Sore itu, setelah menjemput Alana dan Alina dari sekolah dan menghabiskan waktu sejenak bersama mereka, Sera menerima pesan tak terduga dari Annisa, istri Arga. Pesan tersebut meminta Sera untuk bertemu di sebuah kafe di pusat kota. Sera merasa sedikit terkejut dengan undangan tersebut, tetapi rasa penasaran membuatnya setuju untuk bertemu. Dia mengatur agar Galen menjaga anak-anak selama dia pergi sebentar.Setibanya di kafe, Sera melihat Annisa sudah duduk di sudut ruangan, menunggunya dengan wajah serius. Sera mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya sebelum mendekati meja tersebut.“Hai, Annisa,” sapa Sera sambil duduk di kursi yang berhadapan dengannya.Annisa menatap Sera dengan tatapan yang campur aduk antara kekhawatiran dan sedikit permusuhan. “Terima kasih sudah datang, Sera.”“Ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba ingin bertemu?” tanya Sera langsung, tak ingin berlama-lama menunda inti pertemuan ini.Annisa menghel
Setelah mendengar gosip yang beredar di restoran, Sera dan Galen memutuskan untuk bertindak cepat. Mereka tidak bisa membiarkan kebohongan ini berkembang lebih jauh dan merusak reputasi serta kehidupan mereka. Malam itu juga, mereka berdua menghubungi beberapa teman yang bisa membantu menyelidiki asal mula gosip tersebut.Keesokan harinya, Sera dan Galen bertemu dengan Dinda, sahabat Sera yang bekerja sebagai jurnalis investigasi. Mereka bertemu di sebuah kedai kopi yang tenang, berharap bisa mendiskusikan situasi ini tanpa gangguan.“Aku dengar gosip itu mulai menyebar di media sosial, tapi belum sampai ke media besar,” kata Dinda sambil membuka laptopnya. “Kita harus menghentikannya sebelum hal ini membesar.”Sera menghela napas panjang, merasa lega bisa berbagi beban ini dengan seseorang yang bisa diandalkan. “Dinda, aku nggak tahu siapa yang memulai semua ini, tapi aku yakin ada seseorang yang punya niat buruk padaku.”“Menurutku juga begitu,” tambah Galen. “Kita perlu mencari tah
Beberapa minggu berlalu sejak pertemuan di kafe, dan Sera merasa lega bahwa gosip tentang dirinya perlahan-lahan mereda. Namun, dia dan Galen tetap waspada, mengawasi setiap pergerakan yang mencurigakan di sekitar mereka. Suatu sore, ketika Sera sedang menyiapkan makan malam di dapur, teleponnya berdering. Sera mengangkat telepon dan melihat bahwa itu dari sahabatnya, Dinda. “Halo, Din. Ada kabar apa?” tanya Sera sambil menyiapkan bahan-bahan masakan di meja.“Hai, Ser. Aku baru saja dengar dari seorang teman di media kalau ada yang mencoba mengorek-ngorek informasi tentang kamu dan Galen. Kayaknya ada yang nggak bisa move on dari masalah kemarin,” kata Dinda dengan nada prihatin.Sera menghela napas panjang, mencoba tetap tenang. “Duh, siapa lagi, ya? Kayaknya kita udah berusaha baik-baik sama Annisa dan Rani. Kok, mereka nggak kapok juga?”“Ini masih spekulasi, sih, tapi kamu tahu kan, berita kayak gini bisa cepat menyebar kalau nggak diatasi d
Beberapa hari kemudian, Annisa duduk di ruang tamunya, menatap ponselnya dengan penuh ketegangan. Dia menunggu kabar dari Fikri tentang langkah berikutnya dalam rencananya mencelakai Sera. Rani, yang duduk di sebelahnya, tampak gelisah.“An, kamu yakin mau lanjut dengan rencana ini? Ini bisa berbahaya banget,” kata Rani, mencoba meyakinkan Annisa untuk mempertimbangkan ulang.Annisa menghela napas panjang, pandangannya masih tertuju pada layar ponselnya. “Ran, kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang. Aku nggak akan biarkan Sera terus merasa menang.”Ponsel Annisa bergetar, sebuah pesan masuk dari Fikri. “Semuanya sudah siap. Kamu tinggal tunggu waktu yang tepat,” bunyi pesannya.Annisa tersenyum tipis, merasa lega bahwa rencananya berjalan lancar. Dia lalu melihat Rani dengan tatapan penuh tekad. “Kita harus pastikan Sera nggak tahu dari mana asalnya semua ini. Kita harus cerdas dan hati-hati.”Rani mengangguk, meskipun hatinya masih penuh keraguan. “Baiklah, An. Tapi aku berhar
Setelah situasi di luar mansion mulai reda, Galen kembali ke ruang tamu di mana Sera masih duduk di sofa dengan tatapan kosong. Dia duduk di sampingnya, menyentuh tangan Sera dengan lembut, mencoba memberikan kenyamanan di tengah kekacauan yang mereka hadapi. “Sera,” Galen mulai dengan suara lembut, “aku tahu ini semua sangat berat buat kamu. Kamu sudah berusaha sekuat tenaga, dan sekarang kita harus melawan semua ini bersama.” Sera menatap suaminya dengan mata yang masih penuh rasa cemas. “Aku merasa seperti semuanya berantakan. Semua orang menuduhku tanpa dasar, dan aku merasa tidak berdaya.” Galen mengeratkan pelukannya, memberikan rasa hangat dan keamanan. “Kita semua tahu siapa kamu sebenarnya, Sera. Kamu orang yang baik dan penuh kasih sayang. Apa yang orang-orang katakan sekarang hanyalah kebohongan. Yang penting, kita tahu kebenarannya dan kita akan berjuang untuk membuktikannya.” Sera menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Tapi bagaimana kalau semua ini terus
Saat mereka tiba kembali di rumah, suasana tenang mulai merasuki mansion. Namun, ketenangan itu segera terganggu oleh bunyi ponsel Galen yang tiba-tiba berdering. Dia meraih ponselnya dari saku dan melihat nama asistennya, Raka, di layar. Merasa ada sesuatu yang penting, dia langsung mengangkat panggilan tersebut.“Halo, Raka. Ada apa?” tanya Galen dengan nada serius.“Pak Galen, saya baru saja mendapat informasi penting. Penyebar berita palsu tentang Bu Sera berasal dari keluarga Arga dan ibunya,” kata Raka dengan cepat, suaranya terdengar tegang.Wajah Galen berubah tegas, sorot matanya menunjukkan kemarahan yang ia coba kendalikan. “Apakah kamu yakin dengan informasi ini?”“Ya, Pak. Kami memiliki bukti kuat yang menunjukkan keterlibatan mereka. Saya juga sudah menghubungi beberapa sumber lain untuk memastikan informasi ini,” jawab Raka.Galen mengangguk, meskipun Raka tidak bisa melihatnya. “Baik, Raka. Terima kasih atas informasinya. Segera lakukan langkah selanjutnya seperti yang
Di sisi lain, di kediaman keluarga Arga, suasana penuh ketegangan dan kepanikan mulai terasa semakin nyata. Arga duduk di ruang kerjanya dengan wajah yang dipenuhi kekesalan dan frustasi. Ponsel di tangannya berdering tanpa henti, menerima panggilan dari para pemegang saham dan karyawan yang khawatir akan masa depan perusahaan. “Ini tidak mungkin terjadi!” seru Arga sambil melemparkan ponselnya ke meja, suaranya penuh kemarahan dan kekecewaan. “Perusahaan kita berada di ambang kebangkrutan, dan semua ini karena Galen!” Ibunya, Martha, yang duduk di sofa, mencoba menenangkan dirinya meskipun wajahnya menunjukkan kecemasan yang mendalam. “Arga, kita harus mencari cara untuk mengatasi ini. Apa yang bisa kita lakukan sekarang?” Arga menghela napas panjang, mencoba menenangkan amarahnya sebelum berbicara. “Aku sudah mencoba berbicara dengan Galen, tapi dia menolak untuk membantu. Dia mengatakan bahwa kita harus menghadapi konsekuensi dari tind
Sera duduk di ruang keluarga mansion Galen, sambil menatap ke luar jendela dengan ekspresi tenang. Pagi itu, berita mengenai kekacauan yang melanda perusahaan Arga telah sampai ke telinganya melalui berbagai saluran informasi, dan dia merasa campur aduk—ada rasa puas yang sulit diungkapkan, namun dia memilih untuk tetap diam. Ketika Galen memasuki ruangan dengan secangkir kopi di tangannya, dia bisa merasakan perubahan di aura Sera. “Ada apa, sayang?” tanya Galen sambil duduk di sebelahnya. Sera menoleh dan memberikan senyuman lembut. “Oh, tidak ada apa-apa. Aku hanya memikirkan beberapa hal,” jawabnya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Galen menyadari bahwa Sera tampaknya lebih tenang dari biasanya, dan dia bisa menebak bahwa kabar mengenai Arga dan keluarganya mungkin telah mencapai Sera. “Kamu mendengar berita tentang Arga dan ibunya, kan?” tanya Galen, mencoba untuk mengkonfirmasi. Sera mengangguk pelan,