Share

BAB 6

“tunggu dulu dek jangan pas langsung ngegas, mending kamu panggil Fatimah ke sini dulu biar bak yang awasi mereka” usul laras agar tidak semkain banyak orang yang tau.

“benar juga usulan kakak biar aku kedepan dulu” ucap asna kemudian pergi kedepan.

“bisa untung banyak kitab u sembako gak usah beli, malah kotakan uang di depan pasti jadi milik kita secara albi kan keluarga kita” ucap enteng juleha yang tidak tau malu mengakui semua yang bukan haknya.

Disamping mereka mengangkut semua sembako itu mereka tidak sadar bahwa sang empunya rumah sudah memperhatikan tingkah gila ibu dan anak itu.

“letakkan semua sembako itu, kalau tidak akan aku buat malu kalian berdua!!!” ucapan menggelegar seseorang membuat juleha yang mau mengambil sekarung beras itu jadi terhenti.

DEG “waduh seperti suara Fatimah bu” ucap lirih juleha kepada sang ibu membuat mereka berdua memberhentikan aktifitasnya.

“apa hak mu melarang aku membawa sembako-sembako ini?” ucap bu Zainab setelah berbalik kebelakang.

“sungguh tak tau malu cihh” ucap laras sambil mendecih.

“kurang ajar kau ya, orang luar jangan ikut ikutan deh” timpa juleha karena di katai oleh iparnya Fatimah itu.

“nyatanya orang luar inilah yang tau aturan dan yang telah membiayai seluruh keuangan disini”ucap tenang Fatimah kepada juleha yang sudah memerah wajahnya.

“sudah taruk semua ibuk-ibuk mari kita ambil semua sembako-sembako ini dan taruh di ruang samping biar gak ilang” ucap asna yang tiba-tiba datang membawa pasukan dan mengangkut semua sembako-sembako itu.

“bu Zainab gak tau malu ya, masak sembako untuk kematian anaknya mau di ambil juga” bisik-bisik tetangga yang membantu memindahkan sembako-sembako itu.

“eh eh eh eh mau dibawa kemana, haduh kembalikan itu hak saya karena saya yang melahirkan albi” ucap bu Zainab dengan tak tau malunya.

“sudah tak ada hak ibu disini karena bang albi sudah meninggal ini hak kami istri dan anaknya” ucap Fatimah kemudian.

“aku sumpahi kamu segera ikut albi biar rumah ini menjadi milik ibu” ucapan juleha membuat atensi darah Fatimah naik Kembali.

Plak plak plak plak “aduh ibu sakit huhuhu” adu juleha yang sudah di tampar bolak balik oleh Fatimah.

“kamu pantas mendapatkannya karena mulut kotormu itu membuat orang pasti akan menamparmu” ucap dingin Fatimah kepada juleha.

“jangan kurang ajar kamu ya, bagaimanapun dia kakaknya albi dan otmatis dia juga kakakmu” ucap bu Zainab yang sudah marah kepada Fatimah.

“dia hanya kakaknya bang albi bukan otomatis dia kakakku, karena sesentipun takda ikatan darahku di dia!!!” ucap lantang Fatimah sambil menunjuk-nunjuk juleha.

Mereka menjadi tontonan ibuk-ibuk yang ada di sana membuat bu Zainab dan juleha menjadi merah padam menahan malu disana.

“lebih baik kita pulang saja bu” ucap juleha kemudian pulang lewat pintu belakang meninggalkan ibunya disana.

“dasar mantu kurang ajar kamuy a, aku sumpahi hidupmu akan jauh menderita dari kami” ucap bu Zainab kemudian berlalu pergi dari sana.

“astafirullah hal adzim ya allah kuatkan hamba menghadapi keluarga dzolim itu” ucap Fatimah sambil mengusap-ngusap dadanya.

“ayok dek kita kedepan biarlah mereka itu semua sudah aman sembako dan kotakan amal sudah aku amankan” ucap asna membuat Fatimah yang tidak tau apa-apa hanya menurut saja.

“kasian ya neng Fatimah sudahlah suami meninggal nah ini punya mertua dan ipar-ipar pada sableng” rumpi ibu-ibu di belakang.

“eh iya betul tak habis fikir padahal Fatimah dan albi itu baik tapi nyatanya bu Zainab saja yang sudah gak suka sama Fatimah dari dulu” timpal ibuk-ibuk lagi di dapur.

Setelah di sucikan dan di sembahyangkan jenazah albi di hantarkan ke peristirahatan terakhirnya.

“ayok dek kita antarkan albi ke peristirahatannya, kuatkanlah dirimu demi anak-anak dek” ucap asna yang setia menemani Fatimah di dalam kamarnya Bersama lastri tentunya.

“benar yang di katakana oleh asna dek kalau bukan kamu siapa lagi yang akan menjadi penguat anak-anakmu” dengan tutur kata yang lembut lastri membelai kerudung sang adek dengan perasaan sedih dan iba.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status