Semalaman Qiara tidak bisa tidur. Mengingat pertengkaran Richard dan juga Hana. Bahkan majikannya itu dengan kejam mengusir Hana dari rumah.“Oeey!”Tangis Alista menggugah lamunan Qiara. Perempuan cantik itu langsung bangkit dari ranjang, menengok Alista yang menangis di box bayinya.“Hai, sudah bangun, Princess?” Qiara menggendong Aista memakai gendongan.Membawa bayi berusia empat bulan itu ke dapur untuk membuat susu. Tentu karenabotol di kamar kotor, dan harus menggantinya dengan botol yang lain.Ajaibnya, Alista tak pernah lama menangis jika bersama Qiara. Bayi itu anteng dalam gendongan, seolah sabar menunggu susunya selesai dibuat.“Kamu haus ya? Sebentar ya, sayang.” Alista mencium pipi gembil Alista dengan penuh kasih sayang, lalu kembali dengan aktivitasnya membuat susu.“Qiara.”Qiara berjengit karena terkejut. Hampir saja ia terkena air panas.“Maaf mengejutkan kamu,” ucap Richard kemudian. Terlihat penyesalan dari wajahnya.“Bapak mau apa?” Qiara merutuki dirinya sendiri
Satu kata yang Qiara rasakan saat ini, lelah.Pada akhirnya ia mendengar penolakan dari Hesty. Meski Richard terus meyakinkan. Wanita tua itu tetap tidak suka terhadapnya. Namun, semua keputusan berada di tangan Richard. Pria itu tidak ingin dikendalikan.Hesty tidak bisa berbuat apapun. Meski seperti itu, Qiara tetap saja dihantui rasa takut.“Berikan saja Alista pada Oma.”Qiara menoleh pada Alista yang sedang anteng di pangkuannya. “Tapi, Pak. Kalau menangis?”“Sebelum ada kamu dia terbiasa sama Oma. Kita harus ke rumah papa kamu.”Qiara melirik takut-takut Hesty. Perempuan tua itu justru melengos, membuang muka. Seakan tak sudi melihatnya.“Berikan saja.”Qiara menimang Alista sebentar, ia mengusap pipi bayi itu. “Sayang, mbak pergi dulu ya. Nanti kita main lagi. Oke?”Ragu-ragu Qiara menghampiri Hesty, menyerahkan Alista pada perempuan itu.“OH, cicit oma yang paling cantik, kamu baik-baik saja, Nak?”Qiara bergeming. Ia masih memperhatikan Alista. Rasanya begitu sulit berpisah
Tidak hanya martabak manis. Sembako dan salah satu jam tangan mewah sebagai sogokan untuk Haris.Qiara sampai geleng-geleng kepala, tidak habis pikir dengan jalan pikiran Richard.Pria tampan itu ternyata tidak pernah main-main dengan ucapannya.“Pak, apa ini tidak berlebihan?” tanya Qiara saat menoleh ke jok belakang, tempat barang-barang yang sudah Richard beli.“Itu hanya hal receh bagi saya.” Richard menjawabnya dengan santai.“Astaga, begitu receh katanya?” Qiara bergumam, lalu membungkam mulutnya sendiri menggunakan telapak tangan.“Ini ke mana lagi?” tanya Richard membuat Qiara kembali tersadar.“Lurus saja, Pak. Depan belok kiri.”Richard mengangkat sebelah alisnya. Tidak percaya. “Gang sempit?”“Ya, meski sempit, mobil masuk, kok Pak. Hanya saja Bapak harus pelan-pelan. Bisa-bisa Bapak kena timpuk kalau sampai ngebut. Banyak anak-anak soalnya.”Richard menghela napas, tidak menimpali kejelasan Qiara.Baru kali ini Richard harus masuk ke gang-gang sempit seperti ini. Perumaha
Setelah mengobrol bersama Haris, Qiara dan Richard memutuskan untuk pulang. Tentu alasannya adalah Hesty. Wanita tua itu menghubungi cucu kesayangannya. Ini perkara Alista yang terus saja rewel.Seperti saat ini, Alista diam dalam gendongan Qiara.“Kamu pakai sihir apa, sampai cicit saya sampai menjadi penurut dan lengket gini sama kamu?” cibir Hesty dengan ekspresi tidak sukanya.Qiara tidak menjawab, karena tentu dia tahu, apapun jawabanya tetap salah di mata Hesty.“Oma, tolong,” mohon Richard. “Lagian, Oma sendiri, kan yang setuju awalnya, menjerat dia dengan kontrak? Jadi, kalau Alista nyaman sama dia, apanya yang salah? Toh Qiara akan jadi mamanya Alista juga kan?”Hesty mendengkus. Membuka lebar kipas tangannya dan mengipasi wajahnya sendiri.Nampaknya dinginnya AC masih belum cukup untuk menghilangkan rasa gerahnya. Ya, bagi Hesty Qiara tetap gadis kampung yang tidak memenuhi standard-nya. Andai ia bisa mencuci otak Richard.Entahlah, watak keras kepala mendiang sang suami men
Pertahanan Richard runtuh. Air matanya menetes, tangannya bergetar. Ia memejamkan matanya sejenak. Dengan mengumpulkan semua keberaniannya, pria tampan bermata lebar itu meraih tubuh mungil Alista dan menggendongnya.“A-alista,” ucap Richard dengan suara bergetar.Tangis Alista mereda, merasakan sedikit goncangan dari gendongan Richard. Bayi berusia empt bulan lebih itu membuka mata.Ini kali pertama bayi mungil itu kontak mata dengan sang papa. Dulu, saat dia baru lahir, tentu belum bisa melihat dengan jelas.“Kamu haus?”Terlihat Alista mengerjab beberapa kali. Sorot mata bayi mungil itu seolah menghipnotis Richard.Perasaan apa ini? Hati Richard menghangat hanya karena tatapan Alista. Bahkan mulut Alista mengantup rapat, tak berniat untuk meminum susunya. Bayi dengan pipi tembam itu seolah nyaman berada dalam gendongan Richard.Alista tersenyum, menunjukkan lesung pipitnya di sebelah kiri. Sama seperti milik Richard. Hanya saja, bibir mungilnya seperti milik Yasmin.Richard meletak
Suara tawa Alista membangunkan tidur Qiara.Qiara langsung melongok ke dalam box bayi, benar saja Alista sedang memainkan jarinya. Kedua kakinya bergerak tiada henti.Terlebih saat melihat Qiara, suara tawanya semakin keras. Bayi itu menarik tangannya dari mulut, terlihat benang saliva yang keluar. Justru hal itu membuat Qiaar semakin gemas.Saat hendak mengambil tisu, Alista berbalik badan menjadi tengkurap. Qiara berlonjak girang, Alista bisa melakukannya.“Ya ampun Sayang, kamu sudah bisa tengkurap? Woaaah, senangnya aku!”Qiara sambil melompat-lompat, ia teriak sekerasnya.“Ada apa, Qiara?” Richar terlihat ngos-ngosan di ambang pintu. Seketika Qiara terdiam dan menutup mulutnya sendiri. “Ada apa?”“Em, Alista, Pak.”“Ada apa dengan Alista?”“Di-dia bisa tengkurap.” Qiara menunjuk Alista. Bahkan dengan elegannya bayi itu tengkurap sambil menghisap ibu jarinya. “Saya senang sekali melihat perkembangan Alista. Lihat, Pak, dia manis sekali bukan. Ya ampun, senangnya.”Richard tertegun
Keadaan apartemen sudah sangat bersih, hanya saja Qiara tidak pernah pergi ke lantai dua. Penthouse ini terdapat dua lantai. Di lantai atas terdapat satu kamar utama yang memiliki balkon yang luas dan cantik. Dengan sekali lihat, Qiara langsung jatuh cinta dengan tempatnya.Selama Qiara bekerja, ia tak prnah menaiki lantai dua. Tentu itu larangan bagi Richard. Sebulan dua kali tempat itu dibersihkan, selama tinggal di penthose itu, Qiara sama sekali belum pernah membersihkannya.“Sayang, apa ini kamar orang tuamu?” Qiara memperhatikan satu bingkai besar foto pernikahan Richard dengan Yasmin.Tadi, tempat itu baru dibersihkan. Vera yang mengawasi. Sekarang Qiara penasaran. Kata orang lantai paling atas di penthouse sangat indah.Dan ternyata itu benar.“Kenapa papamu tidak tinggal di kamar ini saja, Sayang?”Alista yang diajak bicara, ia hanya memainkan ibu jarinya. Kelakuannya itu membuat Qiara semakin gemas.Saat hendak keluar dari kamar mewah itu, Qiara tidak sengaja melihat sebuah
Richard menatap nanar jam tangan pemberiannya untuk Yasmin dua tahun lalu. Tepatnya saat hari Valentine.Tangan pria berparas tampan itu mengepal dengan kuat. Lantas, ia menoleh pada bingkai foto yang ia genggam.“Yas, gadis bodoh itu telah merusaknya. Apa yang harus aku lakukan? Aku juga telah melakukan hal fatal terhadapnya. Bukankah itu seimbang? Haruskah aku menikahinya, Yas?”Air mata Richard mengalir begitu saja. Sebelah tangannya meraih botol minuman keras.Rasa panas seakan membakar tenggorokan. Pria bermata lebar itu terengah-engah setelahnya. Matanya mulai memerah.Richard menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya mendadak pening.“Makasih sayang, ini cantik sekali. Aku mencintaimu, Chard.”Kenangan itu kembali memutar di kepala Richard. Lantas, ia memejamkan mata, seolah melihat wajah kecewa Yasmin.“Selamatkan anakku, Chard. Aku tidak akan sudi menemuimu dan melihatmu lagi jika kamu tidak menyelamatkannya.”“AAAA!” Richard berteriak sekerasnya.Nasib botol minuman itu menjadi