Share

BAB 4

last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-10 17:20:59

Albi bukan menjawab tapi membalasnya dengan senyuman dan gelengan dengan bersamaan pertanda dia tidak mau lebih memilih menahan sakitnya.

“abang tak kasian dengan aku dan anak-anak, lantas siapa yang akan menjaga kami bang” ucap sedih Fatimah terhadap sang suami.

“nyakin dek semisal abang sudah tak ada masih banyak yang akan sayang adek dengan anak-anak” ucapan albi seakan-akan pertada bahwa umurnya sudah tak lama lagi.

“berapa kali adek bilang jangan sekali-kali abang ngomong seperti itu, kasian anak-anak yang masih ingin Bersama abahnya” ucap sendu Fatimah melihat sang suami terbarik tak berdaya.

“lebih baik aku telfon kakakmu ini agar anak-anak di bawah pulang, sekalian abang akan simpan kotak ini di dalam mobil ya dek” ucap Marwan segera menepi dari Fatimah dan albi dan segera menelfon adeknya.

Tut tut tut tut “iya hallo bang, ada apa?” jawab seseorang di Seberang sana.

“cepat dek kerumah Fatimah lekas bawa anak-anaknya fatimah pulang” KLIK ucapan terakhir Marwan mengakhiri percakapannya dan buru-buru masuk lagi ke dalam.

“huhuhuhu abang kenapa huhuhuhuhu” tangis Fatimah pecah tersedu-sedu melihat suaminya akan sakaratul maut.

“bi bisa dengar aku kan? Kalau bisa tolong aggukin kepalanya” tanya Marwan kepada suami adeknya itu karena kondisi albi yang semakin memburuk.

“astafirullah abang adek!! Kenapa albi seperti ini” jerit asna setelah masuk ke kamar adeknya.

“abah huhuhu abah huhuhu kenapa, abah kok tidur saja huhuhu?” Tanya anak-anaknya sambil menangis di samping abahnya yang sudah mulai tidak sadarkan diri.

“abang huhuhu kasihani kami, jangan pergi dulu bang kasian anak-anak huhuhu” tangis pilu Fatimah di pelukan sang kakak memikirkan Nasib anak-anaknya itu.

“albi dengarkan aku sekarang ikutin kata kataku asyhadu an laa ilaaha illallahahu, waasyhaduanna muhammadar rasuulullah” tuntun Marwan di kuping iparnya itu.

“as yha du an laa ilaaha illallahahu waasyhaduanna muhammadar rasuulullah” pelan tapi pasti albi mengikuti ucapan bang Marwan setelah itu perlahan-lahan hembusan nafas albi menjadi semakin lirih dan tiada.

“innalillahi wainnalihahi rajiun” ucap Marwan setelah itu menutup mata sang adek ipar.

DEG “kak tolong jelaskan ini tidak mungkin kan? Bang albi masih disini kan ya?” tanya Fatimah seperti orang linglung bertanya kepada kakaknya itu.

“yang sabar yadek ikhlaskan suamimu agar jalannya tidak berat” ucap asna kepada sang adek.

“tidak !!! abang huhuhu kenapa abang jahat huhuhu adek gimana bang huhuhu anak anak gimana bang huhuhuhu” tangis Fatimah semakin pecah melihat kenyataan yang ada di depan matanya ini.

“asna jaga Fatimah dan anak-anaknya abang mau keluar mau melapor kepada RT sini kalau warganya ada yang meninggal” ucap Marwan setelah itu berlalu dari sang adek.

“ikhlaskan lah dek jangan beratkan suamimu kasian” ucap asna sambil menguatkan Fatimah yang kelihatan rapuh tersebut.

“abah kenapa ninggalin adek ayok bangun huhuhuhu” tangisan anak albi yang paling kecil membuat siapa saja yang melihatnya kasian dan merasa miris.

“assamualaikum pak Rt” panggil seseorang dari luar.

Ceklek “waalaikumsalam, pak

Marwan ada ya pak?” tanya pak Rt itu karena merasa heran karna di tamui oleh orang luar kampungnya.

“begini pak saya mau menyampaikan berita duka adek ipar saya si albi meninggal dunia barusan” ucap Marwan kepada pak RT tersebut.

“astafirullah yang bener pak?” tanya pak Rt itu dengan terkejut.

“iya pak tolong di bantu di siarkan soalnya saya harus pulang pak terimakasih” ucap Marwan lalu segera berlalu dari sana.

Setelah sampai di kediaman albi belum ada pelayat karena memang warga sana takda yang tau.

“abang tolong aku bagaimana ini? Uang darimana adek mengurus semua ini” ucap Fatimah kepada Marwan.

“tenang dek biar semua ini jadi urusan abang cukup fokus disini kamu, da kamu dek awasi disini jangan sampai ada tikus-tikus berkeliaran, abang mau pulang dulu mau jemput bakmu dan anak abang” ucap Marwan kepada adek-adeknya.

“berita duka!!!! Innalillahi wainnalillahi rojiun, telah berpulang kerahmattullah albi Sanjaya suami dari ibu Fatimah Zahra pada jam duabelas siang!!! Dimohon kehadirannya sanak saudara dan sanak family agar segera merapat ke rumah duka!!” begitulah pengeras suara.

“apa!!!! Ini tidak mungkin, ibuk bukkk!!!” teriak juleha setelah mendengar nama yang di sebutkan di pengeras suara itu.

“ada apa sih kamu jul bangunin ibuk seperti ada apa saja” kesal bu Zainab yang tidurnya di ganggu.

“gawat bu albi meninggal” ucap juleha seketika mengkagetkan bu Zainab.

“apa!!!! Jangan bercanda kau jul” dengan wajah memerah bu Zainab berteriak kepada juleha anaknya.

“sungguh bu juleha mendengar sendiri tadi dari pengeras suara di masjid” ucap juleha lagi menyakinkan sang ibu.

“yaudah ayok kita kerumah albi jangan sampai semuanya di ambil alih si Fatimah itu” ucap bu Zainab bukan sendih karena anaknya meninggal namun yang di fikirannya hanya harta dan harta dan segera bergegas pergi kerumah duka.

“sebentar bu juleha mau chat abang dan dadang agar ke rumah albi juga” ucap juleha sambil berjalan.

Di kediaman albi sudah ramai pelayat yang hilir mudik datang bertakziah kepada Fatimah.

“wah kotakan uang itu pasti banyak kalau nanti aku ambil gakpapa pastinya” ucap bu Zainab dalam hatinya sudah ada rencana-rencana jahat yang dia susun sedari tadi melihat kotak uang yang ada di luar.

“ngapain tuh nenek lampir senyam-senyum sendiri, jangan-jangan dia mau ngambil uang yang ada di kotak itu, kalau iya tak akan aku biarkan hak dari keponakanku di ambil keluarga benalu itu” ucap asna yang sudah mengawasi keluarga benalu itu.

“bu lihat deh balikan yang di kasih tetangga sini banyak banget” ucap juleha sambil berbisik di telinga ibunya.

“iya tenang nanti kalau sudah selesai tujuh harinya albi kita ambil saja semua lumayan buat acara di rumah gak usah beli sembako” bisik-bisik bu Zainab kepada juleha namun masih saja bisa di dengar oleh salah satu tetangga yang datang disana.

“gawat nih bisa-bisanya bu Zainab sama anaknya mau memanfaatkan kematian anaknya demi keuntungan mereka, tidak bisa di biarkan nih harus lapor kak asna” ucap tetangga tersebut yang kenal dengan asna.

“Fatimah siapkan dana lima juta untuk urus semua pemakaman albi adekku” ucap enteng Bambang yang sudah ada disana.

“huffttt maaf bang semuanya sudah di urus abangku jadi tak usah repot-repot mengurusnya lagi” ucap Fatimah yang sudah malas berdebat.

“kenapa jadi orang luar yang mengurusnya, kan aku abangnya” ucap geram Bambang dengan intonasi keras sehingga membuat para petakziah melihat mereka.

“sudah abang tinggal duduk dan kirim doa saja untuk suamiku” ucapnya kepada Bambang.

Bab terkait

  • Balada Sebutir Telur   BAB 5

    “Jangan mentang-mentang kamu istrinya albi lantas tak mau melimpahkan semua tanggung jawab albi kepadaku!!!” dengan suara nyaring Bambang membuat batas kesabaran fataimah tidak terkendali. “tanggung jawab yang mana hah!! Tanggung jawab apa yang abang bicara, Dimana abang dan keluarga bang albi saat beliau sakit hah!! Oh iya aku lupa kalian kan datang tadi pagi bukan sih bukan untuk menjenguk dan mengurusi bang albi, tetapi kalian semua datang untuk menagih uang rewang sebesar serratus juta apaitu yang di katakan tanggung jawab iya ha!!” Fatimah sangat marah terhadap kakak iparnya itu dan melampiaskan semuanya kepada Bambang biarlah semua tau. Bisik bisik petakziah sudah terdengar rata-rata mereka semua mencemooh sikap Bambang yang meminta uang begitu banyaknya padahal biaya pemakaman di kampung itu gratis. “gila bener ya keluarga albi dari dulu takda berubah-berubahnya, sama aja” bisik bisik itu terdengar di telinga Bambang membuatnya marah dan meradang. “jangan kurang ajar kau ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Balada Sebutir Telur   BAB 6

    “tunggu dulu dek jangan pas langsung ngegas, mending kamu panggil Fatimah ke sini dulu biar bak yang awasi mereka” usul laras agar tidak semkain banyak orang yang tau. “benar juga usulan kakak biar aku kedepan dulu” ucap asna kemudian pergi kedepan. “bisa untung banyak kitab u sembako gak usah beli, malah kotakan uang di depan pasti jadi milik kita secara albi kan keluarga kita” ucap enteng juleha yang tidak tau malu mengakui semua yang bukan haknya. Disamping mereka mengangkut semua sembako itu mereka tidak sadar bahwa sang empunya rumah sudah memperhatikan tingkah gila ibu dan anak itu. “letakkan semua sembako itu, kalau tidak akan aku buat malu kalian berdua!!!” ucapan menggelegar seseorang membuat juleha yang mau mengambil sekarung beras itu jadi terhenti. DEG “waduh seperti suara Fatimah bu” ucap lirih juleha kepada sang ibu membuat mereka berdua memberhentikan aktifitasnya. “apa hak mu melarang aku membawa sembako-sembako ini?” ucap bu Zainab setelah berbalik kebelakang.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Balada Sebutir Telur   BAB 7

    Setelah semua sudah siap berangkat kepemakaman Fatimah masih memastikan anak-anaknya tidur dengan tenang dan mengunci semua tempat termasuk kamarnya khawatir kejadian tadi terulang Kembali. “dek ayok kita berangkat sekarang, karena suamimu harus secepatnya di kebumikan” ajakan halus asna kepada adeknya itu membuat Fatimah hanya mengangguk pertanda dia hanya ingin diam saja. Hembusan nafas asna pertanda dia juga sangat Lelah namun melihat sang adek yang sedang kesusahan membuat dia menguatkan dirinya sendiri dan tidak mementingkan dirinya. Iring iringan keranda jenazah melaju dengan pelan membuat Fatimah yang mengikutinya dari belakang hanya bisa bersedih karena di tinggalkan sang suami dengan tiga anaknya yang masih belia. “mari kita doakan semoga pa kalbi bisa di terima di sisinya dan keluarga yang di tinggalkan di lapangkan hatinya” ucap pak ustad yang sudah selesai menguburkan albi di dalam peristirahatannya. Setelah di lakukan doa Bersama yang di pimpin oleh pak ustad semua ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Balada Sebutir Telur   BAB 8

    “kalian semua biadab!!!” teriakan Fatimah membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut dan ketar ketir berlaku untuk keluarga bu Zainab. “ummi maafkan kami huhuhuhu telah mengambil sebutir telur tante juleha” ucap si sulung sambil memeluk uminya saking takut di marahi oleh om dan tantenya. “bahkan kalian mengakui hasil pemberian orang-orang untuk almarhum bang albi, Dimana hati kalian semua hah!!” amuk Fatimah sambil memeluk semua anak-anaknya. “lah albi sudah mati jadi semua sembako itu hak yang hidup lantas Dimana salah kami?” jawab juleha dengan tak tau dirinya. “salahnya kalian tak tau diri” bukan Fatimah yang menjawab akan tetapi asna yang menjawab karena ikut marah keponakannya di siksa oleh keluarga bu Zainab. “jangan ikut campur heh orang luar saja ikut ikuta” bahkan sudah dikatai tak tau diri juleha masih saja mengannggap dirinya benar. “mending kalian semua sekeluarga keluar dari rumahku” usir Fatimah karena sudah merasa Lelah dengan apa yang selal

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-03
  • Balada Sebutir Telur   BAB 9

    Mengapa keluarga almarhum suamiku selalu yang di perebutkan adalah uang dan uang ya allah apa tidak ada rasa empati yang mereka berikan kepadaku, selalu yang mereka fikirkan adalah uang dan uang, benar kata bang albi bahwa jangan sekali-kali merasa kasian dengan keluarganya. Semoga apa yang akan aku putuskan nanti bisa berjalan dengan semestinya semua ini demi anak-anakku dan juga masa depan mereka juga. “astaga terbuat dari apa pula hati mereka ini tak tau diri banget jadi manusia” asna berucap lumayan kencang agar rombongan bu Zainab bisa mendengar, namun bukannya mereka menyadari tetapi tetap saja melewati para tamu tersebut. “sudah-sudah dek biarlah mereka mau bagaimana, jangan buat situasi di rumah dek Fatimah semakin panas” ucap lastri sambil mengelus-ngelus punggung asna. Melihat situasi yang sepertinya kian memanas Fatimah hanya bisa menghembuskan nafasnya saja “hufttt, silahkan bapak-bapak dan ibuk-ibuk juga di minum sama di cicipi yang kami suguhkan maaf ya hanya itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-04
  • Balada Sebutir Telur   BAB 10

    “ masak kamu tidak paham apa yang saya bicarakan sih as, mereka itu sekeluarga tidak ada yang benar, kecuali si albi menurutku” dengan lancar bu sulis membuka semua aib tetangganya itu. “astaga bu sulis….!!! Terkejut asna karena sebegitu buruknya bu zainab di mata para tetangganya itu. “kamu masih gak percaya juga ya as, biar kamu tau saja bu zainab itu hanya luarnya saja yang baik namun hatinya busuk, dia itu ibu yang kejam as mungkin berlaku hanya untuk almarhum saja” ucap bu sulis sambil matanya berkaca-kaca menceritakan pahitnya kehidupan albi dulu kesehariannya yang harus banting tulang demi menghidupi dirinya sendiri. “apakah bang albi dulu semasa hidupnya membiayai dirinya sendiri bu?” Tanya asna dengan hati-hati kepada tetangganya itu. “benar as bahkan dari dia menginjak bangku SMP harus merasakan pahitnya mencari uang” ucap bu sulis lagi tampa di tutup-tutupin. Sungguh hatiku mencelos mendengar penuturan bu sulis betapa menderitanya bang albi selama hidup “malang sekali

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-05
  • Balada Sebutir Telur   BAB 11

    “udah deh, dari tadi ibuk sama juleha tengkar saja gakda selesai-selesainya” lerai dadang yang dating setelah sang istri. “ini loh dang kakakmu dandanannya melebihi mau kekondangan saja, kan ibu malu dang” ucap bu zainab kepada sang anak. “biarin saja buk yang ada juleha sendiri yang akan malu nantinya bukan kita ini” uca[ santai dadang kepada sang ibu. “heh, dang kamu sama saja ya sama istrimu sama-sama tukang bully, pantas saja berjodoh” omel juleha karena tak terima dikatai malu-maluin. “alah sudah-sudah ayo berangkat saja yang ada kita telat lagi dapat nasi berkatnya” ucap bu zainab lagi. “astaga ya allah kenapa hamba di berikan mertua yang begini bentukannya sih” ucap sintia istri dari dadang. “dek ayok kita berangkat kok malah bengong sih” ajak dadang kemudian kepada sang istri. “ibumu sama juleha sama saja sama-sama bikin malu” ucap pelan sintia kepada dadang. “hus dek jangan ngomong begitu, nanti ibu dengar bias-bisa kita tak dapat bagiannya dua hari lagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-08
  • Balada Sebutir Telur   BAB 12

    Astafirullah terbuat dari apa hati mereka ini kenapa selalu memperlakukan aku buruk kenapa mereka selalu menilaiku salah di mata mereka, bahkan sampai saat ini bang albi sudah meninggal mereka tetap sama hatiku sakit teramat sakit, benar perkataan bang albi jangan selalu memberikan apa yang mereka mau buktinya perkara uang asuransi saja mereka sudah menunjukkan sifat tamak mereka ke orang lain semoga setelah ini takkan ada lagi drama-drama yang akan mereka mainkan. “gimana dek aman kah?” Tanya Marwan kepada asna. “aman bang, lagi pula buat apa semua berkas penting sama harta benda Fatimah abang minta?” Tanya asna sambil memicingkan matanya. Plukkk “kamu kira abang akan ambil harta benda ini, kurang kurangi nonton sinetron tak bermutu itu” ucap Marwan kepada sang adek. “habisnya abang aneh banget deh, nyuruh yang beginian” ucap asna sambil mnegelus-ngelus kepalanya. “kalau gak Fatimah yang nyuruh mana mungkin abang begini” ungkap Marwan lagi. “emangnya ada apa bang, sepertinya ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09

Bab terbaru

  • Balada Sebutir Telur   BAB 13

    Semua orang yang ada di ruang tamu itu terdiam setelah melihat isi dari rekaman yang di berikan oleh asna kepada semua orang. “lantas bagaimana keputusanmu selanjutnya dek?” Tanya Marwan kepada Fatimah yang dari tadi hanya diam saja. “keputusan adek sudah bulat bang, semua harta benda yang di tinggalkan bang albi untukku dan anak-anak adek titipkan kea bang saja, aku sudah menduga hal seperti ini pasti akan terjadi” ucap Fatimah kemudian dengan sorot mata yang memancarkan kebencian tersebut. “kamu yakin dek dengan apa yang kamu ucapkan?” Tanya Marwan lagi dengan mimic wajah yang serius. “yakin sekali bang, bahkan adek sudah muak hidup disini rasa-rasanya adek akan jual saja rumah penuh kenangan ini dan pindah dimana gak aka nada ibu dan anak-anaknya” ucap Fatimah dengan sorot mata yang sudah mendung karena menyimpan banyaknya kesakitan selama ini. “sebenarnya abang kemaren sudah sempat mengutak atik handphone albi, maaf dek abang terpaksa melakukan itu karena penasaran dengan isi

  • Balada Sebutir Telur   BAB 12

    Astafirullah terbuat dari apa hati mereka ini kenapa selalu memperlakukan aku buruk kenapa mereka selalu menilaiku salah di mata mereka, bahkan sampai saat ini bang albi sudah meninggal mereka tetap sama hatiku sakit teramat sakit, benar perkataan bang albi jangan selalu memberikan apa yang mereka mau buktinya perkara uang asuransi saja mereka sudah menunjukkan sifat tamak mereka ke orang lain semoga setelah ini takkan ada lagi drama-drama yang akan mereka mainkan. “gimana dek aman kah?” Tanya Marwan kepada asna. “aman bang, lagi pula buat apa semua berkas penting sama harta benda Fatimah abang minta?” Tanya asna sambil memicingkan matanya. Plukkk “kamu kira abang akan ambil harta benda ini, kurang kurangi nonton sinetron tak bermutu itu” ucap Marwan kepada sang adek. “habisnya abang aneh banget deh, nyuruh yang beginian” ucap asna sambil mnegelus-ngelus kepalanya. “kalau gak Fatimah yang nyuruh mana mungkin abang begini” ungkap Marwan lagi. “emangnya ada apa bang, sepertinya ad

  • Balada Sebutir Telur   BAB 11

    “udah deh, dari tadi ibuk sama juleha tengkar saja gakda selesai-selesainya” lerai dadang yang dating setelah sang istri. “ini loh dang kakakmu dandanannya melebihi mau kekondangan saja, kan ibu malu dang” ucap bu zainab kepada sang anak. “biarin saja buk yang ada juleha sendiri yang akan malu nantinya bukan kita ini” uca[ santai dadang kepada sang ibu. “heh, dang kamu sama saja ya sama istrimu sama-sama tukang bully, pantas saja berjodoh” omel juleha karena tak terima dikatai malu-maluin. “alah sudah-sudah ayo berangkat saja yang ada kita telat lagi dapat nasi berkatnya” ucap bu zainab lagi. “astaga ya allah kenapa hamba di berikan mertua yang begini bentukannya sih” ucap sintia istri dari dadang. “dek ayok kita berangkat kok malah bengong sih” ajak dadang kemudian kepada sang istri. “ibumu sama juleha sama saja sama-sama bikin malu” ucap pelan sintia kepada dadang. “hus dek jangan ngomong begitu, nanti ibu dengar bias-bisa kita tak dapat bagiannya dua hari lagi

  • Balada Sebutir Telur   BAB 10

    “ masak kamu tidak paham apa yang saya bicarakan sih as, mereka itu sekeluarga tidak ada yang benar, kecuali si albi menurutku” dengan lancar bu sulis membuka semua aib tetangganya itu. “astaga bu sulis….!!! Terkejut asna karena sebegitu buruknya bu zainab di mata para tetangganya itu. “kamu masih gak percaya juga ya as, biar kamu tau saja bu zainab itu hanya luarnya saja yang baik namun hatinya busuk, dia itu ibu yang kejam as mungkin berlaku hanya untuk almarhum saja” ucap bu sulis sambil matanya berkaca-kaca menceritakan pahitnya kehidupan albi dulu kesehariannya yang harus banting tulang demi menghidupi dirinya sendiri. “apakah bang albi dulu semasa hidupnya membiayai dirinya sendiri bu?” Tanya asna dengan hati-hati kepada tetangganya itu. “benar as bahkan dari dia menginjak bangku SMP harus merasakan pahitnya mencari uang” ucap bu sulis lagi tampa di tutup-tutupin. Sungguh hatiku mencelos mendengar penuturan bu sulis betapa menderitanya bang albi selama hidup “malang sekali

  • Balada Sebutir Telur   BAB 9

    Mengapa keluarga almarhum suamiku selalu yang di perebutkan adalah uang dan uang ya allah apa tidak ada rasa empati yang mereka berikan kepadaku, selalu yang mereka fikirkan adalah uang dan uang, benar kata bang albi bahwa jangan sekali-kali merasa kasian dengan keluarganya. Semoga apa yang akan aku putuskan nanti bisa berjalan dengan semestinya semua ini demi anak-anakku dan juga masa depan mereka juga. “astaga terbuat dari apa pula hati mereka ini tak tau diri banget jadi manusia” asna berucap lumayan kencang agar rombongan bu Zainab bisa mendengar, namun bukannya mereka menyadari tetapi tetap saja melewati para tamu tersebut. “sudah-sudah dek biarlah mereka mau bagaimana, jangan buat situasi di rumah dek Fatimah semakin panas” ucap lastri sambil mengelus-ngelus punggung asna. Melihat situasi yang sepertinya kian memanas Fatimah hanya bisa menghembuskan nafasnya saja “hufttt, silahkan bapak-bapak dan ibuk-ibuk juga di minum sama di cicipi yang kami suguhkan maaf ya hanya itu

  • Balada Sebutir Telur   BAB 8

    “kalian semua biadab!!!” teriakan Fatimah membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut menjadi terkejut dan ketar ketir berlaku untuk keluarga bu Zainab. “ummi maafkan kami huhuhuhu telah mengambil sebutir telur tante juleha” ucap si sulung sambil memeluk uminya saking takut di marahi oleh om dan tantenya. “bahkan kalian mengakui hasil pemberian orang-orang untuk almarhum bang albi, Dimana hati kalian semua hah!!” amuk Fatimah sambil memeluk semua anak-anaknya. “lah albi sudah mati jadi semua sembako itu hak yang hidup lantas Dimana salah kami?” jawab juleha dengan tak tau dirinya. “salahnya kalian tak tau diri” bukan Fatimah yang menjawab akan tetapi asna yang menjawab karena ikut marah keponakannya di siksa oleh keluarga bu Zainab. “jangan ikut campur heh orang luar saja ikut ikuta” bahkan sudah dikatai tak tau diri juleha masih saja mengannggap dirinya benar. “mending kalian semua sekeluarga keluar dari rumahku” usir Fatimah karena sudah merasa Lelah dengan apa yang selal

  • Balada Sebutir Telur   BAB 7

    Setelah semua sudah siap berangkat kepemakaman Fatimah masih memastikan anak-anaknya tidur dengan tenang dan mengunci semua tempat termasuk kamarnya khawatir kejadian tadi terulang Kembali. “dek ayok kita berangkat sekarang, karena suamimu harus secepatnya di kebumikan” ajakan halus asna kepada adeknya itu membuat Fatimah hanya mengangguk pertanda dia hanya ingin diam saja. Hembusan nafas asna pertanda dia juga sangat Lelah namun melihat sang adek yang sedang kesusahan membuat dia menguatkan dirinya sendiri dan tidak mementingkan dirinya. Iring iringan keranda jenazah melaju dengan pelan membuat Fatimah yang mengikutinya dari belakang hanya bisa bersedih karena di tinggalkan sang suami dengan tiga anaknya yang masih belia. “mari kita doakan semoga pa kalbi bisa di terima di sisinya dan keluarga yang di tinggalkan di lapangkan hatinya” ucap pak ustad yang sudah selesai menguburkan albi di dalam peristirahatannya. Setelah di lakukan doa Bersama yang di pimpin oleh pak ustad semua ya

  • Balada Sebutir Telur   BAB 6

    “tunggu dulu dek jangan pas langsung ngegas, mending kamu panggil Fatimah ke sini dulu biar bak yang awasi mereka” usul laras agar tidak semkain banyak orang yang tau. “benar juga usulan kakak biar aku kedepan dulu” ucap asna kemudian pergi kedepan. “bisa untung banyak kitab u sembako gak usah beli, malah kotakan uang di depan pasti jadi milik kita secara albi kan keluarga kita” ucap enteng juleha yang tidak tau malu mengakui semua yang bukan haknya. Disamping mereka mengangkut semua sembako itu mereka tidak sadar bahwa sang empunya rumah sudah memperhatikan tingkah gila ibu dan anak itu. “letakkan semua sembako itu, kalau tidak akan aku buat malu kalian berdua!!!” ucapan menggelegar seseorang membuat juleha yang mau mengambil sekarung beras itu jadi terhenti. DEG “waduh seperti suara Fatimah bu” ucap lirih juleha kepada sang ibu membuat mereka berdua memberhentikan aktifitasnya. “apa hak mu melarang aku membawa sembako-sembako ini?” ucap bu Zainab setelah berbalik kebelakang.

  • Balada Sebutir Telur   BAB 5

    “Jangan mentang-mentang kamu istrinya albi lantas tak mau melimpahkan semua tanggung jawab albi kepadaku!!!” dengan suara nyaring Bambang membuat batas kesabaran fataimah tidak terkendali. “tanggung jawab yang mana hah!! Tanggung jawab apa yang abang bicara, Dimana abang dan keluarga bang albi saat beliau sakit hah!! Oh iya aku lupa kalian kan datang tadi pagi bukan sih bukan untuk menjenguk dan mengurusi bang albi, tetapi kalian semua datang untuk menagih uang rewang sebesar serratus juta apaitu yang di katakan tanggung jawab iya ha!!” Fatimah sangat marah terhadap kakak iparnya itu dan melampiaskan semuanya kepada Bambang biarlah semua tau. Bisik bisik petakziah sudah terdengar rata-rata mereka semua mencemooh sikap Bambang yang meminta uang begitu banyaknya padahal biaya pemakaman di kampung itu gratis. “gila bener ya keluarga albi dari dulu takda berubah-berubahnya, sama aja” bisik bisik itu terdengar di telinga Bambang membuatnya marah dan meradang. “jangan kurang ajar kau ya

DMCA.com Protection Status