“Jangan mentang-mentang kamu istrinya albi lantas tak mau melimpahkan semua tanggung jawab albi kepadaku!!!” dengan suara nyaring Bambang membuat batas kesabaran fataimah tidak terkendali.
“tanggung jawab yang mana hah!! Tanggung jawab apa yang abang bicara, Dimana abang dan keluarga bang albi saat beliau sakit hah!! Oh iya aku lupa kalian kan datang tadi pagi bukan sih bukan untuk menjenguk dan mengurusi bang albi, tetapi kalian semua datang untuk menagih uang rewang sebesar serratus juta apaitu yang di katakan tanggung jawab iya ha!!” Fatimah sangat marah terhadap kakak iparnya itu dan melampiaskan semuanya kepada Bambang biarlah semua tau. Bisik bisik petakziah sudah terdengar rata-rata mereka semua mencemooh sikap Bambang yang meminta uang begitu banyaknya padahal biaya pemakaman di kampung itu gratis. “gila bener ya keluarga albi dari dulu takda berubah-berubahnya, sama aja” bisik bisik itu terdengar di telinga Bambang membuatnya marah dan meradang. “jangan kurang ajar kau ya!!” Bambang mengayunkan tangannya namun segera di tepis oleh seseorang. “jangan sekali-kali tangan kotormu menyentuh kulit adekku” ucap dingin seseorang langsung saja menghempaskan tangan Bambang yang gagal menyentuh kulit Fatimah. “abang…..” ucap lemah Fatimah sambil menggelengkan kepala pertanda jangan di teruskan karena waktu yang tidak tepat. “jangan mentang-mentang kamu punya kuasa lantas kamu bisa ikut campur urusan ini” ucap Bambang kepada Marwan dengan sok beraninya. “lantas kalau sudah tau kenapa kamu masih saja disini” ejek Marwan kepada Bambang. “jangan ikut campur ini urusanku karena albi adalah adikku yang berhak dengan semuanya adalah ibu dan anak-anaknya” ucap lantang Bambang menggertak Marwan yang hanya meremehkannya saja. “kalau begitu setelah tujuh hariannya albi kita bertemu di pengadilan yang katamu ini harta ibumu serta saudara-saudara albi, yang notabenenya sudah Bernama Fatimah dan kamu jangan lupa bayar utangmu pada Fatimah kalau tidak akan bernasib buruk” ancam Marwan kemudian. “siapa kamu berani mengancam kami, kamu hanya orang luar jangan sok belagu dan paling di butuhkan” ejek Bambang dengan tak tau malunya. “nyatanya orang yang kau anggap orang luar ini yang paling di butuhkan oleh albi waktu hidup dan juga Fatimah sepenuhnya menyerahkan semua urusan disini, jadi jangan pernah memeras adekku lagi karena pemakaman albi sudah aku urus” ucap Marwan kepada Bambang penuh dengan permusuhan. “bang udah lebih baik kita diam saja, daripada makin Panjang malu di liat orang” ucap dadang dengan berbisik kepada Bambang. Dengan berat hati akhirnya Bambang duduk di tikar dengan hati yang dongkol. “bu lebih baik kita angkutin saja sembako yang ada di belakang, mumpung orang-orang lagi sibuk” ajak juleha kepada sang ibu. “tapi gakpapa nih ya aman kan?” tanya sang ibu seraya melihat kesana kemari. “aman bu mangkanya mumpung masih sepi kita lebih baik angkutin saja sekarang sembako itu” ucap juleha kemudian berjalan ke belakang. “dek liat deh kelakuan iparnya si Fatimah, mau kemana dia seperti mencurigakan” ucap istri Marwan yang Bernama laras kepada asna. “iya kak mana ibunya juga mengendap-ngendap mau ngapain mereka, ouh asataga jangan-jangan mereka mau mencuri sembako yang ada disini kak” jerit tertahan asna kepada laras. “kalau kayak gitu kita susul mereka lalu kita liat ngapain mereka dulu” ajak laras kepada asna mereka segera menyusul pasangan ibu dan anak it uke dapur Fatimah. “gila bu banyak banget nih sembako kalau kayak gini kita gak usah beli-beli lagi buat acaraku” ucap girang juleha kepada sang ibu. “iya enak saja semua ini mau di makan Fatimah rugi dong albi kana nak ibu jadi semua ini milik ibu bukan milik Fatimah sialan itu” ucap bu Zainab dengan terang-terangan yang sangat membenci Fatimah. “astaga kok ada ipar dan mertua yang begitu dzolim kepada mantunya sendiri padahal ini semua bukan haknya” ucap laras sambil memperhatikan tingkah anak dan ibu itu yang sedang memasukan semua sembako itu kedalam gerobak. “ini mah Namanya pencurian sebelum semuanya di bawa pulang mending aku berhentikan kak” ucap asna dengan nada yang sangat jengkel.“tunggu dulu dek jangan pas langsung ngegas, mending kamu panggil Fatimah ke sini dulu biar bak yang awasi mereka” usul laras agar tidak semkain banyak orang yang tau. “benar juga usulan kakak biar aku kedepan dulu” ucap asna kemudian pergi kedepan. “bisa untung banyak kitab u sembako gak usah beli, malah kotakan uang di depan pasti jadi milik kita secara albi kan keluarga kita” ucap enteng juleha yang tidak tau malu mengakui semua yang bukan haknya. Disamping mereka mengangkut semua sembako itu mereka tidak sadar bahwa sang empunya rumah sudah memperhatikan tingkah gila ibu dan anak itu. “letakkan semua sembako itu, kalau tidak akan aku buat malu kalian berdua!!!” ucapan menggelegar seseorang membuat juleha yang mau mengambil sekarung beras itu jadi terhenti. DEG “waduh seperti suara Fatimah bu” ucap lirih juleha kepada sang ibu membuat mereka berdua memberhentikan aktifitasnya. “apa hak mu melarang aku membawa sembako-sembako ini?” ucap bu Zainab setelah berbalik kebelakang.
Setelah semua sudah siap berangkat kepemakaman Fatimah masih memastikan anak-anaknya tidur dengan tenang dan mengunci semua tempat termasuk kamarnya khawatir kejadian tadi terulang Kembali. “dek ayok kita berangkat sekarang, karena suamimu harus secepatnya di kebumikan” ajakan halus asna kepada adeknya itu membuat Fatimah hanya mengangguk pertanda dia hanya ingin diam saja. Hembusan nafas asna pertanda dia juga sangat Lelah namun melihat sang adek yang sedang kesusahan membuat dia menguatkan dirinya sendiri dan tidak mementingkan dirinya. Iring iringan keranda jenazah melaju dengan pelan membuat Fatimah yang mengikutinya dari belakang hanya bisa bersedih karena di tinggalkan sang suami dengan tiga anaknya yang masih belia. “mari kita doakan semoga pa kalbi bisa di terima di sisinya dan keluarga yang di tinggalkan di lapangkan hatinya” ucap pak ustad yang sudah selesai menguburkan albi di dalam peristirahatannya. Setelah di lakukan doa Bersama yang di pimpin oleh pak ustad semua ya
“kalian semua biadab!!!” teriakan Fatimah membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut dan ketar ketir berlaku untuk keluarga bu Zainab. “ummi maafkan kami huhuhuhu telah mengambil sebutir telur tante juleha” ucap si sulung sambil memeluk uminya saking takut di marahi oleh om dan tantenya. “bahkan kalian mengakui hasil pemberian orang-orang untuk almarhum bang albi, Dimana hati kalian semua hah!!” amuk Fatimah sambil memeluk semua anak-anaknya. “lah albi sudah mati jadi semua sembako itu hak yang hidup lantas Dimana salah kami?” jawab juleha dengan tak tau dirinya. “salahnya kalian tak tau diri” bukan Fatimah yang menjawab akan tetapi asna yang menjawab karena ikut marah keponakannya di siksa oleh keluarga bu Zainab. “jangan ikut campur heh orang luar saja ikut ikuta” bahkan sudah dikatai tak tau diri juleha masih saja mengannggap dirinya benar. “mending kalian semua sekeluarga keluar dari rumahku” usir Fatimah karena sudah merasa Lelah dengan apa yang selal
Mengapa keluarga almarhum suamiku selalu yang di perebutkan adalah uang dan uang ya allah apa tidak ada rasa empati yang mereka berikan kepadaku, selalu yang mereka fikirkan adalah uang dan uang, benar kata bang albi bahwa jangan sekali-kali merasa kasian dengan keluarganya. Semoga apa yang akan aku putuskan nanti bisa berjalan dengan semestinya semua ini demi anak-anakku dan juga masa depan mereka juga. “astaga terbuat dari apa pula hati mereka ini tak tau diri banget jadi manusia” asna berucap lumayan kencang agar rombongan bu Zainab bisa mendengar, namun bukannya mereka menyadari tetapi tetap saja melewati para tamu tersebut. “sudah-sudah dek biarlah mereka mau bagaimana, jangan buat situasi di rumah dek Fatimah semakin panas” ucap lastri sambil mengelus-ngelus punggung asna. Melihat situasi yang sepertinya kian memanas Fatimah hanya bisa menghembuskan nafasnya saja “hufttt, silahkan bapak-bapak dan ibuk-ibuk juga di minum sama di cicipi yang kami suguhkan maaf ya hanya itu
“ masak kamu tidak paham apa yang saya bicarakan sih as, mereka itu sekeluarga tidak ada yang benar, kecuali si albi menurutku” dengan lancar bu sulis membuka semua aib tetangganya itu. “astaga bu sulis….!!! Terkejut asna karena sebegitu buruknya bu zainab di mata para tetangganya itu. “kamu masih gak percaya juga ya as, biar kamu tau saja bu zainab itu hanya luarnya saja yang baik namun hatinya busuk, dia itu ibu yang kejam as mungkin berlaku hanya untuk almarhum saja” ucap bu sulis sambil matanya berkaca-kaca menceritakan pahitnya kehidupan albi dulu kesehariannya yang harus banting tulang demi menghidupi dirinya sendiri. “apakah bang albi dulu semasa hidupnya membiayai dirinya sendiri bu?” Tanya asna dengan hati-hati kepada tetangganya itu. “benar as bahkan dari dia menginjak bangku SMP harus merasakan pahitnya mencari uang” ucap bu sulis lagi tampa di tutup-tutupin. Sungguh hatiku mencelos mendengar penuturan bu sulis betapa menderitanya bang albi selama hidup “malang sekali
“ya Allah tolong luaskan hati hamba, sabarkan hamba dalam menghadapi segala perkara yang ada dunia ini, sembuhkan penyakit suami hamba ya Allah janganlah engkau kasih penyakit yang begitu dasyatnya untuk suamiku, berkahilah segala jalan kami kedepannya amin Allah amin” munajat seorang istri yang memohon kesembuhan untuk suaminya itu Wanita itu tak berhenti dan bahkan terus melantunkan dzikir untuk suaminya yang sedang terbaring sakit tak berdaya di rumahnya yang sedang di temani oleh ketiga anak perempuannya juga. “fatimah…fatimah…” suara lirih seseorang memanggil istrinya, membuat sang empunya nama menolehkan kepalanya dan seketika berhenti berdzikir. “iya bang ada apa, apa abang butuh sesuatu” dengan suara pelan sang istri menghampiri suaminya. “tidak fa abang hanya ingin minum saja rasanya tenggorokan abang kering” pinta sang suami dengan suara lirih bahkan nyaris tak terdengar. “sebentar bang adek lepas mukenah dulu ya” ucap Fatimah buru-buru melepas mukenahnya itu dan men
Setelah menerima telfon bang albi mengeluh semakin sakit dadanya bahkan untuk bernafas saja rasanya susah sekali. “bang biar nantu selepas bang marwan ke sini fatimah akan minta antar abang ke rumah sakit lebih baik jangan menunda-nunda bang karena adek gakmau abang kenapa-napa” ucap fadia dengan wajah cemas melihat suaminya menahan sakit tersebut. Belum selesai Fatimah bercakap-cakap dengan suaminya datanglah segerombol orang yang tampa permisi langsung nyelonong masuk itu yang sialnya mereka keluarga dari sang suami. “astaga albi kenapa sudah siang kamu masih tiduran saja, pantesan saja hidupmu masih segini-gini ajah” ucap sang ibu yang begitu menyakiti hati anaknya serta menantunya. “astafirullah bu…! Bang albi bukannya malas-malasan tapi bang albi sakit bu sudah hampir seminggu berbaring saja di Kasur” jelas Fatimah kepada ibu mertuanya itu. “alah dek fa aku sakit saja masih bisa kerja di tahan pasti bisa kok lah ini albi manja banget” ucapan nyeletuk kakak pertama bang albi
Fatimah sekarang faham kenapa seluruh asset dari suaminya itu di atasnamakan dia bukan albi sendiri karena di balik itu ada saudara yang sangat culas serta gila harta yang kapan saja akan mengambilnya. “dek kenapa diam hem? Abang salah ya dek?” ucapan albi membuat Fatimah tersadar dari lamunannya. “eh anu bang maaf ya Fatimah tidak denegrin ucapan abang” ucap Fatimah sambil memilin ujung bajunya pertanda dia lagi memikirkan sesuatu. “sudah dek jangan banyak fikiran, yang terpenting asset-aset abang sudah atas nama adek karena abang takut dek kalau sampai masih atas nama abang yang ada ibu dan saudara kandung abang mengambil paksa darimu” ucap sendu albi terhadap kekasih halalnya itu. “abang Fatimah tidak suka kalau omongannya seperti itu, hidup mati seseorang hanya Allah yang tau jadi jangan selalu ngomongin kematian karena adek gak suka” ketus Fatimah kepada albi pertanda kemarahannya kepada sang suami. “bukan begitu maksud abang dek,abang hanya….” Belum selesai albi berkata sud