Keadaan apartemen sudah sangat bersih, hanya saja Qiara tidak pernah pergi ke lantai dua. Penthouse ini terdapat dua lantai. Di lantai atas terdapat satu kamar utama yang memiliki balkon yang luas dan cantik. Dengan sekali lihat, Qiara langsung jatuh cinta dengan tempatnya.Selama Qiara bekerja, ia tak prnah menaiki lantai dua. Tentu itu larangan bagi Richard. Sebulan dua kali tempat itu dibersihkan, selama tinggal di penthose itu, Qiara sama sekali belum pernah membersihkannya.“Sayang, apa ini kamar orang tuamu?” Qiara memperhatikan satu bingkai besar foto pernikahan Richard dengan Yasmin.Tadi, tempat itu baru dibersihkan. Vera yang mengawasi. Sekarang Qiara penasaran. Kata orang lantai paling atas di penthouse sangat indah.Dan ternyata itu benar.“Kenapa papamu tidak tinggal di kamar ini saja, Sayang?”Alista yang diajak bicara, ia hanya memainkan ibu jarinya. Kelakuannya itu membuat Qiara semakin gemas.Saat hendak keluar dari kamar mewah itu, Qiara tidak sengaja melihat sebuah
Richard menatap nanar jam tangan pemberiannya untuk Yasmin dua tahun lalu. Tepatnya saat hari Valentine.Tangan pria berparas tampan itu mengepal dengan kuat. Lantas, ia menoleh pada bingkai foto yang ia genggam.“Yas, gadis bodoh itu telah merusaknya. Apa yang harus aku lakukan? Aku juga telah melakukan hal fatal terhadapnya. Bukankah itu seimbang? Haruskah aku menikahinya, Yas?”Air mata Richard mengalir begitu saja. Sebelah tangannya meraih botol minuman keras.Rasa panas seakan membakar tenggorokan. Pria bermata lebar itu terengah-engah setelahnya. Matanya mulai memerah.Richard menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya mendadak pening.“Makasih sayang, ini cantik sekali. Aku mencintaimu, Chard.”Kenangan itu kembali memutar di kepala Richard. Lantas, ia memejamkan mata, seolah melihat wajah kecewa Yasmin.“Selamatkan anakku, Chard. Aku tidak akan sudi menemuimu dan melihatmu lagi jika kamu tidak menyelamatkannya.”“AAAA!” Richard berteriak sekerasnya.Nasib botol minuman itu menjadi
Seperti biasanya, bangun pagi Qiara membersihkan kamarnya sendiri. Menilik ke dalam box bayi, yang ternyata princess kecilnya msih terjaga.Usai mencepol rambutnya asal, perempuan berwajah tirus itu lantas menyambar botol susu kosong yang ada di dekat box bayi. Berniat akan mencucinya.Qiara juga akan merebus dua telur untuk sarapan Richard. Seperti biasanya. Sebisa mungkin ia akan bersikap normal seperti bisa, supaya suasana tidak menjadi kaku.“Selamat pagi, Nona,” sapa Vera dengan ramah.“Pagi, Ve. Kamu sudah di sini ternyata. Baru ya?” tanya Qiara dengan ramah, tentu sambil berjalan menuju dapur dan Vera mengikutinya.“Sejak subuh tadi, Nona. Tuan Richard berpesan sebelum pergi tadi, kalau Nona harus bersiap untuk fitting baju siang nanti.”Mata Qiara menyipit, ia menoleh pada Vera. “Pak Richard sudah pergi?”“Ya. Pagi-pagi tadi, Nona. Sarapan Anda sudah siap di meja ya. Sepertinya semalam Anda tidak makan ya?”Qiara yang masih terdiam menoleh pada meja. Di sana sudah ada sandwich
Qiara telah sampai pada sebuah butik besar. Di sana ia dan Vera yang sedang menggendong Alista disambut baik oleh pemilik dan beberapa karyawannya langsung.Tentu, seumur hidup, baru kali ini ia mendapatkan perlakuan seistimewa ini.“Selamat datang, Nona.” Sapa perempuan dengan usia berkisar 45 tahun dengan ramah.Qiara menganggukkan kepalanya, sopan.“Nona, Tuan Richard sudah menunggu di sana. Oh ya, perkenalkan, nama saya Helena, pemilik butik ini.”Qiara menerima jabatan tangan Helena. “Terima kasih, Mbak Helena.”Qiara mengikuti langkah Helena yang kemudian disusul oleh dua orang pegawai Helena dan juga Vera.Di dalam sebuah ruangan yang besar, terlihat Richard sedang melihat-lihat deretan tuxedos yang berjejer rapi.“Tuan Richard, Nona Qiara sudah datang,” ucap Helena membuat Richard menoleh ke arah mereka. Pria tinggi itu menghampiri Qiara. Mengulurkan tangannya.“Ayo!”Dengan tangan bergetar Qiara menerima uluran tangan Richard. Tentu ia tidak ingin membuat pria itu malu. Jantu
“Pak,” panggil Qiara saat Richard hendak masuk ke kamar.Richard menoleh, wajahnya masih terlihat datar. “Apa Alista sudah tidur?”“Sudah. Saya ingin bicara. Apa Bapak berkenan?”Persetan dengan anggapan Richard mengenainya. Bagi Qiara, sebelum mendapatkan maaf dari Richard, ia belum akan menyerah.Pasalnya pria itu hanya bersikap lembut jika di hadapan orang saja, setelah mereka bedua lagi, Richard kembali bersikap dingin.“Soal apa?”“Soal pesta pernikahan.”Richard menghela napas. Sepertinya memang ia harus menghadapi ini. Toh saran Qiara juga penting, mengingat ini dalah hal pertama bagii gadis itu.“Ada usul apa? Huburan atau kamu mau mengundang seseorang?”Qiara menggelengkan kepala sementara Richard mengangkat sebelah alisnya.“Lantas?”“Pak, Bapak melakukan itu apa hanya untuk memberikan kesan yang baik untuk saya? Kalau iya, saya berterima kasih. Saya tidak pernah bermimpi melangsungkan pernikahan untuk yang kedua kali. Ma-maaf, saya tidak bermaksud menyindir atau apa, tapi—
Hari ini Qiara terlihat sangat cantik dengan gaunnya. Perempuan berusia muda itu tak nampak seperti orang kampung sama sekali, bahkan sudah mirip seperti putri di negeri dongeng. Semua mata tertuju padanya.Qiara terlihat gugup, tangannya yang melingkar di lengan sang ayah juga terasa bergetar.Haris dengan bangga menggandengnya menuju ke podium, tempat acara ijab kabul akan dimuai.“Jangan gugup,” bisik Haris dengan lembut pada Qiara.Di podium sana sudah ada Richard yang didampingi oleh Hesty. Penghulu, Vera yang menggendong Alista yang sedang menunggu Qiara.Perempuan cantik berkulit putih itu bahkan semakin gugup melihat Richard yang tampak memperhatikannya.“Ekhem. I-iya, Yah,” jawab Qiara dengan suara bergetar.Bagaimana ini, semua orang membicarakan penampilannya!Qiara tidak mendengarnya dengan jelas. Baru kali ini Qiara menjadi pusat perhatian. Meski tadi MUA yang mendandaninya berkomentar mengenai penampilannya yang luar biasa, hal itu tak menjamin komentar baik dari orang
Acara resepsi berjalan dengan meriah, meski hanya beberapa orang Richard undang. Jujur saja, Ridhard tidak ingin ada masalah dengan acara ini.Mengingat, Hesti mengundang keluarga Hana. Bisa jadi, perempuan itu akan mengacau.Dengan keadaan yang mabuk, Hana menghampiri Richard, sementara sang oma, masih sibuk mengibrol bersama Hesty dan teman yang lainnya,“Kenapa seleramu justru rendah sekali, Chard? Kupikir kamu akan menikahii gadis terhormat mana, enggak tahunya nany-nya Aksita.”Richard menggenggam tangan Qiara. Mencoba menguatkan perempuan itu, tak sepatutnya Qiara mendengar komentar pedas Hana.“Chard, akulah yang sangat pantas untukmu. Bukan cewek sialan ini? Apa baiknya dia? Wanita ini—““Tuan.”Miko terengah-engah saat menghampiri bosnya yang sedang menghadapi Hana. “Maaf, Tuan. Saya baru saja dari toilet.”Richard menganggukan kepala. Ia tidak ingin, masalah semakin ramai. “Urus dia.”“Mari, Nona Hana, Anda sudah kebanyakan minum.” Miko hendak memapahnya, akan tetapi tangan H
Melihat wajah damai di wajah Alista, membuat Qiara sangat senang. Baru saja Vera menidurkan anak sambunya itu di box bayi kamar pengantin Qiara dan Richard.“Kamu pulang saja, Ve. Sudah larut mala juga. Alista biar saya yang urus.Vera mengangguk, ia keluar dari kamar bosnya itu, tentu diantar oleh Qiara sampai pintu.“Nona, sekali lagi selamat atas pernikahannya,” pamit Vera dengan diakhiri oleh membungkukkan sedikit punggungnya.“Terima kasih, Ve. Kamu juga pasti lelah sekali seharian ini mengurus Alista. Tidak nyangka, Alista juga anteng di tangan kamu.”“Iya, Nona. Sama-sama. Kalau begitu saya pamit, permisi.”Qiara kembali menutup pintu penthosenya.Sekali lagi, Qiara menghela napas. Apa yang akan ia lakukan setelah ini? berada dalam satu kamar dengan Richard?Tidak, Qiara tidak pernah bisa membayangkan bagaimana canggungnya dia setelah ini. Ia pikir, ia akan kembali ke kamar lama meski sudah menikah, ia tidak menyangka, Richard memintanya untuk tinggal satu kamar.Qiara kembali