Share

Balada Sebutir Telur
Balada Sebutir Telur
Penulis: Lailatul qomariyah

BAB 1

“ya Allah tolong luaskan hati hamba, sabarkan hamba dalam menghadapi segala perkara yang ada dunia ini, sembuhkan penyakit suami hamba ya Allah janganlah engkau kasih penyakit yang begitu dasyatnya untuk suamiku, berkahilah segala jalan kami kedepannya amin Allah amin” munajat seorang istri yang memohon kesembuhan untuk suaminya itu Wanita itu tak berhenti dan bahkan terus melantunkan dzikir untuk suaminya yang sedang terbaring sakit tak berdaya di rumahnya yang sedang di temani oleh ketiga anak perempuannya juga.

“fatimah…fatimah…” suara lirih seseorang memanggil istrinya, membuat sang empunya nama menolehkan kepalanya dan seketika berhenti berdzikir.

“iya bang ada apa, apa abang butuh sesuatu” dengan suara pelan sang istri menghampiri suaminya.

“tidak fa abang hanya ingin minum saja rasanya tenggorokan abang kering” pinta sang suami dengan suara lirih bahkan nyaris tak terdengar.

“sebentar bang adek lepas mukenah dulu ya” ucap Fatimah buru-buru melepas mukenahnya itu dan mengambilkan airnya.

“terimakasih fa karna sudah membersamai abang selama ini, sudah rela menjaga dan membesarkan buah hati abang sampai sebesar ini” ucap pelan sang suami setelah selesai meminum air dari sang istri.

“sudah kewajiban Fatimah bang merawat dan membesarkan anak-anak” jawab Fatimah dengan senyum pada sang suami.

“abang bersyukur bisa Bersama dengan adek, yang abang takutkan nanti abang tidak bisa membersamai adek sampai tua nanti” ucapan albi dengan mata sayu sambil menggenggam erat tangan sang istri.

“abang ngomong apa, percayalah kita akan melewati semuanya abang sabar saja ya sama semua ini karena ini adalah cobaan kita Bersama” dengan telaten dan sabar Fatimah menyemagati sang suami.

“dek sebenarnya abang sudah lama menyimpan sebuah rahasia ini, abang takut nanti abang tidak bisa membersamai adek sampai tua nanti” ucapan albi seakan akan mereka akan berpisah jauh.

“ma-maksudnya abang bagaimana, adek tak mengerti?” tanya Fatimah kepada sang suami. “tolong dek buka lemari kecil itu” tunjuk bang albi pada lemari kecil using itu.

“baik bang” ucap ku tampa bertanya Kembali segera membuka lemari itu dan betapa terkejutnya aku isi lemari itu adalah kotak kecil yang sebelumnya aku belum pernah tau.

“dek ambil kotak itu nanti abang jelaskan” pinta albi kepada istrinya.

“ini kotak apa bang kenapa adek sebelumnya tidak pernah tau kalau ada kotak itu” tanya Fatimah beruntuntun kepada sang suami.

“maafkan abang dek karena selama duapuluh lima tahun pernikahan kita abang selalu ngasih nafkah yang cukup pada adek” bukannya menjawab akan tetap albi lebih meminta maaf kepada istrinya.

“kenapa harus minta maaf bang toh kita tidak pernah kekurangan apalagi kita tidak pernah mengutang kan” tuturku sambil memaksakan senyum melihat keadaan suamiku ini.

“karena itulah abang sebenarnya menyisihkan Sebagian uang abang setiap bulan bahkan bonus yang abang dapat dari tempat kerjapun abang tidak kasih ke adek demi membeli saham sedikit demi sedikit guna untuk masa depan kita” penjelasan albi sungguh mengejutkan Fatimah pasalnya dia tidak pernah tau akan hal seperti itu.

“maksudnya abang bagaimana? Adek sungguh tidak paham dengan segala sesuatu yang abang maksud” tanya Fatimah lagi kepada suaminya.

“dek didalam ada asset abang serta sertifkat rumah dan beserta tanah untuk adek yang sengaja abang beli tampa sepengetahuan adek cobak di liat dulu” pinta albi kepada istrinya dengan nafas yang tak beraturan.

Tampa membuang waktu lagi Fatimah membuka kotak tersebut dengan tangan bergetar karena takut dengan isinya

“astafirullah, abang aapa ap aini?” tanya Fatimah dengan suara bergetar sambil melihat-lihat semua sertifikatnya.

“iya dek itu untuk adek dan anak-anak dari abang” ucap albi dengan suara sudah semakin lirih.

“lantas di handphone ini apa bang” tanya fadia lagi kepada suaminya.

“didalam handphone abang juga asset abang dek sengaja abang pisah dari handphone sehari-hari khawatir keluarga abang mengambilnya” penjelasan albi kepada Fatimah.

“didalam sini isinya apa bang?” tanya Fatimah lagi untuk memastikan semua harta benda suaminya aman.

“didalam ada uang digital abang serta asset-set berharga abang dek untuk adek dan anak-anak kelak kalau abang tiada, tolong dek pesan abang jangan pernah serahkan apapun barang secuil harta abang kepada saudara-saudara abang apalagi ibu abang” pinta albi aneh karena omongannya sudah lain.

“bang adek mana paham beginian lantas adek harus ngomong kesiapa tentang ini?” tanya Fatimah kepada suaminya.

“tolong dek bang Marwan suruh kesini ada yang abang mau omongin” pinta sang suami.

“sebentar bang adek akan hubungi bang Marwan terlebih dahulu” ucap Fatimah kemudian mengambi handphone jadulnya dan menelfon abang tertuanya itu.

Tutututuuttttt tuuttttt Fatimah dengan sabar masih mencoba menelfon abangnya itu yang mungkin masih bekerja di luar sana hingga dering ke sekian abangnya tetap saja tidak mengangkatnya.

“gimana dek apa bang Marwan sudah mengangkatnya?” tanya albi kepada istrinya itu.

“belum bang kemungkinan bang Marwan lagi sibuk, ehhh tapi ini bang Marwan menelfon balik adek bang” ucap Fatimah kepada albi.

“angkat dek biar abang yang bicara” ucap albi kepada istrinya.

“hallo assalamualaikum bang” ucap salam Fatimah setelah telfonnya di angkat.

“waalaikum salam dek, ada apa?” tanya Marwan di Seberang sana.

“maaf bang adek ganggu waktu abang kerja soalnya ada yang mau bang albi sampaikan dia mau bicara sendiri sama abang” tutur Fatimah hati-hati kepada abangnya.

“boleh dek sekarang abang lagi istirahat, boleh berikan kepada albi handphonnya” ucap Marwan kepada Fatimah.

“alhamdulillah ini bang marwan mau ngomong sama abang” ucap Fatimah sambil menyodorkan handphonnya.

“hallo assamualaikum bang sehat ya?” tanya albi kepada abang iparnya itu.

“alhamdulillah bi sehat kok abang ada apa, kenapa tumben mau bicara sama abang?” tanya Marwan kemudian.

“maaf bang albi Cuma mau bicara sama abang empat mata kalau bisa abang kerumah ya nanti malam” ucapan albi membuat Fatimah dan Marwan yang ada di Seberang sana heran, pasalnya albi tidak pernah seserius ini saat berbicara dengan seseorang.

“baik kalau memang seperti itu abang akan langsung kesana siang ini tampa harus menunggu malam” putus Marwan setelah mendengar suara iparnya itu seperti ada yang tidak beres.

“alhamdulilah terimakasih bang semakin cepat lebih baik soalnya aku takut tidak bisa menyampaikannya sendiri pada abang” ucap albi kemudian di sertai dengan helaan nafas Panjang yang sangat berat.

“jangan ngomong gitu bi optimis kamu pasti sehat Kembali” ucap Marwan memberikan semangat kepada iparnya itu.

“terimakasih bang albi tunggu siang nanti di rumah, assalamualaikum” ucap albi mengakhiri panggilannya.

“bagaimana bang sudah ngomongnya?” tanya Fatimah kepada suaminya. “alhamdulillah dek”.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status