“Apaan sih, Kak. Istirahat sana!” balas Dinara tanpa menoleh pada suaminya. Ia langsung bergegas menuju kamar mandi.“Dinara.” Farrel memanggil. Ia pun berdiri dan masuk ke dalam kamar seraya menutup pintu balkon.Farrel berjalan perlahan ke arah Dinara yang menoleh padanya.“Ada apa?” Dinara menatap mata suaminya yang mendadak terlihat sendu.“Aku masih mau ngobrol sama kamu. Bisa kamu temani aku lagi?” Farrel tersenyum dengan tangan kanannya meraih jemari Dinara.Dinara termangu. Kalau didekat Farrel, hatinya tak pernah tidak berdesir manja dan menggeliyat mengharapkan sesuatu. Sikap cueknya semata-mata hanya ingin menghindari sebuah rasa yang kian hari malah terus bertambah untuk pria mempesona yang telah menjadi suaminya itu.Farrel menarik perlahan tangan Dinara agar ia duduk di sebelahnya. Dari sikap Dinara, tampak tak ada penolakan. Mereka duduk bersama di tepi ranjang. Mereka saling pan
“Darimana kamu tau soal putriku mabuk, hem? dari anakmu yang manja itu? kalian itu bodoh sekali sebetulnya. Mau menjebak kok dikandang musuh!” balas Yandra.Marva menelan ludah. Persoalan Dinara yang mabuk dan nyaris ditiduri oleh Theo harusnya ia tidak banyak tau soal itu. Inilah kelemahan Marva, mudah sekali ceplas-ceplos dengan asal.“Mau niat memviralkan kalau anakku sudah tidur bersama pria lain sementara dia sudah punya suami begitu? lalu orang-orang akan memandang rendah keluarga dan perusahaanku begitu kan?” sambung Yandra.Marva masih terdiam dengan dada yang memanas. Soal itu dia tak bisa berkomentar lagi karena memang itu adalah salah satu rencananya yang gagal.“Tapi ujungnya malah kalian yang rugi. Sebenarnya kamu ini bisa tidak sih berpikir sedikit liar untuk menjatuhkan lawan? dengan cara elegan gitu loh, bukan dengan cara murahan seperti itu!” Yandra terus berujar dengan sombong.Marva semakin geram. Merasa dipermalukan. Salah sendiri, memancing keributan menyinggung s
“Apa aku harus percaya sama Papa?” Theo menatap datar.“Terserah. Kamu kan sudah dewasa. Cari tau saja sendiri.” Marva hanya mendelik. “Tapi sebetulnya itu hanya buang-buang waktu saja. Lebih baik kamu nggak usah kejar-kejar Dinara lagi. Dia itu udah nggak cinta sama kamu.”Theo jengah mendengarnya. Meskipun menganggap semua ucapan sang ayah itu adalah omong kosong, tetapi untuk yang satu ini entah mengapa hatinya merasa sakit.Theo merasa tidak mungkin secepat itu Dinara berpindah ke lain hati.“Itu nggak mungkin!” gumam Theo yang masih terdengar oleh ayahnya.“Tidak mungkin bagaimana? Buka mata kamu! Dinara pasti sudah muak dengan kelakuan tengil kamu ini. Apalagi kamu hampir saja membuat dia kehilangan suaminya.” Marva kembali geram dengan sikap Theo.Lelaki tampan itu tak bisa banyak bicara.“Terus gimana sama kasus ini, Pa? Aku ... ngaku salah. Tapi aku nggak mau dipenjara!” kata Theo yang gelisah.“Papa juga tidak mau kamu seperti itu. Yang ada reputasi papa juga akan hancur gar
“Papa ngomong apa sih?” bisik Theo dengan penuh keterkejutan.Yandra dan Farrel saling melirik singkat. Di sudut bibir Yandra menyunggingkan sebuah seringaian kecil. Farrel pun menghela napas dan tersenyum tipis.“Pa, jawab!” Theo mulai terpancing emosi.“Diam kamu. Ikuti saja alurnya!” tekan Marva. Theo mendengus kesal. Tak habis pikir dengan cara main ayahnya.“Apa kami tidak salah dengar?” kata Yandra meyakinkan.Marva meminta pengacaranya memberikan surat pernyataan mengenai ucapannya tadi. Ternyata semuanya sudah tertulis dengan jelas. Theo pun semakin kesal, karena dia tidak diberi tahu soal itu.Farrel dan Yandra pun membaca dengan jelas. Mereka menyetujui hal itu. Yandra sendiri hampir tak percaya, kalau Marva secepat ini mengaku kalah. Tapi dia merasa lega, akhirnya lawan bisnisnya bisa mundur perlahan. Hanya saja mungkin dia harus tetap berhati-hati.“Baiklah. Saya terima maaf dari kalian,” ucap Farrel setelah mempertimbangkan matang-matang.Theo langsung berdiri dan beranja
Dinara jadi tersenyum kikuk. “Sebenernya ini kan kado dari Renata. Aku kira ini dress biasa, eh taunya gaun tidur. Kayak kekurangan bahan nggak sih? hehe.”Dinara menarik-narik bagian bawah gaunnya karena merasa sangat pendek. Ini pertama kalinya dia menggunakan baju seperti ini. Rasanya seperti sedang telanjang bulat.Farrel tersenyum-senyum, karena bagian intinya mendadak meronta-ronta menginginkan sesuatu.‘Adikku yang satu itu sangat pintar rupanya. Tau saja hadiah yang pas untuk pengantin baru.’ Farrel bergumam dalam hati. Karena merasa Renata sudah membantunya memuluskan perjalanan indah ini.“Kamu ... mau langsung mandi kan?” Dinara memberikan handuk pada Farrel yang sudah bertelanjang dada. Melihat tatapan suaminya, ia jadi takut sendiri.“Kamu mandi nggak ngajak-ngajak sih.” Farrel berujar lembut dengan ekspresi wajah yang erotis.Dinara tersenyum geli. “Emang harus banget ya man
“Ishh, kamu bikin aku kaget aja sih.” Dinara terperanjat saat Farrel tiba-tiba mendekapnya dari belakang. Ia langsung berbalik badan, dan merasakan ada tonjolan hangat dari bagian bawah.“Mau mandi bareng. Boleh kan?” goda Farrel dengan tatapan sensual. Dinara menelan ludah saat melihat area kebanggaan suaminya kembali menegang sempurna.Dinara hanya menatap dan tersenyum malu. Mereka berdiri di bawah kucuran air shower. Saling menatap dan perlahan kembali menautkan bibir. Farrel melingkarkan tangan kanannya di pinggang Dinara, sementara kedua tangan Dinara melingkar di tengkuk suaminya.Bahkan Farrel membiarkan gips di tangannya terkena air. Karena memang jenis gips yang ia gunakan adalah yang berbahan anti air.Saat itu, mereka pun kembali melakukan aktivitas panas dan saling bertukar cairan kembali. Rasa nikmatnya seolah tak akan pernah habis dan selalu ingin melakukannya lagi dan lagi.Setelah cukup lama mereka sama-sama
Semenjak menikah, Dinara semakin giat berkuliah dan lebih serius menyelesaikan skripsinya. Karena Farrel pun turut membantu dan sangat mendukungnya, tak jarang ia selalu di antar jemput oleh suaminya itu.Begitu juga dengan progres penyembuhan Farrel. Dinara selalu mengantarnya untuk melakukan terapi dan kontrol ke rumah sakit. Setelah apa yang terjadi, rasa iba dan cinta terasa tipis perbedaannya di hati Dinara. Yang jelas, dia tidak pernah merasa keberatan dan selalu ada untuk suaminya itu.Di bagian hati Dinara seringkali berkata, ‘Pria seperti Farrel memang pantas untuk diperjuangkan.’ Apalagi ketika dia tahu tentang perasaan Farrel padanya, jadi tak perlu diragukan lagi ketulusan cinta dari pria itu.*Di sela-sela perjalanan, Farrel tampak sibuk dengan gadget-nya. Dia sedang berbalas pesan dengan manager toko untuk membahas soal pekerjaan. Terutama mengenai urusan di toko yang kemarin sempat mengalami musibah.Sementara Dinara yan
“Ih, malu ah. Di tempat kayak begini kok ciuman!” keluh Dinara yang mulai merasa gerah jika tengah di goda dan ditatap penuh sensual seperti itu. Ia memilih untuk langsung menyalakan mesin mobil saja.“Loh, kenapa? ini kan di dalam mobil. Nggak akan keliatan juga dari luar. Ayo, mumpung lagi sepi.” Farrel terus merengek. Ia bahkan memasang ekspresi yang jahil.Dinara terdiam beberapa detik. Ia kembali menoleh pada suaminya yang terus menatap dengan dalam dan penuh keinginan. Pesonanya membuat ia tak mungkin menolak apa yang diinginkan oleh sang suami. Jadilah, dengan gerakan cepat, Dinara meraih kedua sisi wajah Farrel lalu menautkan bibir mereka.Farrel tersenyum tipis nyaris tidak terlihat. Ia pun langsung melingkarkan tangan kanannya di tengkuk Dinara agar ciuman mereka semakin dalam dan menuntut.Dinara pun sempat memejamkan mata menikmati penyatuan bibir mereka, sampai kemudian dia kembali membuka mata dan melirik ke arah lain