Share

Bab 6

Author: Author Receh
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Beberapa minggu setelah mereka setuju untuk menjalani peran sebagai pasangan kontrak, Galendra dan Sera menghadiri sebuah pesta malam gala yang bergengsi di kota. Acara ini dihadiri oleh para elit bisnis dan tokoh masyarakat, menyediakan platform yang sempurna bagi mereka untuk memperkuat citra mereka sebagai pasangan yang solid.

Di atas tangga masuk, Galendra memberikan tangannya kepada Sera dengan penuh keanggunan, seperti pasangan yang benar-benar terbiasa dengan sorotan publik. Sera mengenakan gaun hitam yang elegan, sementara Galendra memakai setelan jas hitam yang memancarkan kepercayaan diri dan kekuasaan.

Mereka berdua berjalan masuk ke dalam ruang pesta yang gemerlap, di mana lampu-lampu gantung kristal memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Tamu-tamu lain memperhatikan mereka dengan rasa ingin tahu, sebagian besar penasaran tentang pasangan baru ini yang terlihat begitu cocok bersama.

Saat mereka berdiri di tengah-tengah ruangan, Galendra memegang gelas sampanye dengan elegan dan tersenyum pada Sera. "Kamu terlihat luar biasa malam ini, Sera."

Sera membalas senyumnya, meskipun dalam hati masih ada kekhawatiran dan ketidakpastian tentang peran yang mereka mainkan. "Terima kasih, Galendra. Kamu juga terlihat sangat berkelas."

Seorang tamu mendekati mereka, seorang pengusaha terkenal dari kota itu, dan mengulurkan tangan kepada Galendra. "Galendra, Sera, senang bertemu dengan kalian. Saya mendengar banyak tentang kolaborasi bisnis baru kalian. Sungguh menarik!"

Galendra menyambut dengan ramah, menggenggam tangan tamu tersebut dengan mantap. "Terima kasih, Pak Widodo. Kami senang bisa hadir malam ini."

Obrolan mereka terus berlanjut, dengan Galendra dan Sera terlibat dalam percakapan yang santai namun tajam tentang tren bisnis terbaru dan proyek-proyek mereka. Mereka berdua saling melengkapi dengan baik: Galendra menunjukkan kepemimpinan dan wawasannya dalam dunia bisnis, sementara Sera menambahkan nuansa kehangatan dan kecerdasan emosional dalam setiap interaksi.

Saat malam berlanjut, Sera merasa semakin nyaman berada di samping Galendra. Meskipun semuanya terasa seperti permainan, dia merasakan bahwa ada kekuatan di balik hubungan mereka yang mungkin lebih dari sekadar kontrak bisnis.

Ketika akhirnya mereka meninggalkan pesta, Sera dan Galendra kembali ke mobil Galendra yang mewah. Di dalam, mereka duduk dengan diam sejenak sebelum Galendra memulai pembicaraan.

"Sera, bagaimana perasaanmu setelah malam ini?" tanya Galendra dengan lembut.

Sera menatap ke luar jendela sejenak, mencoba merangkum semua pengalaman malam ini. "Ini semua masih terasa surreal bagiku, Galendra. Tapi aku percaya bahwa kita bisa melakukannya dengan baik bersama."

Galendra mengangguk, senyumnya hangat. "Aku juga percaya itu. Kita mulai dengan baik, dan aku yakin kita bisa mencapai tujuan kita dengan kerjasama ini."

Sera menoleh kembali ke arah Galendra, matanya penuh dengan tekad. "Kita akan melakukan ini bersama-sama."

Mereka berdua menatap satu sama lain, merasakan bahwa langkah mereka malam ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar dari sekadar permainan bisnis. Bagi Sera, ini adalah peluang untuk membalas dendam dan mendapatkan kembali kekuatannya. Bagi Galendra, ini adalah tentang membangun reputasi dan mencapai tujuan ambisiusnya.

Dengan hati yang berdegup kencang, mereka melanjutkan perjalanan mereka sebagai pasangan kontrak, tidak sadar akan rintangan dan cobaan yang akan menanti mereka di masa mendatang.

Malam itu, di restoran yang elegan dan tenang, suasana terasa tegang ketika Sera dan Galendra tiba bersama. Mereka duduk di meja yang terletak tidak jauh dari Arga, yang duduk dengan seorang wanita muda yang tampak sopan namun tegang di sebelahnya. Sera mengenakan gaun hitam yang elegan, sementara Galendra memakai setelan jas abu-abu gelap yang mencerminkan keanggunan dan kepercayaan diri.

Arga, yang terkejut melihat Sera bersama Galendra, mencoba untuk menyembunyikan rasa tidak nyamannya di balik senyuman yang kaku. "Sera, siapa orang ini?" tanyanya dengan suara yang mencoba untuk tetap tenang meskipun jelas terlihat ada ketegangan di matanya.

Sera, dengan sikap tenang dan mantap, menatap Arga dengan tatapan tajam. "Ini Galendra," jawabnya singkat namun jelas.

"Calon suamiku."

Arga menatap Galendra dengan pandangan yang sulit dipahami, mencoba untuk menutupi rasa kesal dan kecewa yang muncul. Dia merasa seakan-akan Sera sedang mencoba untuk menyakiti perasaannya dengan memperlihatkan kemesraan dengan Galendra di depannya. Namun, dia sadar bahwa perasaannya tidak bisa diungkapkan dengan terbuka di tempat umum ini.

Anissa, wanita di sampingnya, mencoba untuk meredakan ketegangan dengan tersenyum ramah kepada Sera dan Galendra. "Senang bertemu dengan kalian berdua," ucapnya dengan nada yang berusaha untuk tetap santai.

Galendra, dengan sikap yang tenang dan santai, menyambut sapaan Anissa dengan sopan. "Sama-sama, senang bertemu denganmu juga, Anissa."

Sera, sambil mengambil gelas anggurnya dengan anggun, merasa kepuasan dalam dirinya. Dia tahu bahwa kehadirannya dengan Galendra di sini tidak hanya menunjukkan kedekatan mereka, tetapi juga memberinya kesempatan untuk menunjukkan kepada Arga bahwa dia telah bangkit dan menemukan kebahagiaan yang baru.

Percakapan di meja terus berlanjut, walaupun suasana tetap terasa tegang di antara mereka. Galendra dengan bijaksana memimpin obrolan, mencoba untuk menjaga agar percakapan tetap ringan dan santai.

Ketika makan malam mendekati akhirnya, Arga menemukan momen untuk bertanya lagi pada Sera, meskipun dengan suara yang sedikit tegang.

"Galendra, apa yang membuatmu begitu spesial bagi Sera?"

Galendra, tanpa merasa terganggu dengan pertanyaan itu, menjawab dengan sopan dan tegas. "Sera wanita yang baik dan menyenangkan.Dia begitu spesial dan istimewa!"

Arga menelan ludah, merasa tidak puas dengan jawaban itu namun juga tidak bisa menunjukkan amarahnya secara langsung. Dia merasa bahwa Sera sedang berusaha untuk melukainya dengan menunjukkan hubungan dekatnya dengan Galendra di hadapannya.

Sera, sambil memperhatikan reaksi Arga dengan hati-hati, menyadari bahwa dia telah berhasil mempengaruhi perasaan mantan suaminya itu. Dalam dirinya, dia merasa sedikit lega, mengetahui bahwa dia tidak lagi terjebak dalam perasaan terpuruk yang pernah dia alami.

Ketika saatnya untuk berpisah di akhir malam, mereka saling bertukar senyum dan kata-kata perpisahan yang sopan. Sera berdiri dengan kepala tegak, merasa bangga dengan dirinya sendiri karena telah melewati pertemuan ini dengan tenang dan dengan kekuatan yang baru ditemukan.

Mereka berdua keluar dari restoran dengan langkah mantap, udara malam yang sejuk memberikan mereka rasa lega setelah pertemuan yang intens tersebut. Sera melirik ke arah Galendra, yang tersenyum padanya dengan penuh pengertian.

"Terima kasih, Galendra," ucap Sera dengan suara yang hangat.

"Kamu telah memberiku dukungan yang sangat besar."

Galendra tersenyum sambil mengangguk, "Kita melalui ini bersama-sama, Sera. Kita akan terus melangkah maju."

Dengan keyakinan dan harapan baru dalam hati mereka, Sera dan Galendra melanjutkan perjalanan mereka sebagai pasangan kontrak. Mereka sadar bahwa tantangan dan rintangan mungkin menanti di depan, tetapi mereka yakin bahwa dengan saling mendukung, mereka dapat menghadapinya dengan baik.

Related chapters

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 7

    Malam itu, setelah pertemuan di restoran dengan Arga, Galendra merasa bahwa Sera membutuhkan sedikit waktu untuk bersantai dan melupakan ketegangan yang baru saja mereka alami. Dia memutuskan untuk mengajaknya jalan-jalan di sekitar kota, menikmati suasana malam yang sejuk dan tenang."Sera, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Udara malam ini cukup sejuk, dan mungkin bisa membantu kita untuk sedikit bersantai," usul Galendra dengan senyuman hangat.Sera, yang merasa sedikit tegang setelah pertemuan dengan Arga, mengangguk setuju. "Ide bagus, Galendra. Aku butuh sedikit udara segar."Mereka berdua berjalan menyusuri trotoar yang diterangi lampu-lampu jalan yang hangat, menghindari keramaian pusat kota dan menuju ke taman kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi. Taman itu tampak tenang, dengan bangku-bangku kayu dan pepohonan yang meneduhkan.Galendra dan Sera duduk di salah satu bangku, menikmati keheningan malam. Sera menghela napas panjang, merasa sedikit lebih r

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 8

    Di sisi lain kota, Arga duduk di ruang kerjanya yang luas, namun kali ini suasananya tidak terasa nyaman baginya. Dia merasa gelisah sejak pertemuan tadi malam. Pikirannya terus kembali ke momen saat dia melihat Sera bersama Galendra, pria yang tampaknya begitu perhatian dan mendukung Sera. Hal itu membuatnya merasa kesal dan tidak nyaman. Arga berjalan mondar-mandir di ruangan, mencoba mengalihkan pikirannya dengan pekerjaan, tapi wajah Sera yang tersenyum bahagia terus muncul di benaknya. "Kenapa Sera harus bersama pria itu?" gumamnya dengan nada penuh frustrasi.Anissa, yang sedang berada di ruangan lain, merasakan ketegangan di udara. Dia mencoba untuk tetap tenang, namun tidak bisa menahan rasa penasaran. "Ada apa, Arga? Kamu kelihatan tidak tenang sejak tadi malam."Arga berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab. "Tidak ada apa-apa, Anissa. Aku hanya sedikit lelah," jawabnya singkat, meskipun jelas ada sesuatu yang mengganggunya.Anissa menghela napas, merasa

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   BAB 9

    Anissa duduk di ruang tamunya yang mewah, berpikir keras tentang langkah berikutnya. Meskipun rencana untuk merusak reputasi Sera di tempat kerja berjalan dengan baik, Anissa merasa itu belum cukup. Dia ingin memastikan Sera benar-benar keluar dari hidupnya dan Arga, tanpa ada kesempatan untuk kembali. Pikirannya terfokus pada satu ide yang lebih ekstrem dan berbahaya. Dengan hati-hati, dia memutuskan untuk mengambil langkah lebih jauh.Malam itu, saat Arga sedang sibuk dengan urusan bisnisnya di luar kota, Anissa mengambil ponselnya dan menghubungi seorang kenalan lama, seorang pria bernama Reza yang dikenal sebagai "fixer" untuk masalah yang sangat serius. Reza bukan orang biasa; dia adalah seseorang yang berurusan dengan hal-hal gelap dan ilegal, yang mampu melakukan apa saja asalkan bayarannya cukup tinggi.Mereka bertemu di sebuah restoran mewah yang terletak di sudut kota, tempat di mana privasi bisa terjaga dengan baik. Reza datang dengan setelan rapi, tapi matanya yang tajam m

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 10

    Beberapa hari berlalu sejak kecelakaan itu. Sera mulai pulih dengan cepat, berkat perawatan intensif dan dukungan dari teman-temannya. Meski masih lemah, semangatnya tetap kuat. Galendra, yang selalu setia mendampingi, merasa lega melihat Sera semakin membaik. Hari itu, Galendra memutuskan untuk mengantar Sera pulang ke rumahnya.Saat mereka tiba di rumah Sera, Galendra membantu Sera turun dari mobil dengan hati-hati. "Kamu yakin sudah siap pulang?" tanya Galendra dengan nada lembut, khawatir melihat Sera yang masih terlihat lemah.Sera tersenyum lemah namun penuh keyakinan. "Aku baik-baik saja, Galendra. Aku hanya ingin bertemu dengan Alana dan Alina. Aku rindu mereka."Galendra mengangguk, memahami perasaan Sera. Mereka berjalan menuju pintu depan, dan begitu mereka masuk, suara ceria dari dua anak kembar terdengar dari dalam rumah."Mama pulang!" teriak Alana dan Alina serempak, berlari ke arah Sera dengan wajah penuh kegembiraan.Sera membuka tangannya lebar-lebar, menyambut peluk

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 11

    Setelah Galendra pergi, Sera masih duduk di ruang tamu dengan Alana dan Alina. Mereka duduk bersama di sofa, suasana ruangan dipenuhi dengan kehangatan meskipun terdapat rasa kekosongan di hati Sera. "Ma, kenapa Papa nggak datang lagi?" tanya Alana dengan polosnya. Sera terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjelaskan situasi ini pada anak-anaknya. Dia merasakan kekosongan yang mendalam saat menyadari bahwa kehadiran ayah mereka tidak lagi ada dalam kehidupan sehari-hari mereka. Alina memandang ibunya dengan tatapan penuh harapan. "Papa kan baik, Ma. Kenapa dia nggak mau datang lagi?" Sera menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan air matanya. Dia ingin melindungi anak-anaknya dari kekecewaan dan kesedihan. "Kalian tahu, kadang-kadang orang dewasa punya urusan yang membuat mereka harus pergi jauh, dan tidak bisa datang setiap waktu." "Tapi kenapa Papa nggak bilang dulu ke kita, Ma?" potong Alana dengan nada kecewa. Sera memeluk kedua anaknya erat-erat. "P

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 12

    Mereka berdua lalu melangkah bersama menuju meja petugas administrasi, di mana seorang pegawai yang ramah menyambut mereka dengan senyuman. Galen menjelaskan maksud kedatangan mereka, dan pegawai tersebut mulai mempersiapkan berkas-berkas yang diperlukan. Sera merasakan campuran emosi yang intens—bahagia, terharu, dan penuh harapan—saat dia menggenggam tangan Galen erat-erat.Setelah beberapa saat, pegawai tersebut menyerahkan selembar formulir kepada Sera dan Galen. Mereka duduk di kursi yang disediakan, mengisi formulir tersebut dengan penuh perhatian. Setiap goresan pena terasa seperti langkah penting menuju awal yang baru bagi mereka. Sera mencuri pandang ke arah Galen, yang tampak begitu serius namun tenang, dan merasakan kehangatan yang menyelimuti hatinya.Ketika semua berkas telah diisi dan ditandatangani, pegawai administrasi mengambilnya kembali dan mengkonfirmasi bahwa semuanya sudah lengkap. "Selamat, Bapak dan Ibu. Surat pernikahan kontrak Anda akan diproses dan akan sege

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 13

    Beberapa minggu setelah kebahagiaan mereka di mansion baru, Galen mengajak Sera untuk menghadiri pesta ulang tahun salah satu koleganya. Sera mengenakan gaun elegan berwarna biru tua yang menonjolkan kecantikannya, sementara Galen tampil gagah dengan setelan jas hitam. Mereka berdua berangkat dengan mobil menuju hotel mewah tempat pesta diadakan.Saat tiba, Galen memegang tangan Sera dengan lembut, menuntunnya masuk ke dalam aula yang sudah didekorasi dengan megah. Lampu-lampu kristal bergemerlapan di langit-langit, menciptakan suasana yang mewah dan elegan. Musik klasik lembut mengalun, menyambut para tamu yang hadir dengan senyuman dan sapaan ramah.Di tengah kerumunan, Galen memperkenalkan Sera kepada beberapa koleganya, berbicara dengan santai tentang berbagai topik bisnis dan kehidupan sehari-hari. Sera merasa nyaman di samping suaminya, tersenyum dan ikut terlibat dalam percakapan. Namun, tiba-tiba, tatapan Sera tertuju pada seseorang di seberang ruangan.Arga, mantan suaminya,

    Last Updated : 2024-10-29
  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 14

    Pagi hari setelah pesta, sinar matahari menembus jendela kamar mereka, membangunkan Sera dengan lembut. Ia merasakan kehangatan Galen di sampingnya, dan tersenyum. Sera perlahan bangkit dari tempat tidur, berusaha tidak membangunkan suaminya, dan melangkah menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Di dapur, Sera mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat pancake favorit Alana dan Alina. Aroma kopi segar yang ia seduh mulai memenuhi ruangan, memberikan perasaan nyaman dan damai. Tak lama kemudian, Galen muncul di pintu dapur, masih dengan rambut yang acak-acakan dan senyuman mengantuk di wajahnya."Pagi, Sayang," sapa Galen sambil menghampiri Sera dan memberikan ciuman di pipinya."Pagi, Galen. Tidurmu nyenyak?" tanya Sera sambil terus memasak.Galen mengangguk dan duduk di meja dapur. "Sangat nyenyak. Pesta tadi malam luar biasa, tapi aku lebih senang bisa menghabiskan waktu pagi ini bersamamu."Sera tersenyum dan menuangkan adonan pancake ke wajan. "Aku juga. Anak-anak pasti senang

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Ban 78

    Daffi menutup telepon tanpa berkata sepatah kata pun lagi. Suara napasnya terdengar berat, matanya menatap kosong ke kejauhan. Ruangan itu dipenuhi dengan ketegangan yang belum terurai. Giska mendekatinya, menaruh tangan lembut di pundaknya. “Kau baik-baik saja?” Daffi mengangguk pelan, meski ekspresinya menunjukkan konflik batin. “Aku tak bisa menolongnya, Giska. Dia telah menghancurkan hidup kita. Semua yang terjadi... luka yang ia tinggalkan... terlalu dalam.” Galen, yang sejak tadi mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya bersuara. “Kau sudah membuat keputusan yang benar, Nak. Ada hal-hal yang tak bisa diperbaiki begitu saja.” Sera mengangguk, mendukung pernyataan suaminya. “Dia hanya akan mempermainkanmu lagi. Ini bukan tentang dendam, Daffi, ini tentang melindungi dirimu dan keluargamu.” Daffi menarik napas dalam, seolah ingin mengusir beban berat dari dadanya. “Aku tahu. Tapi... ada rasa bersalah di sini,” ujarnya sambil menepuk dadanya. “Aku ingin percaya bahwa

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 77

    Daffi menatap layar ponsel dengan tatapan yang semakin goyah. Matanya bergerak cepat, mengikuti gambar-gambar kenangan yang terpampang jelas di sana. Suara Giska terdengar dari rekaman itu, tawa lembut yang selama ini terasa begitu akrab namun asing di benaknya. Daffi mulai mengingat, kilatan memori muncul seperti kilat di tengah badai. “Giska?” bisiknya nyaris tak terdengar, namun semua orang di ruangan itu mendengarnya. Lily, yang berdiri di sampingnya, merasakan ancaman itu semakin nyata. Dengan cepat, dia menarik lengan Daffi, memaksa senyumnya yang paling manis meskipun dalam hatinya gemuruh ketakutan mulai melanda. “Daffi, sayang, jangan biarkan mereka membingungkanmu lagi. Kau tahu aku satu-satunya yang selalu ada untukmu,” kata Lily, nada suaranya mencoba mengunci perhatian Daffi. Namun, detik itu juga, Daffi menepis tangannya. “Cukup, Lily,” ucap Daffi dengan nada yang tak lagi ragu. Dia menatap Giska, melihat matanya yang memerah dan wajahnya yang dipenuhi luka hati. “

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 76

    Giska menatap Daffi dengan mata yang berbinar penuh harapan, meski ada ketakutan yang bersembunyi di sudut hatinya. “Daffi, aku hanya ingin kau tahu satu hal—cinta kita bukan sekadar kenangan. Itu nyata, dan kau merasakannya sebelum semua ini terjadi.” Lily mengepalkan tangannya erat di samping tubuhnya, mencoba mempertahankan senyuman manis di wajahnya, meski hatinya bergejolak marah. “Daffi, kau tahu aku selalu di sini. Aku yang mendampingimu saat semua terasa gelap, bukan dia.” Daffi mengalihkan pandangannya ke arah ibunya, Sera, yang menatapnya penuh kasih sayang. “Nak, pilih dengan hatimu. Kebenaran selalu datang pada saatnya.” Daffi terdiam, tatapannya beralih antara Giska yang penuh harapan dan Lily yang berusaha memancarkan keyakinan. Ingatan-ingatan kabur mulai terbangkitkan, seperti bayangan-bayangan samar yang muncul dan tenggelam. Rasa sakit di kepalanya kembali menyeruak, membuatnya memegangi pelipisnya. “Aku... aku hanya butuh waktu untuk mengingat,” gumam Daffi,

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   bab 75

    Daffi berdiri di tengah ruangan, pandangannya terarah ke lantai, tampak kebingungan. Giska berdiri di sudut lain, memegang selembar kertas yang penuh bukti, matanya berkaca-kaca. Lily di sisi lain, menggenggam erat tangannya, menyembunyikan ketegangan di balik senyum tipisnya. “Semuanya sudah jelas, Daffi,” ujar Giska dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian. “Aku istrimu. Kau harus tahu kebenarannya, bahkan jika kau tidak mengingatnya sekarang.” Daffi memandang Giska dengan sorot mata yang kosong, seolah mencoba mencari serpihan ingatan di balik kabut yang membelenggu pikirannya. “Tapi… aku tak mengerti. Kenapa aku tak bisa mengingatnya?” Lily, yang sejak tadi diam, melangkah maju. Wajahnya seolah diliputi ketegasan palsu yang dibuat-buat. “Daffi, mereka hanya ingin membuatmu ragu. Kau tak harus memaksakan diri untuk mengingat sesuatu yang sudah hilang. Aku di sini untukmu, untuk masa depan kita,” katanya, suaranya mengalun lembut seperti mantra berbahaya. Sera, yang

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 74

    Hari yang telah direncanakan Lily dengan penuh kegigihan akhirnya tiba—hari pernikahannya dengan Daffi. Di antara dekorasi mewah dan tamu-tamu yang hadir dalam suasana meriah, Daffi berdiri di sampingnya, mengenakan setelan yang elegan dan tampak siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Hanya Lily yang tahu kenyataan di balik semua ini—bahwa pria yang sekarang berdiri di altar dengannya adalah pria yang telah hilang ingatan, terlupa pada cintanya yang dulu, dan kini siap mengucapkan janji suci untuknya. Mata Lily berbinar penuh kemenangan saat pastor di depan mereka mulai mengucapkan sumpah pernikahan. Namun, suasana sakral itu tiba-tiba terpecah ketika pintu gereja terbuka lebar. Giska muncul di ambang pintu, wajahnya penuh tekad. Gaun sederhana yang dikenakannya tak mampu mengurangi auranya—keberaniannya memancar, menuntut perhatian semua orang di dalam gereja. “Daffi!” seru Giska, suaranya lantang namun penuh haru. Beberapa tamu menoleh, terkejut dengan kedatangan tak terd

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 73 Season 2 Part 20

    Setelah pengumuman pernikahan Daffi dan Lily, suasana di keluarga Daffi menjadi campur aduk. Meski orang tuanya, Sera dan Galen, mencoba untuk mendukung keputusan Daffi, mereka tidak bisa menutupi kekhawatiran di wajah mereka. Daffi, di sisi lain, berusaha menampakkan sikap optimis saat merencanakan pernikahan. Hari-hari berlalu dan Daffi mulai menghadiri berbagai pertemuan untuk merencanakan hari besarnya. Dalam proses ini, Lily sangat bersemangat dan aktif, tetapi terkadang Daffi merasakan ketidaknyamanan yang samar, terutama ketika Lily terlalu banyak berbicara tentang masa lalu mereka. Suatu sore, saat Daffi sedang duduk di taman rumahnya sambil memikirkan detail pernikahan, Sera datang menghampirinya. “Daffi, bisakah kita bicara sebentar?” tanyanya lembut, duduk di sampingnya. “Ya, Mama. Ada apa?” jawab Daffi, berusaha tersenyum. Sera menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. “Aku hanya ingin memastikan bahwa kau baik-baik saja dengan keputusan ini. Aku tahu kau berusaha

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 72 season 2 Part 19

    Beberapa minggu berlalu, dan Daffi semakin terjerat dalam kebohongan yang dibangun oleh Lily. Dia mulai menganggap Lily sebagai sosok penting dalam hidupnya, meskipun bayang-bayang Giska terus menghantuinya. Suatu sore, Daffi dan Lily duduk di taman belakang mansion, menikmati cuaca yang cerah. “Daffi, aku ingin membahas sesuatu yang penting,” kata Lily dengan nada serius. “Aku merasa kita harus mengambil langkah selanjutnya dalam hubungan ini.” Daffi menatap Lily dengan bingung. “Langkah selanjutnya? Seperti apa?” “Pernikahan,” jawab Lily, menatap Daffi dalam-dalam. “Aku tahu kamu mengalami banyak hal, dan kita bisa melakukannya dengan cara yang sederhana dulu, tanpa pesta besar-besaran. Hanya kita berdua.” Daffi terdiam sejenak, berusaha memproses kata-kata Lily. “Pernikahan? Tapi, aku tidak yakin. Semua ini terasa begitu cepat. Aku masih berusaha mengingat masa laluku.” Lily mendekat, mengambil tangan Daffi dengan lembut. “Sayang, aku mengerti. Namun, kita harus melanjutk

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 71 Season 2 Part 18

    Beberapa hari berlalu sejak insiden di kafe itu, tetapi amarah dan obsesi Lily pada Daffi tak mereda. Kali ini, dia merencanakan sesuatu yang lebih licik. Dengan hati penuh dendam, Lily berencana menyebarkan gosip palsu yang bisa mengguncang hubungan Daffi dan Giska. Dia merasa, jika tidak bisa memiliki Daffi, setidaknya dia akan memastikan kebahagiaannya hancur. Sementara itu, di rumah, Daffi dan Giska menghabiskan malam bersama. Mereka berbincang hangat di ruang keluarga, mencoba melupakan semua masalah yang telah terjadi. “Aku tidak ingin kau khawatir tentang Lily lagi,” kata Daffi, menatap Giska dengan penuh perhatian. “Dia tidak ada apa-apanya. Yang penting hanya kau dan kebahagiaan kita.” Giska tersenyum, meski kekhawatiran masih membayangi hatinya. “Aku percaya padamu, Daffi. Tapi… Lily tidak akan diam begitu saja. Aku tahu dia pasti punya rencana lain.” Daffi menggenggam tangan Giska erat-erat. “Aku akan selalu ada untukmu. Apapun yang dia lakukan, aku tidak akan perna

  • Balas Dendam Wanita Yang Terhina   Bab 70 Season 2 Part 17

    Beberapa bulan setelah pernikahan Daffi dan Giska, kehidupan Lily semakin terpuruk dalam bayang-bayang obsesinya. Dengan kegagalan yang menghantuinya, dia menjadi semakin terobsesi untuk merebut Daffi dari Giska. Setiap kali melihat foto kebahagiaan Daffi dan Giska di media sosial, darahnya terasa mendidih. Dalam pikirannya, Daffi seharusnya menjadi miliknya, dan Giska hanyalah penghalang yang harus dihilangkan. Suatu sore, Lily duduk di depan cermin, merias wajahnya dengan cermat. Dia memilih pakaian yang menonjolkan lekuk tubuhnya dan menyisir rambutnya hingga mengkilap. “Hari ini, aku akan menunjukkan siapa yang lebih layak untuk Daffi,” gumamnya pada diri sendiri dengan suara serak. Rasa percaya diri mulai mengisi dirinya, dan dia merasa siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Lily memutuskan untuk menghadiri pesta yang diadakan oleh salah satu teman Daffi, dengan harapan bisa menemukan kesempatan untuk mendekati Daffi. Dalam perjalanan ke pesta, jantungnya berdebar-debar.

DMCA.com Protection Status