"Eh, jangan bilang leher Riyan merah itu karena ulahmu, Linda? Kamu kan yang tidur bersama Riyan semalam, benar kan?" desak Davin.
Respon dari Linda dan Riyan sangat berbeda. Riyan terlihat gelagapan, sementara Linda selalu tersenyum cerah. "Minumlah, Linda!" ucap Riyan. "Pak Davin, jangan bercanda. Pak Riyan itu kan omnya dari pacarku. Jadi sangat mustahil baginya untuk melakukan hal kotor yang seperti itu terhadapku, bukan begitu, Pak?" goda Linda, membuat Riyan mengeraskan rahangnya. "Iya ya, benar juga," ucap Davin. "Sekarang, mari kita bahas proyek di Medan. Pak Davin, mungkin harga bahan baku bisa diturunkan sedikit untuk kepentingan perusahaan kami, bagaimana?" lanjut Linda sambil memegang gelas anggur di tangan kanannya. "Jika itu yang diinginkan Linda, tentu saja," balas Davin. "Bersulang..." "Cheers..." Setelah itu Davin dan Linda sama-sama meneguk anggur yang ada di tangannya masing-masing. Sementara Riyan hanya terdiam, memperhatikan Linda yang terus meneguk anggur untuk menyamai Davin. Setelah hampir satu jam berlalu, Davin dan Linda mulai terlihat mabuk. "Euugh, aku perlu ke toilet sebentar ya..." ucap Linda sambil berjalan dengan tidak stabil. Tentu saja, Riyan tidak membiarkan Linda pergi sendirian. Dia mengejarnya dan menemukan Linda bersandar di sisi meja karena merasa pusing. "Linda..." Seketika, Riyan meraih pinggang Linda dan membawanya ke sebuah kamar. Dia dudukan Linda di atas meja dan menciumnya dengan cepat. "Akh, Pak Riyan!" protes Linda sambil mendorong bahu Riyan agar menjauh. "Aku harus kembali bekerja dan fokus pada kerja sama." Riyan tak menghiraukan perkataan Linda, dia malah semakin mendekat dan meraih rahang Linda untuk membuatnya mendongak. "Apakah kamu menikmati ciuman yang di berikan olehku tadi? Hmmm?" sebelum di jawab oleh Linda dia langsung menempelkan bibirnya kembali ke bibirnya Linda. Linda masih ada sedikit kesadarannya, dia terkejut oleh sikap Riyan yang seperti ini, benar benar di luar dugaan, namun tanpa berfikir panjang dia pun langsung membalas ciuman Riyan. Setelah memejamkan mata, Riyan merasakan ciuman lembut dari Linda. Riyan akhirnya tidak bisa menahan godaan dan rayuan Linda yang semakin memanas. Mereka berdua bergelut di atas sofa, saling mencium dengan penuh gairah dan kasar. Hampir satu jam berlalu, dan keduanya sudah telanjang. Mereka hanya berciuman tanpa melangkah lebih jauh. "Lupakan saja yang terjadi kemarin sebagai sebuah kebetulan dan kejadian itu tak akan terulang kembali," bisik Linda sambil memainkan tengkuk Riyan, bibir mereka hampir bersentuhan. Nafas Riyan tersengal, dia menarik tengkuk Linda dan menciumnya lagi. "Katakan padaku, apakah kau sudah putus dengan Irpan?" tanya Riyan. "Oh, jadi bapak sangat peduli padaku ya?" goda Linda sambil mencuri kecupan kecil. "Urusan asmara kalian bukanlah urusanku sama sekali!" tegas Riyan. Riyan menepis tubuh Linda agar menjauh. Linda menghela nafas, membenarkan pakaian dan duduk di atas meja. "Kita berdua sudah dewasa, bukan, Pak? Tenang saja, aku tidak akan meminta tanggung jawab darimu atas hal ini. Lagipula, kemarin malam kau juga puas, kan?" goda Linda. Riyan sudah mengenakan pakaian lagi, dia menatap Linda dengan waspada ketika perempuan itu mendekat. "Sekarang, apakah kau tidak ingin mencobanya lagi denganku?" tanya Linda sambil duduk di pangkuan Riyan, mencuri ciuman kecil. Cup! Riyan memejamkan mata, merasakan ciuman Linda di bibirnya. "Linda, kamu sudah bersama saya hampir empat tahun, namun aku baru mengetahui sisi gelapmu seperti ini," ujar Riyan sambil menciumi leher Linda, mungkin meninggalkan bercak merah. "Pak..." Linda duduk kembali di meja saat Riyan memberi isyarat bahwa Linda adalah perempuan yang nakal. "Aku dan keponakanmu adalah teman masa kecil. Tapi kemarin aku melihatnya bersama kakakku. Masih ingatkah kamu tentang perkataanmu yang ini, bahwa di dunia ini akan ada orang yang akan mengerti tentang perasaan kita, yang sedang kita alami?" tanya Linda. Linda mengambil sebatang rokok untuk diletakkan di bibir manis Riyan. Riyan menghisap rokok yang sudah menyala sambil menatap Linda. "Jadi kau benar benar melakukan hal ini denganku dengan sengaja?" tanya Riyan. Riyan yakin bahwa tujuan Linda mendekatinya adalah untuk mencari pelampiasan. "Hmmm, Namun ya jangan salahkan aku, jika bapak sendiri menyukai hal ini," ujar Linda sebelum pergi, meninggalkan Riyan yang terdiam sambil merenung. Saat suasana sunyi dan redup, ponselnya menyala, menampilkan nama Irpan. "Halo," jawab Riyan. "Halo om, kakek ingin om untuk pulang untuk makan malam. Aku juga ingin membawa pacarku ke rumah," ucap Irpan. "Tapi jika om sibuk, aku akan menolak permintaan kakek." "Pacarmu?" tanya Riyan sambil merenung. "Iya, om. Linda, sekretaris om, di kantor," jelas Irpan. Riyan mengeraskan rahangnya, "Baiklah, besok aku akan pulang.""Kamu tidak gugup, kan, Sayang?" tanya Irpan saat mengajak Linda makan bersama keluarganya.Di dalam hati, Linda sangat kesal. Kemarin, Irpan berbagi pelukan dengan Keisya di atas ranjang, sekarang, dia terlihat biasa saja. Dasar laki-laki, pikir Linda."Gugup? Mengapa? Tenang saja," balas Linda dengan ramah.Linda juga merasa ingin bermain-main dengan Irpan. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkan Irpan yang tidak mau melepaskannya, tetapi justru memilih berselingkuh dengan Keisya."Hanya ada kakek dan Om Riyan. Kamu kenal, kan? Atasan kamu di kantor," ucap Irpan."Hmm, kenal," jawab Linda. Bagaimana tidak kenal, bahkan dia pernah barmain di atas ranjang bersama Riyan. Tiba-tiba, Linda menahan tawa saat membayangkan bertemu bosnya. Bagaimana nanti? Semoga Linda bisa menahan tawa."Ayo, Sayang," ajak Irpan.Irpan membimbing Linda ke meja makan, dengan cekatan menarik kursi untuk Linda duduk."Terima kasih," ucap Linda.Saat Linda duduk, Riyan masuk ke ruang makan diikuti oleh k
Drrtt.... Drrtt.... Drrtt.... Suara telepon tiba-tiba menggema di kamar seorang wanita cantik yang sedang rebahan, dia dikenal sebagai Melinda atau biasa dipanggil Linda. Linda mengambil ponselnya dengan malas dari meja nakasnya. Saat dia melihat Novi, sahabatnya, yang menelepon, dia menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkan telepon ke telinganya. "Halo, ada apa, Nov? Aku baru saja bangun dari tidur siang!" ucapnya dengan nada lemas. "Linda, Linda! Aku ada berita penting untukmu!" jawab Novi di seberang dengan penuh kekhawatiran. "Hey, ada apa? Jangan mengagetkanku seperti ini! Ayo, tenanglah, tarik nafas dulu sebelum kau bicara padaku!" "Hufffff," Novi mendesah, seolah mengikuti saran Linda, lalu melanjutkan, "Tadi kan aku keluar dari penginapan di Hotel Samasta bersama mamah, dan aku merasa familiar dengan seseorang yang telah aku lihat, dan ternyata benar itu adalah si irpan, anjir!" "Ya, terus kenapa? Emangnya ada masalah ya?.Bukannya wajar kalau dia ingin m
"Kebetulan sekali pak bos ada disini. Eh tapi apakah benar ya? Rumor yang mengatakan bahwa dia adalah pamannya Irpan?" Batinnya. “Sedang apa kau di sini, Linda?” Ucap Riyan lagi. Linda semakin menatap Riyan dengan penuh penilaian. Jika dibandingkan dengan Irpan, Riyan jelas jauh lebih unggul. Lebih tampan, tubuhnya lebih atletis, bahkan kekayaannya jauh di atas Irpan. “Hey! Siapa di sana?” teriak Irpan semakin keras. “Biarkan saja, mungkin dia seorang pelayan yang tak punya mata menabrak pintu, sayang." Namun, saat mendengar langkah kaki mendekat, Linda dengan cepat mendorong tubuh Riyan masuk ke dalam kamar - tepat di samping kamar Irpan. “Hei, apa yang kamu lakukan?” sentak Riyan. “Sssstt,” Tentu saja, pria itu terkejut saat Linda membekap mulutnya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Tidak hanya itu, Linda menutup pintu dengan sebelah kakinya dan menempelkan tubuh Riyan di sisi tembok. “Linda, apa yang kamu lakukan?!” geram Riyan. Linda hanya menatap Riyan, dan
Ternyata, Linda benar-benar menerima apa yang dilakukan Riyan padanya. Selama empat jam bermain di atas ranjang, saling berbagi peluh dan desahan panas, akhirnya Riyan mulai menyadari tindakannya terhadap sekretarisnya itu. Riyan Agisiguna, seorang pria matang berusia 34 tahun, anak kedua dari Bima Satria Agisiguna yang sampai saat ini masih belum menikah. Laki-laki tersebut bahkan beberapa tahun terakhir jarang terlihat dekat dengan wanita. Pernah saja, kantor sebutkan bahwa Riyan agak berbeda. Pria itu mulai mengambil kemeja yang sebelumnya ia lempar sembarangan, lalu dia mengambil rokok yang sudah tersedia di atas meja. "Eeughh..." Linda menggeliat, mulai tersadar dari aktivitas panasnya bersama Riyan tadi malam. Riyan hanya fokus pada rokok yang hampir habis. "Pagi, Pak Riyan..." sapa Linda. Riyan tak menjawab, melainkan terus menikmati rokoknya. "Em aku mau bertanya pak, apakah rokok itu enak ya?" tanya Linda. "Enak! kau mau mencobanya?" tawar Riyan, menawarkan
Pagi ini, Linda merasa segar, suasana kantor juga terasa sejuk setelah hujan lebat semalam. "Huh, seger banget ya udara hari ini." Gumamnya. Menjadi sekretaris dan bekerja di Veteris group mungkin merupakan impian bagi banyak orang. Perusahaan ini memiliki reputasi internasional dan disertai dengan gaji yang lumayan tinggi, menjadikan tempat ini incaran banyak orang. Linda beruntung, hampir lima tahun menjadi sekretaris Riyan, CEO Veteris group, tanpa pernah mengalami masalah. "Pagi, Bu Linda," sapa seorang karyawan saat berpapasan di lobi. "Pagi, Indah." "Selamat pagi, Bu Linda. Ini ada kiriman bunga dari pacar Anda," ucap Laura, resepsionis yang biasanya memberikan pesan dari Irpan. "Pacar Anda benar-benar sangat romantis ya." Linda hanya tersenyum, mengambil buket bunga putih yang Irpan titipkan. "Oh ya, Bu, nanti ada pertemuan antara Pak Riyan dengan Pak Anton. Tolong atur jadwalnya, ya," kata Laura. "Dan ini laporan keuangan beberapa bulan lalu yang diminta sama Pa
Setelah seharian bekerja keras, saatnya bagi Linda untuk pulang. Perempuan itu ingin meregangkan ototnya yang terasa sangat lelah. Riyan memberikannya pekerjaan yang sangat melelahkan. Ceklek.. "Oh, ternyata masih ingat rumah juga ya kau! Anak haram?" Saat membuka pintu rumah, suara Keisya langsung terdengar, membuat Linda kesal. "Kemarin kau kemana aja kok gak pulang ke rumah si? Apa Jagan jangan kau jadi pelacur, ya?" tuduh Keisya dengan garang. Linda tertawa sambil meremehkan. Dia merasa kesal dengan kakak tirinya. Apakah Keisya tidak ngaca gitu? "Mau pulang atau tidak, itu bukan urusanmu!" ucap Linda membuat Keisya tidak percaya. "Linda!" Linda kembali tertawa, lalu menyentuh tanda merah di rahang Keisya. "Seharusnya aku yang bertanya, kemana saja kau semalam, hah? Apa jangan-jangan kau lah yang sedang melakukan hal yang tidak pantas!?" "Ish!" Keisya menyentak tangan Linda. "Jaga ucapmu!" "Linda!" Linda menghela nafas saat melihat Sandra, ibu Keisya, turun ta
"Kamu tidak gugup, kan, Sayang?" tanya Irpan saat mengajak Linda makan bersama keluarganya.Di dalam hati, Linda sangat kesal. Kemarin, Irpan berbagi pelukan dengan Keisya di atas ranjang, sekarang, dia terlihat biasa saja. Dasar laki-laki, pikir Linda."Gugup? Mengapa? Tenang saja," balas Linda dengan ramah.Linda juga merasa ingin bermain-main dengan Irpan. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya diinginkan Irpan yang tidak mau melepaskannya, tetapi justru memilih berselingkuh dengan Keisya."Hanya ada kakek dan Om Riyan. Kamu kenal, kan? Atasan kamu di kantor," ucap Irpan."Hmm, kenal," jawab Linda. Bagaimana tidak kenal, bahkan dia pernah barmain di atas ranjang bersama Riyan. Tiba-tiba, Linda menahan tawa saat membayangkan bertemu bosnya. Bagaimana nanti? Semoga Linda bisa menahan tawa."Ayo, Sayang," ajak Irpan.Irpan membimbing Linda ke meja makan, dengan cekatan menarik kursi untuk Linda duduk."Terima kasih," ucap Linda.Saat Linda duduk, Riyan masuk ke ruang makan diikuti oleh k
"Eh, jangan bilang leher Riyan merah itu karena ulahmu, Linda? Kamu kan yang tidur bersama Riyan semalam, benar kan?" desak Davin. Respon dari Linda dan Riyan sangat berbeda. Riyan terlihat gelagapan, sementara Linda selalu tersenyum cerah. "Minumlah, Linda!" ucap Riyan. "Pak Davin, jangan bercanda. Pak Riyan itu kan omnya dari pacarku. Jadi sangat mustahil baginya untuk melakukan hal kotor yang seperti itu terhadapku, bukan begitu, Pak?" goda Linda, membuat Riyan mengeraskan rahangnya. "Iya ya, benar juga," ucap Davin. "Sekarang, mari kita bahas proyek di Medan. Pak Davin, mungkin harga bahan baku bisa diturunkan sedikit untuk kepentingan perusahaan kami, bagaimana?" lanjut Linda sambil memegang gelas anggur di tangan kanannya. "Jika itu yang diinginkan Linda, tentu saja," balas Davin. "Bersulang..." "Cheers..." Setelah itu Davin dan Linda sama-sama meneguk anggur yang ada di tangannya masing-masing. Sementara Riyan hanya terdiam, memperhatikan Linda yang terus m
Setelah seharian bekerja keras, saatnya bagi Linda untuk pulang. Perempuan itu ingin meregangkan ototnya yang terasa sangat lelah. Riyan memberikannya pekerjaan yang sangat melelahkan. Ceklek.. "Oh, ternyata masih ingat rumah juga ya kau! Anak haram?" Saat membuka pintu rumah, suara Keisya langsung terdengar, membuat Linda kesal. "Kemarin kau kemana aja kok gak pulang ke rumah si? Apa Jagan jangan kau jadi pelacur, ya?" tuduh Keisya dengan garang. Linda tertawa sambil meremehkan. Dia merasa kesal dengan kakak tirinya. Apakah Keisya tidak ngaca gitu? "Mau pulang atau tidak, itu bukan urusanmu!" ucap Linda membuat Keisya tidak percaya. "Linda!" Linda kembali tertawa, lalu menyentuh tanda merah di rahang Keisya. "Seharusnya aku yang bertanya, kemana saja kau semalam, hah? Apa jangan-jangan kau lah yang sedang melakukan hal yang tidak pantas!?" "Ish!" Keisya menyentak tangan Linda. "Jaga ucapmu!" "Linda!" Linda menghela nafas saat melihat Sandra, ibu Keisya, turun ta
Pagi ini, Linda merasa segar, suasana kantor juga terasa sejuk setelah hujan lebat semalam. "Huh, seger banget ya udara hari ini." Gumamnya. Menjadi sekretaris dan bekerja di Veteris group mungkin merupakan impian bagi banyak orang. Perusahaan ini memiliki reputasi internasional dan disertai dengan gaji yang lumayan tinggi, menjadikan tempat ini incaran banyak orang. Linda beruntung, hampir lima tahun menjadi sekretaris Riyan, CEO Veteris group, tanpa pernah mengalami masalah. "Pagi, Bu Linda," sapa seorang karyawan saat berpapasan di lobi. "Pagi, Indah." "Selamat pagi, Bu Linda. Ini ada kiriman bunga dari pacar Anda," ucap Laura, resepsionis yang biasanya memberikan pesan dari Irpan. "Pacar Anda benar-benar sangat romantis ya." Linda hanya tersenyum, mengambil buket bunga putih yang Irpan titipkan. "Oh ya, Bu, nanti ada pertemuan antara Pak Riyan dengan Pak Anton. Tolong atur jadwalnya, ya," kata Laura. "Dan ini laporan keuangan beberapa bulan lalu yang diminta sama Pa
Ternyata, Linda benar-benar menerima apa yang dilakukan Riyan padanya. Selama empat jam bermain di atas ranjang, saling berbagi peluh dan desahan panas, akhirnya Riyan mulai menyadari tindakannya terhadap sekretarisnya itu. Riyan Agisiguna, seorang pria matang berusia 34 tahun, anak kedua dari Bima Satria Agisiguna yang sampai saat ini masih belum menikah. Laki-laki tersebut bahkan beberapa tahun terakhir jarang terlihat dekat dengan wanita. Pernah saja, kantor sebutkan bahwa Riyan agak berbeda. Pria itu mulai mengambil kemeja yang sebelumnya ia lempar sembarangan, lalu dia mengambil rokok yang sudah tersedia di atas meja. "Eeughh..." Linda menggeliat, mulai tersadar dari aktivitas panasnya bersama Riyan tadi malam. Riyan hanya fokus pada rokok yang hampir habis. "Pagi, Pak Riyan..." sapa Linda. Riyan tak menjawab, melainkan terus menikmati rokoknya. "Em aku mau bertanya pak, apakah rokok itu enak ya?" tanya Linda. "Enak! kau mau mencobanya?" tawar Riyan, menawarkan
"Kebetulan sekali pak bos ada disini. Eh tapi apakah benar ya? Rumor yang mengatakan bahwa dia adalah pamannya Irpan?" Batinnya. “Sedang apa kau di sini, Linda?” Ucap Riyan lagi. Linda semakin menatap Riyan dengan penuh penilaian. Jika dibandingkan dengan Irpan, Riyan jelas jauh lebih unggul. Lebih tampan, tubuhnya lebih atletis, bahkan kekayaannya jauh di atas Irpan. “Hey! Siapa di sana?” teriak Irpan semakin keras. “Biarkan saja, mungkin dia seorang pelayan yang tak punya mata menabrak pintu, sayang." Namun, saat mendengar langkah kaki mendekat, Linda dengan cepat mendorong tubuh Riyan masuk ke dalam kamar - tepat di samping kamar Irpan. “Hei, apa yang kamu lakukan?” sentak Riyan. “Sssstt,” Tentu saja, pria itu terkejut saat Linda membekap mulutnya dan membawanya masuk ke dalam kamar. Tidak hanya itu, Linda menutup pintu dengan sebelah kakinya dan menempelkan tubuh Riyan di sisi tembok. “Linda, apa yang kamu lakukan?!” geram Riyan. Linda hanya menatap Riyan, dan
Drrtt.... Drrtt.... Drrtt.... Suara telepon tiba-tiba menggema di kamar seorang wanita cantik yang sedang rebahan, dia dikenal sebagai Melinda atau biasa dipanggil Linda. Linda mengambil ponselnya dengan malas dari meja nakasnya. Saat dia melihat Novi, sahabatnya, yang menelepon, dia menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkan telepon ke telinganya. "Halo, ada apa, Nov? Aku baru saja bangun dari tidur siang!" ucapnya dengan nada lemas. "Linda, Linda! Aku ada berita penting untukmu!" jawab Novi di seberang dengan penuh kekhawatiran. "Hey, ada apa? Jangan mengagetkanku seperti ini! Ayo, tenanglah, tarik nafas dulu sebelum kau bicara padaku!" "Hufffff," Novi mendesah, seolah mengikuti saran Linda, lalu melanjutkan, "Tadi kan aku keluar dari penginapan di Hotel Samasta bersama mamah, dan aku merasa familiar dengan seseorang yang telah aku lihat, dan ternyata benar itu adalah si irpan, anjir!" "Ya, terus kenapa? Emangnya ada masalah ya?.Bukannya wajar kalau dia ingin m