Share

BAB 4

Albi bukan menjawab tapi membalasnya dengan senyuman dan gelengan dengan bersamaan pertanda dia tidak mau lebih memilih menahan sakitnya.

“abang tak kasian dengan aku dan anak-anak, lantas siapa yang akan menjaga kami bang” ucap sedih Fatimah terhadap sang suami.

“nyakin dek semisal abang sudah tak ada masih banyak yang akan sayang adek dengan anak-anak” ucapan albi seakan-akan pertada bahwa umurnya sudah tak lama lagi.

“berapa kali adek bilang jangan sekali-kali abang ngomong seperti itu, kasian anak-anak yang masih ingin Bersama abahnya” ucap sendu Fatimah melihat sang suami terbarik tak berdaya.

“lebih baik aku telfon kakakmu ini agar anak-anak di bawah pulang, sekalian abang akan simpan kotak ini di dalam mobil ya dek” ucap Marwan segera menepi dari Fatimah dan albi dan segera menelfon adeknya.

Tut tut tut tut “iya hallo bang, ada apa?” jawab seseorang di Seberang sana.

“cepat dek kerumah Fatimah lekas bawa anak-anaknya fatimah pulang” KLIK ucapan terakhir Marwan mengakhiri percakapannya dan buru-buru masuk lagi ke dalam.

“huhuhuhu abang kenapa huhuhuhuhu” tangis Fatimah pecah tersedu-sedu melihat suaminya akan sakaratul maut.

“bi bisa dengar aku kan? Kalau bisa tolong aggukin kepalanya” tanya Marwan kepada suami adeknya itu karena kondisi albi yang semakin memburuk.

“astafirullah abang adek!! Kenapa albi seperti ini” jerit asna setelah masuk ke kamar adeknya.

“abah huhuhu abah huhuhu kenapa, abah kok tidur saja huhuhu?” Tanya anak-anaknya sambil menangis di samping abahnya yang sudah mulai tidak sadarkan diri.

“abang huhuhu kasihani kami, jangan pergi dulu bang kasian anak-anak huhuhu” tangis pilu Fatimah di pelukan sang kakak memikirkan Nasib anak-anaknya itu.

“albi dengarkan aku sekarang ikutin kata kataku asyhadu an laa ilaaha illallahahu, waasyhaduanna muhammadar rasuulullah” tuntun Marwan di kuping iparnya itu.

“as yha du an laa ilaaha illallahahu waasyhaduanna muhammadar rasuulullah” pelan tapi pasti albi mengikuti ucapan bang Marwan setelah itu perlahan-lahan hembusan nafas albi menjadi semakin lirih dan tiada.

“innalillahi wainnalihahi rajiun” ucap Marwan setelah itu menutup mata sang adek ipar.

DEG “kak tolong jelaskan ini tidak mungkin kan? Bang albi masih disini kan ya?” tanya Fatimah seperti orang linglung bertanya kepada kakaknya itu.

“yang sabar yadek ikhlaskan suamimu agar jalannya tidak berat” ucap asna kepada sang adek.

“tidak !!! abang huhuhu kenapa abang jahat huhuhu adek gimana bang huhuhu anak anak gimana bang huhuhuhu” tangis Fatimah semakin pecah melihat kenyataan yang ada di depan matanya ini.

“asna jaga Fatimah dan anak-anaknya abang mau keluar mau melapor kepada RT sini kalau warganya ada yang meninggal” ucap Marwan setelah itu berlalu dari sang adek.

“ikhlaskan lah dek jangan beratkan suamimu kasian” ucap asna sambil menguatkan Fatimah yang kelihatan rapuh tersebut.

“abah kenapa ninggalin adek ayok bangun huhuhuhu” tangisan anak albi yang paling kecil membuat siapa saja yang melihatnya kasian dan merasa miris.

“assamualaikum pak Rt” panggil seseorang dari luar.

Ceklek “waalaikumsalam, pak

Marwan ada ya pak?” tanya pak Rt itu karena merasa heran karna di tamui oleh orang luar kampungnya.

“begini pak saya mau menyampaikan berita duka adek ipar saya si albi meninggal dunia barusan” ucap Marwan kepada pak RT tersebut.

“astafirullah yang bener pak?” tanya pak Rt itu dengan terkejut.

“iya pak tolong di bantu di siarkan soalnya saya harus pulang pak terimakasih” ucap Marwan lalu segera berlalu dari sana.

Setelah sampai di kediaman albi belum ada pelayat karena memang warga sana takda yang tau.

“abang tolong aku bagaimana ini? Uang darimana adek mengurus semua ini” ucap Fatimah kepada Marwan.

“tenang dek biar semua ini jadi urusan abang cukup fokus disini kamu, da kamu dek awasi disini jangan sampai ada tikus-tikus berkeliaran, abang mau pulang dulu mau jemput bakmu dan anak abang” ucap Marwan kepada adek-adeknya.

“berita duka!!!! Innalillahi wainnalillahi rojiun, telah berpulang kerahmattullah albi Sanjaya suami dari ibu Fatimah Zahra pada jam duabelas siang!!! Dimohon kehadirannya sanak saudara dan sanak family agar segera merapat ke rumah duka!!” begitulah pengeras suara.

“apa!!!! Ini tidak mungkin, ibuk bukkk!!!” teriak juleha setelah mendengar nama yang di sebutkan di pengeras suara itu.

“ada apa sih kamu jul bangunin ibuk seperti ada apa saja” kesal bu Zainab yang tidurnya di ganggu.

“gawat bu albi meninggal” ucap juleha seketika mengkagetkan bu Zainab.

“apa!!!! Jangan bercanda kau jul” dengan wajah memerah bu Zainab berteriak kepada juleha anaknya.

“sungguh bu juleha mendengar sendiri tadi dari pengeras suara di masjid” ucap juleha lagi menyakinkan sang ibu.

“yaudah ayok kita kerumah albi jangan sampai semuanya di ambil alih si Fatimah itu” ucap bu Zainab bukan sendih karena anaknya meninggal namun yang di fikirannya hanya harta dan harta dan segera bergegas pergi kerumah duka.

“sebentar bu juleha mau chat abang dan dadang agar ke rumah albi juga” ucap juleha sambil berjalan.

Di kediaman albi sudah ramai pelayat yang hilir mudik datang bertakziah kepada Fatimah.

“wah kotakan uang itu pasti banyak kalau nanti aku ambil gakpapa pastinya” ucap bu Zainab dalam hatinya sudah ada rencana-rencana jahat yang dia susun sedari tadi melihat kotak uang yang ada di luar.

“ngapain tuh nenek lampir senyam-senyum sendiri, jangan-jangan dia mau ngambil uang yang ada di kotak itu, kalau iya tak akan aku biarkan hak dari keponakanku di ambil keluarga benalu itu” ucap asna yang sudah mengawasi keluarga benalu itu.

“bu lihat deh balikan yang di kasih tetangga sini banyak banget” ucap juleha sambil berbisik di telinga ibunya.

“iya tenang nanti kalau sudah selesai tujuh harinya albi kita ambil saja semua lumayan buat acara di rumah gak usah beli sembako” bisik-bisik bu Zainab kepada juleha namun masih saja bisa di dengar oleh salah satu tetangga yang datang disana.

“gawat nih bisa-bisanya bu Zainab sama anaknya mau memanfaatkan kematian anaknya demi keuntungan mereka, tidak bisa di biarkan nih harus lapor kak asna” ucap tetangga tersebut yang kenal dengan asna.

“Fatimah siapkan dana lima juta untuk urus semua pemakaman albi adekku” ucap enteng Bambang yang sudah ada disana.

“huffttt maaf bang semuanya sudah di urus abangku jadi tak usah repot-repot mengurusnya lagi” ucap Fatimah yang sudah malas berdebat.

“kenapa jadi orang luar yang mengurusnya, kan aku abangnya” ucap geram Bambang dengan intonasi keras sehingga membuat para petakziah melihat mereka.

“sudah abang tinggal duduk dan kirim doa saja untuk suamiku” ucapnya kepada Bambang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status