Suara gaun yang dirobek oleh Mark, mendominasi ruangan VIP di hotel yang akan digunakan mereka untuk mengarungi lautan nàfsu. Mata sayu Mark memancarkan api bìrahi yang siap melahap tubuh mòleknya Karin. Karin yang sedikit terkejut dengan aksi Mark yang merobek gaunnya hanya tersenyum simpul sampil mempersiapkan hatinya karena hampir satu bulan, ia tidak melakukan hubungan badan dengan lawan jènis. Mark sudah kalap, melihat keindahan tubuh Karin menaikkan level hormon kelelakiannya. Ia lalu mengangkat tubuh Karin lalu membantingnya ke atas ranjang. Mark yg kesadarannya sudah dipengaruhi oleh alkohol sudah tidak bisa mengendalikan kewarasannya. Tanpa menunggu Karin untuk sedikit bernapas, Mark langsung menerjang Karin setelah ia melucuti seluruh bajunya. Bagaikan singa yang kelaparan, Mark melampiaskan nàfsunya. Karin yang biasanya selalu mendèsah ketika melakukan kontak fisik dengan lawan jènisnya, kini harus menjerit karena Mark melakukannya dengan kasar. Karin tidak merasakan nìk
"Membawaku ke Amerika?" Karin menganga mendengar perkataan Mark. "Yeah, I want you to be my queen, beautiful." Mark mencubit hidung mancung Karin. "But …? No excuse!" Mark sudah mendekatkan wajahnya ke wajah Karin. Ia ingin menikmati bibir ranum milik Karin yang sangat menggoda hasratnya. Pintu terbuka apartemen terbuka. "Ups sorry," Tata muncul ketika pintu terbuka dari dalam. Ia langsung berbalik arah dan kembali masuk ke dalam apartemen. Mark menghentikan langkahnya untuk keluar dari apartemen. "Your friend?" "Yup aku nggak punya rumah, sekarang numpang di apartemen temanku." "Besok aku akan membelikan apartemen untukmu. So kamu nggak usah numpang lagi." "Eh jangan, nggak usah!" Karin yang biasanya matre menolak maksud baik dari Mark. "Besok aku akan menjemputmu jam delapan pagi." Mark mendorong tubuh Karin untuk masuk. "Bye see you tomorrow." Mark meninggalkan Karin yang mematung. "Wow black card, mimpi apa lo semalem?" Tata langsung keluar dari tempat persembunyiannya.
"Mark …!" Karin terkejut setengah mati, orang yang sedang dihindari malah sudah berada tepat di hadapannya. "Beautiful, kenapa menghindar? Apa maksudmu dengan mengembalikan kartu ini?" Mark memicingkan matanya. Tidak sulit untuk menemukan Karin, orang suruhannya dengan mudah mencarinya karena mereka punya jaringan dengan preman penguasa Ibu Kota. "M-Mark, a-aku …." Karin ketakutan sampai seluruh tubuhnya bergetar, suaranya terdengar lirih dan terbata-bata. "Hey beautiful, I like you." Mark langsung berlutut di depan Karin, ia bersimpuh sambil memegang kaki Karin. Pengunjung kafe di mall langsung mengerubungi Mark dan Karin, bahkan beberapa orang ada yang mengambil photo dan video. Karin menoleh ke kanan dan ke kiri, ia merasa malu menjadi pusat perhatian pengunjung mall. "Beautiful, forgive me, hum …?" Mark memandang Karin dengan tatapan mengiba. Karin kebingungan dengan permintaan Mark yang tidak ingin ia terima. Namun pandangan pengunjung mall seakan menghakimi Karin yang masi
Risa diam tak bergeming, pikirannya kosong. Ia tidak menyangka kalau Al akan melamarnya secepat ini."Will you marry me, Risa Aulia?" Al berjalan mendekati Risa sedangkan anak-anak panti memberi jalan Al lalu melingkari mereka yang berada di tengah."Al …." Mata Risa berkaca-kaca, berbagai rasa berkecamuk dalam batinnya. Wanita manapun akan bahagia mendengar ajakan untuk menikah. Apalagi permintaan itu datangnya dari seorang berondong muda yang mempunyai berbagai kelebihan."Risa, will you …."~~~~~~~Bandung."Selamat
"Yes I do." Al tersenyum lalu ingin memeluk Risa. Tangannya tergantung di udara setelah menyadari mereka berada di dalam kerumunan anak-anak panti. "Anak-anak, terima kasih, ya …?" Sekarang kalian masuk ke dalam. Di dalam sudah tersedia aneka minuman dan camilan." "Ye …." Mereka berseru riang karena tahu Al selalu membelikan mereka makanan dan minuman enak yang jumlahnya tidak sedikit. "Pinter, ya? Memanipulasi anak-anak demi kepentingan pribadi." Risa menghapus sisa-sisa air matanya. "Nggak pinter, nggak akan bisa dapatin kamu." Al langsung merengkuh tubuh mungil Risa dalam pelùkannya. "Terima kasih sudah mau menerimaku." Al mendaratkan bibir tipisnya di pucuk kepalanya Risa. Wangi shampo yang melekat di rambut Risa menjadi salah satu aroma yang menjadi favoritnya Al. "Udah, lepasin, belum halal juga!" Risa mendorong tubuh Al. "Hahaha, iya-iya, secepatnya akan aku resmikan hubungan kita supaya sah secara agama dan negara." ***Satu bulan kemudian di Puncak Bogor. Karin berjal
Karin mengerjap tatkala silau sinar mentari pagi menerobos masuk melalui sela gorden yang terbuka. Ia merasakan sesuatu yang berat menimpa tubuhnya. Ya sesuatu itu adalah Mark yang melingkarkan tangan di perut rata Karin sedangkan kepalanya terbenam di leher Karin. Embusan napas hangat Mark memberikan sensasi lain padanya. Karin tersenyum simpul membayangkan percintaan panasnya. Semalam, Mark, memperlakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati. Mark bahkan sempat menanyakan gaya dan cara apa yang bisa membuat Karin nyaman. 'Ah mungkin aku yang salah menilainya. Mark laki-laki yang baik dan mapan. Apalagi yang aku cari. Aku harus melupakan Mas Danu secepatnya dan membuka hati untuk Mark.' Karin mengelus rambut pirang Mark. "Morning, Bautiful?" Suara Mark terdengar serak memecah keheningan. "Morning, Honey." Karin mengubah nama panggilannya kepada Mark. "Honey? Panggilan nama yang Manis, aku suka itu." Mark tersenyum sekilas lalu kembali memejamkan matanya. "I'm sorry." "For …?"
Puncak Bogor Jawa Barat. "Honey, enough." Karin terkekeh mendengar Mark merayunya lagi. Ini sudah yang ke berapa lagi, Karin tidak bisa menghitungnya. Sejak Karin berinisiatif untuk merayu Mark, seharian mereka saling memuaskan satu sama lain tanpa lelah hanya terjeda dengan mengisi perut mereka karena lapar. Seluruh ruangan vila mereka coba, dari ruang tamu, dapur, kamar mandi bahkan balkon tempat terbuka juga mereka gunakan untuk melebur nàfsu yang seolah tidak bisa dipadamkan. Mark selalu meminta Karin untuk melayaninya, laki-laki itu beralasan satu bulan lamanya ia rela tidak melakukan hubungan badan demi menjaga hati dan raganya untuk Karin. "The last one's, okay." Napas Karin terengah berkejaran dengan napas Mark yang saat ini berada di atas ránjang. "Okay, I promise you, Beautiful." Mark langsung menerjang tubuh Karin kembali. Suara rintihan kembali terdengar di antara suara sengal napas dan suara désahan dari mereka berdua. "Beautiful …" "Honey …." ***Jakarta. "Sah!"
Hampir satu jam Danu duduk di depan makam Satria di bawah guyuran air hujan. Segala keluh kesah telah ia keluarkan. Ada rasa sedikit lega setelah mengeluarkan unek-unek di hatinya. Walaupun hanya suara petir dan air hujan yang nenanggapinya. "Papa pulang dulu, Nak. Besok Papa akan datang kemari lagi. Mungkin dalam satu minggu ini Papa akan datang ke sini setiap hari karena Papa dalam masa libur kerja. Jangan khawatir, Mama dalam keadaan yang sangat baik. Walaupun kami berpisah, Papa Akan selalu mendoakan untuk kebahagiaan Mama, Sayang." Danu mengelus batu nisan Satria sebelum meninggalkan area pemakaman. Danu juga membacakan doa untuk mendiang Satria dan Hendi, mertuanya.Danu berjalan gontai menuju jalan raya. Mungkin karena efek air hujan, tubuhnya mulai menggigil kedinginan. Ditambah suasana hati yang sedang galau benar-benar membuat sistem imun di tubuhnya menjadi lemah.Sudah lama Danu berdiri namun tak ada satu pun taksi yang lewat. Pandangan Danu mulai mengabur, kepalanya mulai