Share

BAB 7

Setelah semua sudah siap berangkat kepemakaman Fatimah masih memastikan anak-anaknya tidur dengan tenang dan mengunci semua tempat termasuk kamarnya khawatir kejadian tadi terulang Kembali.

“dek ayok kita berangkat sekarang, karena suamimu harus secepatnya di kebumikan” ajakan halus asna kepada adeknya itu membuat Fatimah hanya mengangguk pertanda dia hanya ingin diam saja.

Hembusan nafas asna pertanda dia juga sangat Lelah namun melihat sang adek yang sedang kesusahan membuat dia menguatkan dirinya sendiri dan tidak mementingkan dirinya. Iring iringan keranda jenazah melaju dengan pelan membuat Fatimah yang mengikutinya dari belakang hanya bisa bersedih karena di tinggalkan sang suami dengan tiga anaknya yang masih belia.

“mari kita doakan semoga pa kalbi bisa di terima di sisinya dan keluarga yang di tinggalkan di lapangkan hatinya” ucap pak ustad yang sudah selesai menguburkan albi di dalam peristirahatannya.

Setelah di lakukan doa Bersama yang di pimpin oleh pak ustad semua yang mengikuti membubarkan dirinya masing-masing namun masih tinggal Fatimah dan saudara-saudaranya yang masih ada disini kecuali keluarga albi yang sudah pergi sejak tadi.

“fa sudah ikhlaskan kepergian albi abang tau sulit untukmu membesarkan anak-anakmu sendirian, tapi percayalah ada abang sama bak asna yang akan menemanimu” ucap Marwan yang hanya di tanggapi diam seribu Bahasa oleh Fatimah.

“fa bak sama abang mau pamit dulu ke rumahmu mau mengurusi keperluan yang ada disana” ucap asna sambil mengusap-ngusap bahu adeknya itu dan berdiri untuk bergegas ke rumah saudaranya karena merasa waswas akan kehadiran keluarga dari almarhum albi.

“dek apa gakpapa kalau kita meninggalkan Fatimah disini sendirian” ucap laras sambil terus melihat kebelakang mengawasi Fatimah yang sudah mulai menangisi kepergian suaminya.

“bak laras tenang saja Fatimah itu Wanita kuat dia gak akan rapuh meski di terpa musibah seberat apapun” ucap asna kepada laras istri dari abangnya itu.

“baiklah kalau seperti itu mending kita langsung ajah bergegas kerumah Fatimah kok perasaan bak jadi gak tenang gini ya ninggalin anak-anak Fatimah di rumah” ucap waswas laras kepada iparnya itu.

“bak laras sepemikiran dengan aku ayok mending kita percepat langkahnya” ucap asna kepada laras. Tak berapa lama asna melangkah dan laras sudah terdengar suara rebut-ribut di dalam rumah Fatimah.

“heh anak sial cepat katakana Dimana umikmu menyimpan kunci setiap ruangan ini!!” bentak juleha tampa perasaan kepada para keponakannya itu yang hanya bisa diam dan menangis.

”ampun tante sakit huhuhu” ucap si sulung bilqis yang menjadi pelindung kedua adeknya menghalangi tantennya memukuli adek adeknya.

“udah deh kecil-kecil sudah berani mencuri telur yang harusnya jadi milik kami” ucap juleha dengan di saksikan para saudara dan ibunya tentunya.

“padahal kami hanya ambil satu butir untuk kami makan bertiga tante” ucap si bungsu menjawab ocehan juleha yang tak berprasaan itu.

“berani menjawab ya!!” belum selesai juleha mengayunkan rotan tersebut di berhentikan oleh suara menggelegar asna dari luar.

“jangan harap kau menyentuh keponakanku lagi juleha!!!” teriak asna sambil berlari memasuki ruang Tengah melihat keadaan sang keponakan yang sudah mengenaskan dengan wajah yang sudah banjir air mata.

“jangan ikut campur urusan kami kamu asna” bukan juleha yang menjawabnya akan tetapi Bambang yang menjawab.

“apa kau bilang, ini akan menjadi urusanku karena mereka juga keponakanku” ucapan asna sambil menahan geram dan marah kepada keluarga almarhum albi.

“bibi aku sama adek-adek Cuma mau ambil sebutir telur saja buat makan bi” ucap sendu bilqis kepada asna. Asna yang mendengar ucapan si sulung mencelos hatinya karena Cuma perkara telur sebutir harus di peributkan.

“kalian semua Dimana hati kalian anak sekecil ini harus kalian sakiti mentalnya bukan Cuma itu kalian juga main fisik” ucap tak terima asna kepada orang-orang tersebut.

“bahkan kalau kami tega sudah terusir Fatimah dan anak-anaknya dari rumah ini karena ini adalah hak kami sekeluarga” ucapan angkuh Bambang kepada asna namun tak berselang lama di kagetkan dengan suara seseorang dari luar.

“taka da siapapun yang berhak mengusir aku dan anak-anakku dari rumah ini karena ini milikku dan milik anak- anakku” ucap Fatimah kemudian netra matanya jatuh ke pada anak sulungnya yang meringis.

“kakak kenapa, kok meringis begini ada apa kak?” ucap Fatimah menghampiri sang anak dan kangsung membekap mulutnya serta memusatkan netra matanya kea rah juleha yang sudah ketar ketir di buatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status