Malam itu, setelah pertemuan di restoran dengan Arga, Galendra merasa bahwa Sera membutuhkan sedikit waktu untuk bersantai dan melupakan ketegangan yang baru saja mereka alami. Dia memutuskan untuk mengajaknya jalan-jalan di sekitar kota, menikmati suasana malam yang sejuk dan tenang.
"Sera, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Udara malam ini cukup sejuk, dan mungkin bisa membantu kita untuk sedikit bersantai," usul Galendra dengan senyuman hangat. Sera, yang merasa sedikit tegang setelah pertemuan dengan Arga, mengangguk setuju. "Ide bagus, Galendra. Aku butuh sedikit udara segar." Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar yang diterangi lampu-lampu jalan yang hangat, menghindari keramaian pusat kota dan menuju ke taman kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi. Taman itu tampak tenang, dengan bangku-bangku kayu dan pepohonan yang meneduhkan. Galendra dan Sera duduk di salah satu bangku, menikmati keheningan malam. Sera menghela napas panjang, merasa sedikit lebih rileks. "Terima kasih, Galendra. Aku benar-benar butuh ini." Galendra tersenyum, menatap Sera dengan penuh perhatian. "Aku tahu pertemuan tadi cukup berat buatmu. Tapi kamu menghadapinya dengan sangat baik, Sera. Aku bangga padamu." Sera tersenyum tipis, merasa hangat oleh pujian Galendra. "Aku hanya berusaha tetap tenang. Tapi jujur, rasanya masih sedikit aneh bertemu Arga lagi, apalagi dengan wanita lain di sisinya." Galendra mengangguk, memahami perasaan Sera. "Itu wajar. Tapi ingat, sekarang kamu punya kesempatan untuk memulai lagi, dengan orang-orang yang benar-benar peduli padamu." Sera memandang Galendra, merasa ada kehangatan dan ketulusan dalam kata-katanya. "Kamu benar. Aku harus fokus pada masa depan dan orang-orang yang ada di sekitarku sekarang." Mereka melanjutkan percakapan sambil berjalan-jalan di taman, berbicara tentang banyak hal—dari proyek-proyek bisnis mereka, rencana masa depan, hingga hal-hal kecil yang membuat mereka tertawa. Malam itu terasa ringan, seolah-olah mereka berdua sedang melepaskan beban dari bahu mereka. Ketika mereka kembali ke mobil, Sera merasa jauh lebih baik. "Terima kasih, Galendra. Malam ini benar-benar membantu." Galendra tersenyum, merasa lega melihat Sera lebih santai. "Sama-sama, Sera. Aku senang bisa membantu. Kita harus sering-sering melakukan ini." Sera mengangguk setuju, merasa bahwa hubungan mereka sebagai pasangan kontrak semakin kuat dan lebih bermakna. Meskipun awalnya hanya berdasarkan kesepakatan, dia mulai merasakan bahwa ada lebih banyak lagi yang bisa berkembang dari hubungan mereka. Dengan perasaan yang lebih ringan dan hati yang lebih tenang, mereka melanjutkan perjalanan pulang, siap untuk menghadapi hari-hari berikutnya dengan semangat baru. Keesokan harinya, suasana pagi di apartemen Galendra terasa tenang dan damai. Matahari pagi menembus tirai jendela, menyebarkan cahaya lembut yang menghangatkan ruangan. Sera, yang menginap di apartemen Galendra semalam, terbangun dengan perasaan yang lebih segar setelah malam yang tenang. Dia merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, sesuatu yang lebih positif dan penuh harapan. Sementara itu, Galendra sudah bangun lebih awal dan sedang menyiapkan sarapan di dapur. Aroma kopi yang baru diseduh mengisi udara, memberikan nuansa nyaman di apartemen tersebut. Sera berjalan keluar dari kamar dengan senyum di wajahnya, melihat Galendra yang sibuk di dapur. "Pagi, Galendra," sapa Sera dengan suara yang lembut. Galendra menoleh dan tersenyum hangat. "Pagi, Sera. Tidurmu nyenyak?" Sera mengangguk, merasa benar-benar segar. "Ya, aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih atas malam yang tenang." Galendra mengangkat cangkir kopi dan memberikannya kepada Sera. "Aku senang mendengarnya. Sarapan sudah siap. Aku pikir kita bisa memulai hari ini dengan energi yang baik." Mereka duduk bersama di meja makan, menikmati sarapan yang sederhana namun lezat. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, berbicara tentang rencana hari itu dan beberapa hal yang mereka ingin capai. "Sera, aku pikir kita harus mengunjungi lokasi proyek baru kita hari ini. Ada beberapa hal yang perlu kita periksa sebelum kita bisa melanjutkan tahap berikutnya," kata Galendra sambil menyeruput kopinya. Sera mengangguk, siap untuk memulai hari dengan produktif. "Tentu, aku setuju. Kita harus memastikan semuanya berjalan lancar." Setelah selesai sarapan, mereka berdua bersiap-siap dan menuju ke lokasi proyek baru mereka. Perjalanan menuju lokasi tersebut diisi dengan percakapan ringan dan tawa, menunjukkan betapa nyaman mereka satu sama lain. Sesampainya di lokasi, mereka disambut oleh para pekerja dan manajer proyek yang sudah menunggu. Galendra dan Sera berjalan berkeliling, memeriksa setiap detail dan berdiskusi dengan tim mengenai kemajuan proyek. "Sera, bagaimana menurutmu tentang desain ini? Apakah ada yang perlu diubah?" tanya Galendra, menunjukkan salah satu rencana desain. Sera memperhatikan dengan seksama, memberikan masukan yang konstruktif. "Aku pikir kita bisa menambahkan beberapa elemen yang lebih ramah lingkungan di sini. Ini akan meningkatkan nilai proyek kita." Galendra mengangguk setuju, terkesan dengan perhatian Sera terhadap detail. "Ide bagus, Sera. Kita akan menerapkannya." Hari itu dihabiskan dengan produktif, mereka bekerja sama dengan baik, saling mendukung dan menghargai masukan satu sama lain. Ketika sore menjelang, mereka kembali ke apartemen dengan perasaan puas karena telah menyelesaikan banyak hal. Di apartemen, mereka duduk bersama di ruang tamu, menikmati minuman dingin dan berbicara tentang hari yang telah mereka lalui. Sera merasa ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya—rasa percaya diri yang tumbuh dan perasaan bahwa dia bisa menghadapi apapun dengan dukungan Galendra di sisinya. "Galendra, aku merasa lebih kuat dan lebih percaya diri sekarang. Terima kasih atas dukunganmu," kata Sera dengan tulus. Galendra menatapnya dengan penuh perhatian, merasa bangga dengan perubahan yang dia lihat dalam diri Sera. "Kamu selalu punya kekuatan itu dalam dirimu, Sera. Aku hanya membantumu untuk melihatnya." Dengan perasaan yang semakin kuat dan hubungan yang semakin erat, mereka siap untuk menghadapi tantangan berikutnya. Hari ini hanya permulaan dari perjalanan panjang yang mereka akan lalui bersama, dengan keyakinan bahwa mereka bisa mengatasi segala rintangan yang datang. Galendra semakin kagum dengan Sera yang pekerja keras.Entah kenapa dia bisa sampai membayangkan jika seandainya Sera menjadi istrinya. Dia pasti akan menjadi pria yang laing bahagia. "Galen."panggil Sera dengan nada lembut. Wanita itu menatap Galendra heran. Galendra tersentak dari lamunannya lalu tersenyum tipis. "Kamu kenapa melamun, apa ada yang kau pikirkan?"tanya Sera. "Hanya masalah kecil Sera, terimakasih telah khawatir!" Mereka kembali fokus pada topik pembahasan. Keduanya begitu kompak dan saling bekerja sama dalam proyek. Sera sendiri menatap Galendra diam-diam kemudian tersenyum kecil. Dia beruntung bisa mengenal pria yang baik dan bisa menghargai wanita seperti Galendra. "Sera kamu jangan mikirin macam-macam.Fokua saja pada tujuanmu dari awal yang berniat balas dendam." batinnya dalam hati. Sera membuang napas panjang, memilih tak ambil pusing.Dia hanya perlu fokus dan fokus saja.Di sisi lain kota, Arga duduk di ruang kerjanya yang luas, namun kali ini suasananya tidak terasa nyaman baginya. Dia merasa gelisah sejak pertemuan tadi malam. Pikirannya terus kembali ke momen saat dia melihat Sera bersama Galendra, pria yang tampaknya begitu perhatian dan mendukung Sera. Hal itu membuatnya merasa kesal dan tidak nyaman. Arga berjalan mondar-mandir di ruangan, mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan, tapi wajah Sera yang tersenyum bahagia terus muncul di benaknya. "Kenapa Sera harus bersama pria itu?" gumamnya dengan nada penuh frustrasi.Anissa, yang sedang berada di ruangan lain, merasakan ketegangan di udara. Dia mencoba untuk tetap tenang, namun tidak bisa menahan rasa penasaran. "Ada apa, Arga? Kamu kelihatan tidak tenang sejak tadi malam."Arga berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Tidak ada apa-apa, Anissa. Aku hanya sedikit lelah," jawabnya singkat, meskipun jelas ada sesuatu yang mengganggunya.Anissa menghela napas, merasa
Anissa duduk di ruang tamunya yang mewah, berpikir keras tentang langkah berikutnya. Meskipun rencana untuk merusak reputasi Sera di tempat kerja berjalan dengan baik, Anissa merasa itu belum cukup. Dia ingin memastikan Sera benar-benar keluar dari hidupnya dan Arga, tanpa ada kesempatan untuk kembali. Pikirannya terfokus pada satu ide yang lebih ekstrem dan berbahaya. Dengan hati-hati, dia memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh.Malam itu, saat Arga sedang sibuk dengan urusan bisnisnya di luar kota, Anissa mengambil ponselnya dan menghubungi seorang kenalan lama, seorang pria bernama Reza yang dikenal sebagai "fixer" untuk masalah yang sangat serius. Reza bukan orang biasa; dia adalah seseorang yang berurusan dengan hal-hal gelap dan ilegal, yang mampu melakukan apa saja asalkan bayarannya cukup tinggi.Mereka bertemu di sebuah restoran mewah yang terletak di sudut kota, tempat di mana privasi bisa terjaga dengan baik. Reza datang dengan setelan rapi, tapi matanya yang tajam m
Beberapa hari berlalu sejak kecelakaan itu. Sera mulai pulih dengan cepat, berkat perawatan intensif dan dukungan dari teman-temannya. Meski masih lemah, semangatnya tetap kuat. Galendra, yang selalu setia mendampingi, merasa lega melihat Sera semakin membaik. Hari itu, Galendra memutuskan untuk mengantar Sera pulang ke rumahnya.Saat mereka tiba di rumah Sera, Galendra membantu Sera turun dari mobil dengan hati-hati. "Kamu yakin sudah siap pulang?" tanya Galendra dengan nada lembut, khawatir melihat Sera yang masih terlihat lemah.Sera tersenyum lemah namun penuh keyakinan. "Aku baik-baik saja, Galendra. Aku hanya ingin bertemu dengan Alana dan Alina. Aku rindu mereka."Galendra mengangguk, memahami perasaan Sera. Mereka berjalan menuju pintu depan, dan begitu mereka masuk, suara ceria dari dua anak kembar terdengar dari dalam rumah."Mama pulang!" teriak Alana dan Alina serempak, berlari ke arah Sera dengan wajah penuh kegembiraan.Sera membuka tangannya lebar-lebar, menyambut peluk
Setelah Galendra pergi, Sera masih duduk di ruang tamu dengan Alana dan Alina. Mereka duduk bersama di sofa, suasana ruangan dipenuhi dengan kehangatan meskipun terdapat rasa kekosongan di hati Sera. "Ma, kenapa Papa nggak datang lagi?" tanya Alana dengan polosnya. Sera terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi ini pada anak-anaknya. Dia merasakan kekosongan yang mendalam saat menyadari bahwa kehadiran ayah mereka tidak lagi ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Alina memandang ibunya dengan tatapan penuh harapan. "Papa kan baik, Ma. Kenapa dia nggak mau datang lagi?" Sera menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air matanya. Dia ingin melindungi anak-anaknya dari kekecewaan dan kesedihan. "Kalian tahu, kadang-kadang orang dewasa punya urusan yang membuat mereka harus pergi jauh, dan tidak bisa datang setiap waktu." "Tapi kenapa Papa nggak bilang dulu ke kita, Ma?" potong Alana dengan nada kecewa. Sera memeluk kedua anaknya erat-erat. "P
Mereka berdua lalu melangkah bersama menuju meja petugas administrasi, di mana seorang pegawai yang ramah menyambut mereka dengan senyuman. Galen menjelaskan maksud kedatangan mereka, dan pegawai tersebut mulai mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Sera merasakan campuran emosi yang intens—bahagia, terharu, dan penuh harapan—saat dia menggenggam tangan Galen erat-erat.Setelah beberapa saat, pegawai tersebut menyerahkan selembar formulir kepada Sera dan Galen. Mereka duduk di kursi yang disediakan, mengisi formulir tersebut dengan penuh perhatian. Setiap goresan pena terasa seperti langkah penting menuju awal yang baru bagi mereka. Sera mencuri pandang ke arah Galen, yang tampak begitu serius namun tenang, dan merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya.Ketika semua berkas telah diisi dan ditandatangani, pegawai administrasi mengambilnya kembali dan mengkonfirmasi bahwa semuanya sudah lengkap. "Selamat, Bapak dan Ibu. Surat pernikahan kontrak Anda akan diproses dan akan sege
Beberapa minggu setelah kebahagiaan mereka di mansion baru, Galen mengajak Sera untuk menghadiri pesta ulang tahun salah satu koleganya. Sera mengenakan gaun elegan berwarna biru tua yang menonjolkan kecantikannya, sementara Galen tampil gagah dengan setelan jas hitam. Mereka berdua berangkat dengan mobil menuju hotel mewah tempat pesta diadakan.Saat tiba, Galen memegang tangan Sera dengan lembut, menuntunnya masuk ke dalam aula yang sudah didekorasi dengan megah. Lampu-lampu kristal bergemerlapan di langit-langit, menciptakan suasana yang mewah dan elegan. Musik klasik lembut mengalun, menyambut para tamu yang hadir dengan senyuman dan sapaan ramah.Di tengah kerumunan, Galen memperkenalkan Sera kepada beberapa koleganya, berbicara dengan santai tentang berbagai topik bisnis dan kehidupan sehari-hari. Sera merasa nyaman di samping suaminya, tersenyum dan ikut terlibat dalam percakapan. Namun, tiba-tiba, tatapan Sera tertuju pada seseorang di seberang ruangan.Arga, mantan suaminya,
Pagi hari setelah pesta, sinar matahari menembus jendela kamar mereka, membangunkan Sera dengan lembut. Ia merasakan kehangatan Galen di sampingnya, dan tersenyum. Sera perlahan bangkit dari tempat tidur, berusaha tidak membangunkan suaminya, dan melangkah menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Di dapur, Sera mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat pancake favorit Alana dan Alina. Aroma kopi segar yang ia seduh mulai memenuhi ruangan, memberikan perasaan nyaman dan damai. Tak lama kemudian, Galen muncul di pintu dapur, masih dengan rambut yang acak-acakan dan senyuman mengantuk di wajahnya."Pagi, Sayang," sapa Galen sambil menghampiri Sera dan memberikan ciuman di pipinya."Pagi, Galen. Tidurmu nyenyak?" tanya Sera sambil terus memasak.Galen mengangguk dan duduk di meja dapur. "Sangat nyenyak. Pesta tadi malam luar biasa, tapi aku lebih senang bisa menghabiskan waktu pagi ini bersamamu."Sera tersenyum dan menuangkan adonan pancake ke wajan. "Aku juga. Anak-anak pasti senang
Keesokan harinya, setelah sarapan lezat dan mengantar Alana dan Alina ke sekolah, Galen dan Sera memutuskan untuk pergi berbelanja ke pusat perbelanjaan. Mereka berencana membeli beberapa barang keperluan rumah dan pakaian baru untuk anak-anak. Pagi itu cerah, dan suasana hati Sera sangat baik setelah menghabiskan akhir pekan yang sempurna bersama keluarganya.Mereka tiba di pusat perbelanjaan yang megah, dengan deretan toko-toko yang menjual berbagai macam barang. Galen menggenggam tangan Sera, memberikan senyuman hangat yang membuatnya merasa nyaman dan penuh semangat. Mereka berjalan santai dari satu toko ke toko lainnya, memilih beberapa pakaian dan mainan untuk Alana dan Alina.Saat mereka sedang memilih pakaian di salah satu butik terkenal, tanpa disangka, mereka bertemu dengan Arga dan ibunya, Mami Arga. Wajah Sera seketika berubah tegang, tetapi Galen menggenggam tangannya lebih erat, memberikan dukungan yang ia butuhkan."Ah, lihat siapa yang kita temui di sini," kata Arga de