihat begitu cocok bersama.Saat mereka berdiri di tengah-tengah ruangan, Galendra memegang gelas sampanye dengan elega

    Last Updated : 2024-09-05
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 7

    Malam itu, setelah pertemuan di restoran dengan Arga, Galendra merasa bahwa Sera membutuhkan sedikit waktu untuk bersantai dan melupakan ketegangan yang baru saja mereka alami. Dia memutuskan untuk mengajaknya jalan-jalan di sekitar kota, menikmati suasana malam yang sejuk dan tenang."Sera, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Udara malam ini cukup sejuk, dan mungkin bisa membantu kita untuk sedikit bersantai," usul Galendra dengan senyuman hangat.Sera, yang merasa sedikit tegang setelah pertemuan dengan Arga, mengangguk setuju. "Ide bagus, Galendra. Aku butuh sedikit udara segar."Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar yang diterangi lampu-lampu jalan yang hangat, menghindari keramaian pusat kota dan menuju ke taman kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi. Taman itu tampak tenang, dengan bangku-bangku kayu dan pepohonan yang meneduhkan.Galendra dan Sera duduk di salah satu bangku, menikmati keheningan malam. Sera menghela napas panjang, merasa sedikit lebih r

    Last Updated : 2024-09-09
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 8

    Di sisi lain kota, Arga duduk di ruang kerjanya yang luas, namun kali ini suasananya tidak terasa nyaman baginya. Dia merasa gelisah sejak pertemuan tadi malam. Pikirannya terus kembali ke momen saat dia melihat Sera bersama Galendra, pria yang tampaknya begitu perhatian dan mendukung Sera. Hal itu membuatnya merasa kesal dan tidak nyaman. Arga berjalan mondar-mandir di ruangan, mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan, tapi wajah Sera yang tersenyum bahagia terus muncul di benaknya. "Kenapa Sera harus bersama pria itu?" gumamnya dengan nada penuh frustrasi.Anissa, yang sedang berada di ruangan lain, merasakan ketegangan di udara. Dia mencoba untuk tetap tenang, namun tidak bisa menahan rasa penasaran. "Ada apa, Arga? Kamu kelihatan tidak tenang sejak tadi malam."Arga berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Tidak ada apa-apa, Anissa. Aku hanya sedikit lelah," jawabnya singkat, meskipun jelas ada sesuatu yang mengganggunya.Anissa menghela napas, merasa

    Last Updated : 2024-09-12
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   BAB 9

    Anissa duduk di ruang tamunya yang mewah, berpikir keras tentang langkah berikutnya. Meskipun rencana untuk merusak reputasi Sera di tempat kerja berjalan dengan baik, Anissa merasa itu belum cukup. Dia ingin memastikan Sera benar-benar keluar dari hidupnya dan Arga, tanpa ada kesempatan untuk kembali. Pikirannya terfokus pada satu ide yang lebih ekstrem dan berbahaya. Dengan hati-hati, dia memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh.Malam itu, saat Arga sedang sibuk dengan urusan bisnisnya di luar kota, Anissa mengambil ponselnya dan menghubungi seorang kenalan lama, seorang pria bernama Reza yang dikenal sebagai "fixer" untuk masalah yang sangat serius. Reza bukan orang biasa; dia adalah seseorang yang berurusan dengan hal-hal gelap dan ilegal, yang mampu melakukan apa saja asalkan bayarannya cukup tinggi.Mereka bertemu di sebuah restoran mewah yang terletak di sudut kota, tempat di mana privasi bisa terjaga dengan baik. Reza datang dengan setelan rapi, tapi matanya yang tajam m

    Last Updated : 2024-09-12
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 10

    Beberapa hari berlalu sejak kecelakaan itu. Sera mulai pulih dengan cepat, berkat perawatan intensif dan dukungan dari teman-temannya. Meski masih lemah, semangatnya tetap kuat. Galendra, yang selalu setia mendampingi, merasa lega melihat Sera semakin membaik. Hari itu, Galendra memutuskan untuk mengantar Sera pulang ke rumahnya.Saat mereka tiba di rumah Sera, Galendra membantu Sera turun dari mobil dengan hati-hati. "Kamu yakin sudah siap pulang?" tanya Galendra dengan nada lembut, khawatir melihat Sera yang masih terlihat lemah.Sera tersenyum lemah namun penuh keyakinan. "Aku baik-baik saja, Galendra. Aku hanya ingin bertemu dengan Alana dan Alina. Aku rindu mereka."Galendra mengangguk, memahami perasaan Sera. Mereka berjalan menuju pintu depan, dan begitu mereka masuk, suara ceria dari dua anak kembar terdengar dari dalam rumah."Mama pulang!" teriak Alana dan Alina serempak, berlari ke arah Sera dengan wajah penuh kegembiraan.Sera membuka tangannya lebar-lebar, menyambut peluk

    Last Updated : 2024-09-13
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 11

    Setelah Galendra pergi, Sera masih duduk di ruang tamu dengan Alana dan Alina. Mereka duduk bersama di sofa, suasana ruangan dipenuhi dengan kehangatan meskipun terdapat rasa kekosongan di hati Sera. "Ma, kenapa Papa nggak datang lagi?" tanya Alana dengan polosnya. Sera terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi ini pada anak-anaknya. Dia merasakan kekosongan yang mendalam saat menyadari bahwa kehadiran ayah mereka tidak lagi ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Alina memandang ibunya dengan tatapan penuh harapan. "Papa kan baik, Ma. Kenapa dia nggak mau datang lagi?" Sera menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air matanya. Dia ingin melindungi anak-anaknya dari kekecewaan dan kesedihan. "Kalian tahu, kadang-kadang orang dewasa punya urusan yang membuat mereka harus pergi jauh, dan tidak bisa datang setiap waktu." "Tapi kenapa Papa nggak bilang dulu ke kita, Ma?" potong Alana dengan nada kecewa. Sera memeluk kedua anaknya erat-erat. "P

    Last Updated : 2024-09-14
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 12

    Mereka berdua lalu melangkah bersama menuju meja petugas administrasi, di mana seorang pegawai yang ramah menyambut mereka dengan senyuman. Galen menjelaskan maksud kedatangan mereka, dan pegawai tersebut mulai mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Sera merasakan campuran emosi yang intens—bahagia, terharu, dan penuh harapan—saat dia menggenggam tangan Galen erat-erat.Setelah beberapa saat, pegawai tersebut menyerahkan selembar formulir kepada Sera dan Galen. Mereka duduk di kursi yang disediakan, mengisi formulir tersebut dengan penuh perhatian. Setiap goresan pena terasa seperti langkah penting menuju awal yang baru bagi mereka. Sera mencuri pandang ke arah Galen, yang tampak begitu serius namun tenang, dan merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya.Ketika semua berkas telah diisi dan ditandatangani, pegawai administrasi mengambilnya kembali dan mengkonfirmasi bahwa semuanya sudah lengkap. "Selamat, Bapak dan Ibu. Surat pernikahan kontrak Anda akan diproses dan akan sege

    Last Updated : 2024-09-14

Latest chapter

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Ban 78

    Daffi menutup telepon tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Suara napasnya terdengar berat, matanya menatap kosong ke kejauhan. Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan yang belum terurai. Giska mendekatinya, menaruh tangan lembut di pundaknya. “Kau baik-baik saja?” Daffi mengangguk pelan, meski ekspresinya menunjukkan konflik batin. “Aku tak bisa menolongnya, Giska. Dia telah menghancurkan hidup kita. Semua yang terjadi... luka yang ia tinggalkan... terlalu dalam.” Galen, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya bersuara. “Kau sudah membuat keputusan yang benar, Nak. Ada hal-hal yang tak bisa diperbaiki begitu saja.” Sera mengangguk, mendukung pernyataan suaminya. “Dia hanya akan mempermainkanmu lagi. Ini bukan tentang dendam, Daffi, ini tentang melindungi dirimu dan keluargamu.” Daffi menarik napas dalam, seolah ingin mengusir beban berat dari dadanya. “Aku tahu. Tapi... ada rasa bersalah di sini,” ujarnya sambil menepuk dadanya. “Aku ingin percaya bahwa

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 77

    Daffi menatap layar ponsel dengan tatapan yang semakin goyah. Matanya bergerak cepat, mengikuti gambar-gambar kenangan yang terpampang jelas di sana. Suara Giska terdengar dari rekaman itu, tawa lembut yang selama ini terasa begitu akrab namun asing di benaknya. Daffi mulai mengingat, kilatan memori muncul seperti kilat di tengah badai. “Giska?” bisiknya nyaris tak terdengar, namun semua orang di ruangan itu mendengarnya. Lily, yang berdiri di sampingnya, merasakan ancaman itu semakin nyata. Dengan cepat, dia menarik lengan Daffi, memaksa senyumnya yang paling manis meskipun dalam hatinya gemuruh ketakutan mulai melanda. “Daffi, sayang, jangan biarkan mereka membingungkanmu lagi. Kau tahu aku satu-satunya yang selalu ada untukmu,” kata Lily, nada suaranya mencoba mengunci perhatian Daffi. Namun, detik itu juga, Daffi menepis tangannya. “Cukup, Lily,” ucap Daffi dengan nada yang tak lagi ragu. Dia menatap Giska, melihat matanya yang memerah dan wajahnya yang dipenuhi luka hati. “

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 76

    Giska menatap Daffi dengan mata yang berbinar penuh harapan, meski ada ketakutan yang bersembunyi di sudut hatinya. “Daffi, aku hanya ingin kau tahu satu hal—cinta kita bukan sekadar kenangan. Itu nyata, dan kau merasakannya sebelum semua ini terjadi.” Lily mengepalkan tangannya erat di samping tubuhnya, mencoba mempertahankan senyuman manis di wajahnya, meski hatinya bergejolak marah. “Daffi, kau tahu aku selalu di sini. Aku yang mendampingimu saat semua terasa gelap, bukan dia.” Daffi mengalihkan pandangannya ke arah ibunya, Sera, yang menatapnya penuh kasih sayang. “Nak, pilih dengan hatimu. Kebenaran selalu datang pada saatnya.” Daffi terdiam, tatapannya beralih antara Giska yang penuh harapan dan Lily yang berusaha memancarkan keyakinan. Ingatan-ingatan kabur mulai terbangkitkan, seperti bayangan-bayangan samar yang muncul dan tenggelam. Rasa sakit di kepalanya kembali menyeruak, membuatnya memegangi pelipisnya. “Aku... aku hanya butuh waktu untuk mengingat,” gumam Daffi,

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 75

    Daffi berdiri di tengah ruangan, pandangannya terarah ke lantai, tampak kebingungan. Giska berdiri di sudut lain, memegang selembar kertas yang penuh bukti, matanya berkaca-kaca. Lily di sisi lain, menggenggam erat tangannya, menyembunyikan ketegangan di balik senyum tipisnya. “Semuanya sudah jelas, Daffi,” ujar Giska dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian. “Aku istrimu. Kau harus tahu kebenarannya, bahkan jika kau tidak mengingatnya sekarang.” Daffi memandang Giska dengan sorot mata yang kosong, seolah mencoba mencari serpihan ingatan di balik kabut yang membelenggu pikirannya. “Tapi… aku tak mengerti. Kenapa aku tak bisa mengingatnya?” Lily, yang sejak tadi diam, melangkah maju. Wajahnya seolah diliputi ketegasan palsu yang dibuat-buat. “Daffi, mereka hanya ingin membuatmu ragu. Kau tak harus memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang sudah hilang. Aku di sini untukmu, untuk masa depan kita,” katanya, suaranya mengalun lembut seperti mantra berbahaya. Sera, yang

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 74

    Hari yang telah direncanakan Lily dengan penuh kegigihan akhirnya tiba—hari pernikahannya dengan Daffi. Di antara dekorasi mewah dan tamu-tamu yang hadir dalam suasana meriah, Daffi berdiri di sampingnya, mengenakan setelan yang elegan dan tampak siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Hanya Lily yang tahu kenyataan di balik semua ini—bahwa pria yang sekarang berdiri di altar dengannya adalah pria yang telah hilang ingatan, terlupa pada cintanya yang dulu, dan kini siap mengucapkan janji suci untuknya. Mata Lily berbinar penuh kemenangan saat pastor di depan mereka mulai mengucapkan sumpah pernikahan. Namun, suasana sakral itu tiba-tiba terpecah ketika pintu gereja terbuka lebar. Giska muncul di ambang pintu, wajahnya penuh tekad. Gaun sederhana yang dikenakannya tak mampu mengurangi auranya—keberaniannya memancar, menuntut perhatian semua orang di dalam gereja. “Daffi!” seru Giska, suaranya lantang namun penuh haru. Beberapa tamu menoleh, terkejut dengan kedatangan tak terd

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 73 Season 2 Part 20

    Setelah pengumuman pernikahan Daffi dan Lily, suasana di keluarga Daffi menjadi campur aduk. Meski orang tuanya, Sera dan Galen, mencoba untuk mendukung keputusan Daffi, mereka tidak bisa menutupi kekhawatiran di wajah mereka. Daffi, di sisi lain, berusaha menampakkan sikap optimis saat merencanakan pernikahan. Hari-hari berlalu dan Daffi mulai menghadiri berbagai pertemuan untuk merencanakan hari besarnya. Dalam proses ini, Lily sangat bersemangat dan aktif, tetapi terkadang Daffi merasakan ketidaknyamanan yang samar, terutama ketika Lily terlalu banyak berbicara tentang masa lalu mereka. Suatu sore, saat Daffi sedang duduk di taman rumahnya sambil memikirkan detail pernikahan, Sera datang menghampirinya. “Daffi, bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya lembut, duduk di sampingnya. “Ya, Mama. Ada apa?” jawab Daffi, berusaha tersenyum. Sera menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja dengan keputusan ini. Aku tahu kau berusaha

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 72 season 2 Part 19

    Beberapa minggu berlalu, dan Daffi semakin terjerat dalam kebohongan yang dibangun oleh Lily. Dia mulai menganggap Lily sebagai sosok penting dalam hidupnya, meskipun bayang-bayang Giska terus menghantuinya. Suatu sore, Daffi dan Lily duduk di taman belakang mansion, menikmati cuaca yang cerah. “Daffi, aku ingin membahas sesuatu yang penting,” kata Lily dengan nada serius. “Aku merasa kita harus mengambil langkah selanjutnya dalam hubungan ini.” Daffi menatap Lily dengan bingung. “Langkah selanjutnya? Seperti apa?” “Pernikahan,” jawab Lily, menatap Daffi dalam-dalam. “Aku tahu kamu mengalami banyak hal, dan kita bisa melakukannya dengan cara yang sederhana dulu, tanpa pesta besar-besaran. Hanya kita berdua.” Daffi terdiam sejenak, berusaha memproses kata-kata Lily. “Pernikahan? Tapi, aku tidak yakin. Semua ini terasa begitu cepat. Aku masih berusaha mengingat masa laluku.” Lily mendekat, mengambil tangan Daffi dengan lembut. “Sayang, aku mengerti. Namun, kita harus melanjutk

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 71 Season 2 Part 18

    Beberapa hari berlalu sejak insiden di kafe itu, tetapi amarah dan obsesi Lily pada Daffi tak mereda. Kali ini, dia merencanakan sesuatu yang lebih licik. Dengan hati penuh dendam, Lily berencana menyebarkan gosip palsu yang bisa mengguncang hubungan Daffi dan Giska. Dia merasa, jika tidak bisa memiliki Daffi, setidaknya dia akan memastikan kebahagiaannya hancur. Sementara itu, di rumah, Daffi dan Giska menghabiskan malam bersama. Mereka berbincang hangat di ruang keluarga, mencoba melupakan semua masalah yang telah terjadi. “Aku tidak ingin kau khawatir tentang Lily lagi,” kata Daffi, menatap Giska dengan penuh perhatian. “Dia tidak ada apa-apanya. Yang penting hanya kau dan kebahagiaan kita.” Giska tersenyum, meski kekhawatiran masih membayangi hatinya. “Aku percaya padamu, Daffi. Tapi… Lily tidak akan diam begitu saja. Aku tahu dia pasti punya rencana lain.” Daffi menggenggam tangan Giska erat-erat. “Aku akan selalu ada untukmu. Apapun yang dia lakukan, aku tidak akan perna

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 70 Season 2 Part 17

    Beberapa bulan setelah pernikahan Daffi dan Giska, kehidupan Lily semakin terpuruk dalam bayang-bayang obsesinya. Dengan kegagalan yang menghantuinya, dia menjadi semakin terobsesi untuk merebut Daffi dari Giska. Setiap kali melihat foto kebahagiaan Daffi dan Giska di media sosial, darahnya terasa mendidih. Dalam pikirannya, Daffi seharusnya menjadi miliknya, dan Giska hanyalah penghalang yang harus dihilangkan. Suatu sore, Lily duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan cermat. Dia memilih pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya dan menyisir rambutnya hingga mengkilap. “Hari ini, aku akan menunjukkan siapa yang lebih layak untuk Daffi,” gumamnya pada diri sendiri dengan suara serak. Rasa percaya diri mulai mengisi dirinya, dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Lily memutuskan untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh salah satu teman Daffi, dengan harapan bisa menemukan kesempatan untuk mendekati Daffi. Dalam perjalanan ke pesta, jantungnya berdebar-debar.

DMCA.com Protection Status