Satu Minggu sudah Riana dan Reihan tinggal di rumah Marwah. Selama itu juga, emosi dan kesabaran dari seorang Marwah sedang di uji. Seperti saat ini, tidak hanya dirinya tetapi juga ibunya yang sudah dibuat kesal oleh tingkah Riana. Mendapati itu. Bu Sukesih merasa sangat malu kepada besannya itu."Wah, kamu kok bisa-bisanya sabar sama ipar macam istri adik suamimu itu." "Sabar gak sabar, Bu, sebenarnya. Tapi Marwah dipaksa untuk sabar. Kita lihat saja nanti ke depannya gimana.""Kalau ibu yang jadi kamu. Sudah dari kemarin-kemarin ibu usir mereka dari sini. Tapi ibu masih punya perasaan dan otak, gak seperti mereka. Ibu juga masih sungkan sama ibu mertua mu dan juga suami mu si Farhan."Tanpa Marwah dan ibunya tahu, jika pembicaraan mereka juga terdengar di telinga orang lain. Iya, Bu Sukesih mendengar sendiri percakapan antara besan dan juga menantunya itu. Mendengar apa yang mereka bicarakan semakin membuat Bu Sukesih tidak enak hati berlama-lama berada di rumah anaknya sendiri. B
Riana merasa tidak asing dengan jalan mereka lalui. "Lho kok ke arah sini, Sih, Mas? Ini kan bukan jalan ke arah rumahnya mas Farhan?" Riana semakin di buat bingung. Sementara suaminya hanya manut saja, mengikuti sang pengemudi. Riana yang sibuk protes. Sementara suaminya asik dengan mimpinya. Sedari perjalan tadi, Reihan yang duduk di sebelah istrinya fokus dengan kantuknya. Semalam dirinya bergadang menunggui istrinya paska persalinan. Riana pun yang semakin rewel pada suaminya.Marwah sendiri tidak terlalu memperdulikan ocehan iparnya itu begitu pula dengan Farhan juga ibunya. Marwah fokus pada bayi dari iparnya. "Mas, ini kan jalan menuju rumah ibu. Maksudnya apa?" Riana masih protes karena jika benar mereka akan pulang ke rumah Farhan. Seharusnya sedari tadi mereka sudah sampai. Ingin rasanya ia merebahkan diri di atas kasur yang empuk. Pasalnya semalaman dirinya dibuat tidak bisa tidur nyenyak karena kamar rawatnya tepat bersebelahan dengan pasien anak kecil yang baru saja m
Usai perdebatan di rumah orang tua Riana.Farhan berserta istri dan ibunya segera pergi meninggalkan rumah tersebut.Andai bisa berkata langsung tanpa memikirkan perasaan orang lain. Terlebih orang tersebut usianya tidak jauh berbeda dengan orang tua sendiri. Sudah pasti Farhan berkata tegas pada orang tua dari adik iparnya tersebut."Ternyata buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ternyata sifat Riana tidak jauh berbeda dengan ibunya." Marwah yang berada di di samping ibu mertuanya membuka percakapan. "Kasihan adikmu, Han." Hati Bu Sukesih mulai dilanda dilema."Bagaimana dengan nasib adikmu di sana? Menghadapi Riana saja sudah makan hati, bagaimana di rumah itu yang ada ibunya Riana." Hati seorang ibu tentu saja akan memikirkan bagaimana dengan nasib anaknya, meskipun anaknya telah cukup umur dan sudah memilih jalan sendiri. Hati ibu tetaplah akan menganggap anaknya itu seperti anak kecil yang pernah di asuhnya dulu."Ibu yang sabar, kita doain yang baik-baik buat mereka. Anggap saja i
"Lho, Mas, kamu ngapain?" Riana yang baru saja masuk ke kamarnya, di kejutkan dengan sang suami yang tiba-tiba saja sudah ada di kamar mereka. Padahal sebelumnya pamit untuk membeli bensin dari sisa uang yang di miliki oleh Reihan. Hampir setiap hari suaminya itu mengeluarkan uang pribadi untuk mengisi bensin. Motor miliknya sendiri namun tidak ikut mengendarai tapi harus menanggung uang bensin setiap harinya. Reihan hanya menoleh sekilas ke arah istrinya itu. Pria yang satu tahun lebih itu melanjutkan aktifitasnya. Iya, Reihan sengaja merapikan pakaiannya. Pakaian yang sedari awal kedatangannya ia bawah dari rumah ibunya itu, ia kemas dan masukkan ke dalam tas.Melihat gelagat yang tidak biasa dari suaminya itu. Riana tentu saja di buat bingung. Tidak biasanya ayah dari putrinya itu akan bersikap acuh dan mendiamkannya seperti itu.Riana berjalan semakin mendekat ke arah suaminya. "Ngapain kamu masukin semua baju kamu ke dalam tas, Mas? Mau pergi, kamu?""Iya, aku mau pergi dari sin
"Gimana Rei, jualannya hari ini?" tanya Bu Sukesih pada putra sulungnya itu. Iya, hari itu adalah tepat satu bulan Reihan melakoni usaha dagang gorengan. Dan sudah satu bulan itu semakin hari pelanggan yang datang semakin banyak dari biasanya di tambah dengan cuaca yang memang mendukung. Iya, bertepatan dengan musim penghujan. Reihan membuka dagangannya mulai dari jam 4 sore hingga sampai habis seluruh dagangannya itu. Baru lah warung semi permanen miliknya itu ia tutup. Tak jarang jika ramai pembeli jam 7 malam, seluruh gorengan yang ia buat ludes tidak bersisa. Ada beberapa macam gorengan yang dijual oleh Reihan di warungnya. Mulai dari bakwan sayur, tahu berontak, tahu mercon, pisang goreng, pisang coklat, ada juga singkong dan tak lupa ubi goreng. Semu itu Reihan persiapan sendiri sedari pagi untuk menu aneka tahu dan pisang coklat. Terkadang ibunya juga turut membantu jika sang anak sedang tidur atau tidak sedang rewel."Alhamdulillah, Bu, rame. Ini baru jam 6 lewat sudah pada ha
Ma, masak apa hari ini?" Arif yang baru saja pulang kerja langsung menghampiri istrinya yang sedang merebahkan diri di ruang keluarga. "Kamu lihat saja di dapur sana, Mas!" ucap Nurmala tanpa menoleh ke arah orang yang mengajaknya berbicara.Arif yang bisa membaca gelagat istrinya tersebut, tak mau banyak tanya lagi. Segera ia bergegas menuju meja makan tempat di mana istrinya tersebut menyimpan makanan yang telah diolah.Pria tiga anak tersebut langsung saja menuju lemari penyimpanan tempat makan. Piring dan sendok yang pertama ia ambil. Usainya, ia menuju tempat nasi, menyendok kan nasi ke atas piring. Dibukanya tuding saji yang tertelungkup di atas meja makan dapur itu. "Maa ...! Sayurnya kok masih sama?" teriak Arif yang ketika itu telah membuka tudung saji di atas meja.Nurmala yang sudah merasa kepayahan itu tidak lagi mendengarkan teriakan dari sang suami.Arif yang merasa tidak ada respon dari sang istri akhirnya memilih untuk menghampiri sang istri."Ma, sayurnya kok masih
"Aku minta jatah bulanan ku bulan ini, Mas!" Riana menodong suaminya."Hei, dasar gak punya malu, ya? Apa kamu gak salah minta uang sama adikku? Apa kamu inget sama tugasmu? I get gak sama anak kamu?"Riana sontak terlonjak mendapati suara kakak iparnya itu berada di belakangnya."Mbak Nur?" "Iya, kenapa? Kaget kamu? Kamu itu ya sudah di kasih enak, kamu sendiri kan yang nyari masalah. Terus mau lepas tangan gitu aja?"Seolah tidak pernah berkaca. Apa yang Nurmala ucapkan seolah itu adalah cerminan dari kekakuannya sendiri."Mbak Nur gak punya kaca di rumah? Nasehat itu buat aku apa buat mbak Nur sendiri. Mau enaknya giliran ada getahnya mau kabur nyari aman sendiri. Bukannya yang lepas tangan itu adalah mbak Nur, Ya. Kabur gitu aja padahal tahu ibunya sakit dan masuk rumah sakit. Takut dimintai iuran bayar rumah sakit?" Tamparan keras berbalik pada diri Nurmala sendiri. Tidak ada yang salah dari ucapan saudari iparnya tersebut. Sebuah fakta yang memang telah terungkap."Jangan lanc
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan meskipun tidak sepenuhnya. Nurmala beserta sang suami juga anaknya segera meninggalkan kediaman milik ibunya setelah berpamitan hanya pada ibunya saja tentunya."Jadi benar, adik kamu itu cuma ngasih dua juta saja?" Mereka dalam perjalanan pulang. Dan di dalam mobil tersebut, Arif kembali menanyakan perihal uang yang diberikan adik iparnya kepada sang istri sebagai pinjaman."Iya bener, Mas, cuma dua juta saja. Padahal aku maunya itu lebih.""Laganya saja jabatan sudah naik level. Istrinya juga punya usaha sendiri. Masa iya giliran ngasih pinjam sama kamu cuma dua juta. Sepertinya adikmu itu meragukan kita. Takut kali kita gak bisa bayar!" Arif sengaja baru menumpahkan kekesalannya pada sang ipar. Dirinya kesal karena merasa uang pinjaman yang iparnya berikan tersebut sangatlah bernilai kecil untuk keluarganya."Maklum biasa hidup susah. Jadi, dia nganggepnya uang segitu, itu besar. Padahal kalau untuk kita uang segitu gak ada apa-apanya," geru
Atas saran dari ibunya, akhirnya Johan membawa keluar Kiran istri sirinya itu dari rumah keluarganya. Johan sengaja membawa Kiran pergi jauh dari tempat tinggal mereka dengan tujuan agar tidak ada orang yang mengenalinya.Johan membawa pergi Kiran dengan alasan untuk mengobati sakitnya. Johan sengaja membawa istri sirinya itu ke pelosok dan mengobatkannya di sana.Usai membawa istrinya itu ke rumah sakit. Johan buru-buru pergi meninggalkan Kiran di rumah sakit dan tidak ada keinginan untuk menjenguk bahkan untuk kembali membawa perempuan itu masuk lagi ke dalam rumahnya.."Ka, ada kabar baik buat kamu." Ibra bersama dengan pengacaranya menemui Azka yang berada di balik jeruji."Kabar baik apa, Mas?" tanya Azka antusias."Bukti rekaman CCTV dari rumah tetangga kamu itu mulai menemukan titik terang. Pihak polisi juga masih melakukan pendalaman tentang kasus mu ini. Semoga setelah ini titik terang itu segera terungkap dan kamu bisa segera bebas dari tempat ini.""Aamiin, semoga saja,
"Dari mana kamu, Mas?" Johan terlonjak karena istrinya yang tiba-tiba saja mengagetkannya."Kamu ngagetin suami saja. Aku habis dari rumah sakit ngantar Kiran." Johan melepas baju yang baru ia kenakan dan kemudian menggantinya baju bersih yang sudah di siapkan oleh Sintia.Tidak banyak bertanya. Sembari menunggu suaminya membersihkan diri, Sintia segera turun kelantai bawa untuk membantu menyiapkan makan malam untuk keluarganya."Sudah pulang Jo?" sapa Bu Sukma ketika melihat putranya yang berjalan ke arah meja makan."Iya, Ma.""Sudah beres?""Sudah," jawab singkat Johan atas pertanyaan dari ibunya itu.Sementara Sintia mengerutkan keningnya. Perempuan itu tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya.Sintia memilih diam tidak turut serta dalam perbincangan kedua orang yang ada di hadapannya itu.."Mas kamu kelihatan senang sekali seperti habis menang undian," celetuk Lita yang keheranan karena melihat suaminya tersebut tersenyum sendiri."Ini lebih dari m
Terdengar deru mesin mobil di depan rumahnya. Lita segera keluar. Setelah pintu rumah ia buka, nampak suaminya itu baru saja turun dari motor miliknya."Mas, itu ada mobil dealer kenapa berhenti di depan rumah kita?" tanya Lita yang masih penasaran. "Itu motor kamu, Vin?" sela Nurmala yang baru saja muncul dari balik pintu."Iya, Ma, ini motor baru Kevin."Lita berjalan mendekat ke arah motor yang baru saja di turunkan dari atas mobil dealer. "Mas, beneran ini mobil kamu?""Iya lah, masa iya cuma bohongan. Kamu juga lihat sendiri pegawai dealernya saja masih belum pulang," sewot Kevin pada istrinya karena sang istri yang tidak percaya dengan pencapaiannya itu."Aku seneng banget kalau ini beneran motor kamu, Mas.""Makanya jangan curigaan Mulu sama suami kamu."Usai serah terima telah selesai. Dua orang pria yang bertugas untuk mengantar motor baru milik Kevin, segera undur diri."Motor baru mbak Lita?" sapa salah satu tetangga yang baru saja lewat di depan rumah mereka."Iya, Bu. Su
"Yang, kamu lagi ngapain?" Azka baru saja masuk ke dalam kamarnya. Pria tersebut mendapati sang istri seperti orang yang sedang kebingungan. Sedang mencari sesuatu sepertinya."Mas, Mas lihat cincin aku, gak? Cincin kado dari Mas pas ulang tahunku yang kemarin."Azka berjalan semakin mendekat. "Memang kamu terakhir taruh di mana?""Terakhir aku taruh di laci meja rias, Mas." Marta masih berusaha mengingatnya lagi.Azka membantu istrinya untuk mencari cincin yang dimaksud.."Mas, kamu habis dapat rezeki nomplok?" Mata Lita nampak berbinar ketika Kevin menunjukkan apa yang ia bawa sepulang dari mengantarkan ibunya itu berobat."Mobil siapa itu, Mas?" tanya Lita melihat di depan rumah kontrakan mereka yang sempit bahkan teras pun lebarnya tidak lebih dari satu meter itu."Mobil punya, Mama. Aku kan pernah cerita kalau Mama dulu pernah punya harta yang dibawa kabur sama mantan suaminya. Tadi di jalan Mama ketemu sama dia setelah sekian lama. Aku beri pelajaran saja sama dia biar tahu ras
"Vin, tunggu, Vin. Lihat! Itu Papa kamu, Vin. Cepat kejar dia!" seru Nurmala yang yang tanpa terduga disengaja ia dipertemukan kembali pada mantan suaminya setelah bertahun-tahun. Arif---mantan suami Nurmala sengaja meninggalkannya gara-gara tergoda seorang janda yang merupakan tetangga mereka di rumah yang baru mereka beli dulu.Pagi setengah siang itu Nurmala meminta tolong pada putranya agar mengantarkannya untuk berobat ke puskesmas yang terdekat dengan tempat mereka.Mereka baru saja selesai dan berniat akan segera pulang ke rumah setelah terlebih dahulu membeli makan siang untuk mereka bawa pulang. Kebetulan warung makan yang mereka singgahi berada di depan pasar. Ketika itu juga mata Nurmala melihat suami dan istri barunya itu baru saja keluar dari toko perhiasan yang berseberangan dengan tempat mereka membeli makanan.Melihat mantan suaminya yang ternyata masih bisa hidup tenang bahkan kehidupan suaminya itu nampak jauh lebih baik dari pada kehidupannya, membuat Nurmala merada
"Ka, coba kamu periksa dulu kamar mereka," titah Marwah pada keponakannya.Marwah memiliki pikiran negatif terhadap keluarga dari suaminya itu. Ia memiliki pengalaman buruk sebelumnya atas ulah dari kakak iparnya itu."Jangan lancang kamu, Wah. Siapa kamu mau main bongkar-bongkar barang milik orang!" sungut Nurmala karena tidak terima Marwah memprovokasi keponakannya sendiri."Tapi Bude Marwah ada benarnya. Yang, kita cek dulu kamar mereka!" Azka kemudian mengajak sang istri serta istri dari pak RT untuk membantu mereka membereskan barang-barang milik keluarga Nurmala."Apa Mbak Nur lupa atau perlu aku ingatkan lagi? Mbak lupa dulu pernah bawa kabur uang orang yang harusnya menjadi haknya Reihan? Mbak diam-diam menjual rumah ibu yang sudah diberikan sama Reihan dan Mbak kabur begitu saja. Kalau keadaan Mbak menyedihkan seperti ini, bukan salah orang lain. Tapi iku karena balasan atas perbuatan Mbak di waktu lampau." Marwah mengungkit akan perbuatan kakak iparnya itu di depan umum.."
Usai percekcokan antara Azka dan keluarga dari Budenya itu. Akhirnya RT setempat dan dibantu beberapa warga yang lainnya memisahkan Azka dari amukan Kevin. Kevin tidak terima jika keluarganya dipaksa keluar dari rumah tersebut."Mas ada apa di rumah Azka kok sampai ada banyak orang?" Marwah datang beserta suami dan juga anak bungsunya.""Mas juga gak tahu.""Kita lihat saja ke dalam." Usai Zafran memarkirkan mobil miliknya. Anak bungsu dari pasangan Marwah dan juga Farhan itu segera keluar terlebih dahulu. Ia kemudian membukakan pintu untuk ayah dan juga bundanya."Bunda hati-hati." Zafran memegangi tangan ibunya."Ayo!" Farhan mensejajarkan diri dengan istrinya dan mereka pun bersama-sama mendekat ke arah pintu rumah Azka yang tidak lain adalah putra dari Reihan yang pernah dititipkan kepada mereka."Ada apa ini?" Setelah mengucap permisi pada beberapa orang yang bergerombol di rumah Azka. Farhan langsung saja berjalan mendahului Marwah dan juga putranya.Semua orang yang ada di tem
"Mas, kamu lagi cari-cari apa?" Marta yang baru saja masuk ke ruang kerja suaminya dan tiba-tiba melihat suaminya yang baru saja berangkat kerja tapi masih berada di rumah. Marta langsung menangkap raut gelisah suaminya langsung saja menghampiri dan menanyakan perihal yang membuat suaminya itu gelisah."Yang, kamu lihat amplop coklat yang ada di laci, Mas?" Marta mengerutkan dahinya."Amplop coklat?" Marta mengulang pertanyaannya dari suaminya. "Amplop coklat yang mana, Mas. Aku dari tadi pagi sibuk di belakang dan belum sempat masuk ke ruangan ini, Mas. Memang kapan Mas taruh uang itu di laci? Kalau boleh tahu memang apa isi amplop yang Mas cari itu?" Marta mendekat ke arah Azka dan berniat untuk membantu suaminya mencari barang yang dimaksud oleh suaminya itu."Itu uang untuk gaji karyawan, Yang. Uang itu Mas taruh di laci kemarin sepulang kerja.""Kok bisa sampai hilang sih, Mas? Apa Mas lupa menyimpannya? Selama ini kita gak pernah loh mengalami kejadian seperti ini di rumah kita
"Kiran ...! Cepat bersihkan rumput di belakang sana!" Wati asisten rumah tangga di rumah tersebut. Perempuan empat puluh tahun yang sudah bekerja dengan keluarga Johan selama kurang lebih lima belas tahun itu memerintahkan pada istri muda tuannya. Bukan tanpa alasan melainkan karena kesengajaan. Wati merasa sakit hati karena perlakuan Kiran yang sebelumnya. Sebelum ia jatuh sakit dan kondisinya sangat memperihatinkan seperti saat ini."Eh, ba_bu. Makanan apa yang kamu masak ini? Kamu sengaja mau mera_cuni aku?" Kiran yang masih baru di rumah tersebut masih belajar untuk beradaptasi namun ia juga seolah menjadi orang baru yang semena-mena terhadap orang yang lebih lama."Maaf nyonya kenapa dengan makanannya?" Wati lari tergopoh menghampiri Kiran yang sedang bersantai di tepi kolam dan menikmati makan siangnya sendiri karena ibu mertua dan juga suaminya kebetulan sedang ada acara bersama. Sebagai istri kedua dsn istri siri kedudukan Kiran belum bisa dibuplikasi dan oleh karena itu untuk