Hari yang telah direncanakan Lily dengan penuh kegigihan akhirnya tiba—hari pernikahannya dengan Daffi. Di antara dekorasi mewah dan tamu-tamu yang hadir dalam suasana meriah, Daffi berdiri di sampingnya, mengenakan setelan yang elegan dan tampak siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Hanya Lily yang tahu kenyataan di balik semua ini—bahwa pria yang sekarang berdiri di altar dengannya adalah pria yang telah hilang ingatan, terlupa pada cintanya yang dulu, dan kini siap mengucapkan janji suci untuknya. Mata Lily berbinar penuh kemenangan saat pastor di depan mereka mulai mengucapkan sumpah pernikahan. Namun, suasana sakral itu tiba-tiba terpecah ketika pintu gereja terbuka lebar. Giska muncul di ambang pintu, wajahnya penuh tekad. Gaun sederhana yang dikenakannya tak mampu mengurangi auranya—keberaniannya memancar, menuntut perhatian semua orang di dalam gereja. “Daffi!” seru Giska, suaranya lantang namun penuh haru. Beberapa tamu menoleh, terkejut dengan kedatangan tak terd
Daffi berdiri di tengah ruangan, pandangannya terarah ke lantai, tampak kebingungan. Giska berdiri di sudut lain, memegang selembar kertas yang penuh bukti, matanya berkaca-kaca. Lily di sisi lain, menggenggam erat tangannya, menyembunyikan ketegangan di balik senyum tipisnya. “Semuanya sudah jelas, Daffi,” ujar Giska dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian. “Aku istrimu. Kau harus tahu kebenarannya, bahkan jika kau tidak mengingatnya sekarang.” Daffi memandang Giska dengan sorot mata yang kosong, seolah mencoba mencari serpihan ingatan di balik kabut yang membelenggu pikirannya. “Tapi… aku tak mengerti. Kenapa aku tak bisa mengingatnya?” Lily, yang sejak tadi diam, melangkah maju. Wajahnya seolah diliputi ketegasan palsu yang dibuat-buat. “Daffi, mereka hanya ingin membuatmu ragu. Kau tak harus memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang sudah hilang. Aku di sini untukmu, untuk masa depan kita,” katanya, suaranya mengalun lembut seperti mantra berbahaya. Sera, yang
Sera duduk di ruang tamu yang sepi, di rumah petakan kecil tempatnya tinggal setelah Arga meninggalkannya. Matahari bersinar terang di luar, namun ruangan itu terasa dingin dan sunyi baginya. Sudah beberapa bulan sejak Arga meninggalkannya, menyisakan Sera dengan anak-anak mereka dan tekanan hidup yang semakin berat. Kehidupan yang dulunya dipenuhi cinta dan kenyamanan, kini terasa begitu jauh.Tapi Sera bukanlah tipe orang yang menyerah begitu saja. Meski hidupnya kini jauh dari kemewahan, dia memutuskan untuk bangkit dari keterpurukan itu. Pertama-tama, dia mencari pekerjaan untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Dengan modal keberanian dan tekad yang kuat, Sera melamar pekerjaan di sebuah kafe di sudut jalan. Meski gaji yang didapat tidak seberapa, dia bekerja keras dan penuh semangat setiap hari.Di sela-sela kesibukannya bekerja, Sera memanfaatkan waktu luangnya untuk memperdalam keterampilan. Dia mengikuti kursus online gratis tentang manajemen keuangan dan kewirausahaan, be
Setelah makan siang, Sera dan anak-anak beristirahat sejenak di ruang tamu. Mereka menonton acara kartun favorit anak-anak sambil bersantai di sofa. Sera merasa nyaman, menikmati momen kebersamaan yang hangat ini.Tiba-tiba, ponsel Sera berdering. Dia melihat layar dan terkejut melihat nama temannya, Rina, muncul."Halo, Rina. Ada apa?"tanya Sera. "Sera, aku punya kabar baik! Ingat proyek kecil yang pernah kita bicarakan? Aku sudah mendapatkan investor yang tertarik untuk mendanainya!"jawab Rina. "Serius? Itu luar biasa! Jadi, kapan kita bisa mulai?"tanya Sera tak percaya. "Aku pikir kita bisa mulai segera. Mari kita bertemu besok pagi untuk membicarakan detailnya.""Baiklah, aku akan datang. Terima kasih banyak, Rina. Ini benar-benar berita bagus."sahut Sera. Sera menutup telepon dengan senyum lebar di wajahnya. Anak-anak yang duduk di dekatnya memperhatikan perubahan ekspresinya."Ibu, ada apa? Kenapa ibu tersenyum begitu lebar?"tanya Alina. "Ibu punya kabar baik. Kita akan mem
Setelah memastikan Alana dan Alina tertidur, Sera menuju ke ruang tamu. Dia duduk di sofa dengan secangkir teh hangat di tangan, menyalakan lampu baca, dan membuka salah satu buku baru yang dibelinya tadi. Halaman demi halaman ia nikmati dengan tenang, merasa rileks setelah hari yang panjang.Beberapa saat kemudian, ponselnya bergetar. Ternyata ada pesan dari Rina."Hai, Sera. Bagaimana pertemuan tadi pagi? Apa kabar proyek kita?" tanya Rina. "Hai, Rina. Pertemuan berjalan lancar. Aku merasa sangat optimis dengan proyek ini. Terima kasih banyak atas bantuanmu!" balas Sera. "Sama-sama, Sera. Aku juga senang bisa membantu. Kita akan membuat proyek ini sukses!" ungkap Rina. Sera tersenyum puas, membalas pesan Rina dengan semangat yang sama. Setelah menutup percakapan, dia melanjutkan membaca bukunya. Malam itu, di tengah ketenangan rumah dan dengan perasaan bahagia di hatinya, Sera tahu bahwa masa depannya dan anak-anaknya akan cerah. Dengan semangat baru dan dukungan dari orang-orang
Hari yang dinantikan pun tiba. Sera datang lebih awal ke gedung perkantoran, dengan hati yang berdebar-debar. Pagi itu, suasana di gedung tampak lebih sibuk dari biasanya, namun Sera berusaha tetap tenang. Setelah mengantar anak-anak ke sekolah dan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, ia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang ada di depan. Setelah menunggu beberapa saat di ruang tunggu, Rani datang menjemputnya. "Hai, Sera. Kamu udah siap?" sapa Rani dengan senyuman ramah. Sera mengangguk, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Iya, siap. Terima kasih banyak, Mbak Rani." "Bagus. Yuk, kita ke lantai atas. Pak Galendra sudah menunggu," kata Rani sambil mempersilakannya menuju lift. Di dalam lift, suasana terasa sedikit tegang, tetapi Rani mencoba mencairkan suasana dengan beberapa obrolan ringan tentang cuaca dan aktivitas sehari-hari. Begitu pintu lift terbuka di lantai tertinggi, Rani mengarahkan Sera ke sebuah ruangan besar dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari jendela
Setelah pertemuan di kafe itu, Galendra merasa semakin penasaran dengan Sera. Ada sesuatu dalam diri wanita itu yang membuatnya ingin tahu lebih dalam, tidak hanya tentang kualifikasinya untuk pekerjaan, tetapi juga tentang kehidupannya dan tujuan yang ingin dicapai. Di malam yang tenang, saat duduk di ruang kerjanya yang luas, Galendra memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Sera.Ia mulai dengan membuka laptopnya dan mencari informasi tentang Sera di media sosial. Di profil LinkedIn Sera, Galendra melihat berbagai pencapaian profesional yang mengesankan, proyek-proyek yang pernah dia tangani, dan berbagai rekomendasi dari rekan-rekan kerjanya. Semua ini membuat Galendra semakin yakin bahwa Sera adalah kandidat yang sangat cocok untuk perusahaan. Namun, yang membuatnya lebih tertarik adalah sisi pribadi Sera yang terlihat dari beberapa unggahan di media sosial lainnya.Melalui Instagram, Galendra melihat foto-foto Sera bersama anak-anaknya, momen-momen bahagia yang penuh c
Beberapa minggu setelah mereka setuju untuk menjalani peran sebagai pasangan kontrak, Galendra dan Sera menghadiri sebuah pesta malam gala yang bergengsi di kota. Acara ini dihadiri oleh para elit bisnis dan tokoh masyarakat, menyediakan platform yang sempurna bagi mereka untuk memperkuat citra mereka sebagai pasangan yang solid.Di atas tangga masuk, Galendra memberikan tangannya kepada Sera dengan penuh keanggunan, seperti pasangan yang benar-benar terbiasa dengan sorotan publik. Sera mengenakan gaun hitam yang elegan, sementara Galendra memakai setelan jas hitam yang memancarkan kepercayaan diri dan kekuasaan.Mereka berdua berjalan masuk ke dalam ruang pesta yang gemerlap, di mana lampu-lampu gantung kristal memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Tamu-tamu lain memperhatikan mereka dengan rasa ingin tahu, sebagian besar penasaran tentang pasangan baru ini yang terlihat begitu cocok bersama.Saat mereka berdiri di tengah-tengah ruangan, Galendra memegang gelas sampanye dengan elega