“Apa? Menikahi Dinara, Om?” Farrel melebarkan mata, saat mendengar pernyataan dari pria tua itu di hadapannya.
Yandra Darmakusuma menatap dalam pria tampan di hadapannya. Sorot mata yang penuh permohonan.
“Ya. Aku ingin kamu menikahi Dinara. Putriku.” Yandra berucap ulang. Seolah meyakinkan. “Dia membutuhkan pria seperti kamu, Farrel. Dia harus dibimbing.”
“Tapi ... Dinara itu masih kuliah, Om. Lagipula, mana mungkin kami menikah secepat ini tanpa ada perasaan apa-apa juga!” Farrel masih tak percaya. Rasanya itu hal yang sangat mustahil.
“Itulah, daripada melihat Dinara berpacaran dengan lelaki asing dan terus keluyuran, lebih baik Om nikahkan saja dia. Kalian bisa memulai perasaan setelah menikah, kan?!” Yandra duduk di kursi kerjanya. Memegangi dada yang akhir-akhir ini lebih terasa sesak.
Farrel masih tak mengerti sebetulnya. Dia melangkah mendekat. Membantu memberikan air minum juga obat pereda nyeri yang biasa rutin dikonsumsi oleh pria tua itu. Farrel terlihat sangat tulus juga sayang padanya.
“Om ... apa tidak bisa kita pertimbangkan kembali?” tanya Farrel hati-hati.
Yandra menarik napas panjang, menormalkan hati dan benaknya. Tampaknya presdir itu sudah sangat lelah dengan kelakuan putrinya yang sulit di atur.
“Semenjak ibunya meninggal, Dinara semakin sulit diberi tahu. Sulit diatur. Mau senang sendiri saja. Terkadang, menurut asisten pribadi Om, Dinara sering bolos kuliah, sampai-sampai menunda semester. Harusnya tahun ini dia lulus kuliah, tapi karena sering bolos, akhirnya dia harus mengulang semester satu tahun lagi. Pusing sekali memberitahu anak itu!” Yandra menghela napas.
Farrel hanya terdiam. Dia sudah lama mengenal Yandra yang merupakan sahabat terdekat dari mendiang ayahnya. Yandra adalah seorang presdir dari salah satu perusahaan besar dan sukses. Sementara Farrel hanyalah anak dari mantan CEO yang pernah bekerja di perusahaan Yandra.
Farrel sendiri adalah seorang sarjana di bidang management bisnis. Setelah lulus, dia memilih untuk membuka usaha sendiri, seperti kedai kafe juga minimarket. Cukup berdiri sukses meski tidak sebesar perusahaan. Tetapi dia bersyukur dengan gaya hidupnya yang sederhana meskipun terbilang dari kalangan menengah ke atas.
“Kamu siap kan, menikahi Dinara?” Yandra kembali bersuara. Menatap serius ke arah Farrel yang malah melamun.
Sungguh, permintaan yang sangat berat pastinya.
“Aku—”
Belum selesai Farrel berucap, mendadak pintu ruangan itu langsung terbuka lebar.
“Nggak bisa begini, Pa!!”
Seorang gadis cantik dengan setelan kasual ala-ala lelaki itu membuka pintu dengan cepat dan langsung menyambar ucapan ayahnya. Tanpa permisi dan terlihat tidak sopan, gadis itu berjalan menghampiri Yandra dan Farrel yang menoleh bersamaan.
Gadis yang memakai kaus lebar dan celana bahan gombrong itu adalah Dinara. Rambutnya yang hitam legam di ikat ke belakang dan tertutup oleh sebuah topi.
“Pa, kenapa Papa harus lakuin ini sama aku, sih?” Dinara menatap protes pada ayahnya.
“Lalu dengan cara apa papa bisa menyadarkan kamu, ha? Kamu itu jadi anak susah di atur. Mau enak sendiri aja. Ingat, Dinara! Kamu itu adalah pewaris dari perusahaan ini, kamu pilihan terakhir yang akan menggantikan posisi papa di tempat ini!” Yandra berucap tegas.
“Aku kan udah bilang dari dulu, aku gak tertarik ngurusin perusahaan kayak gini! Bukan bidangnya aku, Pa!” Gadis tomboy itu terus protes.
Yandra membuang napas perlahan. Berusaha tetap tenang, kemudian dia bangkit dari tempat duduk dan berjalan mendekat ke arah putrinya yang sangat pembangkang itu.
“Kalau kamu tidak tertarik mengurus perusahaan, maka urus baik-baik diri kamu ini! Kalau kamu tidak ingin ada di tempat ini, maka buktikan kalau kamu bisa diandalkan!” tekan Yandra.
Dinara berdecak lidah. “Itu sih kecil, Pa. Aku bakal buktiin kok sama Papa!”
“Dengan cara apa? Dengan cara bolos kuliah, nunda semester bertahun-tahun lagi? Keluyuran motor-motoran sama teman-teman berandalan kamu itu?! Kamu cuma bikin papa malu, Dinara!!” Yandra mulai menegang. “Di mana harga diri papa ngeliat kelakuan anak perempuannya malah liar seperti ini?”
“Aku bukan anak liar, Pa. Aku cuma menjalani hobi aku aja!” balas Dinara terus membela diri.
“Membual saja kamu!! Hobi itu sesuatu yang membawa manfaat, bukan malah membuat kamu jadi seperti anak jalanan yang tidak punya masa depan!” Yandra semakin geram.
“Papa aja yang gak bisa dengerin apa kemauan anak! Papa sibuk sama urusan Papa sendiri, banyak nuntut dan otoriter!” Dinara tak kalah tegang. Dia masih tak paham bahwa yang diinginkan orang tuanya adalah sesuatu yang baik untuknya.
Yandra kembali memegangi dadanya yang terasa nyeri. Dia tak kuat menopang tubuh hingga nyaris ambruk jika Farrel tak cepat-cepat menahannya.
“Papa kenapa, Pa?” Dinara mendadak ikut panik, saat melihat ayahnya malah tidak sadarkan diri.
Yandra di bawa ke rumah sakit. Menurut dokter, pria tua itu mengalami serangan jantung. Dinara tercengang mendengarnya. Tak pernah selama ini melihat ayahnya sakit seperti itu.
Kata dokter, beruntung tidak ada pembuluh darah yang pecah akibat tekanan darah tinggi ini, karena kalau sampai terjadi, bisa berakibat fatal dan Yandra akan mengalami stroke.
Dinara duduk lemas di kursi depan ruangan perawatan. Tak sanggup melihat ayahnya dalam keadaan selemah itu dengan berbagai macam alat penunjang kehidupan.
“Kenapa Papa gak pernah bilang kalau sakit parah kayak gini?” Dinara menangkupkan tangan di wajah. Suaranya terdengar lemah.
“Papamu selama ini hanya menyimpan sendiri rasa sakitnya. Dia nggak mau liat anaknya sedih atau bahkan menjadikan sakitnya ini beban di hidup anaknya.” Farrel duduk di sebelah Dinara.
“Padahal aku udah izinin dia buat nikah lagi. Biar ada yang urus! Malah kayak gini kan jadinya!” Dinara menggerutu sendiri. Pikirannya masih seperti anak-anak.
“Itu bukan suatu hal yang baik buat Papamu, Dinara. Dia ... tidak pernah ingin menikah lagi. Apalagi menjadikan istrinya hanya sebagai perawat.” Farrel menggeleng pelan.
“Papa itu terlalu memporsir tenaga dan pikirannya. Sampe gak peduli sama kesehatannya!” ujar Dinara.
“Ya, dia hanya peduli pada anak-anaknya. Peduli dengan masa depan kamu, Dinara!” seru Farrel.
Dinara kembali sadar, teringat tujuan Yandra meminta dirinya untuk ke perusahaan tadi. Dan sempat mendengar pernyataan sang ayah yang meminta agar Farrel menikahinya.
“Apa Kak Farrel menyetujui permintaan Papa?” Dinara menatap serius.
Farrel terdiam. Tak tahu harus mengatakan apa. Hening beberapa detik. Farrel menghela napas perlahan.
“Aku belum menjawab apa-apa!” katanya dengan santai.
“Kamu tau kan? Keputusan Papa itu tidak tepat dan gak akan pernah tepat untuk menikahkan kita! Jadi, aku harap kamu bisa kasih jawaban seperti itu sama dia!” Dinara menatap sinis.
Next...
Farrel hanya menyunggingkan senyuman. “Tapi ... sepertinya aku tidak bisa menolak permintaannya yang satu itu! Aku yakin, sebanyak apa alasanku, tetap tak akan mengubah keinginan beliau!”Dinara sontak menoleh cepat dengan eskpresi tak percaya. Ia mendelik kesal.“Kamu gila!! Jadi maksudnya kamu akan tetap menerima permintaan Papaku untuk menikahi aku? Jangan mimpi!! Cih!” Dinara sangat geram dan kesal.Pria tampan itu masih bersikap santai dan tenang. Dia tersenyum manis dan menimpal lugas,“Siapa bilang aku bermimpi begitu? Sedikit pun aku gak pernah mimpi nikahi kamu!” balas Farrel.Dinara hanya membuang napas kasar. Rasanya kesal sekali. Pria di sebelahnya mendadak sangat menyebalkan.“Kalau begitu ya tolak dong permintaan Papa! Jangan malah nurut gitu aja!” Dinara tak ingin kalah. Gadis itu kalau bicara memang terkesan sombong dan galak. Jauh dari kata feminim dan anggun.“Kita kan memang harus nurut sama orang tua, Dinara. Jangan membantah ucapannya!” kata Farrel yang semakin me
Hening. Farrel bingung harus menjawab apa.“Tetep nggak bisa, Pa!! Dinara sudah membuat keputusan! Aku gak akan menikah sama Kak Farrel!” Dinara kembali memasuki kamar rawat. Kebiasaan sekali gadis itu, sempat menguping dan langsung masuk membelah percakapan orang lain.Yandra sempat terdiam menatap lurus putrinya yang nakal itu. Farrel pun hanya bisa menggeleng pelan dan membuang napas.“Baiklah. Kalau kamu masih tidak mau nurut, papa sudah membuat keputusan lain sebetulnya. Kamu tidak akan masuk ke daftar ahli waris dan itu artinya kamu tidak akan mendapatkan warisan apa-apa dari orang tuamu ini! Silakan cari kehidupanmu di luar sana. Cari tempat tinggal, makan, juga kebahagiaan kamu sendiri. Itu kan yang sejak dulu kamu inginkan?!” tandas Yandra.Dinara melebarkan mata. Tak menyangka ayahnya akan berbuat begitu jauh padanya.“Papa ... ngusir aku?” Dinara masih membelalakan mata. Tak menyangka.“Itu kan yang kamu inginkan sejak dulu! Bebas berkeliaran di luar sana tanpa ada kekangan
“Kamu mau nikah, Farrel?” Emma, ibu Farrel tanpak terkejut mendengar putranya akan menikah dalam waktu dekat ini.“Iya, Bu. Aku meminta restu darimu.” Farrel mendekap sang ibu.“Tapi ... apakah Dinara bersedia kamu nikahi?” tanya Emma tampak cemas.Farrel tersenyum. “Dia bersedia, Bu. Om Yandra meminta kami menikah akhir bulan ini.”Farrel menceritakan segala yang terjadi pada ibunya. Pria itu tak tega menolaknya. Karena jasa-jasa Yandra dalam kehidupan mereka sudah cukup banyak. Bahkan, biaya sekolah Farrel hingga kuliah pun di bantu oleh Yandra. Jadilah, dia merasa berhutang budi.Lagipula tampaknya menikahi gadis seperti Dinara pun tidak cukup buruk untuknya. Meskipun Dinara terlihat begitu kesal padanya, tetapi itu tidak masalah bagi Farrel. Dia sudah menyiapkan beberapa hal untuk bisa menjalankan tugasnya setelah menikah nanti.“Baiklah. Semoga gadis itu memang jodoh terbaikmu.” Emma mendekap putranya.Sementara di tempat lain, Dinara sedang mengamuk kesal di dalam kamar. Kalau g
Sungguh, pengalaman pertama yang sangat luar biasa. “Kamu cantik sekali.” Farrel memuji sang istri yang berwajah masam.“Nggak usah ngerayu!” ketus Dinara.“Sungguh, kamu sangat cantik jika seperti ini.” Farrel tak gentar terus memuji keindahan di sebelahnya.“Karena pake riasan aja kali.” Dinara menimpal jutek.“Kita lihat saja nanti malam setelah riasan ini dihapus. Secantik apa istriku malam ini!” Farrel menatap dengan senyuman yang sangat manis.Dinara mendadak merasakan desiran aneh dalam dirinya saat Farrel mengatakan kalimat yang terakhir.“Itu artinya ... dia sungguhan menganggap pernikahan ini.” Dinara bergumam gelisah.Di sisi lain, Yandra tersenyum lega. Karena putrinya telah menjadi seorang istri. Selain itu, ia pun senang karena lelaki yang dipilihnya adalah seseorang yang sangat tepat.“Papa senang sekali. Kamu harus jadi istri yang baik, Dinara!” Yandra mendekap putrinya.Dinara sama sekali tidak terharu apalagi menangis. Dasarnya dia memang tidak suka ada kesedihan da
“Kamu harus patuh pada perintah suami. Apa pun yang aku perintahkan, kamu harus nurut!” kata Farrel sembari membuka kemeja pengantinnya.Dinara mengambil sebatang rokok yang tergeletak di atas meja, saat hendak memantik api, Farrel gegas menyambar rokok dari apitan jemari Dinara.“Kak Farrel apa-apaan sih. Sini gak?!” Dinara berdiri dan protes saat Farrel menghancurkan rokok itu dalam genggamannya.“Buang kebiasaan burukmu ini!” tegas Farrel.Dinara membuang napas kasar. Ekspresinya geram sekali tetapi dia malas untuk banyak berdebat. Karena hari ini sungguh melelahkan untuknya.“Terserah!” gumamnya.“Kamu paham tidak apa tujuannya menikah?” Farrel mendekat dan bertanya santai.“Nggak tau. Aku sih cuma karena gak mau kehilangan warisan!” jawab Dinara santai. Saat rokoknya di buang, kini ia beralih bermain game di ponsel. Sembari tiduran dengan posisi sebelah kaki di timpa ke kaki sebelahnya.Farrel tersenyum miris melihat keadaan istrinya itu. Matanya pun mengedar ke segala penjuru di
Farrel pun tertawa lepas. Puas melihat ekspresi terkejut di wajah cantik itu. Hingga membuat dekapannya kembali longgar. Dinara tak membuang kesempatan dan langsung mendorong Farrel ke sisi tempat tidur. Membuat dia bebas dari kungkungan sang suami.“Ahh, kamu cerdik sekali, Dinara.” Farrel mengaku kalah saat Dinara memanfaatkan situasi agar terlepas dari pelukannya.“Ini belum seberapa. Masih ada hari esok yang udah aku siapin buat bikin kamu nyesel udah nikahin aku!” kata Dinara percaya diri.Farrel hanya tersenyum fokus menatap kemelokan tubuh Dinara dalam balutan handuk putih. Lekuk tubuhnya terlihat indah, kulitnya bersih dan cerah. Rambutnya terurai ikal dan panjang. Cantik dan seksi sekali.“Lakukanlah apa yang kamu inginkan. Tapi sebelum itu terjadi, kamu harus merasakan dulu kejantananku. Dan kamu lihat sendiri nanti, siapa yang akan menyesal!” Farrel menyeringai erotis. Membuat Dinara bergidik geli. Kini Farrel malah senang menggoda istrinya.“Aku bakal buat kamu menyesal ud
Dinara berusaha keras untuk kembali berpikir jernih. Mengenyampingkan pikiran joroknya yang sangat jauh. Dia mendadak teringat Theo. Sudah beberapa hari ini mereka tidak bertukar kabar. Tentu saja Dinara tidak memberitahu perihal pernikahannya itu.Ponselnya bergetar di atas nakas. Gegas ia meraih benda itu dan ada sebuah pesan yang masuk. Ia baru melihat ada puluhan pesan yang masuk. Dari teman-temannya yang mengucapkan selamat atas pernikahan itu, juga sebuah pesan dari Theo.Pernikahan itu memang tidak disembunyikan dari public. Jadilah teman-teman Dinara di kampus pun mengetahui hal ini. Karena seseorang yang sedang menempuh pendidikan sarjana pun sebetulnya tidak masalah jika ingin menikah. Asalkan nantinya tetap fokus dan menyelesaikan studinya dengan baik.‘Jahat kamu, Dinara. Kok tega sih kamu bohongin aku? Katanya kamu sibuk rawat ayahmu yang sakit, taunya malah kawin!’Itu pesan dari Theo yang Dinara baca. Dia bingung harus jawab apa saat tak bisa lagi menyembunyikan kenyata
Farrel menghela napas panjang. Tadinya dia sempat berniat untuk menghapus chat dari Theo. Tetapi ponsel Dinara terkunci. Pesan itu memang hanya tampil di layar utama saja.“Biarlah. Hitung-hitung aku ingin lihat sendiri bagaimana Dinara menyikapi chat dari lelaki ini. Aku ingin tau, seberani apa dia akan membohongi aku, atau ... dia akan sangat berani dan terang-terangan ingin menghianati pernikahan ini!” Farrel bergumam.Kemudian ia berjalan menuju tempat tidur dan melihat istrinya sudah tertidur pulas tanpa bersalah. Wajahnya tetap manis dan cantik meski tengah terlelap. Farrel menyingkap helaian rambut yang menutupi wajah Dinara. Bulu matanya lentik dengan alis yang tebal dan rapih. Kulitnya lembut seperti perempuan yang gemar perawatan wajah.Lalu yang membuat Farrel sangat terpesona adalah saat menatap bibir tipis dan merah muda milik Dinara. Teringat saat pertama kali mengecupnya. Manis dan lembut sekali. Rasanya ingin selalu mengulangnya.